• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Dekstrin

Dekstrin adalah pati atau hidrolisis pati secara parsial dimodifikasi oleh pemanasan dalam keadaan kering dengan atau tanpa asam, alkali atau agen kontrol pH (USP, 2007).

Dekstrin merupakan produk degradasi pati yang dapat dihasilkan dengan beberapa cara, yaitu memberikan perlakuan suspensi pati dalam air dengan asam atau enzim pada kondisi tertentu, atau degradasi pati dalam bentuk kering dengan menggunakan perlakuan panas atau kombinasi antara panas dan asam atau katalis lain. Dekstrin mempunyai rumus kimia (C6H10O5)n dan memiliki struktur serta karakteristik intermediate antara pati dan dekstrosa (Herawati, 2010).

Dekstrin praktis tidak larut dalam kloroform, etanol (95%), eter, dan propan-2-ol, sedikit larut dalam air dingin dan sangat larut dalam air panas membentuk larutan mucilaginous. Berat molekul dekstrin secara khas adalah 4.500-85.000 dan tergantung pada jumlah unit (C6H10O5)n di dalam ikatan polimer dengan n = 28-

15

525. Struktur kimia dekstrin (Rowe, et al., 2009) ditunjukkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur dekstrin

2.3.1 Hidrolisis asam

Hampir semua reaksi hidrolisis memerlukan katalisator untuk mempercepat jalannya reaksi. Katalisator yang dipakai dapat berupa enzim atau asam. Asam yang dipakai beraneka ragam mulai dari asam klorida, asam sulfat, sampai asam nitrat. Yang berpengaruh pada kecepatan reaksi adalah konsentrasi ion H+, bukan jenis asamnya. Meskipun demikian, di dalam industri umumnya dipakai asam klorida. Pati termodifikasi dengan hidrolisis asam klorida menghasilkan pati yang strukturnya lebih renggang, sehingga air lebih mudah menguap pada waktu pengeringan (Agra, dkk., 1973).

Faktor-faktor yang mempengaruhi hidrolisis : 1. Suhu

Suhu mempengaruhi jalannya reaksi hidrolisis, terutama pada kecepatan reaksinya. Untuk kisaran suhu 90-100 oC, kecepatan reaksi meningkat dua kali lebih cepat setiap kenaikan suhu 5 oC. Sedangkan secara keseluruhan, pada umumnya kecepatan reaksi hidrolisis akan meningkat dua kali lebih cepat setiap kenaikan suhu 10 oC. Dengan penggunaan suhu yang lebih tinggi, maka waktu reaksi dapat diminimalkan (Groggins, 1997).

16

Penggunaan suhu tinggi juga dapat meminimalkan penggunaan katalisator sehingga biaya operasional lebih ekonomis.

2. Katalisator

Penggunaan katalisator pada reaksi hidrolisis dilakukan pertama kali oleh Braconnot pada 1819. Beliau menghidrolisis linen (selulosa) menjadi gula fermentasi dengan menggunakan asam sulfat pekat. Setelah itu ditemukan bahwa asam dapat digunakan sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi hidrolisis (Groggins, 1997). Katalisator yang biasa di gunakan berupa asam, yaitu asam klorida, asam sulfat, asam sulfit, asam nitrat, atau yang lainnya. Makin banyak asam yang di pakai sebagai katalisator, makin cepat jalannya reaksi hidrolisa. Penggunaan katalisator dengan konsentrasi kecil (larutan encer) lebih disukai karena akan memudahkan pencampuran sehingga reaksi dapat berjalan merata dan efektif. Penggunaan konsentrasi katalisator yang kecil dapat mengurangi kecepatan reaksi. Namun hal ini dapat diatasi dengan menaikkan suhu reaksi.

3. Waktu

Waktu reaksi mempengaruhi konversi yang dihasilkan. Semakin lama waktu reaksi, maka semakin tinggi pula konversi yang di hasilkan. Hal ini disebabkan oleh kesempatan zat reaktan untuk saling bertumbukan dan bereaksi semakin besar, sehingga konversi yang di hasilkan semakin tinggi (Perwitasari dan Cahyo, 2009).

4. Netralisasi

Proses hidrolisis yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan proses hidrolisis partial, sehingga diperlukan penghentian reaksi agar tak terjadi

17

pemecahan senyawa lebih lanjut. Proses hidrolisis diakhiri dengan menghentikan pemanasan yang dilakukan dalam autoklaf, dan menetralisasi suasana asam. Kondisi asam oleh asam klorida dinetralisasi dengan larutan natrium karbonat (Perwitasari dan Cahyo, 2009).

