• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Pengertian Media Pembelajaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "a. Pengertian Media Pembelajaran"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka 1. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Media merupakan perantara pesan yang ingin disampaikan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman, 2011: 126). Sedangkan pembelajaran merupakan cara guru untuk dapat mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat proses belajar mengajar (Sudjana, 2009:

98). Sedangkan Arsyad (2011: 41) mendefinisikan media sebagai alat untuk mengantarkan pesan-pesan pembelajaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat atau sarana dalam proses mengajar. Pada hakekatnya, pembelajaran merupakan sebuah proses komunikasi antara guru dengan peserta didik melalui media pembelajaran. Maka tugas guru adalah memilih media pembelajaran yang dapat memudahkan peserta didik memahami materi pelajaran.

Secara umum, media pembelajaran berfungsi untuk: 1) memperjelas tampilan pesan yang verbalistik agar mudah untuk dipahami, 2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, 3) mengatasi sifat pasif peserta didik melalui pemanfaatan media pembelajaran yang tepat, 4) sifat unik dari setiap individu, baik guru maupun peserta didik ketika diberi suatu rangsangan yang sama akan menimbulkan persepsi yang berbeda. Penggunaan media pembelajaran di dalam kelas hendaknya sesuai dengan kebutuhan guru dan peserta didik sehingga media pembelajaran dapat membantu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami oleh guru dan peserta didik di dalam pembelajaran . Agar media pembelajaran yang dipilih dapat menunjang proses belajar mengajar, maka guru harus mampu memilih dan menggunakan media pembelajaran yang tersedia maupun menciptakan inovasi-inovasi baru.

(2)

commit to user

Terdapat kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam memilih media di kelas atau di laboratorium diantaranya adalah kesesuaian dengan tujuan belajar, materi, dan metode mengajar. Selain itu perlu diperhatikan juga karaktersitik peserta didik. Untuk peserta didik yang berada di perkotaan dan di pedesaan tentunya seorang guru akan memilih media yang berbeda. Kondisi tempat belajar, keluwesan, dan kepraktisan serta ketersediaan dana, tenaga dan fasilitas juga perlu dipertimbangkan. Edgar Dale memandang bahwa nilai media pembelajaran dalam proses pembelajaran perlu diklasifikasikan berdasarkan pengalaman belajar menurut tingkat dari yang paling konkret ke yang paling abstrak (Dahar, 2011: 81). Hal ini dikenal dengan nama kerucut pengalaman (cone of experience) yang disajikan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Kerucut pengalaman dari Edgar Dale menggambarkan klasifikasi pengalaman dari tingkat paling konkret ke tingkat yang paling abstrak (Susiana dan Riyana, 2008: 51). Melalui membaca siswa memperoleh pengalaman belajar sebesar 10%, melalui aktivitas mendengarkan sebanyak 20%, aktivitas melihat gambar, video dan demonstrasisebanyak

(3)

commit to user

30%, sebanyak 50% pengalaman belajar siswa didapat ketika siswa terlibat di dalam suatu diskusi, 70% ketika siswa mempersentasikan hasil diskusi atau temuannya, dan sebanyak 90% pengalaman belajar siswa didapat dengan cara bermain peran, simulasi, dan mengerjakan hal yang nyata.

Keabstrakan materi pelajaran akan semakin tinggi apabila pesan pembelajaran disampaikan melalui lambang-lambang seperti bagan, gambar atau grafik. Namun jika siswa memperoleh pesan pembelajaran melalui pengalaman langsung yang dilakukan siswa maka hal tersebut dapat mengatasi keabstrakan materi. Maka dari itu, agar pesan pembelajaran dapat benar-benar sampai maka sebaiknya peserta didik diberikan pengalaman secara langsung . Untuk itu, pemilihan media perlu dilakukan agar didapatkan media yang baik dan tepat yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi peserta didik. E-module yang dikembangkan mencakup beberapa tingkatan pengalaman menurut kerucut Edgar Dale, yaitu pengalaman secara langsung yang melibatkan siswa karena siswa terlibat langsung dalam kegiatan praktik membuat laporan keuangan, namun juga terletak di bagian atas/pucuk karena menampilkan materi yang bersifat abstrak seperti menggunakan video dan gambar.

b. Pengertian E-module

E-module merupakan modul yang dipadukan dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), memiliki sifat interaktif, mudah dalam penggunaannya, dapat menampilkan audiovisual untuk memudahkan dalam memahami materi, serta dilengkapi dengan tes atau kuis formatif yang memungkinkan umpan balik otomatis dengan segera (Mahayukti, 2013: 266).

E-module adalah perpaduan antara modul dengan teknologi, dalam hal iniE-module dapat diakses menggunakan komputer maupunsmartphone untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Fitrajaya (2010: 47) bahwa penggunaan komputer

(4)

commit to user

sebagai media pembelajaran tidak hanya semata-mata mengikuti kemajuan teknologi tetapi juga untuk mencapai tujuan pembelajaran, karena perancangannya disesuaikan dengan konsep-konsep pendidikan.

Adapun tujuan pemakaian komputer dalam kegiatan pembelajaran antara lain: 1) tujuan kognitif, yaitu untuk menjelaskan atau mengajarkan materi pembelajaran dengan menggunakan audiovisual sehingga cocok digunakan secara mandiri, 2) tujuan psikomotor, yaitu dengan bentuk pembelajaran yang dikemas dalam bentuk games dan simulasi, 3) tujuan afektif, dengan menggunakan desain yang tepat dan efek suara atau animasi dapat mendorong rasa ingin tahu siswa.

Ahli pendidikan menyatakan bahwa pemanfaatan TIK membawa dampak positif, yaitu pembelajaran menjadi lebih menarik (Ross, Lakin, dan Callaghan, 2004: 83), sehingga siswa termotivasi dalam belajar dan merangsang rasa ingin tahu siswa (Ratcliffe, 1998). Implementasi TIK dalam penelitian ini dilakukan dengan mengembangkan modul akuntansi perusahaan jasa terintegrasi nilai karakter yang dapat digunakan dalam pendidikan formal dan informal sebagai alternatif bahan ajar yang mampu meningkatkan tanggung jawab serta kejujuran siswa.

c. Karakteristik E-module

Penelitian ini mengembangkan E-module sebagai salah satu alternatif bahan ajar yang dapat digunakan secara mandiri maupun bersama-sama di dalam pembelajaran. E-module disusun secara sistematis dengan memperhatikan pengorganisasian materi pelajaran dan dapat digunakan sesuai gaya dan kecepatan belajar masing-masing siswa. Penyajian modul dalam bentuk elektronik bertujuan agar lebih menarik minat belajar siswa serta memberikan berbagai kemudahan dalam penggunaannya.

Menurut Nugroho (2015: 15), E-module memiliki karakteristik sebagai berikut:

(5)

commit to user

1) Digunakan secara mandiri, belajar sesuai dengan kecepatan masing- masing individu secara efektif dan efisien.

2) Bersahabat dengan user atau pemakai, membantu kemudahan pemakai untuk direspon dan diakses.

3) Mampu membelajarkan diri sendiri.

4) Tujuan awal dan tujuan akhir pada E-module harus dirumuskan secara jelas dan terukur.

