• Tidak ada hasil yang ditemukan

minta pertanggung jawabanya”, sehingga sebagai seorang pemimpin harus mampu bertanggung jawab baik lahir maupun bathin, baik dunia maupun akhirat. Makanya golongan pertama manusia yang akan masuk Surga

adalah : “seorang pemimpin yang adil”.

2.3.7 Delapan Karakter Kepemimpinan Sunda

Kita sering mendengar istilah cageur (sehat), bageur (baik

perilakunya), bener (benar), pinter (berwawasan luas), tur singer (terampil), yang dianggap sebagai sifat dan karakter yang harus dimiliki

orang Sunda. Kelima istilah tersebut sebenarnya berkaitan erat dengan karakter „pemimpin‟ sebagaimana diungkapkan naskah Sanghyang

Siksakandang Karesian (SKK), Fragment Carita Parahiyangan (FCP), Amanat Galunggung (AG), dan Sanghyang Hayu (SH).

Naskah Sunda mengisyaratkan delapan sikep „karakter‟ yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Di samping cageur (sehat), bageur (baik

perilakunya), bener (benar), pinter (berwawasan luas), singer (terampil),

dikenal pula istilah teger (ulet), tajeur (tangguh), dan wanter (berani), yang bisa dibandingkan dengan 6 (enam) Prinsip Leadership Modern Model FBI 2012, tanpa tajeur dan wanter.

Beragam kamus bahasa Sunda yang disusun R. Satjadibrata, R. A. Danadibrata, atau LBSS hanya menjelaskan arti secara leksikal.

a. Cageur diartikan tidak sedang terkena penyakit, sehat atau sudah/baru sembuh. Pemimpin Sunda harus memiliki badan kaya (sehat/kuat)–wak (bersabda/enerjik)–cita (senantiasa memelihara hati). Seorang pemimpin harus sehat, kuat, enerjik, dan senantiasa bertindak dengan hati, yang berkaitan dengan AQdan PQ (Phisical Ability).

b. Bageur adalahorang yang suka memberi, baik perilakunya, dan tidak nakal. Seorang pemimpin harus memiliki sikap animan (lemah lembut), dalam arti tidak berperilaku kasar. Bageur lebih mengarah

28

kepada perilaku budi (bijak)–guna (arif)–pradana (saleh), dan ramah (bestari). Pemimpin harus berperilaku arif bijaksana dan saleh, di samping bijak dalam memandang segala hal serta ramah, karawaléya„dermawan‟. Kesalehan sosial sangat diperlukan dari seorang pemimpin, berhubungan dengan Emotionaility Ability/EQ. c. Bener„benar‟, tidak salah, sungguh-sungguh. Seorang pemimpin harus

lurus dan menjunjung tinggi kebenaran, memiliki sifat jujur atau isitwa, baik dalam perkataan, pemikiran, maupun perbuatan agar dipercaya oleh orang lain, sehingga terjalin kesepahaman yang harmonis. Adanya kesepahaman antara pikiran, perasaan, dan tindakan (saciduh metu saucap nyata). Dalam Sanghyang Hayu dikatakan adanya keselarasan antara mata (penglihatan) – tutuk (ucapan) – talinga (pendengaran), apa yang dilihat, dan didengar harus sesuai dengan apa yang diucapkan, selaras dengan Moral Ability atau SQ.

d. Pinter„pintar‟/pandai, berpengetahuan, mampu bekerja, mudah mengerti. Pemimpin harus mahiman (berwawasan luas dan cerdas), memiliki berbagai macam pengetahuan dan berwawasan tinggi. Seorang pemimpin selain pinter„cerdas‟ juga harus memiliki keseimbangan rasa dalam bertindak, selaras dengan Intelectual Ability (IQ).

e. Singer „trampil, gesit, cekatan‟, yang disebut dengan lagiman atau cangcingan. Langsitan „rapekan‟ , segala bisa, multi talenta dan pro aktif Rajeun „rajin‟. Selama hidupnya tetap berkarya. Morogol-rogol „bersemangat, beretos kerja tinggi‟. Keinginannya untuk berkarya dengan kualitas unggul dan terbaik, berkenaan dengan Personal Abality (PQ).

f. Wanter “berani tampil dalam kondisi apapun namun luwes”. Wanter harus purusa ning sa “berjiwa pahlawan, jujur, berani”. Kreatif dan inovatif. Para pembaharu yang berani menantang kemandegan

29

pemikiran manusia. Widagda “bijaksana, rasional dan memiliki keseimbangan rasa”. Paka Pradana „berani tampil sopan, beretika‟. Gapitan “berani berkorban untuk keyakinan dirinya”, ini selaras dengan Sosoial Ability (SCQ)

g. Teger „tidak takut dan tidak khawatir sedikit pun‟. Panceg hatḗ „tidak plin plan‟, kalem dan berpendirian. Seorang pemimpin harus ahiman „tegas‟, prakamya dan leukeun „ulet/tekun‟. Ketekunan dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan dengan penuh kesabaran. Pemimpin tidak boleh putus asa dalam menghadapi segala kondisi.Teger berkaitan dengan wasitwa „terbuka untuk dikritik‟,

„legowo‟ dan bijaksana serta terbuka untuk dikritik, selaras dengan

Reliciance Ability (RQ).

h. Tajeur/tanjeur „mampu berdiri kokoh di atas kaki sendiri‟. Pemimpin harus prapti „tepat sasaran‟; memiliki ketajaman berpikir, karena jika keliru atau berspekulasi hal itu akan menghambat suatu pekerjaan, selaras dengan Exelent Ability (ExQ).

