• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPOK JUNI 2013

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 123-174)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iii DAFTAR LAMPIRAN ... iv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Pengertian Formularium ... 3 2.2 Sistem Formularium ... 3 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Formularium ... 4 2.4 Kategori Obat dalam Formularium... 5 2.5 Evaluasi Formularium ... 6

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 8

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 8 3.2 Metode Pengumpulan Data ... 8 3.3 Cara Kerja ... 8

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 13

5.1 Kesimpulan ... 13 5.2 Saran ... 13

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Persentase Obat yang Masuk Formularium RSKD Periode Bulan Maret 2012 untuk Penggunaan di Satelit Farmasi Rawat Inap (Safari) ... 11 Tabel 4.2 Persentase Obat yang Masuk Formularium RSKD Periode Bulan

Maret 2012 untuk Penggunaan di Satelit Farmasi Rawat Jalan (Safarjan) ... 11 Tabel 4.3 Persentase Obat yang Masuk Formularium RSKD Periode Bulan

April 2012 untuk Penggunaan di Satelit Farmasi Rawat Inap (Safari) ... 12 Tabel 4.4 Persentase Obat yang Masuk Formularium RSKD Periode Bulan

April 2012 untuk Penggunaan di Satelit Farmasi Rawat Jalan (Safarjan) ... 12

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Obat yang Masuk Formularium RSKD Periode Bulan Maret 2012 untuk Penggunaan Analgesik di Satelit Farmasi Rawat Inap (Safari) ... 15 Lampiran 2. Daftar Obat yang Masuk Formularium RSKD Periode Bulan

Maret 2012 untuk Penggunaan Analgesik di Satelit Farmasi Rawat Jalan (Safarjan) ... 17 Lampiran 3. Daftar Obat yang Masuk Formularium RSKD Periode Bulan

April 2012 untuk Penggunaan Analgesik di Satelit Farmasi Rawat Inap (Safari) ... 19 Lampiran 4. Daftar Obat yang Masuk Formularium RSKD Periode Bulan

April 2012 untuk Penggunaan Analgesik di Satelit Farmasi Rawat Jalan (Safarjan) ... 21 Lampiran 5. Daftar Obat yang Masuk Formularium RSKD Periode Bulan

Maret 2012 untuk Penggunaan Saluran Cerna di Satelit Farmasi Rawat Inap (Safari) ... 23 Lampiran 6. Daftar Obat yang Masuk Formularium RSKD Periode Bulan

Maret 2012 untuk Penggunaan Saluran Cerna di Satelit Farmasi Rawat Jalan (Safarjan) ... 25 Lampiran 7. Daftar Obat yang Masuk Formularium RSKD Periode Bulan

April 2012 untuk Penggunaan Saluran Cerna di Satelit Farmasi Rawat Inap (Safari) ... 27 Lampiran 8. Daftar Obat yang Masuk Formularium RSKD Periode Bulan

April 2012 untuk Penggunaan Saluran Cerna di Satelit Farmasi Rawat Jalan (Safarjan) ... 29 Lampiran 9. Daftar Obat yang Tidak Masuk Formularium RSKD Periode

Bulan Maret 2012 untuk Penggunaan Analgesik di Satelit Farmasi Rawat Inap (Safari) ... 31 Lampiran 10. Daftar Obat yang Tidak Masuk Formularium RSKD Periode

Bulan Maret 2012 untuk Penggunaan Analgesik di Satelit Farmasi Rawat Jalan (Safarjan) ... 32 Lampiran 11. Daftar Obat yang Tidak Masuk Formularium RSKD Periode

Bulan April 2012 untuk Penggunaan Analgesik di Satelit Farmasi Rawat Inap (Safari) ... 33

Lampiran 12. Daftar Obat yang Tidak Masuk Formularium RSKD Periode Bulan April 2012 untuk Penggunaan Analgesik di Satelit Farmasi Rawat Jalan (Safarjan) ... 34 Lampiran 13. Daftar Obat yang Tidak Masuk Formularium RSKD Periode

Bulan Maret 2012 untuk Penggunaan Saluran Cerna di Satelit Farmasi Rawat Inap (Safari) ... 35 Lampiran 14. Daftar Obat yang Tidak Masuk Formularium RSKD Periode

Bulan Maret 2012 untuk Penggunaan Saluran Cerna di Satelit Farmasi Rawat Jalan (Safarjan) ... 36 Lampiran 15. Daftar Obat yang Tidak Masuk Formularium RSKD Periode

Bulan April 2012 untuk Penggunaan Saluran Cerna di Satelit Farmasi Rawat Inap (Safari) ... 37 Lampiran 16. Daftar Obat yang Tidak Masuk Formularium RSKD Periode

Bulan April 2012 untuk Penggunaan Saluran Cerna di Satelit Farmasi Rawat Jalan (Safarjan) ... 38

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Obat merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan dalam pelaksanaan upaya kesehatan, salah satunya pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pengertian obat menurut Undang-undang No 36. Tahun 2009 adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.