5) Materi dikemas dalam unit-unit kecil dan tuntas, tersedia contoh- contoh dan ilustrasi yang jelas.

6) Tersedia soal latihan, penugasan, dan sejenisnya.

7) Materi up to date dan kontekstual.

8) Bahasa sederhana, lugas, dan komunikatif.

9) Terdapat rangkuman materi pembelajaran.

10) Mengukur tingkat penguasaan materi sendiri.

11) Terdapat umpan balik atas penilaian.

12) Terdapat informasi tentang rujukan/pengayaan/refrensi yang mendukung materi.

d. Komponen-Komponen E-module

Modul terdiri dari berbagai komponen-komponen yang menyusunnya sehingga bahan pembelajaran tersebut dapat dipelajari secara mandiri oleh siswa. Secara garis besar, baik modul cetak maupun E-module memiliki beberapa komponen yang sama seperti: 1) tujuan pembelajaran, 2) materi pembelajaran, 3) latihan untuk menguji keterampilan atau kompetensi yang sudah dipelajari, 4) umpan balik yang menjadi indikator tentang pencapaian hasil belajar yang dilakukan siswa.

Mulyasa (2006: 43) menjelaskan beberapa komponen modul diantaranya: 1) pendahuluan, berisikan deskripsi umum seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, serta kegiatan yang mampu menggali kemampuan awal yang harus dimiliki siswa untuk mempelajari modul tersebut; 2) tujuan

(6)

commit to user

pembelajaran, berisi tujuan-tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai siswa setelah mempelajari modul serta tujuan akhir yang diharapkan; 3) tes awal, digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa, sehingga siswa lebih mudah menentukan dari mana ia harus memulai belajar menggunakan modul; 4) pengalaman belajar, berisi rangkaian kegiatan yang akan dilakukan siswa, sejumlah materi serta penilaian formatif sebagai balikan bagi siswa tentang tujuan belajar yang dicapainya; 5) sumber belajar, berisi referensi yang berkaitan dengan isi modul. Penetapan sumber belajar ini perlu dilakukan dengan baik oleh pengembang modul sehingga siswa tidak kesulitan memperolehnya; 6) tes akhir, berisi soal evaluasi yang difokuskan pada tujuan akhir setelah menggunakan modul.

Nurohman (2011: 88) menjelaskan bahwa dalam pengembanganE- module dibutuhkan beberapa piranti elektronik yang dapat digabungkan untuk membuat E-module yang menarik, yaitu: 1) Microsoft Office Power Point, 2) Microsoft Office Word, 3) kvsoft flipbook maker.

Microsoft Office Power Point digunakan untuk membuat halaman utama modul, Microsoft Office Word digunakan untuk isi materi modul, membuat lembar kerja dan soal-soal latihan. Kvsoft flipbook maker merupakan aplikasi pembuat modul yang dapat menyisipkan suara, gambar, video dan menggambungkan isi modul yang ditulis pada Microsoft Office Word sehingga menghasilkan E-module yang menarik.

Komponen modul pada intinya berisi bagian-bagian yang ada di dalam modul. Beberapa komponen modul yang dikemukakan oleh para ahli tersebut akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan E-module. Penerapan komponen secara lebih detail akan disesuaikan dengan kondisi materi pembelajaran yang akan dikembangkan dalam modul, sehingga akan membantu siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran.

(7)

commit to user e. Kelebihan E-module

Modul sebagai salah satu alternatif bahan ajar pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Modul yang digunakan dalam suatu proses pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi belajar siswa, sehingga akan tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Kelebihan yang diperoleh apabila belajar menggunakan modul menurut Nasution (2006:

49) antara lain: 1) mampu memberikan umpan balik yang banyak dan segera sehingga siswa dapat mengetahui hasil belajarnya; 2) penguasaan tuntas, yaitu setiap siswa mendapat kesempatan untuk dapat mencapai angka tertinggi dengan menguasai bahan pelajaran secara tuntas; 3) disusun dengan tujuan yang jelas; 4) mampu membimbing siswa untuk mencapai sukses melalui langkah-langkah yang teratur; 5) fleksibilitas, artinya modul disesuaikan dengan perbedaan siswa dalam hal kecepatan belajar dan cara belajar; 6) modul mampu memberi kesempatan siswa untuk memperbaiki kelemahan, kesalahan atau kekurangan siswa berdasarkan evaluasi yang berkelanjutan.

Modul yang akan dikembangkan dalam penelitian ini dalah E-module yang dipadukan dengan pemanfaatan komputer dan smartphone sehinga modul bukan hanya dapat digunakan sebagai alternatif belajar yang menarik tapi membantu mengembangkan keterampilan siswa, hal ini seperti yang dikatakan Nurchali (2010: 651) bahwa pemanfaatan komputer dalam pembelajaran dapat memberikan pengalaman belajar yang banyak dan variatif, meningkatkan motivasi belajar serta mengembangkan keterampilan TIK. Suarsana dan Mahayukti (2013) juga menjelaskan bahwa E-module merupakan suatu modul berbasis TIK yang memiliki kelebihan sifat interaktif, memungkinkan untuk menampilkan gambar, audio, video, dan animasi serta dilengkapi tes/kuis formatif yang memungkinkan umpan balik otomatis dan segera.

Munadi (2011: 55) juga menambahkan bahwa pemanfaatan komputer dalam pembelajaran yang dipadukan dengan pendekatan konstruktivisme akan memberikan makna yang positif dalam memberdayakan siswa.

(8)

commit to user

Penerapan E-module ini diharapkan mampu meningkatkan keefektifan proses pembelajaran, menjadikan pembelajaran lebih efisien dan lebih menarik melalui tampilan E-module yang bervariasi, meningkatkan nilai tanggung jawab dan kejujuran siswa melalui konten pendidikan karakter yang terdapat di dalam E-module.

f. Kelemahan E-module

Prawiradilaga (2004: 23) menjelaskan beberapa kelemaham E-module diantaranya: 1) materi mengandung unsur verbalisme yang tinggi jika tidak diimbangi unsur visual yang memadai; 2) memerlukan konsentrasi yang tinggi dalam menyerap materi; 3) tidak semua pengetahuan dapat dijabarkan melalui modul. Kelemahan yang disampaikan oleh Prawiradilaga ini akan diminimalisir selama mengembangkan E-module dengan cara memperbanyak penjelasan materi melalui video, menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa serta penjelasan materi yang tidak bertele-tele. Tujuannya agar dihasilkan E-module yang benar-benar mampu membantu siswa belajar lebih bermakna.

2. Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia yang berkarakter (Putra, 2016: 42). Pendidikan karakter menurut Megawangi (2007: 35) adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif bagi lingkungannya. Sedangkan menurut Fakry (2010: 61) mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses

(9)

commit to user

transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.

Menurut Zamroni (2011: 157), karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan sikap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan erat dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat, dan estetika.

