• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran dan Kegiatan

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 40-53)

TINJAUAN UMUM INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT KANKER “DHARMAIS”

4.4. Peran dan Kegiatan

Peran Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker ―Dharmais‖ (RSKD) adalah untuk menegakkan pelayanan farmasi secara profesional di RSKD. Dalam menjalankan peran ini maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi RSKD meliputi fungsi tiga pilar, yaitu:

1. Menyelenggarakan pelayanan farmasi dalam fungsi manajemen. 2. Menyelenggarakan pelayanan farmasi klinik.

3. Menyelenggarakan kegiatan produksi, baik produksi steril maupun produksi non steril.

4.4.1. Manajemen Farmasi

Manajemen farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian perbekalan farmasi, penghapusan, hingga evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

4.4.1.1. Pemilihan

Proses pemilihan merupakan kegiatan untuk menetapkan jumlah dan jenis sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan agar tercapai penggunaan obat yang rasional. Proses pemilihan perbekalan farmasi yang digunakan di RSKD dilakukan oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) melalui penyusunan, pengembangan, dan evaluasi formularium rumah sakit secara berkala.

Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Rumah Sakit Kanker ―Dharmais‖ (RSKD) dibentuk berdasarkan SK Direksi utama RSKD No.HK.00.06/1/0021 tanggal 4 Januari 2010. PFT secara fungsional bertugas dalam mengawasi dan membantu pengelolaan perbekalan farmasi di instalasi farmasi. Susunan personalia PFT di RSKD terdiri dari :

1. Pengarah : Direktur Utama

2. Ketua : Dokter spesialis medik, ketua komite medik 3. Wakil Ketua : Dokter spesialis bedah onkologi medik 4. Sekretaris : Apoteker, kepala instalasi farmasi 5. Anggota : Sebagian SMF dan apoteker

6. Seksi-seksi : a. Seksi pelayanan dan informasi obat b. Seksi pendidikan dan penelitian Kewajiban PFT meliputi:

1. Memberikan rekomendasi pada Pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional.

2. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain.

3. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat terhadap pihak-pihak yang terkait.

4. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut.

Tugas Khusus PFT RS Kanker ―Dharmais‖: 1. Seksi Pelayanan dan Informasi Obat

a. Melaksanakan evaluasi penulisan obat dengan nama generik, kesesuaian dengan formularium dan DOEN.

b. Membuat pedoman penggunaan antibiotik.

c. Menyusun daftar obat-obatan untuk gawat darurat. d. Menentukan standar minimal order obat.

e. Melaksanan pelayanan informasi obat secara aktif dan pasif : 1) PKMRS

2) Buletin

3) Menjawab pertanyaan 2. Seksi Pendidikan dan Penelitian

a. Melaksanakan pendidikan tentang penggunaan obat secara rasional. b. Mengatur jadwal presentasi prinsipal.

c. Melaksanakan pemantauan rasionalitas, efek samping, dan keamanan obat.

d. Melaksanakan pengkajian penggunaan obat. e. Melaksanakan audit tentang obat.

4.4.1.2. Perencanaan

Perencanaan adalah kegiatan untuk menentukan jumlah dan waktu pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan agar terjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu, serta efisien. Ada tiga metode perencanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, yakni pola penyakit, pola konsumsi, dan kombinasi antara pola konsumsi dan pola penyakit.

Perencanaan perbekalan farmasi di RSKD dilakukan oleh instalasi farmasi, sedangkan kegiatan pengadaan dibantu oleh Instalasi Layanan Pengadaan (ILP). Perencanaan perbekalan farmasi di RSKD dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi. Saat ini, perencanaan perbekalan farmasi (obat dan alat kesehatan) di RSKD telah dilakukan secara automatisasi dengan menggunakan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) yang terhubung dengan unit-unit yang terkait dengan kegiatan perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi.

4.4.1.3. Pengadaan

Setelah dilakukan tahap pemilihan dan perencanaan perbekalan, tahap berikutnya yang harus dilakukan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan adalah pengadaan. Pengadaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan kebutuhan sesuai dengan rencana yang telah disetujui dan disepakati.