Rumah sakit merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan (UPK) yang menggunakan obat dalam skala besar. Jumlah obat yang beredar di pasaran semakin meningkat sehingga tidak menutup kemungkinan adanya persaingan yang ketat antar perusahaan atau distributor dalam memperebutkan posisi agar produknya menjadi salah satu dari obat-obatan yang dikonsumsi secara rutin oleh rumah sakit. Dengan kenyataan tersebut, diperlukan suatu metode untuk menyeleksi obat-obat mana saja yang akan dipilih dan digunakan untuk melaksanakan upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit. Metode tersebut dikenal dengan sistem formularium rumah sakit. (Siregar, 2004)

Sistem formularium rumah sakit akan menghasilkan suatu pedoman berupa himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh Panitia Famasi dan Terapi (PFT) untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi sesuai batas waktu yang ditentukan. Pedoman atau himpunan tersebut dikenal sebagai formularium rumah sakit. Formularium rumah sakit merupakan produk dari PFT dan digunakan baik oleh farmasi atau staf medik yang memerlukan. (Siregar, 2004; Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

Suatu formularium akan menampilkan daftar obat yang secara rutin digunakan oleh rumah sakit. Untuk rumah sakit tipe khusus dengan kekhususan penyakit tertentu, memiliki daftar obat yang berbeda dengan rumah sakit umum atau rumah sakit dengan kekhususan penyakit lain. Salah satu rumah sakit tipe khusus milik pemerintah yang berskala nasional adalah Rumah Sakit Kanker “Dharmais” (RSKD). RSKD melayani pasien kemoterapi dengan berbagai tipe

2

kanker, tentunya memiliki formularium dengan daftar obat kanker yang lebih lengkap dan obat-obat lain yang diperlukan untuk menunjang kemoterapi, antara lain obat analgesik dan saluran cerna.

Penggunaan obat analgesik dan saluran cerna di RSKD termasuk dalam kategori fast moving dan rutin digunakan di rumah sakit. Pengadaan obat-obat tersebut, selain melalui sistem formularium, juga terdapat beberapa obat yang pengadaannya di luar formularium. Obat yang dikonsumsi di luar formularium nantinya akan menjadi bahan evaluasi dan pertimbangan pemilihan obat-obat dalam formularium berikutnya.

Apoteker sebagai salah satu tenaga kefarmasian yang berperan penting dalam pengelolaan obat, mempunyai tanggung jawab untuk mengatur dan mengawasi penggunaan obat agar sesuai dengan standar pengobatan rumah sakit yang dituangkan dalam suatu formularium. Untuk itu, pada penulisan tugas khusus ini, akan dibahas evaluasi penggunaan obat golongan analgesik dan saluran cerna berdasarkan formularium Rumah Sakit Kanker “Dharmais” tahun 2011, dengan data yang diambil adalah periode Maret – April 2012.

1.2. Tujuan

Mengetahui persentase penggunaan obat golongan analgesik dan saluran cerna periode Maret – April 2012 di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” berdasarkan Formularium RSKD Tahun 2011.

BAB 2

TINAJUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Formularium

Formularium Rumah Sakit adalah dokumen yang berisi kumpulan produk obat yang dipilih oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) disertai informasi tambahan penting tentang penggunaan obat, kebijakan, dan prosedur berkaitan obat yang relevan untuk rumah sakit tersebut berdasarkan pertimbangan staf klinik rumah sakit. Formularium harus lengkap, ringkas dan mudah digunakan. (Siregar, 2004)

Formularium yang merupakan produk PFT juga dapat diartikan sebagai himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh PFT untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi sesuai batas waktu yang ditentukan. Pembuatan formularium ditetapkan oleh pemerintah dengan komposisi sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004):

a. Halaman judul

b. Daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi c. Daftar isi

d. Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat e. Produk obat yang diterima untuk digunakan

f. Lampiran.