Kedelapan karakter orang Sunda dimaksud melekat pada seorang pimpinan maka akan melahirkan manusia unggul (maung) yang ulet

dan tangguh, sehingga melahirkan konsepsi ketahanan pribadi/nasional. 8 (delapan) kemampuan sebagai pemimpin ini sejalan dengan New Leadership dari FBI USA tahun 2012, sebagaimana disampaikan Prof. Dr. Hermawan Kertajaya pada saat rapim TNI dan Polri tahun 2013 di Auditorium PTIK Jakarta.

Dalam amanat Galunggung (AG) Verso III dirumuskan sosok pemimpin yang „mulya‟, yang antara lain harus mempunyai sifat-sifat: a. siniti„bijak‟

b. sinityagata„benar‟ c. siaum„adil dan takwa d. sihooh „serius‟

30

e. sikarungrungan „simpatik‟ f. semuguyu „ramah‟

g. téjah ambek „rendah hati/sabar h. guru basa „mantap bicara‟.

Hal ini sejalan dengan Filder (1997), yakni kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antarindividu yang menggunakan wewenang dan pengaruh terhadap kelompok agar bekerja sama untuk mencapai tujuan.

Pemimpin yang berkarakter menurut AG adalah adanya keberhasilan kaderisasi sebagaimana tersurat sebagai berikut:hana nguni hana mangké tanhana nguni tanhana mangké(tidak ada dahulu kalau tidak ada sekarang, dan tidak ada diri kita hari ini jika tidak ada para leluhur kita terdahulu) sehingga dengan demikian yang lebih tua harus menjadi guru dan tauladan bagi yang lebih muda, sebaliknya yang muda wajib menghormati dan mau belajar dari yang lebih tua. Dengan demikian terjadi siklus pengkaderan secara sistimatik dari para pendahulu kepada generasi penerusnyamaka dari itu, leadership Sunda harus diaktualisasikan secara komitmen, konsisten, konsekuen, conection(adanya pola hubungan yang berkelanjutan), dan adanya komunikasi yang selaras serta harmonis antara pemimpin dengan yang dipimpin antara para pendahulu dan penerusnya. Karena salah satu kriteria seorang pemimpin yang baik adalah yang

mampu menyiapkan kader-kader penggantinya.

Konsep atau pola kepemimpinan yang tersirat dalam naskah

Sanghyang Siksakandang Karesian, Fragmen Carita Parahiyangan, Carita Parahiyangan, juga Sanghyang Hayu, maupun naskah lainnya seperti Amanat Galunggung, dan Carita Ratu Pakuan bila ditarik benang

31

a. Leader (adanya kesepahaman dalam satu pikiran, satu perkataan, dan satu perbuatan dengan benar, menhgajarkan tentang kebenaran dengan pola ketauladanan)

b. Manajer (memiliki kemampuan dalam hal manajerialdan yang mengajarkan tentang sesuatu yang baik, misal aturan yang baik, perencanaan yang baik, dan lain-lain).

c. Entertainer (ada kaitannya dengan masalah human relations. Seorang pemimpin harus dapat membina hubungan baik dengan sesama manusia secara horizontal dengan pimpinan manapun, di samping dapat membina hubungan baik dengan bawahannya serta dengan lingkungan sekitarnya)

d. Entrepreneur (memiliki jiwa kewirausahaan. Seorang pemimpin memerlukan jiwa marketing, kejuangan yang tinggi serta keuletan yang tahan banting agar kepemimpinannya bisa berjalan dengan baik tak tersisihkan)

e. Commander (mampu memberi perintah sekaligus menjadi pendorong (maker) atau pemberi motivasi bagi bawahannya, mampu memutuskan masalah dengan cepat dan tepat, mampu menegur dan sebagai penanggung jawab utama dalam organisasi).

f. Designer (mampu berperan sebagai perancang di berbagai bidang bagi kemajuan yang dipimpinnya)

g. Father (bertindak kebapakan, layaknya seorang ayah terhadap anak-anaknya dengan penuh kasih)

h. Servicer (harus mampu menjadi pelayan yang baik, karena pada dasarnya seorang pemimpin adalah seorang „pelayan‟ yang bertanggung jawab kepada masyarakatnya)

i. Teacher (mampu menjadi guru, pendidik, dan pengajar yang baik serta menjadi „tauladan‟ bagi masyarakat/bawahannya).

32

Sehingga apabila ke-9 (sembilan) karakter tersebut sudah melekat sebagai sikap pada diri seorang pemimpin, ia akan menjadi seorang

“Tokoh”atau “Master” yang dicintai, dikagumi, disegani dan melegenda,

harum mewangi namanyadimata masyarakat, serta mampu mensejahterakan masyarakatnya. Maka pemimpin/raja yang demikianlah yang berhak mendapat gelar sebagai Master Leadership(bandingkan, Charliyan, 2009). Pada zaman bihari(dahulu) sebagaimana terungkap dalam naskah-naskah buhunlewat fakta filologis, fakta arkeologis, fakta

sosial, maupunfakta mental dan fakta sastra, seorang figur pemimpin

idealyang namanyatetap melegenda dihati masyarakat maka digelari sebagai Prabu Silihwangi(raja yang harum namanya). Sebagai Master yang telah mumpuni, makanya raja-raja besar diwaktu itu dibelakang namanya sering digelari :Maharaja, Raja Resi, Ratu haji dan lain-lain.

Dokumen terkait