• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi peresapan obat antihipertensi antara pasien umum dan pasien peserta askes di instalasi rawat jalan RSUP. DR. Sardjito Yogyakarta bulan Januari-Juni 2008 tahun ajaran 2009/2010 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi peresapan obat antihipertensi antara pasien umum dan pasien peserta askes di instalasi rawat jalan RSUP. DR. Sardjito Yogyakarta bulan Januari-Juni 2008 tahun ajaran 2009/2010 - USD Repository"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PERESEPAN OBAT ANTIHIPERTENSI ANTARA PASIEN

UMUM DAN PASIEN PESERTA ASKES DI INSTALASI RAWAT JALAN

RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BULAN JANUARI-JUNI 2008

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Rillya Devita Sari

NIM : 058114161

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

EVALUASI PERESEPAN OBAT ANTIHIPERTENSI ANTARA PASIEN

UMUM DAN PASIEN PESERTA ASKES DI INSTALASI RAWAT JALAN

RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BULAN JANUARI-JUNI 2008

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Rillya Devita Sari

NIM : 058114161

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

v

Rencana Indah tlah Kau siapkan

Bagi masa depanku yang penuh harapan…

Semua baik…semua baik..

Apa yang tlah Kau perbuat di dalam hidupku ..

Kau jadikan hidupku berarti..

(7)

vi

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia cinta dan

limpahan mukjizat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

yang berjudul

“Evaluasi Peresepan Obat Antihipertensi Antara Pasien Umum

dan Pasien Peserta ASKES di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Bulan Januari-Juni 2008” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih

kepada yang terhormat :

1.

Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta dan sebagai dosen penguji terimakasih atas waktu dan

kesempatan serta bimbingannya.

2.

Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt dan dr. Fenty, MKes., Sp.PK selaku dosen

pembimbing dan dosen penguji memberikan petunjuk, saran serta masukan

yang berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(8)

vii

4.

Pihak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah berkenan memberikan ijin

penelitian, memberikan kemudahan dan kelancaran dalam melakukan

penelitian.

5.

Keluarga tercinta, mamah tersayang, you’re the best mom, papah, rio dan silvi

keluarga terdekat selama di jogja, jason dan billy yang selalu memberi doa

dan semangat, i miss u all.

6.

Teman-teman tersayang yang setia mendukung dan memberikan semangat

dalam melaksanakan skripsi ini, teman-teman di kos “Canna eksklusif” mbak

Nur, Fani, Tara, Maya, Siska, Imel, Yesi, mbak Nana, Mbak Tinul, dll yang

selalu ada untukku. Presty, ina, shinta, tika teman seperjuangan yang cantik

dan baik, thanks for everything what we have done.

7.

Yang tersayang Ambrosius Brian yang selalu memberi semangat, cinta, dan

kasih sayang. Terimakasih atas dukungan dan bantuannya selama ini selama

mengambil data sampai skripsi ini selesai.

(9)
(10)

ix

INTISARI

Di Indonesia diperkirakan 30% penduduk dewasa menderita hipertensi

Peresepan obat antihipertensi yang kurang tepat dapat mengakibatkan tekanan darah

berubah drastis. Penulisan resep obat antihipertensi yang tidak sesuai dapat

merugikan pasien yang menggunakan obat antihipertensi sehingga perlu dievaluasi.

ASKES

menyelenggarakan jaminan pelayanan kesehatan berdasarkan sistem

managed care yaitu dibuat

ketentuan tentang penulisan resep obat yang hanya

dilakukan PKK dan termasuk dalam jaringan pelayanan, selain itu harus berdasarkan

pada standar atau formulasi obat yang telah ditetapkan. Tujuan penelitian ini adalah

mengevaluasi peresepan obat antihipertensi antara pasien umum dan pasien peserta

ASKES di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta bulan Januari-Juni

2008.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan

penelitian deskriptif evaluatif. Data yang digunakan adalah resep pasien rawat jalan

umum dan resep pasien peserta ASKES di Instalasi Farmasi RSUP Dr. Sardjito yang

diambil secara retrospektif untuk melihat jenis obat antihipertensi yang diresepkan

dalam tiap resep dan mengevaluasi kelengkapan resep. Data yang didapat disajikan

dalam bentuk tabel dan gambar disertai pembahasan.

Hasil evaluasi menunjukkan resep pasien rawat jalan yang berisi obat

antihipertensi terdiri dari 341 lembar resep umum (5,27%) dan 455 lembar resep

ASKES (5,31%). Obat antihipertensi yang diresepkan untuk pasien rawat jalan

meliputi golongan ACE

inhibitor,

calcium channel blocker,

angiotensin II reseptor

blocker, diuretik, α-blocker, β-blocker, dan agonis α

2

-pusat. Obat antihipertensi yang

paling banyak diresepkan adalah kombinasi antara captopril dan diuretik yaitu

29,03% pada pasien umum dan 30,32% pada pasien ASKES. Kelengkapan resep

yang paling sedikit dicantumkan pada resep umum dan resep ASKES yaitu umur

pasien. Informasi obat yang paling sedikit dicantumkan pada resep umum dan resep

ASKES yaitu bentuk sediaan dan waktu pemberian.

(11)

x

ABSTRACT

In Indonesia is estimated 30% adult resident to suffer hypertension.

Prescription of antihypertensive drug which is not accurate can result blood pressure

to change drastic. Incorrect prescribing of antihypertensive drugs can harm patient so

need to evaluate. ASKES carries out health service guarantee based on managed care

system. At this system has been made rule about drug prescribing, where this

prescribing only done by PKK which is including in service network, and must based

on at standard or formulation of drug which has been specified, retrieval of drug

recipe only at drug store which included in service network. sPurpose of this research

is evaluate prescribing of antihypertensive drugs between common patients and

ASKES patients at Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta January –

June 2008.

This research is non experimental with descriptive evaluative research. Data

applied is common outpatient recipe and ASKES recipe at Pharmacy Installation Dr.

Sardjito hospital taken retrospectively to see kind of antihypertensive drugs which

prescribed in every recipe and evaluates the completeness. Data presented into tables

and picture is accompanied by solution.

Result of evaluation shows outpatient prescription containing antihypertensive

drug consisted of 341 public prescription sheets ( 5,27%) and 455 prescription sheets

ASKES ( 5,31%). Antihypertensive drugs prescription for outpatient to cover faction

ACE inhibitor, calcium channel blocker, angiotensin II receptor blocker, diuretic, β-

blocker,

α- blocker, and central

α

2

-agonist. Antihypertensive drug which at most

prescription is combination between captopril and diuretic that is 29,03% at common

patient and 30,32% at patient ASKES. Completeness prescription that is rather

mentioned at common prescription and ASKES prescription is age of patient. Fewest

drug information mentioned at common prescription and prescription ASKES are

dosage form and time for use.