Guna memenuhi harapan tersebut, maka dirumuskanlah program pendidikan karakter di sekolah yang terpadu dengan semangat kebangsaan. Selain itu, jiwa religi juga sangat mendesak untuk dikembangkan demi terciptanya suasana damai dan saling menyanyangi antar sesama mahluk Tuhan di muka bumi. Pendidikan karakter merupakan jawaban dari berbagai masalah moral yang masih mencekram bangsa Indonesia.

b. Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Pendidikan budaya dan karakter bangsa memiliki fungsi sebagai berikut:

1) Pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik.

2) Perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat, dan

(10)

commit to user

3) Penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

c. Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan budaya dan karakter bangsa ini adalah:

1) Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.

2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.

3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.

4) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.

5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.

d. Nilai-Nilai Dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini:

1) Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama.

Oleh karena itu kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara implisit, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.

(11)

commit to user

2) Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegaskan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupannya bermasyarakat.

3) Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar warga anggota masyarakat itu. Posisi budaya yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

4) Tujuan pendidikan nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling penting dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Berdasarkan keempat sumber nilai tersebut, berpijak pada PP no 64 tahun 2008 yang kemudian disempurnakan menjadi PP no 19 tahun 2017 dapat teridentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut:

(12)

commit to user

Tabel 2.1 Identifikasi Nilai Karakter Bangsa

No Kelompok Nilai Deskripsi

1. Religius:

Mencerminkan keberimanan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

Bersahabat/

komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

Cinta damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

Peduli lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orag lain dan masyarakat yang membutuhkan.

2. Integritas:

Upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

Tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan , terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.

3. Gotong royong:

Mencerminkan tindakan menghargai, semangat kerja sama dan bahu membahu dalam menyelesaikan

Menghargai prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.

Peduli social Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orag lain dan masyarakat yang membutuhkan.

(13)

commit to user persoalan bersama.

4. Nasionalis:

Menempatkan

kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

Demokrasi Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

Semangat kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

Cinta tanah air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

5. Mandiri:

Tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan tenaga, pikiran, waktu, untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita.

Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan dalam belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

Rasa ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

Gemar membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

(14)

commit to user e. Karakter Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa (Wahyudi dan Suardiman, 2013: 117). Tanggung jawabmenurut Nasution (2011: 47) ditujukan pada adanya indikator tertentu yang telah ditentukan terlebih dahulu sebagai suatu kewajiban yang harus ditaati yang menyebabkan lahirnya suatu tanggung jawab.

Dalam konteks pergaulan manusia, tanggung jawab merupakan keberanian seseorang untuk suatu tindakan yang telah dilaksanakan.

Mampu dan berani bertanggung jawab terhadap resiko yang menjadi tanggung jawabnya. Jujur terhadap diri sendiri dan mampu berkorban demi kepentingan orang lain.

Dimerman (2009: 223) menyatakan bahwa:

Responsible in the sense of being faithful to a task or commitment.

When children get used to carrying out their commitments and seeing their obligations through, they notice a new and gratifying thing:others (especially adults) increasingly rely on them. It feels good to be needed and trusted, so responsibility breeds a sense of being part of a team, whose greater good is above one’s own interest.

Bertanggung jawab dapat diartikan setia kepada suatu tugas atau komitmen. Ketika siswa terbiasa melaksanakan tugas mereka, maka mereka melihat bahwatugas tersebut sebagai sebuah kewajiban yang bertujuan untuk memuaskan orang lain (terutama orang dewasa).

Penanaman tanggung jawab harus dilandasi oleh rasa senang dan perasaan dapat dipercaya, sehingga tanggung jawab melahirkan sebuah rasa menjadi bagian dari sebuah tim,dan menghasilkan kebaikan di atas kepentingan diri sendiri.

Kesuma, Trianta, dan Premana (2012: 67) menyatakan bahwa bertanggung jawab yakni tidak membiarkan orang lain mengalami kekecewaan, melaksanakan tugas sebaik mungkin sesuai dengan kemampuan sendiri. Maksudnya ialah siswa berusaha menjaga perasaan

(15)

commit to user

teman dan orang lain, siswa berusaha mengerjakan tugas tanpa bantuan orang lain dan mengerjakannya dengan sepenuh hati sesuai kemampuan yang dimiliki. Pendapat tersebut juga didukung oleh Sobur (1991: 63) bahwa tanggung jawab adalah sikap yang menyadari bahwa perilakunya membawa dampak pada dirinya dan orang lain. Dengan demikian, dia akan berusaha berperilaku baik sehingga perilaku tersebut akan berdampak positif bagi dirinya maupun orang lain.Suparno (2003: 114) menambahkan bahwa tanggung jawab memiliki arti berani, siap, dan teguh hatinya dalam menerima putusan dan tindakan yang dilakukannya baik secara sadar maupun tidak. Artinya siswa dapat dikatakan bertanggung jawab jika dirinya berani mengambil keputusan dan berani menghadapi segala akibat yang terjadi. Siswa tidak akan lari dari situasi yang disebabkan oleh perbuatannya sendiri dan mau menanggung akibat serta tidak menyalahkan orang lain. Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan karakter tanggung jawab siswa adalah usaha dalam membentuk atau mendidik siswa untuk memiliki sikap serta karakter yang bertanggungjawab terhadap tugas yang dibebankan kepada dirinya maupun untuk orang lain.

Menurut Lickona (2004: 144) pendidikan karakter mencakup tiga komponen, yaitu pengetahuan moral (pengetahuan tanggung jawab), perasaan moral (perasaan tanggung jawab), dan tindakan moral (pengalaman tanggung jawab). Kemudian Lickona (2004: 146) juga menambahkan tujuan penanaman pendidikan karakter tanggung jawab berdasarkan “The Five Principles of Responsibility” yang harus diajarkan pada anak.

1) I am responsible for my behaviour. If I behave well, I get the credit.

If I mess up, I must accept responsibility and not try to blame somebody else.

2) I am responsible for my earning. No one can leran for me.

3) I am responsible for my treating all person with consideration and respect.

4) I am responsible for my contributing for my classroom and my school.

(16)

commit to user

5) I am responsibility for the environment- for treating it with care so other may enjoy it.

Artinya, tujuan siswa belajar bertanggung jawab ialah agar siswa belajar berperilaku baik untuk mendapatkan hasil yang baik. Belajar untuk menjalankan tanggung jawab dan tidak menyalahkan orang lain. Belajar bertanggung jawab berarti memperlakukan semua orang dengan baik dan penuh rasa hormat, berkontribusi di dalam kelas dan sekolah sehingga tercipta suasana belajar yang nyaman dan kondusif.

Berikut ini merupakan indikator serta bentuk penilaian dari karakter tanggung jawab (Widayanti, 2009: 33).

Tabel 2.2 Indikator Karakter Tanggung Jawab

Aspek Indikator Bentuk

penilaian Moral Knowing Kesadaran moral, mengetahui nilai-nilai

moral, penaralan moral, pengambilan keputusan, pengetahuan diri.

Angket

Moral Feeling Hati nurani, harga diri, empati, mencintai kebaikan, pengendalian diri, kerendahan hati

Angket Moral Action Terbiasa berbuat tanggung jawab (habit):

mengerjakan tugas yang menjadi kewajibannya, mengerjakan tugas tepat waktu, mengerjakan tugas sampai selesai, mengerjakan tugas dengan serius, tidak asal- asalan, bertanggung jawab pada lingkungan, mengembalikan barang yang dipinjam, menepati janji, mengerjakan sanksi atas kesalahan yang diperbuat.