Formularium selain merupakan salah satu persyaratan minimal standar pelayanan farmasi di rumah sakit, juga memiliki beberapa kegunaan sebagai berikut (Siregar, 2004; & Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008):

1. Membantu ketepatan mutu dan penggunaan obat dalam rumah sakit. 2. Sebagai bahan edukasi bagi staf tentang terapi obat yang baik.

3. Memperoleh rasio manfaat-biaya yang tertinggi, bukan hanya sekedar pengurangan harga.

2.2. Sistem Formularium

Sistem Formularium merupakan suatu sistem yang digunakan staf medik suatu rumah sakit yang bekerja melalui PFT, untuk mengevaluasi, menilai dan memilih berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia dengan

4

pertimbangan kegunaan terbesar dan risiko terkecil bagi pasien. Obat-obat dalam formularium merupakan produk sistem formularium yang secara rutin tersedia di rumah sakit melalui pengelolaan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). (Siregar, 2004)

Sistem Formularium merupakan sarana penting dalam memastikan mutu penggunaan obat dan pengendalian harganya. Sistem ini menetapkan pengadaan, penulisan, dispensing, dan pemberian suatu obat dengan nama dagang atau obat dengan nama generik. Sistem formularium yang digunakan sebaiknya merupakan sistem yang prosesnya berjalan secara terus-menerus, yakni penggunaan formularium dibarengi pengevaluasian terhadap produk yang sedang digunakan dalam batas waktu tertentu, dan pihak PFT melakukan penentuan terhadap pemilihan produk obat yang ada di pasaran, dengan mempertumbangkan kesejahteraan pasien. (Siregar, 2004; & Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

2.3. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Formularium (Siregar, 2004)

Sistem formularium yang diterpakan di rumah sakit memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan sistem formularium adalah sebagai berikut: 1. Membantu dokter dan staf medik lain dalam melakukan pemilihan obat untuk

pasien, misalnya para dokter spesialis menggunakan formularium sebagai pedoman untuk memilih obat-obat yang paling banyak digunakan dan dipercaya oleh dokter lain karena pada umumnya obat-obat dalam formularium adalah obat yang paling tepat dan rasional sesuai kondisi pasien. 2. Sebagai bahan edukasi bagi pihak-pihak yang menggunakan formularium,

seperti jenis obat, sediaan, dosis, cara penggunaan, dan kegunaan obat. 3. Manajemen pengadaan yang terkendali sehingga membantu keuangan rumah

sakit karena dapat membeli obat dan perbekalan kesehatan lain lebih banyak dengan jenis yang lebih sedikit.

Penerapan sistem formularium tidak hanya memberikan beberapa kelebihan, tetapi juga memiliki kekurangan, terutama untuk pihak-pihak yang belum sepenuhnya memahami kegunaan dari sistem formularium, antara lain:

Universitas Indonesia

1. Sistem formularium menghilangkan hak prerogratif dokter untuk menuliskan dan memperoleh merek obat pilihannya.

2. Memungkinkan apoteker bertindak sebagai penilai tunggal atas merek dagang obat yang dibeli dan disiapkan.

3. Memungkinkan pembelian obat yang bermutu rendah, terutama dalam rumah sakit yang tidak memiliki apoteker atau oleh apoteker yang tidak memiliki rasa komitmen pada mutu pelayanan terbaik.

4. Tidak mengurangi harga obat yang harus dibayar pasien karena meskipun rumah sakit membeli dalam volume besar obat dan mendapat potongan harga, tetapi potongan itu tidak berlaku bagi pasien.

2.4. Kategori Obat dalam Formularium (Siregar, 2004)

Obat yang dievaluasi dan disetujui oleh PFT akan ditempatkan pada salah satu kategori berikut :

1. Obat formularium

Obat formularium yang telah tersedia secara komersil, yang direkomendasikan PFT sebagai obat yang baik untuk perawatan penderita dengan penggunaan yang telah ditetapkan dengan baik. Setelah diterima sebagai suatu obat formularium, maka obat itu dapat ditulis oleh semua anggota staf medik rumah sakit.

2.Obat yang disetujui dengan syarat periode percobaan

Obat yang disetujui dengan syarat periode percobaan adalah obat yang telah tersedia secara komersil yang akan dievaluasi PFT selama periode 6 atau 12 bulan sebelum pertimbangan akhir. Selama periode ini, obat tersebut dapat ditulis oleh anggota staf medik.