(12)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……….ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………..iii

HALAMAN PENGESAHAN………..iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………....v

PRAKATA ………...vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….viii

INTISARI………...ix

ABSTRACT………..x

DAFTAR ISI………xi

DAFTAR TABEL………...xv

DAFTAR GAMBAR………..xvi

DAFTAR LAMPIRAN………xviii

BAB I PENDAHULUAN………..1

(13)

xii

1.

Perumusan Masalah………..4

2.

Keaslian penelitian………4

3.

Manfaat penelitian………5

B.

Tujuan penelitian………....5

1.

Tujuan umum………5

2.

Tujuan khusus………...6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………7

A.

Resep………...7

B.

Hipertensi………..10

1.

Definisi………...10

2.

Etiologi………...11

3.

Patofisiologi………11

4.

Tujuan dan sasaran terapi………...13

5.

Strategi terapi………..13

C.

Obat antihipertensi………....17

1.

Diuretik………...17

2.

β

-blocker

……….18

3.

ACE

inhibitor

……….20

4.

Calcium channel blocker

………21

5.

α

-blocker

……….21

(14)

xiii

7.

Agonis

α

2-pusat………...23

D.

Pengobatan rasional………..23

E.

Keterangan empiris………...24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………25

A.

Jenis dan rancangan penelitian……….25

B.

Definisi operasional………..25

C.

Lokasi penelitian………...26

D.

Bahan penelitian………...27

E.

Jalannya penelitian………27

1.

Observasi situasi……….27

2.

Pengambilan data………27

F.

Pengolahan data………28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….29

A.

Tanggal penulisan……….34

B.

Identitas dokter ………...35

C.

Informasi obat ………..36

1.

Golongan ACE

inhibitor

………37

2.

Golongan

angiotensin II reseptor

blocker

………..39

3.

Golongan β

-blocker

………...40

(15)

xiv

5.

Golongan

diuretik

………..44

6.

Golongan lain………..46

D.

Tanda tangan/paraf dokter………48

E.

Identitas pasien……….48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………..50

A.

Kesimpulan………...50

B.

Saran……….51

DAFTAR PUSTAKA………..52

LAMPIRAN………57

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I.

Modifikasi Pola Hidup Dalam Penatalaksaan Hipertensi

Menurut JNC VII………...14

Tabel II. Panduan Pemberian Obat Antihipertensi Pada Pasien Dengan

Compelling Indications

Menurut JNC VII………15

Tabel III. Golongan Obat Antihipertensi yang Diresepkan

di RSUP Dr. Sardjito……….30

Tabel IV. Jenis Obat Antihipertensi Pada Tiap Resep Umum

dan Resep ASKES ………31

Tabel V. Tanggal Penulisan Resep Obat antihipertensi……….34

Tabel VI. Identitas Dokter Penulis Resep Obat Antihipertensi………...35

Tabel VII. Kelengkapan Identitas Pasien Pada Resep Umum dan

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Algoritma terapi antihipertensi berdasarkan JNC VII………...16

Gambar 2. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan ACE

Inhibitor

di Resep Umum………37

Gambar 3. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan ACE

Inhibitor

di Resep ASKES………38

Gambar 4. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan Angiotensin II

Reseptor

Blocker

di Resep Umum dan ASKES………39

Gambar 5. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan β

-blocker

di Resep Umum………40

Gambar 6. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan β

-blocker

di Resep ASKES………41

Gambar 7. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan

Calcium Channel Blocker

di Resep Umum………42

Gambar 8. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan

Calcium Channel Blocker

di Resep ASKES………43

Gambar 9. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan Diuretik

(18)

xvii

Gambar 10. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan Diuretik

di Resep ASKES………45

Gambar 11. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan α

-blocker

di Resep Umum dan ASKES ………46

Gambar 12. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan Agonis

α

2

-pusat

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Resep ASKES Bulan Januari-Juni 2008……….56

Lampiran 2. Data Resep Umum Bulan Januari-Juni 2008………...81

Lampiran 3. Surat Permohonan Ijin Penelitian ………...94

Lampiran 4. Lembar Konfirmasi Ijin Penelitian………..95

Lampiran 5. Lembar Pengantar Pengambilan Data Penelitian………96

(20)

1

A.

Latar Belakang

Seorang dokter diwajibkan untuk menggunakan tulisan yang jelas dan

lengkap ketika menuliskan resep. Faktor kebiasaan dan kadang didorong oleh

situasi yang mengkondisikan untuk terburu-buru dapat membuat tulisan dokter

dalam resep menjadi susah dibaca. Kebiasaan menulis resep yang tidak lengkap

atau tidak jelas maupun kebiasaan mentolerir ketidaklengkapan atau

ketidakjelasan tersebut tentunya sangat berisiko (Cohen, 1999).

Kesalahan yang terjadi pada pelayanan obat dengan resep dimulai dari

kesalahan penulisan resep hingga penggunaan obat oleh pasien. Contoh kesalahan

yang terjadi pada penulisan resep antara lain disebabkan karena ketidaklengkapan

penulisan resep. Penulisan resep yang tidak rasional dapat mengakibatkan

timbulnya masalah yang berkaitan dengan obat seperti dosis lebih, dosis kurang,

duplikasi, interaksi dan kontraindikasi. Masalah ini dapat mengakibatkan tujuan

terapi tidak tercapai, sebab itu perlu dilakukan evaluasi penulisan resep. Evaluasi

penulisan resep perlu dilakukan di rumah sakit karena penggunaan obat yang

(21)

rumah sakit. Intervensi apoteker dalam evaluasi penulisan resep dapat

mengurangi terjadinya kesalahan pengobatan (Bunyamin, 2009)

.

ASKES adalah perusahaan asuransi di bawah Departemen Kesehatan yang

menyelenggarakan jaminan pelayanan kesehatan bagi pesertanya berdasarkan

sistem

managed care.

Sebuah sistem yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan

dan pembiayaan. Keduanya saling terkait di dalam mewujudkan pemberian

pelayanan kesehatan yang tepat dan efisien, dengan pembiayaan yang terkendali.

Pada sistem

managed care

telah dibuat ketentuan-ketentuan di dalam pemberian

obat, dimana cara yang paling efektif berupa penetapan suatu standar atau

formularium obat yang meliputi suatu daftar dari produk obat-obatan yang akan

digunakan Pemberian Pelayanan Kesehatan (PKK).