Angket, Observasi

Sumber: Widayanti, 2009: 33.

f. Karakter Kejujuran

Kejujuran merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik pada diri sendiri maupun orang lain (Wahyudi dan Suardiman, 2013: 116). Kejujuran secara umum dimaknai sebagai kualitas manusia yang menyatakan dan melakukan tindakan dengan benar dan patut, semaksimal kemampuannya. Dalam hal

(17)

commit to user

ini jujur dapat diartikan sebagi tindakan untuk tidak berbuat curang.

Kejujuran berkaitan dengan kebenaran sebagai sebuah nilai, termasuk di dalamnya adalah kesesuaian antara pendengaran, penalaran, dan tindakan tertentu manusia dengan pembicaranya. Kejujuran adalah modal sosial dan ekonomi yang berharga dalam pergaulan antar manusia. Kejujuran meliputi kejujuran terhadap orang lain, terhadap diri sendiri, dan tentang motif-motif pribadi serta tentang realitas internal seseorang (Helmanita dkk, 2006: 217).

Dalam konteks pengembangan karakter bangsa melalui pendidikan, nilai kejujuran dapat ditanamkan dan dikembangkan melalui kegiatan belajar mengajar. Perilaku jujur sangat penting ditanamkan pada siswa untuk membentuk moralitas yang baik dan mempersiapkan generasi penerus bangsa.

Berikut ini merupakan indikator serta bentuk penilaian dari karakter jujur (Widayanti, 2009: 33).

Tabel 2.3 Indikator Karakter Jujur

Aspek Indikator Bentuk

penilaian Moral

Knowing

Kesadaran moral, mengetahui nilai-nilai moral, penaralan moral, pengambilan keputusan, pengetahuan diri.

Angket

Moral Feeling Hati nurani, harga diri, empati, mencintai kebaikan, pengendalian diri, kerendahan hati

Angket Moral Action Terbiasa berbuat jujur (habit): tidak berbohong

untuk kepentingan pribadi, tidak berbohong untuk kepentingan pihak lain, mengatakan fakta/peristiwa sebenarnya, menolak yang bukan menjadi haknya, tidak melanggar aturan, mengaku telah berbuat salah, tidak memakai barang orang lain tanpa izin, memberikan hak orang lain, tidak melimpahkan kesalahan sendiri pada orang lain.

Angket, Observasi

Sumber: Widayanti, 2009: 33.

(18)

commit to user

g. Rubrik Penilaian Karakter Jujur dan Tanggung Jawab

Berdasarkan permendikbud No 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, dijelaskan bahwa teknik dan instrumen yang dapat digunakan untuk menilai kompetensi sikap dalam kurikulum 2013 adalah observasi, penilaian diri, penilaian teman sebaya, dan penilaian jurnal (anecdotal record). Menurut Agung (2013: 73) penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya dan karakter didasarkan pada indikator, sebagai contoh untuk nilai jujur di suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka peneliti mengamati apakah yang dikatakan siswa itu jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja siswa menyatakan perasaan itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau dengan bahasa tubuh.

Penilaian terhadap karakter diri siswa dilakukan secara terus menerus. Model anecdotal record (catatan yang dibuat peneliti ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan guru untuk mencatat perubahan yang terjadi pada siswa. Selain itu, guru dapat juga memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau masalah yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya. Sebagai contoh, siswa diminta menyatakan sikapnya apabila ia diminta untuk memberikan uang terhadap pengemis, membantu teman yang kesulitan pada saat ujian, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontroversial sampai kepada hal-hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya.

Berdasarkan hasil pengamatan, catatan anekdot, tugas, laporan, dan sebagainya peneliti dapat menarik kesimpulan atau memberikan pertimbangan mengenai pencapaian suatu indikator. Kesimpulan atau pertimbangan itu dapat dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut (Agung, 2013:75):

(19)

commit to user

BT: Belum Terlihat (Apabila siswa belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator).

MT: Mulai Terlihat (Apabila siswa sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator namun belum konsisten).

MB: Mulai Berkembang (Apabila siswa sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten).

MK: Membudaya (Apabila siswa terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten).

Pernyataan kualitatif di atas dapat digunakan ketika peneliti melakukan penilaian pada setiap kegiatan belajar sehingga peneliti memperoleh profil siswa terkait nilai yang dikembangkan.Cara lain untuk menilai karakter dapat dilakukan dengan skala sikap model Likert, yakni memberikan pertanyaan atau pernyataan kepada siswa, dan siswa diharapkan memberikan jawaban atau pernyataan dengan memberikan tanda centang (√). Setiap pertanyaan atau pernyataan yang memiliki jawaban paling positif atau sangat setuju diberikan skor 5, kemudian setuju diberikan skor 4, ragu-ragu diberikan skor 3, tidak setuju diberikan skor 2, dan sangat tidak setuju diberikan skor 1. Sebaliknya untuk pertanyaan atau pernyataan yang memiliki jawaban paling negatif atau sangat setuju diberikan skor 1, kemudian setuju diberikan skor 2, ragu- ragu diberikan skor 3, tidak setuju diberikan skor 4, dan sangat tidak setuju diberikan skor 5 (Azwar, 2011: 66). Pada penelitian ini, peneliti memilih menggunakan model penilaian karakter dengan skala sikap likert.

(20)

commit to user

3. Konsep Akuntansi Perusahaan Jasa dan Penyusunan Laporan Keuangan Perusahaan Jasa

a. Konsep Perusahaan Jasa

Menurut Ismawanto (2007: 149) perusahaan jasa adalah perusahaan yang kegiatan operasinya menjual dan membeli jasa kepada pihak lain atau masyarakat.Ciri-ciri perusahaan jasa diantaranya adalah sebagai berikut: 1) kegiatannya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat, 2) pendapatnnya berasal dari menjual jasa, 3) tidak terdapat perhitungan harga pokok penjualan, 4) laba atau rugi diperoleh dengan membandingkan besarnya jumlah pendapatan dengan besarnya jumlah beban, baik beban usaha maupun beban di luar usaha. Menurut Yulius (2011: 1) perusahaan jasa adalah sebuah badan usaha yang bergerak secara utama dalam penyampaian jasa pada konsumen dan tidak memproduksi barang secara langsung terhadap konsumen.

b. Siklus Akuntansi Perusahaan Jasa

Secara ringkas proses akuntansi perusahaan jasa dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Siklus Akuntansi Perusahaan Jasa (Sumber: Ismawanto, 2007: 129) Tahap pencatatan

Jurnal

Posting/Buku besar

Tahap pengikhtisaran

Neraca saldo

Jurnal penutup

Jurnal pembalik Neraca saldo setelah

penyesuaian

Tahap pelaporan

Penyusunan laporan keuangan

Analisis laporan keuangan Dokumen sumber

Jurnal penyesuaian dan kertas kerja

(21)

commit to user

c. Unsur-Unsur Dalam Tahap Pencatatan dan Tahap Pengikhtisaran 1. Jurnal

Jurnal adalah pencatatan tentang pendebitan dan pengkreditan secara kronologis dari transaksi keuangan beserta penjelasan yang diperlukan. Bentuk jurnal dalam akuntansi perusahaan jasa ada dua yakni sebagai berikut:

a) Jurnal khusus, sebuah jurnal yang melakukan pencatatan transaksi sejenis yang terjadi berulangkali sehingga harus disediakan kolom-kolom khusus untuk melakukan pencatatan.

b) Jurnal umum, jurnal yang mencatat semua jenis transaksi, kecuali transaksi yang sudah tercatat dalam jurnal khusus (Ismawanto, 2007: 175).