3.Obat formularium yang dikhususkan

Obat formularium yang dikhususkan adalah obat yang telah tersedia secara komersil yang direkomendasikan untuk penggunaan dalam perawatan penderita yang dikhususkan. Obat dapat ditempatkan dalam kategori ini oleh pengusul atau oleh PFT dan dapat ditulis oleh dokter yang diberi wewenang.

6

4.Obat investigasi

Obat investigasi adalah obat yang tidak tersedia secara komersil tetapi telah disetujui oleh lembaga (pemerintah) yang berwenang untuk penggunaan khusus oleh peneliti utama. Penyelidikan obat ini dirumah sakit harus disetujui oleh komite etis dan PFT. Protokol dari studi ini harus diserahkan pada IFRS dan obat tersebut disimpan dan didispensingkan oleh IFRS, jika didinginkan oleh peneliti utama.

Obat yang tidak memenuhi kategori obat (obat formularium, obat yang disetujui dengan syarat periode percobaan, obat formularium yang dikhususkan, obat investigasi) harus dianggap sebagai obat nonformularium dan tidak akan disediakan oleh IFRS. Obat nonformularium dapat ditulis dalam jumlah terbatas untuk kasus khusus hanya oleh anggota staf medik senior. Obat nonformularium diminta dengan menggunakan formulir permohonan obat nonformularium. (Siregar, 2004)

2.5. Evaluasi Formularium (Siregar, 2004)

2.5.1. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Adalah proses yang dilakukan secara terus-menerus, berkelanjutan, terstruktur, dan terorganisasi yang ditujukan untuk memastikan bahwa obat digunakan secara tepat, aman, dan bermanfaat. EPO merupakan program jaminan mutu menyeluruh rumah sakit. EPO harus mengukur dan membandingkan hasil yang dialami penderita yang diberikan terapi dengan yang tidak diberikan, terhadap kesesuaian dengan kriteria atau pedoman yang telah disetujui. Kriteria dapat ditetapkan oleh PFT untuk meningkatkan penggunaan yang tepat. Tiga jenis kriteria umum, antara lain kriteria diagnosis, penulisan resep, dan spesifik obat. Kriteria diagnosis akan menentukan obat-obat yang dapat digunakan di rumah sakit sesuai dengan standar terapi dan protokol pengobatan tertentu. Kriteria penulisan resep akan menentukan pihak yang menggunakan formularium atau golongan obat tertentu, misalnya penggunaan injeksi antibiotik tertentu disetujui hanya oleh dokter spesialis penyakit infeksi tertentu atau dokter lain yang telah disepakati. Kriteria spesifik obat, akan menentukan dosis, frekuensi pemberian,

Universitas Indonesia

lama terapi yang disepakati, atau aspek lain yang spesifik pada penggunaan dari suatu obat formularium.

2.5.2. Pemeliharaan Formularium

Hal-hal yang mencakup pemeliharaan formularium antara lain: pengkajian golongan terapi obat, proses penambahan obat ke atau dihapus dari formularium, dan penggunaan obat nonformularium dalam situasi penderita khusus. Pengkajian golongan terapi obat bermanfaat untuk mengidentifikasi obat yang dikehendaki berdasarkan keefektifan, toksisitas, atau perbedaan harga dalam golongan yang sama sehingga dapat digunakan untuk mengembangkan kriteria penggunaan obat yang baru, atau perubahan pada formularium selanjutnya. Proses penambahan obat ke atau dari formularium akan memperkuat keputusan PFT dalam membuat keputusan yang tepat terhadap perubahan formularium. Untuk penggunaan obat nonformularium, disepakati jika kebutuhan individu atau penderita tertentu tidak dapat dipenuhi oleh penggunaan obat formularium, yang nantinya dapat dijadikan pertimbangan untuk menambah atau menghapus obat tersebut ke dalam formularium.

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penulisan tugas khusus ini dilaksanakan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker periode 4 Februari – 28 Maret 2013 (dimulai dari tanggal 11 Maret 2013) di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Jakarta.

3.2. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data penjualan obat dan alat kesehatan (alkes) yang bersumber dari SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit) Rumah Sakit Kanker “Dharmais” periode Maret – April 2012.