Disamping penyusunan

standar obat, ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan berupa ketentuan tentang

penulisan resep obat, dimana penulisan ini hanya dilakukan PKK atau

provider

yang termasuk di dalam jaringan pelayanan, dan harus berdasarkan pada standar

atau formulasi obat yang telah ditetapkan, pengambilan resep obat hanya pada

apotek yang termasuk dalam jaringan pelayanan.

Angka penderita hipertensi semakin hari semakin meningkat, pada tahun

2000 sebanyak 972 juta (26%) orang dewasa di dunia menderita hipertensi.

Angka ini terus meningkat tajam, diprediksikan oleh WHO pada tahun 2025 nanti

sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia yang menderita hipertensi. Di

(22)

2006). Hipertensi tidak dapat disembuhkan namun tekanan darah penderita dapat

dijaga dalam batas normal, hal ini dapat mengakibatkan terapi hipertensi seumur

hidup. Hipertensi merupakan faktor risiko timbulnya penyakit kardiovaskuler dan

serebrovaskuler sehingga tidak sedikit penderita hipertensi kemudian menderita

komplikasi penyakit kardiovaskuler atau serebrovaskuler. Risiko ini dapat

dikurangi dengan pemberian obat antihipertensi yang sesuai dengan kebutuhan

pasien sehingga tekanan darah dapat terkontrol. Peresepan obat antihipertensi

yang kurang tepat dapat mengakibatkan tekanan darah berubah drastis yaitu

penurunan tekanan darah menjadi sangat rendah yang dapat membahayakan

(Mahanani, 2004).

RSUP Dr. Sardjito adalah rumah sakit umum kelas A memiliki visi

menjadi rumah sakit unggulan dalam bidang pelayanan, pendidikan, dan pelatihan

di kawasan Asia Tenggara tahun 2010 yang bertumpu pada kemandirian dan misi

memberikan pelayanan kesehatan (Anonim, 2004).

Peresepan yang tidak tepat

dapat merugikan dan berbahaya bagi pasien yang menggunakan obat

antihipertensi sehingga

melatarbelakangi perlunya dilakukan evaluasi peresepan

obat antihipertensi antara pasien umum dan pasien peserta ASKES di instalasi

(23)

1.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan umum dalam

penelitian ini adalah mengevaluasi peresepan obat antihipertensi antara pasien

umum dan pasien peserta ASKES di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta bulan Januari- Juni 2008. Hal-hal yang akan dievaluasi meliputi :

a.

Seperti apakah profil obat antihipertensi yang diresepkan pada resep

umum dan resep ASKES

b.

Bagaimana kelengkapan resep antara resep umum dan resep ASKES

berupa : tanggal penulisan,

inscriptio

(nama, nomor SIP, alamat dan

nomor telepon dokter),

prescriptio

(kekuatan obat, jumlah, dan bentuk

sediaan),

signatura

(aturan pakai, waktu dan cara pakai obat),

subcriptio

(tanda tangan/paraf dokter), dan identitas pasien (nama, umur, dan nomor

catatan medis)

2.

Keaslian Penelitian

Penelitian sejenis yang pernah dilakukan yaitu potensi

medication error

dalam resep anak di 10 apotek di kota Yogyakarta periode januari-maret 2005 dan

persepsi pembaca resep yang menanganinya (tinjauan aspek kelengkapan dan

kejelasan resep) (Pramudiarja, 2005), evaluasi peresepan obat antihipertensi pada

pasien hipertensi di instalasi rawat jalan rumah sakit panti rapih Yogyakarta : pola

(24)

pasien (Mahanani, 2004). Penelitian ini berbeda dalam hal waktu penelitian yaitu

Januari-Juni 2008, subyek penelitian yaitu lembar resep pasien umum dan pasien

peserta ASKES, lokasi penelitian yaitu RSUP Dr. Sardjito dan tujuan penelitian

yaitu mengevaluasi peresepan obat antihipertensi antara pasien umum dan pasien

peserta ASKES.

3.

Manfat Penelitian

a.

Manfaat teoritis

Dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu sumber

informasi yang berguna mengenai kelengkapan resep sebagai kelengkapan

administratif untuk menunjang pengembangan konsep pelayanan farmasi

klinik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

b.

Manfaat praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi tenaga

kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan medis terutama dalam hal

penggunaan obat antihipertensi.

B.

Tujuan Penelitian

1.

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi peresepan obat

antihipertensi antara pasien umum dan pasien peserta ASKES di Instalasi

(25)

2.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu :

a.

Mengetahui profil obat antihipertensi yang diresepkan pada resep

umum dan resep ASKES

b.

Mengetahui kelengkapan resep antara resep umum dan resep ASKES

berupa : tanggal penulisan,

inscriptio

(nama, nomor SIP, alamat dan

nomor telepon dokter),

prescriptio

(kekuatan obat, jumlah, dan bentuk

sediaan),

signatura

(aturan pakai, waktu dan cara pakai obat),

subcriptio

(tanda tangan/paraf dokter), dan identitas pasien (nama,

(26)

7

A.

Resep

Pengertian

resep

menurut

peraturan

Menteri

Kesehatan

No:

919/MenKes/PER/X/1993 adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi,

dokter hewan kepada apoteker pengelola apotek untuk menyediakan dan

menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku (Anonim, 2000).

Hal terpenting dalam menuliskan resep adalah bahwa tulisan harus jelas

sehingga mudah dimengerti. Penulisan resep yang menimbulkan ketidakjelasan,

keraguan, atau salah pengertian mengenai nama obat serta takaran yang harus

diberikan sedapat mungkin harus dihindari. Kebiasaan buruk dikalangan dokter

dalam menulis resep dengan tulisan yang tidak jelas kadang-kadang menyebabkan

pengobatan yang tidak efektif dan tidak aman (De Vries, 1994). Resep yang

lengkap terdiri atas nama dan alamt dokter serta nomor surat izin praktek, dan

dapat pula dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek, nama kota

serta tanggal resep itu harus ditulis oleh dokter; tanda R/, singkatan

recipe yang

berarti “harap ambil” (superscriptio); identitas penulis resep (inscriptio), inti

(27)

oleh penderita, umumnya ditulis dengan singkatan bahasa latin (aturan pakai

ditandai dengan signature, biasanya disingkat S); nama penderita di belakang kata

Pro; merupakan identifikasi penderita, dan sebaliknya dilengkapi dengan

alamatnya yang akan memudahkan penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat

pada penderita; serta tanda tangan atau paraf dokter atau dokter gigi atau dokter

hewan yang menuliskan resep tersebut (subscriptio) yang menjadikan suatu resep

itu otentik (Pramudiarja, 2005).

Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 juga mengatur bahwa

seorang apoteker wajib melakukan skrining resep yang antara lain meliputi

persyaratan administratif sebagai berikut : nama, nomor SIP dan alamat dokter;

tanggal penulisan resep; tanda tangan atau paraf dokter penulis resep; nama;

alamat; umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis,

jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas, dan informasi lainnya.

Kewajiban apoteker yang sehubungan dengan pelayanan resep adalah

memberitahukan kepada penulis resep jika menurutnya di dalam resep terdapat

kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat. Hal ini diatur dalam Permenkes

RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 pasal 16 memuat :

(28)

2.

Apabila dalam hal dimaksud ayat (1) karena pertimbangan tertentu dokter

penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakannya

secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep

(Hartini dan Sulasmono, 2007).

Suatu proses pengobatan dapat berhasil bila resepnya baik dan benar

(rasional). Resep yang baik harus ditulis lengkap dan jelas. Resep yang lengkap

menurut SK. Menkes RI No.26/Menkes/Per/1981, Bab III, pasal 10, memuat :

nama, alamat, dan nomor surat izin praktek dokter; tanggal penulisan resep; nama

setiap obat/komponen obat; tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep;

tanda tangan/paraf dokter penulis resep; tanda seru dan paraf dokter untuk resep

yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimum (Lestari,

2000).

(29)

telepon rumah atau telepon seluler. Informasi obat meliputi kekuatan obat,

jumlah, dan bentuk sediaan yang diinginkan. Resep dari rumah sakit biasanya

nama dokter ditulis tangan atau dalam bentuk stempel dan dalam beberapa resep

mencantumkan bagian pelayanan fungsional dokter penulis resep (Oetari dan

Rahmawati, 2002). Kekuatan obat adalah bilangan yang menyatakan jumlah zat

aktif dalam sediaan yang diminta dalam resep, jumlah obat adalah bilangan dalam

angka romawi yang menyatakan banyaknya obat yang harus diberikan, bentuk

sediaan adalah bentuk sediaan obat yang diberikan dapat berupa sediaan oral

ataupun parenteral (Winfield dan Richards, 2004).

B.

Hipertensi

1.

Definisi

(30)

2.

Etiologi

Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu primer

(esensial) dan sekunder.

a.

Hipertensi primer (esensial)

Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini.

Penyebab dari hipertensi ini tidak diketahui, tidak dapat disembuhkan, dan

hanya dapat dikontrol. Kemungkinan salah satu penyebabnya adalah

faktor genetik. Faktor genetik akan mempengaruhi keseimbangan sodium,

misalnya ekskresi aldosteron, dan angiotensinogen.

b.

Hipertensi sekunder

Kurang lebih 10% pasien terkena hipertensi tipe ini. Hipertensi ini

dapat disembuhkan karena penyebabnya dapat diketahui yaitu

comorbid

disease dan obat.

Comorbid disease adalah penyakit penyerta hipertensi.

Obat dapat memburuk hipertensi dengan meningkatkan tekanan darah,

misalnya kortikosteroid (Dipiro, 2005).

3.

Patofisiologi

(31)
(32)

4.

Tujuan dan sasaran terapi

Tujuan pengobatan hipertensi adalah mencegah terjadinya morbiditas dan

mortalitas kardiovaskuler akibat tekanan darah tinggi. Ini berarti tekanan darah

harus diturunkan hingga tidak mengganggu fungsi ginjal, otak, jantung, maupun

kualitas hidup, sambil mengendalikan faktor-faktor risiko kardiovaskuler lainnya

(Anonim, 2000). Pada JNC VII menyatakan sasaran tekanan darah yang ingin

dicapai untuk sebagian besar pasien kurang dari 140/90mmHg atau kurang dari

130/80mmHg untuk pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal kronis.

Pada umumnya obat-obat antihipertensi menurunkan tekanan darah dengan cara

mengurangi curah jantung atau menurunkan tekanan darah dengan menurunkan

resistensi perifer. Pada hipertensi sistolik dibutuhkan terapi obat yang efektif

menurunkan tekanan sistolik namun juga memperlihatkan tekanan diastolik

(Raharjo, 2001).

5.

Strategi terapi

(33)

hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non farmakologis dan

terapi farmakologis. Terapi non farmakologis dilakukan dengan modifikasi pola

hidup yang berguna untuk menurunkan tekanan darah pada pada penderita

hipertensi. Modifikasi pola hidup terbukti dapat menurunkan tekanan darah,

menambah efektif penggunaan obat antihipertensi, dan menurunkan risiko

kardiovaskuler. Modifikasi utama pola hidup yang dapat menurunkan tekanan

darah antara lain penurunan berat badan pada kasus obesitas, pengurangan asupan

kalium, asupan natrium, dan kalsium, melakukan kegiatan fisik seperti olahraga

ringan, dan mengurangi konsumsi alkohol (Chobanian, Bakris, Black, Cushman,

Green, Joseph, 2003).

Tabel I. Modifikasi Pola Hidup Dalam Penatalaksaan Hipertensi

Menurut JNC VII (Chobanian,

et al

., 2003)

Modifikasi Rekomendasi Perkiraan penurunan tekanan darah (mmHg)

Penurunan berat badan Menjaga berat badan normal (Body Mass Index 18,5-24,9 kg/m2)

5-20 per 10 kg penurunan berat badan

Pola makan Mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah kadar lemak

8-14

Kurangi asupan natrium Kurangi asupan natrium ≤ 2,4 gram perhari

2-8

Aktivitas fisik Olahraga teratur seperti aerobik ringan minimal 30 menit per hari

4-9

Kurangi alkohol Membatasi konsumsi alcohol, pada pria tidak lebih dari 30ml etanol perhari dan pada wanita tidak lebih

dari 15 etanol ml per hari

(34)

Prinsip pemberian obat antihipertensi adalah memberikan obat

antihipertensi mulai dengan dosis terendah obat bersangkutan yang masih efektif

menurunkan tekanan darah. Bila efek belum sesuai target dan ditoleransi baik

oleh pasien, dosis dapat dinaikkan. Kombinasi dengan obat antihipertensi

golongan lain diberikan bila tekanan darah masih tetap belum terkendali,

meskipun penurunan sudah bermakna. Kombinasi diberikan dengan dosis rendah

juga (Raharjo, 2001).

