• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Teori Inflasi 1 Definisi Inflas

2.3.3. Sumber Inflas

2.3.3.1. Demand Pull Inflation

Inflasi yang terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasa dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi kemudian akan menyebabkan harga faktor produksi meningkat sehingga inflasi terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan

volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.

2.3.3.2. Cost Push Inflation

Inflasi yang terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan termasuk adanya kelangkaan distribusi, walaupun permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum demand

and supply, atau juga karena terbentuknya posisi equilibrium baru produk tersebut

akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi dapat terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tersebut, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.

2.4. Hubungan Defisit Anggaran, Pertumbuhan Uang, dan Inflasi

2.4.1.Government Budget Constrain

Dampak defisit anggaran terhadap variabel makroekonomi sering diteliti dalam kerangka kerja analisis yang berpusat pada kendala anggaran pemerintah. Ketika pendapatan turun secara terus menerus dan untuk membayar modal, pemerintah akan mengalami defisit yang kemudian dapat dibiayai dengan sumber moneter dan non-moneter. Kendala anggaran pemerintah merupakan cara untuk

membuktikan hubungan antara kebijakan moneter, fiskal dan makroekonomi akibat adanya defisit anggaran.

Defisit anggaran pemerintah dapat didefinisikan dan dihubungkan dnegan perubahan government net debt yang dapat dirumuskan :

Dg – Dg-1 = (G + Ig – T) + r Dg-1 (2.6)

dimana (Dg – Dg-1) adalah perubahan government net debt periode sekarang dengan periode sebelumnya; G adalah pengeluaran pemerintah; Ig merupakan investasi pemerintah; T merupakan taxes net of transfers; dan r adalah nominal

interest rate. Sisi sebelah kanan persamaan di atas adalah untuk mengukur defisit

anggaran dan persamaan memperlihatkan perubahan dalam government net debt setara dengan defisit anggaran.

Ketika anggaran pemerintah dalam keadaan defisit, surat utang diperlukan untuk membiayai defisit tersebut untuk menambah dana melalui penerbitan obligasi. Pembeli dari obligasi dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu perusahaan dan rumah tangga domestik, sistem perbankan umum domestik, bank sentral negara tersebut, dan pihak asing (swasta maupun publik). Contoh pada negara berkembang, bank sentral sering membeli surat utang obligasi dalam jumlah besar yang diterbitkan untuk membiayai defisit karena permintaan yang terbatas dari pembeli yang lain. Pemerintah mungkin juga enggan untuk menjual dalam jumlah besar surat utang obligasi kepada publik karena akan mewajibkan untuk membayar bunga pada periode yang akan datang. Berdasarkan fakta tersebut, bank sentral seringkali menjadi bagian penting untuk pemerintah,

mungkin tidak ada pilihan untuk membeli surat utang obligasi atau monetized the

deficit.

Kecuali seperti situasi khusus, surat utang dipegang oleh publik dan bank sentral. Oleh karena itu, perubahan dalam utang dipegang oleh bank sentral (Dgc – Dgc-1) setara dengan keseluruhan perubahan dalam utang (Dg – Dg-1) dikurangi perubahan dalam utang yang dipegang oleh publik (Dgp – Dgp-1) :

Dgc – Dgc-1 = (Dg – Dg-1) – (Dgp – Dgp-1) (2.7)

Efek dari defisit anggaran pada money supply dapat ditunjukkan dari persamaan berikut untuk perubahan monetary base (MB) :

MB – MB-1 = (Dgc – Dgc-1) + e (Rc – Rc-1) + (Lcb – Lcb-1) (2.8)

dimana Rc adalah cadangan devisa di bank sentral; e adalah nominal exchange

rate yang dihitung dari mata uang domestik per unit mata uang asing; dan Lcb adalah persediaan kredit dari bank umum melalui discount window. Jika

komponen discount window merupakan perubah monetary base (MB) dapat

diabaikan, persamaannya dapat ditulis :

MB – MB-1 = (Dgc – Dgc-1) + e (Rc – Rc-1) (2.8a)

Kemudian sustitusi persamaan (2.7) dengan (2.8a) untuk menyusun kembali hasil persamaan :

(Dg – Dg-1) = (MB – MB-1) + (Dgc – Dgc-1) – e (Rc – Rc-1) (2.9)

atau

(G + Ig – T) + r Dg-1 = (MB – MB-1) + (Dgc – Dgc-1) – e (Rc – Rc-1) (2.9a)