Reaksi :

2 HCl + Na

2CO3 2 NaCl + H2O + CO2 2.3.2 Enzim α-amilase

α-amilase (α-1,4-glukan-4-glukanohidrolase) adalah enzim yang terdapat dalam getah pankreas dan ludah yang dapat menghidrolisis amilum dengan pemecahan secara acak terhadap ikatan glukosidik α-1,4. Amilosa memberikan campuran dari glukosa, maltosa sedangkan amilopektin memberikan campuran dari oligosakarida bercabang yang mengandung ikatan α-1,6 (Gunawan dan Mulyani, 2010). α-amilase merupakan endo-enzim yang memecah ikatan α-1,4 secara random atau pada ikatan yang berada ditengah rantai polimer (Ridal, 2003). α-amilase adalah jenis enzim amilase terbesar yang terkandung dalam tubuh manusia dan mamalia yang lain. Pada tubuh manusia α-amilase terdapat pada saliva dan pankreas. Selain itu, α-amilase juga dapat ditemukan pada gandum (barley), jamur (ascomycetes), dan bakteri (bacillus). Enzim α-amilase umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens, Bacillus subtilis, Bacillus coagulans, Pseudomonas saccharophila, Aspergillus orizae, dan Aspergillus candidus

(Robyt, 1984).

Hidrolisis enzimatis memberikan beberapa keuntungan, yaitu prosesnya lebih spesifik, kondisi prosesnya dapat dikontrol, biaya pemurnian lebih murah,

18

dihasilkan lebih sedikit abu dan kerusakan warna dapat diminimalkan (Setyawan, 2015) serta dihasilkan tingkat konversi yang lebih tinggi (Ridal, 2003).

Gambar 2.3Formasi aktivitas α-amilase pada amilopektin (Meyer, 1973). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kerja enzim yaitu:

a. Suhu, semua reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu. Kecepatan reaksi katalis enzim dapat meningkat dengan meningkatnya suhu, tetapi karena enzim merupakan protein yang akan terdenaturasi pada suhu tinggi maka enzim memiliki suhu optimum dalam melakukan kerjanya. Setiap enzim memiliki temperatur optimum yang berbeda-beda sehingga diperoleh efisiensi yang maksimum (Mckee dan Mckee, 2004).

b. Nilai pH, konsentrasi ion hidrogen dapat mempengaruhi kerja enzim. Perubahan pH yang tajam dapat menyebabkan enzim terdenaturasi. Beberapa enzim aktif hanya pada nilai pH yang sempit. Nilai pH optimum pada setiap enzim sangat bervariasi (Mckee dan Mckee, 2004).

c. Konsentrasi substrat, untuk dapat terjadi kompleks enzim substrat perlu adanya kontak antara enzim dengan subtrat pada bagian aktif enzim. Menurut Robyt (1984) α-amilase mempunyai bagian aktif anion

19

karboksilat dan kation imidazolium. Pada konsentrasi substrat rendah, bagian aktif enzim hanya menampung sedikit substrat. Bila konsentrasi substrat diperbesar, makin banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut. Dengan demikian konsentrasi kompleks enzim substrat makin besar dan hal ini menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Pada suatu batas konsentrasi substrat tertentu, semua bagian aktif telah dipenuhi oleh substrat atau telah jenuh dengan substrat. Dalam keadaan ini, bertambah besarnya konsentrasi substrat tidak menyebabkan bertambah besarnya konsentrasi kompleks enzim substrat, sehingga jumlah hasil reaksinya pun tidak bertambah besar (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009).

d. Konsentrasi enzim, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. Dalam hal ini substrat yang digunakan dalam jumlah yang berlebih (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009).

2.3.3 Penggunaan dekstrin

Dekstrin dapat digunakan dalam bidang farmasi dan pangan. Dalam bidang farmasi dekstrin digunakan sebagai diluent tablet dan kapsul, pengikat, bahan selaput gula yang berfungsi sebagai plasticizer, perekat dan agen pengetal (thickening agent) untuk suspensi (Rowe, et al., 2009).

20

Beberapa sediaan farmasi yang menggunakan dekstrin sebagai bahan tambahan :

1. OptiNateTM merupakan kapsul multivitamin/mineral yang diberikan sebelum/sesudah melahirkan dan tablet kombinasi dengan asam lemak esensial (Niazi, 2009a).

2. Krim hidrokortison 0,5 % dan krim hidrokortison 1 % (Niazi, 2009b).

Pada bidang pangan dekstrin dapat dimanfaatkan sebagai komponen utama maupun bahan tambahan makanan dalam koridor food ingredient yang merupakan komponen bahan makanan untuk memproduksi makanan siap saji. Dekstrin dapat berfungsi sebagai bahan pengikat dan enkapsulasi yang diaplikasikan dalam pengembang kue, perisa, rempah dan minyak (Herawati, 2012). Selain itu dekstrin dapat digunakan juga sebagai sumber karbohidrat bagi orang yang menjalani program diet karena dekstrin memiliki kandungan elektrolit yang rendah dan bebas dari laktosa dan sukrosa (Rowe, et al., 2009).

21

Dokumen terkait