2. Buku besar

Buku besar merupakan ringkasan data yang sudah dikelompokkan dalam jurnal. Buku besar merupakan catatan akuntansi terakhir yang berfungsi sebagai tempat mencatat perubahan aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, dan beban sebagai akibat adanya transaksi keuangan (Ismawanto, 2007: 177-178).

3. Neraca saldo

Neraca saldo adalah laporan tentang saldo-saldo semua perkiraan yang terdapat pada buku besar. Jumlah angka yang terdapat dalam neraca saldo merupakan saldo normal tiap perkiraan buku besar.

4. Jurnal penyesuaian

Jurnal penyesuaian adalah penyesuaian mengenai catatan atau fakta yang sesungguhnya terjadi pada akhir periode. Jurnal penyesuaian disusun berdasarkan data dari neraca saldo dan data penyesuaian akhir tahun. Tujuan dari dibuatnya jurnal penyesuaian adalah agar setiap perkiraan akun riil, khususnya perkiraan aset dan liabilitas pada akhir periode menunjukkan jumlah yang sesungguhnya, dan agar setiap akun nominal, yaitu perkiraan

(22)

commit to user

pendapatan dan beban pada akhir periode menunjukkan besarnya pendapatan dan beban yang harus diakui (Ismawanto, 2007: 192).

5. Kertas kerja

Kertas kerja atau neraca lajur adalah suatu kertas kerja yang berisi kolom-kolom yang berguna untuk menghimpun semua data akuntansi yang dibutuhkan pada saat perusahaan akan menyusun laporan keuangan secara sistematis (Ismawanto, 2007: 195-196).

6. Jurnal penutup

Jurnal penutup adalah ayat jurnal yang digunakan untuk membuat perkiraan sementara (perkiraan nominal dan prive) memiliki saldo nol sehingga perusahaan mengetahui laba atau rugi usaha selama satu periode (Ismawanto, 2007: 169-214).

7. Neraca saldo setelah penutupan

Neraca saldo setelah penutupan adalah suatu daftar yang berisi saldo-saldo rekening buku besar setelah perusahaan melakukan penutupan buku, yaitu supaya aset, liabilitas, dan ekuitas selalu dalam keadaan seimbang, sebelum perusahaan memulai pencatatan pada tahun atau periode berikutnya (Ismawanto, 2007: 207).

8. Jurnal pembalik

Jurnal pembalik merupakan kebalikan dari jurnal penyesuaian yang dilakukan pada awal periode berikutnya. Tujuan dari pembuatan jurnal pembalik adalah untuk menyederhanakan pembuatan jurnal yang bersangkutan dengan periode akuntansi berikutnya (Ismawanto, 2007: 213-214).

d. Unsur-Unsur Laporan Keuangan Perusahaan Jasa 1. Laporan laba-rugi

Laporan laba rugi adalah laporan yang secara sistematis menyajikan hasil usaha perusahaan dalam rentang waktu tertentu.

Laporan tersebut menyajikan pendapatan selama satu periode dan

(23)

commit to user

biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut pada periode yang sama (Sugiri dan Riyono, 2008: 23-24).

2. Laporan perubahan ekuitas

Laporan perubahan ekuitas adalah laporan keuangan yang secara sistematis menyampaikan informasi mengenai perubahan ekuitas perusahaan akibat kegiatan operasional perusahaan dan transaksi dengan pemilik dalam satu periode akuntansi tertentu (Sugiri dan Riyono, 2008: 30-31).

3. Laporan posisi keuangan

Laporan posisi keuangan adalah laporan yang secara sistematis menyajikan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu saat (tanggal tertentu). Tujuan dibuatnya laporan ini agar dapat menyajikan informasi mengenai aset, liabilitas, dan ekuitas yang dapat dipercaya (Sugiri dan Riyono, 2008: 35-36).

4. Laporan arus kas

Laporan arus kas adalah laporan yang menyajikan aliran kas secara sistematis berkaitan dengan informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode akuntansni tertentu (Sugiri dan Riyono, 2008: 42-44).

4. Peranan Media Pembelajaran Dalam Pembentukan Karakter

Pembelajaran dikatakan sebagai sistem karena di dalamnya mengandung komponen yang saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Komponen-komponen tersebut meliputi tujuan, materi, metode, media, dan evaluasi. Masing-masing komponen saling berkaitan erat sebagai satu kesatuan (Susilana & Riyana, 2009: 5).

Proses perancangan pembelajaran selalu diawali dengan perumusan kompetensi dasar sebagai pengembangan dari kompetensi inti. Usaha untuk menunjang pencapaian tujuan pembelajaran dibantu oleh penggunaan media pembelajaran yang tepat dan sesuai karakteristik komponen penggunanya.

Secara umum media pembelajaran berfungsi untuk memperjelas pesan yang

(24)

commit to user

akan disampaikan kepada siswa agar tidak terlalu verbalistis, mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, menimbulkan gairah belajar (Susilana & Riyana, 2009: 9). Selain itu, media pembelajaran sebagai penyampaian pesan pembelajaran agar lebih terstandar, pembelajaran lebih interaktif dan menarik, kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan, dan meningkatkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses pembelajaran.

Penerapan kurikulum 2013 saat ini memiliki ciri yakni adanya muatan pendidikan karakter di setiap mata pelajaran. Dalam pelaksanaannya proses penanaman atau internalisasi nilai-nilai karakter dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik melalui metode pembelajaran, media pembelajaran, peraturan yang dibuat oleh sekolah, kegiatan ekstrakulikuler, ataupun kegiatan-kegiatan lainnya yang dilaksanakan oleh sekolah. Multimedia bermuatan pendidikan karakter merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengajarkan pendidikan karakter juga dapat mengasah kecerdasan emosional siswa. Melalui media ini, guru akan lebih mudah mengajarkan pendidikan moral dan melatih siswa mengenali emosi dengan cara yang menyenangkan dan pesan dapat tersampaikan dengan baik (Saraswati, Marhaen, & Suarni, 2014: 3).

Pendidikan bermuatan karakter juga sama pentingnya seperti kecerdasan emosi yang harus diasah sejak dini. Pendidikan karakter membentuk anak menjadi pribadi yang baik, mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bertanggung jawab, jujur, sopan santun, dan karakter mulia lainnya. Menurut Suyanto (2010) pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, akan menjadikan anak cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal yang penting dalam mempersiapkan masa depan, karena anak akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Melalui media pembelajaran bermuatan pendidikan karakter, anak bisa dengan mudah mendapatkan pembelajaran mengenai karakter atau moral melalui cara yang menyenangkan karena, disertai video penjelasan dan contoh-contoh kasus. Penggunaan media pembelajaran bermuatan pendidikan

(25)

commit to user

karakter pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu dalam penyampaian pesan dan isi pelajaran serta memberikan makna yang lebih dari proses pembelajaran sehingga memotivasi peserta didik meningkatkan proses belajarnya (Saraswati, Marhaen, & Suarni, 2014: 5).