Perbekalan farmasi di RSKD yang perlu diadakan terdiri dari dua tipe, yaitu perbekalan yang langsung digunakan pasien dan perbekalan yang harus diolah dulu oleh bagian produksi atau pembuatan sediaan farmasi, baik produksi steril maupun non-steril.

4.4.1.4. Penerimaan

Perbekalan farmasi yang datang dari distributor atau PBF (Pedagang Besar Farmasi) diterima oleh Unit Penerimaan Barang (UPB). Kegiatan penerimaan sendiri merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, dan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak/pesanan. Perbekalan farmasi yang diterima kemudian diperiksa kondisi (barang dan kemasan tidak cacat), jenis dan jumlah, waktu kadaluarsa (minimal dua tahun), dan kesesuaian nama perbekalan farmasi yang diterima dengan yang dipesan (kesesuaian barang dengan faktur dan juga Purchasing Order (PO) dari rumah sakit). UPB juga memeriksa kesesuaian nomor PO yang tertera pada faktur dengan nomor PO yang tertera pada SPB (Surat Pesanan Barang) atau pada lembar PO dari rumah sakit. Pemeriksaan kesesuaian antara barang yang datang dengan barang yang dipesan juga diperiksa oleh petugas gudang ketika pengambilan barang dari UPB ke gudang.

4.4.1.5. Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menata dan memelihara dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian dan gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Kegiatan penyimpanan harus dilakukan dengan baik dan sesuai dengan sifat dan

stabilitas perbekalan farmasi sehingga kualitas, kuantitas, dan keamanan perbekalan farmasi dapat terjaga, serta mempermudah pencarian barang yang disimpan (dapat menjamin pelayanan yang cepat dan tepat). Hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan penyimpanan adalah suhu dan kelembaban ruangan yang tepat sesuai dengan sifat dan stabilitas perbekalan farmasi, serta keamanan. Perbekalan farmasi yang telah diserahkan ke petugas gudang farmasi akan disimpan dalam tempat penyimpanan (gudang) dan disusun berdasarkan jenis, bentuk sediaan, abjad, serta status obat tersebut (obat Askes atau obat umum).

4.4.1.6. Pendistribusian

Pendistribusian adalah kegiatan menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi dan alat kesehatan dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan atau kepada pasien. Sistem pendistribusian obat dan alat kesehatan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker ―Dharmais‖ (RSKD) meliputi pendistribusian perbekalan farmasi dasar, perbekalan farmasi individu, dan paket tindakan. Untuk pendistribusian perbekalan farmasi individu dilakukan melalui beberapa satelit farmasi di rumah sakit, yakni Satelit Farmasi Rawat Inap (SAFARI), Satelit Farmasi Rawat Jalan (SAFARJAN), dan Satelit Farmasi Obat Tradisional. Untuk pendistribusian perbekalan farmasi dasar dilakukan secara langsung ke unit-unit yang memerlukan, demikan pula dengan pendistribusian paket tindakan.

4.4.1.7. Pengendalian Perbekalan Farmasi

Metode pengendalian persediaan dapat dilakukan dengan cara menyusun prioritas berdasarkan analisis VEN dan PARETO :

a) Analisis VEN

Umumnya disusun dengan memperlihatkan kepentingan dan vitalitas persediaan farmasi yang harus tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan yaitu :

V (Vital), maksudnya persediaan tersebut penting karena merupakan obat penyelamat hidup manusia atau obat penyakit yang dapat mengakibatkan kematian.

E (Esensial), maksudnya perbekalan yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak yang ada pada suatu daerah atau rumah sakit.

N (Non esensial), maksudnya perbekalan pelengkap agar pengobatan menjadi lebih baik.

b) Analisis PARETO (ABC)

Analisis ini disusun berdasarkan atas penggolongan persediaan yang mempunyai volume dan harga obat. Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC (Quick, Jonathan D, 1997)

Kelas A : persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 75-80 % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 10-20 % dari seluruh item. Memiliki dampak biaya yang tinggi. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif.