3.3. Cara Kerja

Data yang didapat diolah menggunakan program Microsoft Excel, sehingga akan didapat data penjualan obat di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” periode Maret – April 2012. Kemudian, dilakukan penyortiran terhadap golongan obat sehingga didapat golongan analgesik dan obat saluran cerna. Selanjutnya, data dikelompokkan berdasarkan masuk dan tidaknya obat dalam formularium, dilakukan penghitungan jumlah setiap jenis obat yang digunakan dan didapatkan persentase obat yang masuk ke dalam formularium Rumah Sakit Kanker “Dharmais” 2011.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mengembangkan formularium dan merevisinya merupakan salah satu fungsi dari Panitia Farmasi dan Terapi (PFT). PFT berhak menyetujui atau menolak suatu produk untuk dimasukkan atau tidak dalam formularium. Pada pelaksanaannya, PFT yang diwakili oleh kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) akan membuat kebijakan dan peraturan strategis dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit di rumah sakit, salah satunya kebijakan dalam penyeleksian dan pemilihan obat yang akan digunakan. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004)

Obat-obat yang memenuhi kriteria dan persyaratan dari kebijakan yang dikeluarkan PFT dan disetujui dalam rapat pertemuan PFT akan dimasukkan ke dalam formularium untuk selanjutnya digunakan secara rutin di rumah sakit. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya obat atau produk baru yang belum terdaftar dalam formularium juga digunakan selama masa berlakunya suatu formularium. Obat-obat tersebut diperlukan karena beberapa pertimbangan sesuai kebijakan suatu rumah sakit.

Pertimbangan penggunaan obat di luar formularium bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adanya permintaan khusus dari dokter karena obat yang diperlukan belum tersedia di rumah sakit, adanya obat atau produk baru yang ditawarkan memiliki efek dan kualitas terjamin dengan harga yang lebih menguntungkan pasien serta rumah sakit, dan obat-obat tersebut diperlukan karena sedang digunakan pada suatu penelitian klinik di rumah sakit.

Rumah sakit sebagai salah satu unit pelayanan kesehatan (UPK) memiliki IFRS yang bertanggung jawab dalam pengelolaan dan evaluasi terhadap penggunaan obat. Evaluasi terhadap penggunaan obat yang beredar di rumah sakit dapat ditinjau dari berbagai hal, salah satunya kepatuhan rumah sakit dalam menggunakan obat-obat yang telah disepakati bersama melalui suatu formularium. Rumah sakit yang menggunakan obat dalam jumlah besar membutuhkan formularium bukan hanya sebagai standar pelayanan kesehatan minimal di rumah sakit, tetapi adanya beberapa keuntungan yang dapat diperoleh baik untuk rumah

10

sakit, maupun pasien terutama dalam mendapatkan pengobatan yang rasional guna meningkatkan derajat kualitas hidup.

Obat-obat yang umumnya digunakan secara rutin dengan permintaan tinggi akan menjadi obat yang harus diadakan suatu rumah sakit, salah satunya obat analgesik dan saluran cerna. Obat-obat tersebut tentu banyak digunakan baik di rumah sakit umum maupun khusus. Rumah sakit khusus seperti Rumah Sakit Kanker “Dharmais” (RSKD) akan memerlukan obat-obat untuk keluhan nyeri dan gangguan saluran cerna setelah pasien dikemoterapi.

Pengobatan dengan analgesik atau obat saluran cerna dapat digunakan baik untuk menyembuhkan gejala-gejala penyakit ataupun mengurangi efek dari suatu pengobatan yang menimbulkan gejala yang memperparah penyakit. Pada pasien kemoterapi, pemberian analgesik atau obat saluran cerna merupakan bagian penting dalam mengatasi efek kemoterapi yang ditimbulkan, sehingga obat-obat tersebut berfungsi juga sebagai terapi paliatif yaitu pengobatan yang mengurangi efek dari suatu kondisi penyakit.

Penggunaan obat-obat analgesik dan saluran cerna di RSKD hampir sebagian besar diadakan sesuai dengan standar pengobatan yang ada dalam formularium. Hal tersebut bisa dibuktikan dari hasil pengolahan data, penjumlahan, dan analisa penggunaan obat-obat tersebut yang penulis bahas melalui tugas khusus ini. Dari laporan ini akan diketahui kuantitas dan persentase obat analgesik dan saluran cerna yang digunakan di RSKD, yang didapatkan dari perbandingan jumlah obat yang digunakan sesuai Formularium RSKD Tahun 2011, dengan jumlah total penggunaan obat untuk periode Maret ̶ April 2012.