5. Desain E-module Terintegrasi Nilai Karakter

Menurut Lickona (2002: 1) pendidikan karakter adalah usaha untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti. Hasil dari proses pendidikan ini akan terlihat dalam tindakan nyata seseorang melalui perbuatan baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain, bekerja keras, dan lain-lain. Pendapat lainnya mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk menjadikan seseorang memiliki nilai-nilai kehidupan serta melaksanakan nilai-nilai tersebut sehingga berdampak baik bagi kehidupan serta lingkungannya. (Putra, 2016; Megawangi, 2007; Fakry, 2010).

Permasalahan serius yang saat ini dihadapi oleh bangsa kita adalah sistem pendidikan yang berorientasi pada pengembangan aspek kognitif dan kurang memperhatikan aspek psikomotorik juga afektif. Usaha untuk menanamkan budi pekerti juga ternyata mengalami kendala yaitu hanya sebatas memberikan pemahaman tanpa disertai praktik. Pembentukan karakter seharusnya dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan disertai dengan pengetahuan akan pendidikan karakter itu sendiri serta tindakan nyata dari siswa untuk melakukan karakter-karakter tersebut. MenurutNgamanken (2014: 85) pendidikan karakter penting untuk dilakukan karena pendidikan karakter berpengaruh pada kebahagiaan individu, kebahagiaan keluarga, dan kebahagiaan bangsa atau negara.Menurut Sahroni(2017: 119) pendidikan karakter penting untuk dilakukan karena dapat mengembangkan potensi dasar peserta didik sehingga ia tumbuh menjadi orang yang berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik. Selain itu juga pendidikan karakter dapat memperkuat masyarakat Indonesia yang multikultural dan meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif. Sedangkan Hudd (2010: 272) mengatakan

(26)

commit to user

bahwa pilar-pilar karakter rasa hormat, tanggung jawab, kepedulian, dan kepercayaan yang diberikan pada saat usia sekolah dasar berkontribusi besar bagi diri siswa pada saat menginjak usia remaja. Lickona (2002: 1-12) menyatakan pendidikan karakter harus dilaksanakan karena:

a. Merupakan cara terbaik untuk menjamin siswa untuk memiliki kepribadian yang baik dalam hidupnya

b. Merupakan cara untuk meningkatkan prestasi akademik c. Tidak semua siswa dapat membentuk karakter diri yang kuat

d. Melatih siswa untuk dapat hidup berdampingan dan saling menghormati satu sama lain

e. Mengatasi masalah-masalah moral sosial seperti ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, etos kerja atau belajar yang rendah

f. Memperispakan siswa untuk memasuki dunia kerja

g. Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari kerja peradaban Menurut Zuriah (2008: 74-78) ada empat model pendidikan karakter yang dapat dikembangkan disebuah lembaga pendidikan, yaitu:

a. Model Otonomi

Pada model ini, pendidikan karakter berdiri sendiri sebagai sebuah mata pelajaran. Sebagai sebuah mata pelajaran tersendiri maka terdapat Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), metodologi, bahan ajar, serta evaluasi. Namun dengan pendekatan formal dan struktural kurikulum dikhawatirkan model ini lebih banyak menyentuh aspek kognitif dan tidak sampai pada aspek afektif dan perilaku. Selain itu juga model ini seperti menciptakan pandangan bahwa tanggung jawab untuk membentuk karakter siswa adalah tanggung jawab guru mata pelajaran pendidikan karakter saja.

b. Model Integrasi

Pada model ini, pendidikan karakter terintegrasi dengan seluruh mata pelajaran sehingga ada paradigma bahwa seluruh guru adalah pengajar pendidikan karakter. Dengan model ini maka penanaman nilai-nilai

(27)

commit to user

karakter adalah tanggung jawab bersama seluruh komponen sekolah.

Model ini dipandang lebih efektif dibanding dengan model pertama, namun guru dituntut untuk siap menjadi teladan. Selain itu, model ini juga menuntut kreatifitas dan keberanian guru dalam menyusun dan mengembangkan silabus serta RPP.

c. Model Ekstrakurikuler

Model ini menawarkan pelaksanaan pendidikan karakter melalui kegiatan di luar jam sekolah. Kelebihan dari model ini adalah siswa mendapatkan pengalaman konkret melalui kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.

Keterlibatan siswa dalam mencari dan menemukan nilai-nilai kehidupan akan memberikan pengalaman tersendiri bagi siswa.

d. Model Kolaborasi

Model terakhir merupakan model kolaborasi dari ketiga model di atas.

Pada model ini selain diposisikan sebagai mata pelajaran, pendidikan karakter dimaknai sebagai tanggung jawab bersama seluruh komponen sekolah. Maka dari itu semua mata pelajaran harus berkontribusi dalam pembentukan karakter. Sekolah mendukung terjadinya proses pembentukan karakter sehingga berbagai kegiatan yang diselenggarakan membawa siswa dalam pengalaman konkrit penerapan karakter.

Menurut Murtini (2016: 340), proses pembentukan karakter siswa dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan siswa. Salah satu pembiasaan di dalam kelas adalah melalui pemanfaatan media pembelajaran yang terintegrasi dengan nilai karakter. Media pembelajaran adalah alat bantu untuk menyampaikan pesan-pesan pembelajaran (Sadiman, 2011; Sudjana, 2009; Arsyad, 2011). Agar pesan-pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh siswa, maka terlebih dahulu siswa harus tertarik untuk menggunakan media pembelajaran tersebut. Penggunaan media pembelajaran yang inovatif, interaktif, dan menyenangkan akan dapat menarik minat siswa dalam belajar dan meningkatkan (Gan, Menkhoff, dan Smith, 2015: 655).

(28)

commit to user

E-module merupakan sebuah modul berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang bersifat interaktif karena memungkinkan menampilkan gambar, audio, video, dan juga animasi (Mahayukti, 2013:

266). Menurut Kim, Pederson, dan Balwind (2011: 214) penggunaan E- moduledi dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan pengetahuan siswa, selain itu juga E-moduleini mudah untuk digunakan sehingga siswa puas dalam menggunakannya. Selain dapat meningkatkan pengetahuan siswa, penggunaan E-modulejuga dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menggunakan teknologi dan informasi (Pummawan, 2007: 107).

