Menurut Lickona (2002: 1) pendidikan karakter adalah usaha untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti. Hasil dari proses pendidikan ini akan terlihat dalam tindakan nyata seseorang melalui perbuatan baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain, bekerja keras, dan lain-lain. Pendapat lainnya mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk menjadikan seseorang memiliki nilai-nilai kehidupan serta melaksanakan nilai-nilai tersebut sehingga berdampak baik bagi kehidupan serta lingkungannya. (Putra, 2016; Megawangi, 2007; Fakry, 2010).
Permasalahan serius yang saat ini dihadapi oleh bangsa kita adalah sistem pendidikan yang berorientasi pada pengembangan aspek kognitif dan kurang memperhatikan aspek psikomotorik juga afektif. Usaha untuk menanamkan budi pekerti juga ternyata mengalami kendala yaitu hanya sebatas memberikan pemahaman tanpa disertai praktik. Pembentukan karakter seharusnya dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan disertai dengan pengetahuan akan pendidikan karakter itu sendiri serta tindakan nyata dari siswa untuk melakukan karakter-karakter tersebut. MenurutNgamanken (2014: 85) pendidikan karakter penting untuk dilakukan karena pendidikan karakter berpengaruh pada kebahagiaan individu, kebahagiaan keluarga, dan kebahagiaan bangsa atau negara.Menurut Sahroni(2017: 119) pendidikan karakter penting untuk dilakukan karena dapat mengembangkan potensi dasar peserta didik sehingga ia tumbuh menjadi orang yang berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik. Selain itu juga pendidikan karakter dapat memperkuat masyarakat Indonesia yang multikultural dan meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif. Sedangkan Hudd (2010: 272) mengatakan
commit to user
bahwa pilar-pilar karakter rasa hormat, tanggung jawab, kepedulian, dan kepercayaan yang diberikan pada saat usia sekolah dasar berkontribusi besar bagi diri siswa pada saat menginjak usia remaja. Lickona (2002: 1-12) menyatakan pendidikan karakter harus dilaksanakan karena:
a. Merupakan cara terbaik untuk menjamin siswa untuk memiliki kepribadian yang baik dalam hidupnya
b. Merupakan cara untuk meningkatkan prestasi akademik c. Tidak semua siswa dapat membentuk karakter diri yang kuat
d. Melatih siswa untuk dapat hidup berdampingan dan saling menghormati satu sama lain
e. Mengatasi masalah-masalah moral sosial seperti ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, etos kerja atau belajar yang rendah
f. Memperispakan siswa untuk memasuki dunia kerja
g. Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari kerja peradaban Menurut Zuriah (2008: 74-78) ada empat model pendidikan karakter yang dapat dikembangkan disebuah lembaga pendidikan, yaitu:
a. Model Otonomi
Pada model ini, pendidikan karakter berdiri sendiri sebagai sebuah mata pelajaran. Sebagai sebuah mata pelajaran tersendiri maka terdapat Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), metodologi, bahan ajar, serta evaluasi. Namun dengan pendekatan formal dan struktural kurikulum dikhawatirkan model ini lebih banyak menyentuh aspek kognitif dan tidak sampai pada aspek afektif dan perilaku. Selain itu juga model ini seperti menciptakan pandangan bahwa tanggung jawab untuk membentuk karakter siswa adalah tanggung jawab guru mata pelajaran pendidikan karakter saja.
b. Model Integrasi
Pada model ini, pendidikan karakter terintegrasi dengan seluruh mata pelajaran sehingga ada paradigma bahwa seluruh guru adalah pengajar pendidikan karakter. Dengan model ini maka penanaman nilai-nilai
commit to user
karakter adalah tanggung jawab bersama seluruh komponen sekolah.
Model ini dipandang lebih efektif dibanding dengan model pertama, namun guru dituntut untuk siap menjadi teladan. Selain itu, model ini juga menuntut kreatifitas dan keberanian guru dalam menyusun dan mengembangkan silabus serta RPP.
c. Model Ekstrakurikuler
Model ini menawarkan pelaksanaan pendidikan karakter melalui kegiatan di luar jam sekolah. Kelebihan dari model ini adalah siswa mendapatkan pengalaman konkret melalui kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.
Keterlibatan siswa dalam mencari dan menemukan nilai-nilai kehidupan akan memberikan pengalaman tersendiri bagi siswa.
d. Model Kolaborasi
Model terakhir merupakan model kolaborasi dari ketiga model di atas.