Persamaan di atas dapat disebut sebagai persamaan fundamental untuk membiayai defisit anggaran. Persamaan tersebut juga menunjukkan bahwa tiga

cara untuk membiayai defisit, yang mana setara dengan perubahan dalam

government net debt (Dg – Dg-1) :

1. Meningkatkan monetary base, MB – MB-1

2. Meningkatkan surat utang yang dipegang oleh publik, Dgc – Dgc-1atau 3. Menurunkan cadangan devisa di bank sentral, e (Rc – Rc-1)

Untuk lebih mudahnya, untuk membiayai defisit anggaran pemerintah dapat menciptakan uang, meminjam dari publik, atau mengurangi cadangan devisa. Menurut Easterly, et al. dalam Hossain dan Chowdhury (1998), ketiga

sumber pembiayaan defisit tersebut dapat menyebabkan berbagai macam permasalahan makroekonomi :

“the consequences of deficit depend on how they are financed. As a first approximation each major type of financing, if used excessively, brings about a macroeconomic imbalance. Money creation to finance the deficit often leads to inflation. Domestic borrowing leads to a credit squeeze – through higher interest rate or, when interest rates are fixed, through credit allocation and ever more stringent financial repression – and the crowding out of private investment and consumption. External borrowing leads to a current account deficit and real exchange rate appreciation and sometimes to a balance of payment crisis (if foreign reserve are run down) or an external debt crisis (if debt is too high).”

2.4.2.The Dornbush-Reynoso Model

Peran penting defisit anggaran dalam inflasi yang tinggi membuat para ekonom besar mencoba untuk membangun sebuah model inflasi yang dipengaruhi oleh defisit anggaran untuk negara-negara berkembang. Seperti contohnya Dornbusch dan Reynoso dalam Hossain dan Chowdhury (1998) membuktikan bahwa inflasi di negara ekonomi berkembang menunjukkan interaksi dengan empat faktor, yaitu :

1. Pembiayaan defisit, yang memengaruhi pertumbuhan money supply

2. Institusi keuangan, yang menetapkan permintaan uang

3. Shock pada anggaran pemerintah, dan

4. Kemampuan untuk bertindak terhadap shock tersebut dengan kebijakan

fiskal yang baik.

Inflasi yang tinggi memiliki dua karakteristik, yaitu pertama, sebagian besar defisit anggaran dibiayai oleh money creation. Kedua, ada petunjuk dimana inflasi

periode sekarang berhubungan dengan inflasi periode sebelumnya.

Menurut Mundell dalam Hossain and Chowdury (1998), defisit anggaran merupakan bagian (α) dari income riil dan fungsi permintaan untuk high powered

money merupakan fungsi linier inflasi yang meningkat. Bagian ( ) adalah defisit

yang dibiayai oleh menciptakan uang dan dengan beberapa asumsi, Dornbusch dan Reynoso (1993) membangun model melalui hubungan pertumbuhan dari high

powered money (μ) dan defisit anggaran, yaitu :

μ = α (ρ + π) (2.10) dimana ρ dan adalah parameter dari fungsi kecepatan. Saat kondisi steady-state, dengan tingkat pertumbuhan output riil (gy) dan elastisitas pendapatan terhadap uang yang bersifat unitary, tingkat inflasi (π) dapat ditunjukkan dengan :

π = ( ρα – gy) / (1 – Δα) (2.11)

Berdasarkan model di atas maka dapat diambil tiga poin penting, yaitu

Pertama, hubungan antara inflasi dan defisit anggaran yang dibiayai oleh money

creation adalah tidak linier. Kenaikan yang rendah dari defisit dimana kondisi

membiayai anggaran. Kedua, struktur keuangan memengaruhi inflasi karena

pembiayaan defisit. Semakin maju struktur keuangan maka koefisien ρ dan akan semakin besar, oleh karena itu, inflasi yang tinggi terhubung dengan defisit tertentu. Ketiga, pertumbuhan ekonomi mengurangi inflasi yang disebabkan

pembiayaan defisit. Tingkat persentase penurunan pertumbuhan pendapatan akan menaikkan inflasi berkali lipat ketika kondisi defisit yang tinggi dan juga kecepatan lebih peka terhadap inflasi. Pergerakan besar yang menurun pertumbuhan pendapatan riil dapat menjadi faktor penting yang memperbesar inflasi.