Tabel II. Panduan Pemberian Obat Antihipertensi Pada Pasien

Dengan

Compelling Indications

Menurut JNC VII (Chobanian

et al

., 2003)

Compelling

Indications

Antihipertensi yang direkomendasikan

Diuretik

ACE

Inhibitor

β

-blocker

Antagonis

reseptor

angiotensin

II

Antagonis

Ca

Antagonis

aldosteron

Gagal

jantung

-

Infark

miokard

-

-

-

Penyakit

koroner

-

-

Diabetes

mellitus

-

Ginjal

kronik

-

-

-

-

(35)

Gambar 1. Algoritma terapi antihipertensi berdasarkan JNC VII

(Chobanian,

et al

., 2003)

Modifikasi gaya hidup

Tidak mencapai sasaran terapi tekanan darah

(<140/90mmHg atau <130/80mmHg untuk pasien dengan

penyakit diabetes dan ginjal)

Terapi farmakologi

Hipertensi tanpa penyakit

tambahan

Hipertensi dengan

penyakit tambahan

Hipertensi tingkat 1

Umumnya menggunakan

diuretik jenis Thiazid

dapat dianjurkan ACEI,

ARB,

β-blocker

, CCB,

atau kombinasi

Hipertensi tingkat 2

Kombinasi 2 obat

(biasanya diuretic jenis

Thiazid dan ACEI atau

ARB atau CCB atau

β-blocker

)

Obat spesifik untuk

penyakit tambahan.

Obat antihipertensi lain

bila dibutuhkan (diuretic,

ARB, ACEI,

β-blocker

,

CCB)

Target tekanan darah tidak tercapai

Lakukan peningkatan dosis atau tambahan obat

antihipertensi hingga target tekanan darah tercapai,

(36)

C.

Obat Antihipertensi

Pemberian obat antihipertensi bila diperlukan maka obat antihipertensi

pilihan pertama adalah diuretik dengan dosis rendah. Meskipun demikian perlu

diketahui pemberian diuretik kurang bermanfaat pada pasien yang mengalami

gangguan ginjal. Bebarapa penelitian menunjukkan penggunaan β-blocker kurang

efektif.

β-blocker dengan dosis rendah dapat diresepkan pada kasus adanya

penyakit penyerta penyakit kardiovaskuler seperti angina atau aritmia. Pemberian

penghambat ACE

Inhibitor juga efektif dalam menurunkan tekanan darah.

Pemantauan atau monitoring selama pasien menggunakan obat ini perlu

dilakukan. Hal ini disebabkan karena adanya penurunan fungsi ginjal pada lanjut

usia yang dapat menyebabkan hipokalemia akibat penggunakan penghambat ACE

Inhibitor (Clarke and Hebron, 1999).

1.

Diuretik

(37)

mulai bekerja setelah 1 jam dan mempunyai jangka waktu kerja selama 8-12 jam.

Dosis yang sering dipakai adalah 25-50mg, 1-2 kali tiap hari (Katzung, 2001).

Diuretik tiazid sudah lama dikenal sebagai obat antihipertensi pilihan

pertama karena obat golongan ini terbukti memiliki potensi ketoksikan yang

rendah dan efektif menurunkan angka kejadian mortalitas akibat hipertensi. Saat

ini penggunaan diuretik sedang dinilai kembali karena efek samping yang

mungkin timbul. Penggunaan diuretik mengakibatkan aritmia intoleransi glukosa

dan dapat mengakibatkan impotensi pada pria. Meskipun demikian penggunaan

diuretik masih direkomendasikan sebagai obat pilihan pertama dalam terapi

hipertensi. Alasannya mungkin karena obat ini pada dosis yang rendah masih

efektif dan efek samping dapat dihindari. Diuretik tidak dianjurkan untuk

diresepkan pada pasien yang menderita diabetes, gout, dan hiperlipidemia (Clarke

and Hebron, 1999).

2.

β

-blocker

β-blocker merupakan antihipertensi yang efektif, tetapi mekanisme

kerjanya belum pasti. Obat-obat ini mengurangi curah jantung, mengubah

kepekaan reflex baroreseptor dan memblok adrenoreseptor perifer. Beberapa

β-blocker menekan sekresi renin plasma. Tekanan darah biasanya dapat

(38)

Efek samping obat ini dapat diperkirakan selain itu banyaknya pilihan

pada obat hipertensi golongan ini membuat

β-blocker sering digunakan sebagai

obat pilihan pertama khususnya pada kasus hipertensi dengan aritmia atau

ischaemic heart disease. Kontraindikasi pemakaian

β-blocker adalah obstruksi

saluran nafas (asma bronkial), penyakit pembuluh darah perifer, dan gagal

jantung (Raharjo, 2001).

Mekanisme antihipertensi obat ini adalah melalui penurunan curah jantung

dan penekanan sekresi renin. Obat golongan ini dibedakan dalam 2 jenis yaitu

yang menghambat reseptor

β

1 dan yang menghambat reseptor

β

1 dan

β

2.

Berdasarkan kelarutannya dalam air dan lemak

β-blocker dibedakan menjadi 2

golongan : golongan larut dalam lemak dan golongan yang lebih larut dalam air

dan dieliminasi melalui ginjal dan mempunyai waktu paruh lebih panjang yaitu

6-24jam, sehingga dapat diberikan satu kali sehari (Sausalit, Kapojos, Lubis, 2001).

Hasil studi

Comparison of Amlodipine vs Enalapril to Limit Occurrences

of Thrombosis (CAMELOT) menyimpulkan bahwa pasien yang diberikan

(39)

3.

ACE

Inhibitor

Mekanisme antihipertensi ACE Inhibitor adalah dengan cara mengurangi

pembentukan angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi

aldosteron. Penurunan sekresi aldosteron menyebabkan terjadinya ekskresi

natrium dan air, serta retensi kalium sehingga terjadi penurunan tekanan darah

pada penderita hipertensi esensial. Penurunan tekanan darah oleh ACE Inhibitor

disertai dengan penurunan resistensi perifer. Hambatan inaktivasi bradikinin oleh

ACE Inhibitor meningkatkan bradikinin dan prostaglandin vasodilator sehingga

meningkatkan vasodilatasi akibat hambatan pembentukan angiotensin II.

ACE

Inhibitor juga terlibat dalam degradasi bradikinin maka ACE

inhibitor menyebabkan peningkatan bradikinin, suatu vasodilator kuat dan

menstimulus pelepasan prostaglandin dan

nitric oxide. Peningkatan bradikinin

meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACE inhibitor, tetapi juga

bertanggungjawab terhadap efek samping berupa batuk kering. ACE inhibitor

mengurangi mortalitas hampir 20% pada pasien dengan gagal jantung yang

simtomatik dan telah terbukti mencegah pasien harus dirawat di RSUP

(hospitalization), meningkatkan ketahanan tubuh dalam beraktivitas, dan

mengurangi gejala.