Data penggunaan obat analgesik dan saluran cerna didapatkan dari sistem informasi rumah sakit (SIRS) RSKD berupa laporan penjualan seluruh obat dan alat kesehatan (alkes) bulan Maret dan April 2012 dari dua satelit farmasi, yaitu Satelit Farmasi Rawat Inap (Safari) dan Satelit Farmasi Rawat Jalan (Safarjan). Dari data tersebut kemudian dikelompokkan menjadi golongan terapi analgesik dan saluran cerna, masing-masing obat dari kedua satelit dihitung jumlah penjualan setiap jenisnya, dan diseleksi mana yang sesuai atau tidak sesuai dengan formularium. Dari hasil pemisahan tersebut, didapatkan persentase obat yang masuk formularium sesuai golongan obat dan sesuai satelit penjualan untuk bulan

Universitas Indonesia

Maret dan April 2012. Selengkapnya dapat dilihat di Tabel 4.1 sampai 4.4 berikut ini. Nama obat saluran cerna dan analgesik yang diresepkan selama periode Maret – April 2013, baik di Unit Safari maupun Safarjan dapat dilihat di Lampiran 1 – 16.

Tabel 4.1 Persentase Obat yang Masuk Formularium RSKD Periode Bulan Maret 2012 untuk Penggunaan di Satelit Farmasi Rawat Inap (Safari)

Golongan Obat Jumlah Obat

yang Masuk

Jumlah Total

Penggunaan Persentase

Analgesik 20339 20531 99,06%

Saluran Cerna 22483 22572 99,61%

Tabel 4.2 Persentase Obat yang Masuk Formularium RSKD Periode Bulan Maret 2012 untuk Penggunaan di Satelit Farmasi Rawat Jalan (Safarjan)

Golongan Obat Jumlah Obat

yang Masuk

Jumlah Total

Penggunaan Persentase

Analgesik 20254 20336 99,60%

Saluran Cerna 15749 16219 97,10%

Dari kedua tabel di atas, Tabel 4.1 dan Tabel 4.2, dapat diketahui persentase penggunaan obat yang masuk formularium pada bulan Maret 2012 baik dari Safari maupun Safarjan. Untuk penggunaan obat analgesik, menunjukkan persentase tinggi sebanyak 99,06% berasal dari Safari dan 99,60% dari Safarjan. Sementara itu, untuk penggunaan obat saluran cerna, Safari menunjukkan persentase yang lebih tinggi yaitu 99,61%, sedangkan Safarjan sebanyak 97,10%. Dari keempat data tersebut, dapat disimpulkan bahwa dokter dalam meresepkan penggunaan obat analgesik dan saluran cerna, baik untuk pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan yang sesuai dengan formularium RSKD 2011 hampir mendekati 100%. Angka tersebut dapat disimpulkan sebagai gambaran kepatuhan yang baik oleh dokter dalam hal menggunakan obat sesuai formularium rumah sakit.

12

Tabel 4.3 Persentase Obat yang Masuk Formularium RSKD Periode Bulan April 2012 untuk Penggunaan di Satelit Farmasi Rawat Inap (Safari)

Golongan Obat Jumlah Obat yang Masuk Jumlah Total Penggunaan Persentase Analgesik 18071 18688 96,70% Saluran Cerna 24834 24849 99,94%

Tabel 4.4 Persentase Obat yang Masuk Formularium RSKD Periode Bulan April 2012 untuk Penggunaan di Satelit Farmasi Rawat Jalan (Safarjan)

Golongan Obat Jumlah Obat

yang Masuk

Jumlah Total

Penggunaan Persentase

Analgesik 9251 9335 99,10%

Saluran Cerna 6815 6945 98,13%

Berdasarkan Tabel 4.3 dan Tabel 4.4, dapat diketahui persentase penggunaan obat analgesik dan saluran cerna yang masuk Formularium RSKD 2011 dari data penggunaan obat bulan April 2012. Pada penggunaan obat analgesik, Safari menunjukkan persentase yang lebih kecil dari Safarjan sebesar 96,70% dibanding dengan 99,10%. Namun, berbeda dengan obat analgesik, penggunaan obat saluran cerna di Safari justru lebih besar yaitu 99,94% dari pada di Safarjan sebanyak 98,13%.

Dari keempat tabel di atas, bisa dibandingkan dan diketahui pula bahwa penggunaan obat analgesik di Safarjan lebih tinggi dari pada penggunaan di Safari

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 123-174)