2.5. Kontroversi Defisit Anggaran Pemerintah

2.5.1. Kaum Monetaris

Teori yang berdasar pada teori kuantitas uang dan menganggap aktivitas ekonomi riil memerlukan tingkat real money balances (JUB) tertentu yang dapat

dikendalikan dan tingkat harga yang dapat dikendalikan oleh money supply.

Penjelasannya yaitu dengan jumlah money supply tertentu (bersifat eksogen dan

ditetapkan oleh kewenangan moneter) tingkat harga ditetapkan sebagai tingkat harga yang unik dimana akan membuat daya beli money supply setara dengan

tingkat jumlah uang beredar yang diinginkan, artinya bank sentral mencoba untuk memastikan jumlah uang dari pelaku yang diperlukan untuk transaksi. Dalam tingkat harga tertentu, jika money supply nominal berbeda dengan jumlah uang

pada tingkat harga. Oleh karena itu, tingkat harga bersifat sangat fleksibel dan hanya ditetapkan oleh jumlah nominal money supply.

Mengenai kebijakan fiskal, jumlah nominal money supply dapat berubah

karena digunakannya seigniorage sebagai sumber utama pembiayaan untuk

pengeluaran publikatau sebagai hasil dari operasi pasar terbuka (OPT) dari bank sentral yang membeli utang pemerintah yang berbunga. Berdasarkan dua mekanisme ekspansi uang tersebut mungkin memiliki akibat yang berbeda yaitu terhadap pajak dan jumlah utang pemerintah yang juga akan berdampak berbeda terhadap tingkat harga atau suku bunga. Kaum monetaris mengomentari dalam mekanisme pertama (seigniorage), sedangkan mekanisme kedua (monetized the

debt) dijelaskan oleh FTPL.

Defisit anggaran dan proses pembiayaan melalui seigniorage (penciptaan

uang) dianggap sebagai exogenous terhadap kewenangan moneter. Pertumbuhan

uang akan sangat dipengaruhi oleh keperluan pembiayaan pemerintahdan tingkat harga akan naik sebagai akibat ekspansi moneter. Dilihat dari pembahasan empiris, dengan sistem defisit anggaran, pertumbuhan uang, dan inflasi, berarti defisit anggaran dalam sistem persamaan jangka panjang pertumbuhan uang bersifat weak-exogeneity. Sehingga kaum monetaris beranggapan inflasi sebagai

fenomena moneter karena terjadi karena pertumbuhan dari money supply semata.

2.5.2. The Fiscal Theory of the Price Level (FTPL)

Teori ini menghubungkan kebijakan fiskal dan moneter melalui kendala anggaran pemerintah (GBC) antarwaktu atau dapat dipahami sebagai kondisi

kesanggupan pemerintah dalam membayar utang atas sektor keuangan publik dalam jangka panjang. Kendala anggaran pemerintah dapat dipenuhi ketika

discounted value dari surplus primer pemerintah pada periode mendatang lebih

besar (atau sama dengan) nilai nominal utang publik pada periode sekarang. Penting untuk diketahui bahwa seigniorage termasuk dalam surplus primer

pemerintah sebagai sumber pendapatan, sedangkan utang publik nominal masuk dalam catatan atau perhitungan monetary base (M0) karena hal tersebut mengapa

sektor publik berhubungan dengan pemerintah dan bank sentral. Kendala anggaran pemerintah (GBC) seringkali dilihat dengan persentase nominal gross

domestic product (GDP), dimana discount rate ditentukan oleh ratio antara tingkat

suku bunga terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi.

Sesuai dengan FTPL, maka GBC diasumsikan dalam kondisi keseimbangan (ekuilibrium) lalu pendapatan periode mendatang dan pengeluaran primer bersifat exogenous terhadap kewenangan fiskal. Oleh karena itu, dalam

discount rate tertentu, jika discount value dari surplus primer lebih rendah

daripada tingkat nominal utang sebelum ditentukan (keduanya dalam persentase terhadap GDP nominal), tingkat harga akan mengalami kenaikan untuk menyesuaikan kondisi GBC, dengan kata lain tingkat harga menjadi satu-satunya variabel penyesuaian untuk mempertahankan kondisi keseimbangan.