Kelas B : persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar 15-20 % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 10-20 % dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara moderat.

Kelas C : persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini

mewakili sekitar 5-10 % dari total nilai persediaan, tapi terdiri sekitar 60-80% dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara sederhana.

c) Kombinasi VEN-ABC

Analisis ABC mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisis PARETO dan VEN dalam suatu matrik sehingga analisisnya menjadi lebih tajam. Matrik dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Jenis barang yang bersifat vital (VA, VB, VC) merupakan pilihan utama untuk dibeli. Demikian pula dengan barang yang non essensial tetapi menyerap banyak anggaran (NA, NB) juga dijadikan prioritas untuk dibelanjakan, sedangkan barang Non Esensial dan bernilai kecil (NC) dibelanjakan bila ada sisa anggaran.

V E N

A VA EA NA

B VB EB NB

C VC EC NC

4.4.1.8. Penghapusan

Penghapusan merupakan kegiatan atau usaha pembebasan barang dari pertanggungjawaban sesuai dengan peraturan atau undang-undang yang berlaku. Kegiatan penghapusan di rumah sakit juga dilakukan terhadap perbekalan farmasi yang sudah tidak digunakan lagi. Barang-barang yang dihapuskan adalah barang yang telah kadaluwarsa dan yang rusak. Barang-barang tersebut dikumpulkan oleh bagian farmasi untuk kemudian dilaporkan ke Panitia Penghapusan Barang. Panitia Penghapusan Barang di rumah sakit bertugas untuk melaporkan barang-barang yang akan dihapuskan ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Direktorat Lelang. Jika laporan penghapusan barang telah disetujui, maka dilakukan penghapusan.

4.4.1.9. Pelayanan Pasien Rawat Inap

Pelayanan obat pasien rawat inap dilakukan di depo farmasi yang berada di tiap ruangan rawat inap di Rumah Sakit Kanker ―Dharmais‖ (RSKD), yaitu di kelas VIP/VVIP, kelas I, kelas II, kelas III, dan ruang anak. Tujuan dari adanya depo farmasi adalah untuk memberikan kemudahan dalam penyiapan dan pemberian obat pada pasien sehingga memudahkan pasien dalam menjalani terapi. Sistem distribusi obat pada pelayanan depo farmasi untuk pasien rawat inap dilakukan secara Unit Dose Dispensing (UDD) dengan menyiapkan obat untuk tiap waktu pemberian (dosis satu kali pemberian). Penyiapan obat ini dilakukan untuk penggunaan selama 24 jam (sesuai dosis obat dan aturan pakai). Selain itu, juga digunakan sistem distribusi floor stock khusus untuk obat-obat dan perbekalan lain yang bersifat life safing (obat-obat emergency).

4.4.2. Produksi

Produksi farmasi merupakan suatu kegiatan membuat, mengubah bentuk, maupun mengemas kembali sediaan farmasi yang dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi untuk menunjang dan memenuhi kebutuhan pasien. Produksi tersebut meliputi produksi steril dan produksi nonsteril. Tujuan dilakukan produksi adalah: a. Menyediakan produk yang tidak terdapat di pasaran, contohnya: Dharmeza

powder, Dharmezin ointment, Dharwash mouthwash, dan Efudix.

b. Memproduksi sediaan penunjang untuk menegakkan proses diagnosa, contohnya larutan PEG.

c. Memproduksi sediaan farmasi dengan harga yang lebih terjangkau untuk pasien, contohnya: garam inggris, H2O2, OBH, saliva subtitusi, dan Handrub. d. Mengerjakan produk yang dibutuhkan dengan segera dan memerlukan

penanganan khusus seperti rekonstitusi obat kanker dan IV admixture.