(40)

dan serum potasium harus diawasi dalam 1-2 minggu setelah terapi dilaksanakan

terutama setelah dilakukan peningkatan dosis. Salah satu obat yang tergolong

dalam ACE inhibitor adalah Captopril yang merupakan ACE inhibitor pertama

yang digunakan secara klinis (Dipiro, 2005).

4.

Calcium Channel Blocker

Calcium Channel Blocker bekerja dengan cara menghambat

influx ion

kalsium transmembran, yaitu mengurangi masuknya ion kalsium melalui kanal

kalsium sehingga lambat masuk ke dalam sel otot polos pembuluh darah

(vasodilatasi), kontraksi otot jantung (inotropik negatif), serta pembentukan dan

konduksi impuls dalam jantung (konotropik negatif dan perlambatan konduksi

atrioventikular). Contoh golongan obat antagonis kalsium adalah nifedipin,

diltiazem, dan verapamil (Anonim, 2000).

5.

α

-blocker

Sebagai

α-blocker prazosin menyebabkan vasodilatasi arteri dan vena

sehingga jarang menimbulkan takikardi. Obat ini menurunkan tekanan darah

dengan cepat setelah dosis pertama. Doxazosin dan terazosin memiliki sifat yang

serupa dengan prazosin. Untuk pengobatan hipertensi α-blocker dapat digunakan

bersama obat antihipertensi lain (Anonim, 2000).

(41)

pingsan sesaat, palpitasi. Efek pada sistem saraf pusat adalah gangguan tidur,

mimpi yang jelas dan depresi. Retensi air dan natrium dapat terjadi pada dosis

yang lebih tinggi dan terkadang dengan pemberian kronik dosis rendah. Golongan

ini lebih efektif jika diberikan bersamaan dengan diuretik untuk mempertahankan

efikasi hipotensif serta meminimalkan potensi edema (Anonim, 2008).

6.

Angiotensin II Reseptor Blocker

(42)

7.

Agonis

α

2

-pusat

Golongan ini termasuk metildopa, yang mempunyai keuntungan karena

aman bagi pasien asma, gagal jantung, dan kehamilan. Klonidin mempunyai

kerugian karena penghentian pengobatan secara tiba-tiba bisa menyebabkan krisis

hipertensif. Obat ini digunakan apabila Thiazid,

β-blocker, ACE

inhibitor, dan

Calcium channel blocker tidak sesuai atau gagal mengendalikan tekanan darah

(Anonim, 2000).

Obat golongan ini menurunkan tekanan darah dengan menstimulasi

reseptor

α

2

adrenergik di otak, yang mengurangi aliran simpatetik dari pusat

vasomotor dan meningkatkan tonus vagal. Sedasi dan mulut kering merupakan

efek samping umum yang dapat dihilangkan dengan pemberian dosis rendah.

Sebagaimana pemberian antihipertensi yang bekerja secara sentral, obat ini juga

dapat menyebabkan depresi (Anonim, 2008).

D.

Pengobatan rasional

(43)

cara penggunaan obat tepat mencakup besarnya dosis, cara pemberian, frekuensi

pemberian, dan lama pemberian; pemberian obat disertai dengan penjelasan yang

tepat kepada pasien atau keluarganya (Siregar, 2005).

Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika risiko yang mungkin terjadi

tidak seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan memberikan suatu

obat. Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional dapat dilihat dari

berbagai segi. Selain pemborosan dari segi ekonomi, pola penggunaan obat yang

tidak rasional dapat berakibat menurunnya mutu pelayanan pengobatan. Latar

belakang terjadinya masalah penggunaan obat bersifat kompleks karena berbagai

faktor ikut berperan, seperti faktor yang berasal dari dokter, pasien, dan sarana

pelayanan yang tidak memadai (Anonim, 2000).

E.

Keterangan empiris

(44)

25

A.

Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai evaluasi peresepan obat antihipertensi antara pasien

umum dan pasien peserta ASKES di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta bulan Januari-Juni 2008 merupakan penelitian non eksperimental

karena tidak ada intervensi atau manipulasi pada subjek uji (Sastroamoro, 1995).

Rancangan penelitian yang digunakan mengikuti rancangan penelitian analitik

evaluatif. Evaluasi dilakukan dengan melihat profil obat antihipertensi yang

diresepkan dalam tiap resep dan mengevaluasi kelengkapan resep yang berisi obat

antihipertensi dengan melihat penulisan resep. Data penelitian bersifat retrospektif

yang diambil dengan melihat lembar resep pasien umum dan resep peserta

ASKES yang berisi obat antihipertensi pada bulan Januari- Juni 2008.

B.

Definisi Operasional

1.

Resep dalam penelitian ini adalah permintaan tertulis dari dokter kepada

apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat yang berisi obat-obat

(45)

2.

Evaluasi peresepan dalam penelitian ini adalah melihat profil obat

antihipertensi yang diresepkan dalam tiap resep dan mengevaluasi

kelengkapan resep dengan melihat penulisan resep.

3.

Kelengkapan resep adalah tanggal penulisan,

inscriptio (nama, nomor SIP,

alamat dan nomor telepon dokter),

prescriptio (kekuatan obat, jumlah, dan

bentuk sediaan),

signatura (aturan pakai, waktu dan cara pakai obat), dan

subcriptio (tanda tangan/paraf dokter), dan identitas pasien.

4.

Identitas pasien adalah data pasien yang tercantum dalam resep meliputi

nama, umur, dan nomor catatan medis.

5.

Obat antihipertensi adalah obat-obat yang digunakan untuk menurunkan

tekanan darah kearah normal sesuai dengan Standar Pelayanan Medis RSUP

Dr. Sardjito yaitu ACE

Inhibitor,

Calcium Channel Blocker,

Angiotensin II

Reseptor Blocker, diuretik, β-blocker, α-blocker, agonis

α

2-pusat.

C.

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito

(46)

D.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar resep pasien rawat jalan

umum dan lembar resep pasien peserta ASKES yang menerima obat

antihipertensi di Instalasi Farmasi RSUP Dr. Sardjito bulan Januari- Juni 2008.

E.

Jalannya penelitian

1.

Observasi situasi

Tahap awal penelitian dilakukan observasi situasi untuk melihat masalah

dengan cara mencari informasi mengenai penggunaan obat antihipertensi di

Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta bulan Januari- Juni 2008.