Penggunaan E-moduledi dalam pembelajaran akuntansi merupakan suatu inovasi baru. Melalui penggunaan E-module, materi akuntansi yang dirasa sulit serta membosankan akan disajikan dengan menggunakan gambar serta video sehingga memudahkan siswa untuk memahaminya. Salah satu materi yang dianggap sulit dan membosankan oleh siswa adalah materi menyusun laporan keuangan perusahaan jasa. Materi ini menuntut siswa untuk teliti karena menyusun laporan keuangan harus sistematis, maka kesalahan kecil dalam pengerjaannya akan mempengaruhi hasil pekerjaan lainnya. Sebagian siswa mungkin tertantang untuk mengerjakan laporan keuangan sampai tuntas, tetapi tak jarang pula siswa menjadi malas dan tidak bersemangat dalam mengerjakannya. Ciri khas dari materi ini sendiri adalah menuntut siswa untuk teliti, disiplin, dan bekerja keras dalam menyusun laporan keuangan. Ketika siswa mampu menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya walaupun tugas itu terasa sulit, maka dapat dikatakan ia sudah bertanggung jawab di dalam pembelajaran. Selain itu, di dalam praktiknya seorang manager keuangan harus membuat laporan keuangan dengan benar, sesuai dengan data yang ada sehingga laporan yang dihasilkannya dapat dipergunakan oleh semua pihak dan dapat dipertanggung jawabkan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka nilai-nilai karakter dapat dikembangakan melalui pembelajaran akuntansi khususnya pada materi menyusun laporan keuangan perusahaan jasa. Terkandung nilai disiplin, teliti, bekerja keras, bertanggung jawab, dan jujur yang dapat dikembangkan dan

(29)

commit to user

dimasukkan di dalam media pembelajaran yang digunakan. Pengembangan E- moduleakuntansi perusahaan jasa terintegrasi nilai karakter dapat menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai karakter. E-moduleyang dikembangkan didesain sedemikian rupa agar memungkinkan siswa untuk mempraktikkan nilai-nilai karakter khususnya tanggung jawab dan jujur. Terdapat video penjelasan materi dan juga video terkait nilai karakter yang dikembangkan, selain itu terdapat contoh kasus perusahaan yang melakukan kecurangan dalam membuat laporan keuangan dan siswa diminta untuk menganalisis kasus tersebut, strategi pembelajaran yang digunakan membiasakan siswa untuk speak by data, melatih siswa bertanggung jawab melalui diskusi kelompokdan pemberian tugas.

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa kajian penelitian relevan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu:

1. Penelitian oleh Diane Sloan, Elizabeth Porter, Karen Robins, dan Karen McCourt (2014) dengan judul Using E-Learning To Support International Students’ Dissertation Preparationmenunjukkan bahwa e-learning merupakan sebuah alat belajar mandiri yang membantu mahasiswa internasional untuk lebih memahami isi, struktur, perencanaan, serta penulisan disertasi.

2. Penelitian oleh Benjamin Gan, Thomas Menkhoff, dan Richard Smith (2015) dengan judul Enhancing Students’ Learning Process Through Interactive Digital Media: New Opportunities For Collaborative Learningmenunjukkan bahwa media pembelajaran interaktif efektif digunakan dalam proses pembelajaran serta dapat membantu siswa mempersiapkan tantangan berkarir pada masa depan.

3. Penelitian oleh Gurmak Singh dan Harvey Worton (2005) dengan judul A Study Into The Effect of E-learning memiliki manfaat yang cukup besar untuk siswa dan guru. Bagi siswa, pembelajaran menggunakan e-learning dapat memberikan inovasi pembelajaran bagi siswa sehingga dapat belajar secara mandiri di luar pembelajaran kelas. Sedangkan bagi guru, dengan adanya e-

(30)

commit to user

learning diharapkan guru akan menjadi lebih professional dalam bekerja dan mengembangkan kemampuan teknologi yang dimiliki.

4. Penelitian oleh Fan-Ray Kuo dan Nian Shing Chen (2014) dengan judul A Creative Thinking Approach To Enhacing The Web Based Problem Solving Performance of University Students menyelidiki mengenai pembelajaran berbasis online dengan pembelajaran secara konvensional. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa siswa yang menggunakan pembelajaran berbasis online memiliki tingkat menyelesaikan masalah yang lebih tinggi dibanding dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

5. Matias, A. dan Wolf, D. F. (2015) dalam artikelnya yang berjudul Online Courses Through the Use of Mobile Technology yang diterbitkan oleh Technologies in Higher Education mengemukakan bahwa melalui pendekatan ini cocok diterapkan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa dan termasuk dalam pembelajaran kontrutivisme karena siswa belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri. Pada saat yang sama, mendorong semangat siswa dalam kegiatan belajar.

6. Debalina Sengupta, Yinlun Huang, Cliff I. Davidson, Thomas F. Edgar, Mario Eden, dan Mahmoud El-Halwagi (2017) pada artikelnya yang berjudul Using Module Based Learning Methods To Introduce Sustainable Manufacturing In Engineering Curriculummenyatakan bahwa pembelajaran menggunakan modul terbukti efektif untuk memperkenalkan mata pelajaran manufaktur berkelanjutan.

7. Woo, T. K. (2011) dalam artikelnya yang berjudul Developing Quality Learning Materials for Effective Teaching and Learning in an ODL Environment: Making The Jump From Print Modules To Online Modules yang diterbitkan oleh Asian Association of Open Universities Journal menjelaskan bahwa modul html ini lebih memuaskan dan memperkaya pengalaman belajar siswa dibandingkan modul cetak, selain itu adanya modul html juga diharapkan dapat menyempurnakan pembelajaran online.

8. Penelitian oleh Orus, Barles, Belanche, Casalo, Fraj, dan Gurrea (2016) dalam artikelnya yang berjudul The Effects of Learner-Generated Videos for Youtube

(31)

commit to user

on Learning Outcomes and Satisfaction. Penelitian ini melakukan inovasi dalam pembelajaran dengan menggunakan youtube sebagai salah satu sumber belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan video pembelajaran yang berasal dari youtube memberikan hasil yang positif terhadap hasil belajar dan kepuasan siswa.

9. Penelitian oleh Jeno, Grytnes, Vigdis, dan Vandvick (2017) dalam artikelnya yang berjudul The Effect of A Mobile Application Tool on Biology Students’

Motivation and Achievement in Species Identification: A Self Determination Theory Perspective. Pengembangan media pembelajaran berupa aplikasi mobile pada pembelajaran biologi memberikan dampak yang positif bagi siswa. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan aplikasi mobile dalam pembelajaran memberikan motivasi dan prestasi belajar yang lebih tinggi dibanding menggunakan buku teks.

10. Hye Jeong Kim, Susan Pederson, dan Moira Baldwin (2011) dalam artikelnya yang berjudul Improving User Satisfaction Via A Case-Enhanced E-Learning Environmentmenunjukkan bahwa penggunaan E-module berbasis masalah dapat meningkatkan pengetahuan siswa, mudah dalam menggunakannya dan siswa merasa puas atas penggunaanE-module tersebut.

11. Pummawan (2007) dalam artikelnya yang berjudul The Development of an E- Learning Module On The Sandy Shores Ecosystem For Grade 8 Seconday Student. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa e-learning module pada materi ekosistem pantai berpasir efektif dan dapat digunakan untuk siswa kelas 8 SMP, serta e-learning module menjadi salah satu sarana membina pengembangan kemampuan kognitif dan keterampilan ICT.