Penelitian Woodford (1995) yang menunjukkan bagaimana tingkat harga dapat dipengaruhi oleh aksi fiskal dan menganjurkan untuk mempertimbangkan

shock harga yang positif dan bersifat eksogen yang akan menurunkan nilai riil dari

dari nilai riil dari portofolio swasta yang diinvestasikan dalam surat berharga pemerintah. Penurunan nilai riil dari aset swasta tersebut menyebabkan efek yang negatif terhadap tingkat kekayaan yang juga direfleksikan sebagai penurunan pada permintaan barang (output). Berdasarkan FTPL, ekspektasi dari pelaku (agen) mengenai kebijakan fiskal yang berkelanjutan akan menghasilkan efek yang sama pada tingkat kekayaan.

Dalam kondisi pasar yang memiliki persepsi negatif terhadap ketahanan keuangan publik seperti jika discounted value dari surplus primer pemerintah

tidak dapat menutupi nilai nominal dari kewajibannya, persepsi tersebut akan mendorong naiknya tingkat harga yang diperlukan untuk mengembalikan kondisi keseimbangan GBC. Tingkat harga yang tinggi akan menurunkan nilai riil dari portofolio swasta dan akan berdampak negatif terhadap kekayaan yang akhirnya akan mencerminkan permintaan barang dan jasa yang menurun. Kewajiban pemerintah nominal (utang nominal) yang tinggi membutuhkan penyesuaian yang besar terhadap tingkat harga sehingga FTPL dikenal juga sebagai teori kuantitas dari utang publik. Sebagai hasilnya, persamaan jangka panjang inflasi disebabkan adannya defisit anggaran dimana pertumbuhan uang tidak berperan mungkin merupakan hal yang kuat mendukung FTPL.

2.5.3. Kelompok Keynesian

Kelompok Keynesian memiliki tiga ciri yang berbeda dengan aliran yang lain. Pertama, kelompok Keynesian mengasumsikan bahwa ada kemungkinan sumber daya tidak digunakan secara penuh. Kedua, pelaku ekonomi mempunyai

pandangan yang bersifat myopic. Sifat ini menggambarkan adanya hubungan antar

generasi yang erat. Ketiga, aliran Keynesian lebih memfokuskan diri pada efek defisit anggaran temporer yang disebabkan oleh fluktuasi perekonomian. Pengeluaran pemerintah yang meningkat secara berkelanjutan merupakan kebijakan yang tidak mungkin dilakukan, ada suatu batas jumlah total yang mungkin dikeluarkan pemerintah yaitu tidak bisa mengeluarkan lebih dari 100 persen dari gross domestic product (GDP). Faktanya, sebelum batas tersebut

dicapai, proses politik akan menghentikan pengeluaran pemerintah yang meningkat tersebut. Seperti saat terjadinya penyusunan anggaran pemerintah, dimana antara publik, politikus dan pemerintah pasti akan berdebat tentang keseimbangan anggaran dan belanja pemerintah agar memiliki target yang tepat bagi perekonomian. Tentu saja persepsi publik dan politikus sedikit banyak menentukan batas yang wajar untuk pengeluaran pemerintah dapat naik. Sehingga kelompok Keynesian menganggap bahwa inflasi yang tinggi tidak disebabkan oleh kebijakan fiskal semata.

2.5.4. Teori Ricardian Equivalence (RE)

Berdasarkan teori Ricardian Equivalence (RE) yang berpendapat bahwa

defisit anggaran tidak akan berpengaruh terhadap perekonomiaan. Teori yang berasal dari David Ricardo’s Funding System dan dikemukakan kembali oleh

Robbert Barro (1974) sehingga dapat dikenal juga sebagai Ricardo-Barro

Preposition. Ricardo-Barro Preposition berlandaskan pada asumsi:

taxation, dan kondisi bahwa tingkat utang lebih rendah daripada pertumbuhan

ekonomi. RE mengajukan hipotesis bahwa kebijakan pemerintah yang diterapkan tidak selaluakan membawa dampak yang penting bagi perekonomiaan (neutrality

preposition). RE menggabungkan dua pendekatan fundamental, yaitu kendala

anggaran pemerintah (GBC) dan Permanent Income Hypothesis (PIH). Kendala

anggaran pemerintah menyatakan jika pengeluaran pemerintah tidak mengalami perubahan maka tingkat pajak yang rendah pada periode sekarang akan diimbangi oleh kenaikan tingkat pajak pada periode mendatang. Sedangkan PIH menyatakan bahwa rumah tangga akan merespon melalui keputusan konsumsi berdasarkan pada permanent income yang besarnya sangat tergantung oleh nilai pendapatan

setelah pajak pada periode sekarang. Pembiayaan defisit anggaran dengan memotong pajak sekarang akan berpengaruh pada beban pajak periode mendatang, tetapi tidak dalam nilai periode sekarang sehingga pemotongan pajak tidak akan mengubah permanent income atau konsumsi (Waluyo, 2006).