2.

Pengambilan data

Proses pengambilan data dimulai dengan penelusuran data dan selanjutnya

dilakukan pencatatan data. Penelusuran data dilakukan dengan menghitung resep

umum dan resep ASKES yang masuk di Instalasi Jalan RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta bulan Januari- Juni 2008 kemudian mencari resep yang berisi obat

antihipertensi saja tanpa obat dengan indikasi lain kecuali vitamin atau suplemen.

Pencatatan data dilakukan dengan mencatat jumlah dan jenis obat

antihipertensi dalam setiap resep umum dan resep ASKES dan mencatat

kelengkapan resepnya meliputi tanggal penulisan,

inscriptio (nama, nomor SIP,

(47)

sediaan),

signatura (aturan pakai, waktu dan cara pakai obat), dan

subcriptio

(tanda tangan/paraf dokter), dan identitas pasien (nama, umur, dan nomor catatan

medis).

F.

Pengolahan Data

Tahap pengumpulan data dilanjutkan dengan tahap pengolahan data yaitu

evaluasi peresepan obat antihipertensi antara pasien umum dan pasien peserta

ASKES. Data yang diperoleh dari pengamatan resep dikelompokkan berdasarkan

jumlah dan jenis obat antihipertensi yang diberikan dalam tiap resep untuk

melihat profil obat antihipertensi kemudian dihitung persentasenya setelah itu

data yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan kelengkapan resepnya kemudian

dihitung persentasenya dan disajikan dalam bentuk tabel. Kelengkapan resep

berupa informasi obat dan informasi pemakaian obat dihitung persentasenya

berdasarkan golongan obat antihipertensi dan disajikan dalam bentuk grafik.

Pengelompokkan data untuk tiap-tiap bagian resep dilakukan agar potensi

kesalahan setiap bagian dapat terlihat. Semua hasil penelitian akan disajikan

dalam bentuk grafik dan tabel distribusi jumlah obat antihipertensi yang

diresepkan dan kelengkapan resep serta gambar bila ada dan disertai pembahasan

(48)

29

Dari hasil pengamatan lembar resep umum dan resep ASKES pada bulan

Januari-Juni 2008 penulis mendapatkan ada 341 lembar resep umum (5,27%) dari

6.467 lembar resep dan 455 lembar resep ASKES (5,31%) dari 8.562 lembar

resep yang berisi obat antihipertensi, dalam 341 lembar resep umum terdapat 522

permintaan (R/) obat antihipertensi dan dari 455 lembar resep ASKES terdapat

980 permintaan (R/) obat antihipertensi. Obat antihipertensi yang digunakan pada

resep umum dan resep ASKES tidak jauh berbeda yaitu terdiri atas golongan

ACE

inhibitor

(captopril, lisinopril),

α

-blocker

(terazosin), agonis

α

2

-pusat

(klonidin, metildopa),

angiotensin II Reseptor Blocker

(Valsartan),

β

-blocker

(bisoprolol, propanolol),

calcium channel blocker

(amlodipin, nifedipin,

diltiazem), dan diuretik (furosemid, hidroklorotiazid, spironolakton). Pada resep

umum maupun resep ASKES, obat antihipertensi yang digunakan ditulis dengan

nama generik tetapi ada pula dokter yang menuliskan nama dagang dari obat

antihipertensi tersebut yaitu captopril (Dexacap®), lisinopril (Noperten®,

Interpril®), furosemid (Lasix®), spironolakton (Aldactone®), valsartan

(Diovan®), bisoprolol (Concor®, Biscor®, Maintale®), amlodipin (Norvask®,

(49)

Tabel III. Golongan Obat Antihipertensi yang Diresepkan di RSUP Dr. Sardjito

No.

Nama obat

Resep

umum

%

n=341

Resep

ASKES

%

n=455

I

Golongan diuretik

1

Furosemid

98

28,73

256

56,26

2

Hidroklorotiazid

61

17,88

67

14,72

3

Spironolakton

10

2,93

64

14,06

II

Golongan ACEI

4

Captopril

182

53,37

242

53,18

5

Lisinopril

42

12,31

59

12,96

III

Golongan ARB

6

Valsartan

33

9,67

57

12,52

IV

Golongan β-blocker

7

Bisoprolol

25

7,33

34

7,47

8

Propanolol

11

3,22

38

8,35

V

Golongan CCB

9

Amlodipin

14

4,10

9

1,97

10

Nifedipin

23

6,74

56

12,30

11

Diltiazem

22

6,45

87

19,12

VI

Golongan agonis α2-pusat

12

Klonidin

-

-

9

1,97

13

Metildopa

-

-

1

0,21

VII

Golongan α-blocker

14

terazosin

1

0,29

1

0,21

(50)

Tabel IV. Jenis Obat Antihipertensi Pada Tiap Resep Umum dan Resep ASKES

No

Obat Antihipertensi

Umum

n= 341

ASKES

n=455

I

Satu Obat

1

diuretik

9,38

4,17

2

ACEI

28,73

11,86

3

ARB

5,57

1,53

4

β

-

blocker

4,39

0,65

5

CCB

7,62

2,85

6

α

-blocker

0,29

-

II

Dua Obat

7

ACEI+diuretik

29,03

30,32

8

ACEI+CCB

0,87

4,39

9

ACEI+

β

-

blocker

1,46

1,31

10

ACEI+ARB

0,58

-

11

ACEI+ agonis

α2

-pusat

-

0,87

12

agonis

α2

-pusat +diuretik

1

0,21

13

agonis

α2

-pusat +CCB

2

0,43

14

CCB+diuretik

1,75

4,61

15

ARB+diuretik

1,75

6,15

16

β

-

blocker

+diuretik

1,75

8,35

17

β

-

blocker

+

α

-blocker

-

0,21

18

β

-

blocker

+CCB

0,58

-

19

ARB+CCB

1,17

0,21

III

Tiga Obat

20

ACEI+CCB+diuretik

3,51

12,30

21

ACEI+ diuretik+

β

-

blocker

0,87

1,97

22

ACEI+CCB+

β

-

blocker

0,29

0,21

23

ACEI + ARB +diuretik

0,29

0,43

24

ARB+CCB+diuretik

-

2,63

25

ARB+ diuretik+

β

-

blocker

-

0,65

26

CCB+ diuretik+

β

-

blocker

-

0,65

IV

Empat Obat

27

CCB+ diuretik+ agonis

α2

-pusat

-

0,21

28

ACEI+CCB+

β

-

blocker

+diuretik

-

1,31

29

ACEI+CCB+ agonis

α2

-pusat +diuretik

-

0,43

30

ARB+CCB+

β

-

blocker

+diuretik

-

0,43

31

ACEI + ARB +

β

-

blocker

+diuretik

-

0,21

32

ACEI + ARB + CCB +diuretik

-

0,21

(51)

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa sebagian besar resep umum berisi

satu obat antihipertensi (56,01%) dan sisanya (43,99%) berupa kombinasi dua dan

tiga obat antihipertensi. Obat antihipertensi tunggal yang paling banyak diresepkan

adalah ACE

Inhibitor (28,73%) sesuai dengan standar pelayanan medis RSUP Dr.

