• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN IKA RSMH

Dalam dokumen PPK AKI (Halaman 57-63)

Riwayat ISK Riwayat makan jengkol

DEPARTEMEN IKA RSMH

PALEMBANG

KERACUNAN JENGKOL KODE ICD: T.62 No.Dokumen No. Revisi

Halaman: Panduan Praktek Klinis Tanggal 25 Juni 2011 Ditetapkan oleh,

Dr. Dahler Bahrun, SpA(K) Definisi Keracunan jengkol adalah keracunan yang memakan

buah jengkol yang menimbulkan gejala-gejala klinis

Etiologi Buah jengkol (phitecolobium lobatum) termasuk golongan polong-polongan

Patogenesis Patogenesis yang pasti tentang terjadinya keracunan jengkol masih belum jelas. Hingga saat ini diperkirakan gejala keracunan jengkol disebabkan oleh pengendapan kristal jengkol yang menyumbat saluran kemih.

Buah jengkol  asam jengkol  tubulus ginjal  proses pemekatan dan penurunan pH (pH mencapai titik iso-elektrik 5,5)  pembentukan kristal jengkol

Anamnesis Secara klinis keracunan jengkol dapat dibagi dalam 3 tingkatan yaitu:

Ringan, bila terdapat keluhan ringan seperti sakit pinggang, kencing berwarna merah

Berat, bila disertai oliguria

Sangat berat, bila terjadi anuria atau tanda-tanda gagal ginjal akut yang nyata.

Pemeriksaan fisik

Kriteria diagnosis Dasar diagnosis

Adanya riwayat makan jengkol, keluhan sakit perut, muntah, disuria, pernafasan dan urin berbau jengkol yang

khas, hematuria, disuria atau anuria, serta ditemukan kristal asam jengkol dalam urin yang merupakan kriteria diagnostik yang cukup spesifik.

Langkah diagnosis

Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik

Pemeriksaan laboratorium/penunjang untuk mendukung diagnosis

Cari ada komplikasi

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium:

Pada pemeriksaan urin dengan mikroskop terdapat kristal asam jengkol

USG/Pielogravi intravena (PIV): ditemukan pelebaran ureter atau tanda-tanda hidronefrosis akibat obstruksi

Tatalaksana Penanganan Medis

• Ringan : diberikan minum yang banyak dengan penambahan air soda atau tablet sodium bikarbonat kira-kira 1-2 meq/kgbb/hari atau sebanyak 1-2 gram/hari .

• Berat : ditandai dengan oligouria/anuria maka penderita harus dirawat dan ditangani sebagai kasus gagal ginjal akut.

 Bila ditandai dengan retensi urin maka dilakukan kateterisasi urin, buli-buli dibilas dengan larutan sodium bikarbonat 1,5%.

 Sodium bikarbonat diberikan 2-5 mEq/kgbb, sebaiknya disesuaikan dengan hasil analisis gas darah.

 Diuretik diberikan 1-2 mg/kgBB/hari.

 Bila cara-cara diatas belum berhasil atau terdapat tanda-tanda perburukan klinis maka perlu dilakukan tindakan dialisis segera.

Tindakan Bedah

Bila terdapat obstruksi berat di uretra distal, terdapat kesulitan pemasangan katater, pada retensi urin, dilakukan tindakan punksi buli-buli dengan jarum sayap ukuran besar atau jarum sistofik no. l5 F, satu jari diatas simfisis pubis di garis tengah dengan sudut 45°. Selanjutnya dilakukan pembilasan kandung kemih dan sebaiknya dipasang drainase secara tertutup. Bila terdapat edema atau infiltrat urin di

daerah batang penis atau skrotum dapat dilakukan tindakan insisi pada bagian skrotum paling bawah.

Edukasi

Komplikasi Gagal ginjal akut

Prognosis Prognosis pada umumnya baik, mortalitas dilaporkan sebesar 6% penderita meninggal dunia sebab akibat gagal ginjal akut

Lain-lain (algoritma,

protokol, prosedur, standing order)

Referensi :

1. Taralan Tambunan, Keracunan Jengkol. Dalam Buku Ajar Nefrologi Anak ; FK UI, Jakarta, 2002:231-241

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG

REFLUKS VESIKO URETER (RVU) KODE ICD: N13.7 No.Dokumen No. Revisi

Halaman: Panduan Praktek Klinis Tanggal revisi 25 Juni 2011 Ditetapkan oleh,

Dr. Dahler Bahrun, SpA(K) Definisi Regurgitasi urin dari kandung kemih ke dalam ureter.