Neutrality preposition harus di tanggapi dengan sangat hati-hati, walaupun suku

bunga tak berubah karena penerbitan obligasi negara, tetapi suku bunga dapat mengalami perubahan karena adanya tambahan pengeluaran pemerintah.

Menurut Barro (1974), pembiayaan defisit anggaran dengan penerbitan obligasi negara akan diimbangi oleh kenaikan pajak pada periode mendatang. Kenaikan tingkat pajak tidak perlu membuat masyarakat takut terhadap kemakmurannya (wealth) karena kenaikan pajak pada periode mendatang akan

diantisipasi dengan meningkatkan tabungan dan mengurangi konsumsi pada periode sekarang. Implikasinya, individu tidak menggunakan semua pendapatan

untuk meningkatkan konsumsi karena penerbitan obligasi negara. Individu akan menyimpan untuk mengantisipasi kenaikan beban pajak periode mendatang sehingga hal itu tidak akan menaikkan permintaan terhadap barang dan jasa.

Jika pemerintah meningkatkan pajak hari ini untuk membayar utang obligasi negara maka individu akan memandang kebijakan ini sama dengan menggantikan pajak saat ini untuk pajak yang akan datang (pada present value

yang sama). Kebijakan ini akan menggeser titik endowment tetapi nilai aliran

pendapatan sekarang secara keseluruhan tidak mengalami perubahan. Individu akan memilih berkonsumsi dan akan lebih banyak meminjam sekarang sampai terjadi kenaikan dalam present value pajak.

RE juga berpendapat bahwa perubahan dalam pajak dan pembiayaan defisit anggaran mempunyai dampak yang sama bagi variabel makro (terutama konsumsi swasta). RE dibangun dari premis bahwa penerbitan obligasi Negara pada saat ini selalu disertai dengan rencana kenaikan pajak di masa mendatang. Pembiayaan utang pemerintah diasumsikan hanya mengalami perubahan sesuai dengan perubahan perpajakan sehingga konsumsi agregat akan tetap. Dalam kerangka pemikiran RE individu mengasumsikan pajak yang akan datang sama dengan besarnya beban utang pemerintah (Barro, 1989).

2.6.Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai hubungan defisit anggaran dengan variabel moneter maupun makroekonomi telah diteliti secara luas di negara sedang berkembang maupun negara maju dengan berbagai hasil yang berbeda. Berikut ini akan

dipaparkan penelitian terdahulu yang menganalisis dmapak defisit anggaran terhadap perekonomian.

Penelitian Cevdet Akcay, et al. (1996), menggunakan data tahunan

(periode 1948 hingga 1994) dan data kuartalan (periode 1987Q1 hingga 1995Q4) Turki. Cevdet Akcay, et al. (1996) menggunakan VAR dan VEC. Mereka

meneliti adanya hubungan jangka panjang yang stabil antara defisit anggaran, pertumbuhan uang dan inflasi. Penelitian ini menemukan vektor kointegrasi yang menyimpulkan bahwa pengaruh yang signifikan defisit anggaran terhadap inflasi tidak dapat ditolak setelah kesesuaian data kuartalan menggambarkan periode pembiayaan surat obligasi sebagai acuan. Hasil tersebut memberi kesan bahwa variabel lain mempunyai hubungan lemah terhadap inflasi. Lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan ARIMA bahwa hasil tersebut sesuai dan menggambarkan kelembaman dalam proses inflasi terus meningkat. Adanya pembiayaan dengan surat obligasi sesudah 1986 mungkin menjadi catatan untuk hubungan yang lemah defisit anggaran terhadap inflasi sampai pada tingkat tertentu.