Pada model ini selain diposisikan sebagai mata pelajaran, pendidikan karakter dimaknai sebagai tanggung jawab bersama seluruh komponen sekolah. Maka dari itu semua mata pelajaran harus berkontribusi dalam pembentukan karakter. Sekolah mendukung terjadinya proses pembentukan karakter sehingga berbagai kegiatan yang diselenggarakan membawa siswa dalam pengalaman konkrit penerapan karakter.
Menurut Murtini (2016: 340), proses pembentukan karakter siswa dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan siswa. Salah satu pembiasaan di dalam kelas adalah melalui pemanfaatan media pembelajaran yang terintegrasi dengan nilai karakter. Media pembelajaran adalah alat bantu untuk menyampaikan pesan-pesan pembelajaran (Sadiman, 2011; Sudjana, 2009; Arsyad, 2011). Agar pesan-pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh siswa, maka terlebih dahulu siswa harus tertarik untuk menggunakan media pembelajaran tersebut. Penggunaan media pembelajaran yang inovatif, interaktif, dan menyenangkan akan dapat menarik minat siswa dalam belajar dan meningkatkan (Gan, Menkhoff, dan Smith, 2015: 655).
commit to user
E-module merupakan sebuah modul berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang bersifat interaktif karena memungkinkan menampilkan gambar, audio, video, dan juga animasi (Mahayukti, 2013:
266). Menurut Kim, Pederson, dan Balwind (2011: 214) penggunaan E-moduledi dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan pengetahuan siswa, selain itu juga E-moduleini mudah untuk digunakan sehingga siswa puas dalam menggunakannya. Selain dapat meningkatkan pengetahuan siswa, penggunaan E-modulejuga dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menggunakan teknologi dan informasi (Pummawan, 2007: 107).
Penggunaan E-moduledi dalam pembelajaran akuntansi merupakan suatu inovasi baru. Melalui penggunaan E-module, materi akuntansi yang dirasa sulit serta membosankan akan disajikan dengan menggunakan gambar serta video sehingga memudahkan siswa untuk memahaminya. Salah satu materi yang dianggap sulit dan membosankan oleh siswa adalah materi menyusun laporan keuangan perusahaan jasa. Materi ini menuntut siswa untuk teliti karena menyusun laporan keuangan harus sistematis, maka kesalahan kecil dalam pengerjaannya akan mempengaruhi hasil pekerjaan lainnya. Sebagian siswa mungkin tertantang untuk mengerjakan laporan keuangan sampai tuntas, tetapi tak jarang pula siswa menjadi malas dan tidak bersemangat dalam mengerjakannya. Ciri khas dari materi ini sendiri adalah menuntut siswa untuk teliti, disiplin, dan bekerja keras dalam menyusun laporan keuangan. Ketika siswa mampu menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya walaupun tugas itu terasa sulit, maka dapat dikatakan ia sudah bertanggung jawab di dalam pembelajaran. Selain itu, di dalam praktiknya seorang manager keuangan harus membuat laporan keuangan dengan benar, sesuai dengan data yang ada sehingga laporan yang dihasilkannya dapat dipergunakan oleh semua pihak dan dapat dipertanggung jawabkan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka nilai-nilai karakter dapat dikembangakan melalui pembelajaran akuntansi khususnya pada materi menyusun laporan keuangan perusahaan jasa. Terkandung nilai disiplin, teliti, bekerja keras, bertanggung jawab, dan jujur yang dapat dikembangkan dan
commit to user
dimasukkan di dalam media pembelajaran yang digunakan. Pengembangan E-moduleakuntansi perusahaan jasa terintegrasi nilai karakter dapat menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai karakter. E-moduleyang dikembangkan didesain sedemikian rupa agar memungkinkan siswa untuk mempraktikkan nilai-nilai karakter khususnya tanggung jawab dan jujur. Terdapat video penjelasan materi dan juga video terkait nilai karakter yang dikembangkan, selain itu terdapat contoh kasus perusahaan yang melakukan kecurangan dalam membuat laporan keuangan dan siswa diminta untuk menganalisis kasus tersebut, strategi pembelajaran yang digunakan membiasakan siswa untuk speak by data, melatih siswa bertanggung jawab melalui diskusi kelompokdan pemberian tugas.