Etiologi Berdasarkan etiologi refluks dibagi dalam 2 golongan:

a.

Refluks primer yaitu: refluks yang

disebabkan oleh defek kongenital pada hubungan ureter vesika (uretero vesical junction)

b. Refluks sekunder yaitu: refluks yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan di dalam kandung kemih (misalnya: katup uretra posterior, buli-buli neurogenik, diskoordinasi detrusor sphincter), abnormalitas ureter (ureter ektopik), abnormalitas ISK bawah (prune belly syndrome, bladder exstrophy, ureterocele ektopik)

Patogenesis • Pada refluks primer, adanya defek kongenital pada hubungan ureter vesika ditandai dengan ureter intra vesika yang pendek, orifisium uretra lebih besar dan bergeser ke lateral. Bila ratio antara panjang ureter intramural dan diameter orifisium uretra berkurang (Normal 5:1) maka mekanisme anti refluks tidak berfungsi dengan baik.

• Refluks yang berhubungan dengan ISK.

Regurgitasi akan memepermudah timbulnya ISK akibat adanya residu dalam kandung kemih. Infeksi dapat menjalar ke arah ureter dan ginjal. Bakteri sering menghasilkan suatu endotoksin yang menyebabkan

respon immun selular dan humoral berupa reaksi inflamasi. Sequele dari reaksi host tersebut berupa fibrosis parenkim yang diistilahkan sebagai nefropati refluks.

Refluks dapat terjadi pada :

a. Fase pengisian kandung kemih disebut sebagai refluks

pasif/refluks tekanan rendah/low pressure reflux

b.

Saat miksi berlangsung disebut sebagai refluks aktif/refluks tekanan tinggi/high pressure reflux

Klasifikasi Derajat refluks menurut klasifikasi internasional :

• Derajat I : refluks pada ureter saja, tidak ada dilatasi

• Derajat II : ureter, pelvis dan kalises tidak ada dilatasi

• Derajat III : dilatasi ringan dengan atau tanpa disertai ureter berkelok (turtuosity). Dilatasi ringan pelvis, kaliks minor agak cembung.

• Derajat IV : dilatasi sedang disertai ureter berkelok. Dilatasi sedang pada pelvis; kaliks mayor dan minor tampak cembung.

• Derajat V : dilatasi hebat disertai ureter yang berkelok-kelok dan sistem pelviokalises sangat melebar

Anamnesis Riwayat ISK berulang

Pemeriksaan fisik

Kriteria diagnosis Untuk mendiagnosis adanya RVU dapat digunakan teknik MSU (miksio-sisto-uretrografi). Untuk mendeteksi parut ginjal dapat dipakai PIV (Pielografi Intavena).

Bila sarana tersedia, pemeriksaan yang lebih sensitif ialah sintigrafi Te-99 DMSA (dimercapto succinic acid). Dengan teknik ini dapat ditemukan defek gambaran ginjal yang disebut daerah rendah emisi (cold area) akibat menurunnya uptake DMSA pada daerah tersebut

Pemeriksaan penunjang

Tatalaksana Penanganan terhadap RVU bertujuan untuk identifikasi dan

gradasi RVU, pencegahan ISK berulang, memelihara perkembangan fisik serta pertumbuhan ginjal yang normal dan pencegahan timbulnya parut ginjal. Penanganan dinilai berhasil bila refluks menghilang baik secara spontan maupun setelah tindakan bedah.

Penanganan RVU meliputi : a. RVU derajat I dan II :

hanya diberi terapi medikamentosa. Obat-obat yang sering digunakan adalah sulfamethoxazole-trimetoprime, trimethoprim saja, atau nitrofurantoin dengan pemberian satu kali per hari dengan dosis 1/4 -1/3 dari dosis yang dibutuhkan untuk terapi ISK

b. RVU derajat III dan IV : dicoba terapi konservatif, bila secara klinis mengalami perburukan,dipertimbangkan dilakukan tindakan bedah.

c. RVU derajat V : dilakukan tindakan bedah (tranplantsi ureter)

Edukasi

Komplikasi hipertensi, glomerulopati, GGK atau gabungan beberapa

gejala klinis tersebut.