Tekin-Koru dan Ozmen (2003) meneliti hubungan jangka panjang antara defisit anggaran, inflasi dan pertumbuhan uang di Turki dengan menggunakan dua alternatif sistem trivariat secara bersamaan dan data kuartalan (1983 hingga 1999). Dimana definisi money supply yang digunakan adalah dalam arti sempit (currency

in circulation, CC) dan arti luas (M2Y). Mereka menemukan bahwa pada studi

kasus di Turki, uang dan inflasi bersifat endogenous sehingga menolak pandangan kaum monetaris. Hubungan langsung yang lemah antara inflasi dan defisit

anggaran juga menyebabkan teori fiskal (FTPL) ditolak. Defisit anggaran yang ditetapkan bersifat eksogen terhadap pertumbuhan uang sesuai dengan pendapat Sargent dan Wallace (1981). Meski demikian, agregat moneter yang tumbuh karena pembiayaan defisit bukanlah di luar uang seperti yang diteliti oleh SW, akan tetapi oleh agregat yang lainnya, sebagian besar dapat dijelaskan seperti di dalam uang atau uang berjangka atau uang kuasi (M2Y). Mengacu pada kebijakan pembiayaan dengan utang domestik (publik) di luar sistem bank komersial, defisit anggaran di Turki menyebabkan tumbuhnya uang dalam arti luas dan bukan penciptaan mata uang.

Penelitian Lozano (2008) menganalisis fakta tentang hubungan sebab- akibat jangka panjang antara defisit anggaran, pertumbuhan uang dan inflasi di Colombia. Data yang dipakai adalah data tahunan selama 53 tahun dan data kuartalan selama 25 tahun (periode 1982Q1 hingga 2007Q4) yaitu defisit anggaran, CPI dan pertumbuhan uang (dimana definisi money supply yang dipakai

adalah standar (M1), sempit (M0-primer) dan luas (M3)). Menggunakan VECM untuk pengujian beberapa hipotesis (Monetarist Hypotheses (MH), The Fiscal

Theory of the Price Level (FTPL), New Keynesian (NK), dan Sarget and Wallace

Hypothesis (SW-H). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Sargent and

Wallace Hypothesis (SW-H) merupakan hipotesis yang sesuai untuk

menggambarkan hubungan ketiga variabel di Kolombia, yaitu defisit angaran, pertumbuhan uang dan inflasi. Pendapat tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara inflasi dan pertumbuhan uang di satu sisi dan antara pertumbuhan uang dan defisit anggaran di sisi yang lain.

Saad dan Kalacech (2009) menguji pengaruh dari defisit anggaran terhadap permintaan uang di Lebanon. Variabel makroekonomi yang lainnya (PDB riil, IHK, pengeluaran pemerintah dan tingkat suku bunga) juga digunakan di dalam penelitian tersebut untuk menganalisis pengaruhnya terhadap permintaan uang riil (M1) saat defisit anggaran terjadi secara terus-menerus. Menggunakan kointegrasi ECM dan data tahunan dari tahun 1973 hingga 2007, mereka menemukan bahwa terdapat hubungan jangka panjang yang terjadi antara permintaan uang (dalam arti sempit) riil dan PDB, pengeluaran pemerintah, tingkat suku bunga, dan IHK. Walaupun defisit anggaran tidak berpengaruh pada permintaan uang di jangka panjang atau seperti pandangan Ricardian, VECM menggambarkan bahwa 52 persen ketidakseimbangan selalu disesuaikan setiap tahun. Koefisien defisit anggaran yang secara statistik signifikan dan positif di jangka pendek sesuai dengan pandangan Keynesian-Neoklasik. Kemudian hasil penelitian juga menggambarkan bahwa IHK tidak signifikan terhadap M1 di jangka pendek dan PDB riil berdampak negatif terhadap permintaan uang riil selama periode tersebut atau sering disebut crowding-out effect. Analisis yang lain

memperlihatkan defisit anggaran memiliki efek positif terhadap permintaan uang di jangka pendek, namun tidak berpengaruh terhadap M1 di jangka panjang.

Penelitian Adji (1995) menggunakan model persamaan tunggal dan data tahun 1971-92. Aplikasi Error CorrectionModel (ECM) digunakan untuk melihat

proses keseimbangan jangka panjang dan jangka pendek antara tingkat inflasi dan defisit anggaran. Hasil penelitian membuktikan bahwa Ricardian Equivalence

Dokumen terkait