4.4.2.1. Produksi Non-Steril

Produksi non-steril dilakukan setiap hari, sesuai perencanaan yang telah dibuat atau dapat juga sesuai dengan permintaan dari bagian gudang. Pendistribusian produk non-steril dilakukan oleh bagian gudang. Jika stok barang di gudang sudah mencapai stok minimal, bagian gudang akan membuat permintaan ke bagian produksi. Produksi non-steril yang dilakukan di RSKD meliputi:

a. Dharmeza powder, Dharmezin ointment, dan Dharwash Mouthwash sebagai perawatan luka.

b. Saliva substitusi (air liur buatan), digunakan pada pasien yang mendapat terapi radiasi pada kanker lidah dan kanker nasofaring.

c. Boraks gliserin untuk mengatasi sariawan yang merupakan efek dari kemoterapi.

d. Poli etilen glikol (PEG) sebagai laksansia sebelum dilakukan pemeriksaan kolonoskopi.

e. Larutan asam cuka untuk penunjang diagnosis dalam radioterapi. f. Garam Inggris sebagai laksansia untuk menunjang proses kolonoskopi. g. H2O2 sebagai pencuci jaringan dan untuk tetes telinga.

h. OBH sebagai obat batuk. i. Handrub untuk mencuci tangan.

4.4.2.2. Produksi Steril atau PIVAS (Pharmacy Intravenous Admixture Service) PIVAS (Pharmacy Intravenous Admixture Service) merupakan pelayanan Farmasi Rumah Sakit Kanker ―Dharmais‖ yang bertujuan untuk :

1. Mendapatkan sediaan dengan sterilitas terjamin.

2. Mendapatkan sediaan dengan mutu terjamin (kompatibel dengan pelarut, obat lain, material kontainer, serta stabilitas terjamin).

3. Mengurangi medication error (kesalahan dalam pemberian obat).

4. Meningkatkan efisiensi dengan mengurangi terbuangnya kelebihan obat. 5. Penghematan waktu perawat.

6. Memberi perlindungan kepada petugas dan lingkungan, khusus untuk obat atau sediaan yang berbahaya (obat kanker).

PIVAS meliputi pencampuran obat suntik non kanker (IV admixture) dan pencampuran obat kanker (Handling Cytotoxic). Selain PIVAS, bagian produksi steril juga melakukan produksi secara steril untuk bahan-bahan yang berguna untuk menunjang diagnosis serta produksi basis dari obat kanker 5-fluoro uracil (5-FU) yakni:

1. Efudix sebagai basis sediaan dalam penunjang perawatan luka kanker kulit yang mengandung 5-FU.

2. Tetriplex untuk penunjang dalam penegakan diagnosa kanker. 3. Indigo Carmin sebagai pewarna untuk penegakan diagnosa.

Obat injeksi kanker, obat injeksi non kanker (IVadmixture), maupun bahan penunjang diagnosis harus terjamin sterilitas dan mutunya mulai dari produksi sampai diberikan kepada pasien.

4.4.3. Pelayanan Farmasi Klinik

Kegiatan yang dilakukan dalam Farmasi Klinik adalah memberikan pelayanan yang pada dasarnya mengatur cara penggunaan perbekalan farmasi yang efektif, efisien, aman, dan bertanggung jawab untuk mencapai rasionalitas penggunaan obat dengan mengutamakan kepentingan pasien. Untuk

melaksanakan kegiatan ini apoteker harus memiliki pengetahuan (knowledge), keahlian dan ketrampilan (skill), perilaku (attitude) serta kemampuan kerjasama dengan profesi terkait lainnya di rumah sakit. Pelayanan Farmasi Klinik ini bertujuan untuk:

1. Meningkatkan mutu dan cakupan pelayanan farmasi.

2. Meningkatkan kerjasama dengan dokter, perawat dan profesi kesehatan terkait lainnya.

3. Meningkatkan rasionalisasi penggunaan obat yaitu penggunaan obat yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat dosis regimen dan waspada terhadap efek samping obat.

Kegiatan farmasi klinik yang diselenggarakan di instalasi farmasi RSKD meliputi:

1. Monitoring Penggunaan Obat

Monitoring penggunaan obat adalah tata cara memantau penggunaan obat pasien yang diberikan oleh dokter yang menanganinya. Monitoring penggunaan obat dilakukan pada pengobatan pasien rawat inap dengan harapan tercapainya rasionalisasi pengunaan obat oleh pasien.