Prognosis

Lain-lain Referensi :

1. Taralan Tambunan, Nefropati Refluks. Dalam Buku Ajar Nefrologi Anak ; FK UI, Jakarta, 2002:164-181

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG

BATU GINJAL (NEFROLITHIASIS) KODE ICD: N20.0 No.Dokumen No. Revisi

Halaman: Panduan Praktek Klinis Tanggal revisi 25 Juni 2011 Ditetapkan oleh,

Dr. Dahler Bahrun, SpA(K) Definisi Terdapat pembetukan batu di ginjal dan saluran kemih

Etiologi a. Beberapa keadaan yang mempermudah terjadinya

supersaturasi/kristalisasi zat-zat

yang relatif tidak larut dalam urin, sebagai berikut :

• Hiperkalsemia dan hiperkalsiuria

• Hiperoksalemia dan hiperoksaluria

• Hiperurisemia dan hiperurikosuria

• Sistinuria

• Xantinuria

• Perubahan pH urin

b. Dehidrasi, juga akan mempengaruhi supersaturasi zat-zat terlarut dalam urin.

c.

Stasis urin, berupa kelainan kongenital maupun yang di dapat  menyebabkan obstruksi mekanis maupun fungsional.

d.

Obstruksi aliran limfe ginjal, baik yang kongenital maupun akibat peradangan  menyebabkan timbulnya inti kalsifikasi  batu

e.

Kerusakan epitel ginjal  inti presipitasi  batu f. Idiopatik (40%)

Patogenesis

atau bila batu berubah Posisi. Gejala klinik:

• Nyeri abdomen umumnya terasa di pinggang

• Kolik ginjal

• Hematuri makroskopik atau mikroskopik

• Piuria

• Mual dang muntah

• Kembung

Pemeriksaan fisik

Kriteria diagnosis Dapat ditegakkan melalui :

• Anamnesis yang teliti (saat mulai timbul keluhan, riwayat perjalanan penyakit, pola makanan, pemakaian obat-obatan, riwayat penyakit batu saluran kemih dalam keluarga).

• Pemeriksaan fisik (adakah nyeri abdomen, kolik ginjal, hematuri,dll)

• Pemeriksaan Penunjang, antara ialah : a. Urinalisis

b. Pemeriksaan radiologis (Foto polos abdomen, USG, Pielografi Intravena)

c. Pemeriksaan darah d. Analisis

Langkah diagnosis dapat dilihat pada algoritma.

Pemeriksaan penunjang

Tatalaksana Berhasilnya penatalaksaan batu saluran kemih ditentukan

oleh 5 faktor yaitu ketepatan diagnosis, lokasi batu adanya infeksi saluran kemih dan derajat beratnya, derajat kerusakan fungsi ginjal, serta tatalaksana yang tepat. Terapi dinyatakan berhasil bila: keluhan menghilang, kekambuhan batu dapat dicegah, infeksi telah dapat dieradikasi dan fungsi ginjal dapat dipertahankan.

• Pengobatan konservatif (lebih ditujukan kepada penyakit/keadaan yang mendasari terbentuknya batu).

• Pemakaian obat-obatan (untuk mengurangi rasa sakit yang hebat, mengusahakan agar batu keluar spontan, disolusi batu dan mencegah kambuhnya batu ).

• Pengeluaran batu dengan cara ESWL (Extracorporeal shock wave lithoptripsy) menggunakan gelombang untuk meretakkan batu atau dengan cara pembedahan (pielolitotomi atau nefrektomi).

Edukasi Komplikasi

Prognosis Prognosis dari batu ginjal tergantung dari diagnosis awal dan terapi yang diberikan, tetapi tingkat berulang kembali biasanya tinggi jika kondisi tersebut tidak diobati.

Lain-lain (algoritme,

protokol, prosedur, standing order)

Referensi :

1. Partini P. Trihono ,Sudung O Pardede, Batu Saluran Kemih. Dalam Buku Ajar Nefrologi Anak ; FK UI, Jakarta, 2002:212-230

Algoritma (lampiran 1)

Lampiran 1.

Algorithm For Evaluating Possible Nephrolithiasis

Dalam dokumen PPK AKI (Halaman 57-63)

Dokumen terkait