12. Penelitian yang dilakukan oleh Wolfgang Althof dan Berkowitz (2012) yang mengungkapkan bahwa pendidikan karakter lebih fokus pada konsep moral, tata krama, dan kesopanan. Sedangkan pendidikan kewarganegaraan lebih pada politik, pemerintahan dan sosial kehidupan. Keterampilan dalam pendidikan karakter dapat digunakan pada pendidikan kewarganegaraan sebagai keterampilan umum manajemen diri dan kompetensi sosial yang dibutuhkan pada kehidupan masyarakat.

(32)

commit to user

13. Penelitian oleh Nevien Mattar dan Rania Khalil (2011) berjudul Character Education Seeking the Best of the Both Worlds: A Study of Cultural Identity and Leadership in Egypt. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan karakter dengan perubahan tingkah laku. Studi ini menyelidiki bagaimana teori-teori pendidikan karakter dimasukkan ke dalam kurikulum dan diimplementasikan pada sebuah sekolah swasta di Kairo, Mesir. Berdasarkan pengimplementasian tersebut dihasilkan konsep identitas budaya yang kuat, perolehan pengetahuan akademik, pencapaian keterampilan yang unggul, dan pembentukan karakter serta perilaku.

14. Penelitian oleh Fathur Rokhman, Ahmad Syaifudin, dan Yuliati (2014) berjudul Character Education for Golden Generation 2045 (National Character Building for Indonesian Golden Years). Pendidikan dianggap sebagai sarana dalam mempersiapkan karakter baik manusia. Selain itu pendidikan juga sebagai tempat untuk mempersiapkan agen perubahan bangsa yang membawa kesejahteraan bagi orang lain dan negara. Institusi pendidikan tidak hanya sebagai tempat untuk mentransfer ilmu, tetapi lebih dari itu.

Institusi pendidikan juga sebagai tempat untuk membentuk sikap, perilaku, karakter, dan kepemimpinan. Maka dari itu pemerintah memasukkan nilai-nilai karakter bangsa di dalam pendidikan dalam rangka pembentukan karakter bangsa.

15. Penelitian oleh Hing-Keung Ma (2009) berjudul Moral Development and Moral Education: An Integrated Approach. Memadukan aspek afektif dan aspek kognitif dalam perkembangan moral melalui pendekatan yang terintegrasi akan menghasilkan suatu program pendidikan moral holistik untuk jenjang sekolah dasar, sekolah menengah, dan juga perguruan tinggi. Terdapat sepuluh karakter moral yang dianggap penting sehingga guru, orang tua, dan lingkungan perlu membantu anak untuk mengembangkan karakter tersebut.

Kesepuluh karakter tersebut adalah kemanusiaan, kecerdasan, keberanian, hati nurani, otonomi, hormat, tanggung jawab, kewajaran, kesetiaan, dan kerendahan hati.

(33)

commit to user

16. Penelitian oleh Jamie Koss dengan judul Academic Dishonesty Among Adolescents (2011) menyatakan bahwa ketidakjujuran akademik atau kecurangan akademik terjadi akibat adanya tekanan dari orang tua kepada anaknya untuk mendapatkan nilai yang bagus, pengaruh dari teman sebaya, serta rasa tidak percaya diri atas kemampuan yang dimiliki. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memerangi ketidakjujuran akademik atau kecurangan akademik adalah dengan menerapkan pelajaran pendidikan karakter.

17. Penelitian oleh Paris S.Strom dan Robert D. Strom dengan judul Cheating In Middle School and High School (2007) juga setuju bahwa alasan utama seorang anak melakukan kecurangan akademik adalah karena para orang tua terobsesi anak mereka memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada teman di kelasnya. Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut ialah dengan memberlakukan kurikulum yang menekankan pada kejujuran.

18. Penelitian oleh M. Khusniati dengan judul pendidikan karakter melalui pembelajaran IPA (2012) menyatakan bahwa penilaian autentik dalam pembelajaran dapat mengembangkan berbagai karakter diantaranya kejujuran, tanggung jawab, menghargai karya dan prestasi orang lain, kedisiplinan, dan cinta ilmu.

19. Penelitian yang dilakukan oleh Jaya, Sadia, dan Arnyana (2014) berjudul Pengembangan Perangkat Pembelajaran Biologi Bermuatan Pendidikan Karakter Dengan Setting Guide Inquiry untuk Meningkatkan Karakter dan Hasil Belajar Siswa SMP. Penelitian menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran berupa silabus, RPP, LKS, bahan ajar, dan instrumen penilaian yang bermuatan pendidikan karakter efektif untuk meningkatkan karakter dan hasil belajar siswa.

20. Penelitian yang dilakukan oleh Heru Edi Kurniawan, Sarwanto, dan Cari (2013) yang berjudul Pengembangan Modul IPA SMP Berbasis Problem Based Learning Terintegrasi Pendidikan Karakter Pada Materi Getaran dan Gelombang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pencapaian afektif yang signifikan. Karakter yang dikembangkan di dalam

(34)

commit to user

penelitian ini adalah jujur, rasa ingin tahu, gemar membaca, kreatif, kerja keras dan disiplin. Pencapaian indikator afektif yang paling tinggi ialah aspek jujur

(35)

commit to user

Gambar 2.3 Alur Kerangka Berpikir Penelitian Media Pembelajaran

Briggs (1977) Media

pembelajaran merupakan sarana fisik untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran

Pendidikan Karakter Lickona (1991) Pendidikan karakter adalah usaha untuk membantu seseorang sehingga dapat memahami,

memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti

Media Pembelajaran Terintegrasi Nilai

Karakter

Kesuma, Trianta, Permana (2012) Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran

Dianti (2014) Karakter siswa secara tidak langsung dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran yang didukung dengan penggunaan metode, media, dan sumber pembelajaran

Murtini (2016) Intensitas penggunaan media pembelajaran bermuatan pendidikan karakter secara terus menerus akan membentuk karakter siswa

Peningkatan kejujuran dan tanggung jawab siswa melalui penggunaan media

pembelajaran bermuatan pendidikan karakter

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian Wahyunie et al (2012) menunjukkan bahwa ketahanan penetrasi pada sistem olah tanah intensif lebih keras jika dibandingkan dengan penerapan olah tanah

TUHAN membuat perjanjian yang indah dengannya yang mencakup janji-janji penting berikut: suatu negeri – yaitu, negeri Kanaan; bangsa yang besar – yaitu, bangsa Yahudi;

Because experimental class has mean of posttest score higher than control class’s posttest score, therefore concluded that viewed from all aspects of critical thinking

Daftar kata stopword yaitu kumpulan seluruh kata-kata yang sering muncul dan tidak memiliki arti yang disimpan dalam bank kata khusus stopword yang terdiri dari 810

Pengujian ekstrak larut etanol daun tapak liman (Elephantopus scaber L.) secara KLT-Bioautografi memberikan efek pada bakteri Escherichia-coli, Pseudomonas aeruginosa,

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan fisik motorik kasar anak usia 5-6 tahun di TK Negeri Pembina 1 P ekanbaru yang dilihat dari aspek

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui rata-rata hasil belajar matematika peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif TAI dengan

Salah satu cara untuk meningkatkan nilai jual produk pertanian di Kabupaten Malang adalah dengan membuat sistem rantai pasok yang dapat meminimalkan biaya distribusi