2. Monitoring Interaksi Obat

Monitoring interaksi obat merupakan kegiatan yang berfungsi untuk mendeteksi apabila ada obat-obatan yang memiliki interaksi satu sama lain. Interaksi obat yang berpotensi menimbulkan efek buruk bagi pasien harus dapat dihindari, misalnya berkurangnya efektivitas suatu obat atau bertambah toksiknya efek suatu obat. Program ini didukung oleh software drug interaction facts dan literatur yang tersedia.

3. Ronde/Visite

Ronde/visite adalah suatu kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap, bersama tim dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tujuan dilakukannya ronde/visite adalah untuk memantau kondisi pengobatan harian pasien secara seksama sehingga diharapkan tercapainya rasionalisasi pengobatan pasien untuk

menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi klinik, menilai kemajuan pasien, dan meningkatkan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain.

4. PIO (Pelayanan Informasi Obat)

Pelayanan Informasi Obat (PIO) adalah kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lain, dan pasien. PIO dapat dilakukan secara pasif maupun secara aktif.

Tujuan dilakukan PIO adalah menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit, menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat terutama kebijakan bagi PFT, meningkatkan profesionalisme apoteker, dan menunjang terapi obat yang rasional.

5. Konseling

Konseling merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien. Kegiatan konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai obat dan pengobatan kepada pasien serta memberikan motivasi kepada pasien. Informasi yang dapat diberikan meliputi: nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, interaksi yang mungkin terjadi, cara penyimpanan obat, serta hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengobatan pasien tersebut.

6. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi. MESO dilakukan jika ada pelaporan dari pasien, perawat ataupun dokter. Tujuan dilakukan monitoring efek samping obat adalah untuk mengetahui Efek Samping Obat (ESO) yang belum terdokumentasi dalam

literatur, sebagai upaya melengkapi informasi ESO obat secara obyektif dan mengetahui tindakan yang diperlukan untuk menangani kejadian ESO.

4.4.4. Pencatatan dan Pelaporan

Kegiatan pencatatan merupakan dokumentasi dari setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh semua unit di Instalasi Farmasi yang meliputi:

1. Unit logistik

a. Pencatatan barang masuk dan keluar b. Pencatatan kartu stok

c. Pencatatan barang expire date dan rusak d. Pencatatan pendistribusian barang farmasi e. Pencatatan perencanaan barang farmasi f. Pencatatan lain-lain yang dibutuhkan 2. Unit produksi

a. Pencatatan permintaan produksi, handling cytotoxic, IV-admixture b. Pencatatan identitas pasien, dokter dan asal permintaan

c. Pengisian form permintaan

d. Pencatatan lainnya yang diperlukan 3. Unit Pelayanan

a. Pencatatan permintaan obat/alkes dalam kardeks b. Dispensing dan delivery obat

c. Serah terima obat dengan perawat

d. Pencatatan obat yang tidak terlayani dan kasus lainnya 4. Administrasi dan pelaporan

a. Pencatatan surat masuk dan keluar

b. Pembuatan laporan sesuai kebutuhan dan lain-lain 5. Farmasi klinik

a. Pencatatan kegiatan konseling.

b. Pencatatan kegiatan monitoring penggunaan obat. c. Pencatatan kegiatan monitoring interaksi obat. d. Pencatatan kegiatan monitoring efek samping obat. e. Pencatatan kegiatan pelayanan informasi obat.

f. Permintaan handling cytotoxic dan IV-admixture.

Laporan ini rutin setiap bulan, enam bulan dan tahunan. Hasil laporan tersebut menunjukkan semua kegiatan yang telah dilakukan yang meliputi kegiatan rutin, perkembangan dan cakupan pelayanan. Hal ini diperlukan untuk menilai kinerja Instalasi Farmasi dan menyimpulkan apakah target tercapai, melebihi atau justru tidak tercapai. Dari kesimpulan ini dapat dibuat rencana tidak lanjut atau penanganan masalah yang diperlukan.

BAB 5

INSTALASI STERILISASI SENTRAL DAN BINATU , BIDANG REKAM

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 40-53)