Sardjito. Standar pelayanan medis RSUP Dr. Sardjito mengacu pada JNC VII tetapi

ACE Inhibitor sebagai pilihan terapi utama (Anonim, 2005). Obat antihipertensi

tunggal yang juga diresepkan adalah diuretik (9,38%),

Calcium Channel Blocker

(7,61%), Angiotensin II Reseptor Blocker (5,57%), β-blocker (4,39%), dan α-blocker

(0,29%). Kombinasi dua obat antihipertensi yang paling banyak terdapat pada resep

umum adalah ACE

Inhibitor dan diuretik (29,03%), ACE

Inhibitor

dapat

menyebabkan hiperkalemia bila dikombinasikan dengan diuretik antagonis aldosteron

(Dipiro, 2005). ACE

Inhibitor juga dikombinasikan dengan

Calcium Channel

Blocker

(0,87%). Kombinasi ini dapat meningkatkan efek hipotensif. ACE Inhibitor

dikombinasikan dengan Angiotensin II Reseptor Blocker (0,58%). Keefektifan kedua

obat ini sama dalam menurunkan tekanan darah tetapi terapi kombinasi tidak lebih

menguntungkan daripada penggunaan tunggal. ACE

Inhibitor juga dikombinasikan

dengan

β-blocker (1,46%). Terdapat dua resep yang berisi kombinasi

Calcium

Channel Blocker

dan

β-blocker(0,58%). Kombinasi ini dapat menyebabkan efek

hipotensif dan melemahkan jantung terutama untuk

Calcium Channel Blocker

golongan nondihidropiridin yang bekerja pada jantung. Kombinasi tiga obat

antihipertensi yang paling banyak terdapat pada resep umum adalah ACE

Inhibitor-

(52)

Pada resep ASKES hanya terdapat 21,09% resep yang berisi satu obat

antihipertensi sedangkan sisanya 78,91% berupa kombinasi dua sampai empat obat

antihipertensi. Sama seperti pada resep umum, obat antihipertensi tunggal yang

paling banyak diresepkan adalah ACE Inhibitor (11,86%) karena merupakan pilihan

utama berdasarkan standar pelayanan medis RSUP Dr. Sardjito (Anonim, 2005).

Obat antihipertensi tunggal lainnya yaitu diuretik (4,17%), Calcium Channel Blocker

(2,85%), Angiotensin II Reseptor

Blocker (1,53%),

β-blocker (0,65%). Terdapat

sebelas jenis kombinasi dua obat antihipertensi pada resep ASKES, kombinasi paling

banyak yaitu ACE Inhibitor dan diuretik (30,32%). Terdapat satu resep (0,21%) yang

berisi kombinasi

β-blocker

dan

α-blocker,

hal ini kurang bermanfaat dalam terapi

karena

α-blocker memiliki potensi menyebabkan

rebound hipertensi jika

diberhentikan mendadak dan efek hipotensifnya dapat membahayakan. Terdapat juga

empat resep (0,87%) yang berisi kombinasi ACE Inhibitor dan agonis α2-pusat. Efek

captopril akan tertunda ketika digunakan bersama dengan klonidin (Stockley, 1995).

Terdapat dua resep (0,43%) yang berisi kombinasi agonis

α

2-pusat dan

Calcium

Channel Blocker. Kombinasi ini dapat meningkatkan efek hipotensif (Stockley,

1995). Kombinasi lain yaitu kombinasi tiga obat antihipertensi dan kombinasi empat

obat antihipertensi pada resep ASKES. Kombinasi tiga obat antihipertensi yang

terbanyak adalah ACE

Inhibitor- Calcium Channel Blocker–diuretik (12,30%).

Kombinasi empat obat antihipertensi yang terbanyak adalah ACE

Inhibitor-Calcium

Channel

Blocker-β-blocker-diuretik

(1,31%).

Pemilihan

kombinasi

obat

(53)

tempat kerja yang berbeda agar didapatkan efek penurunan tekanan darah yang

optimal.

Setelah melihat dan membaca resep umum dan resep ASKES dilihat

kelengkapan resepnya meliputi :

A.

Tanggal penulisan

Sebuah resep dikatakan tidak lengkap bila tidak mencantumkan tanggal

penulisannya. Pada resep ASKES tanggal penulisan tercantum pada seluruh resep

sedangkan pada resep umum ada lima resep (1,47%) yang tidak mencantumkan

tanggal penulisan.

Tabel V. Tanggal Penulisan Resep Obat Antihipertensi

Jenis kelengkapan

resep

Tercantum

Tidak tercantum

Jumlah

Presentase (n=341)

Jumlah

Presentase (n=455)

Umum

336

98,53

5

1,47

ASKES

455

100

-

-

Bila tanggal penulisan resep tidak dicantumkan tidak dapat dipastikan resep

dikerjakan tepat waktu atau tidak sehingga resep tidak sesuai dengan kondisi pasien

saat resep itu ditulis, selain itu juga dapat digunakan untuk menelusuri dokter yang

praktek pada saat resep ditulis bila pada resep tidak tercantum nama dokter. Beberapa

negara menentukan batas maksimal tiga bulan resep dapat dilayani, adapula yang

(54)

B.

Identitas dokter (inscriptio)

Pada lembar resep umum dan ASKES hanya tercantum nama dokter saja.

Nomor SIP tidak dicantumkan karena lembar resep yang digunakan adalah lembar

resep rumah sakit dan dokter tersebut telah terdaftar sebagai dokter tetap di rumah

sakit, kecuali bila dokter tersebut bukan dokter rumah sakit tersebut maka perlu

mencantumkan nomor SIP pada lembar resep yang digunakan bila tidak

menggunakan lembar resep rumah sakit. Alamat dan nomor telepon tercantum pada

seluruh resep umum dan ASKES tetapi bukan alamat dan nomor telepon dokter

melainkan alamat dan nomor telepon rumah sakit. Pada lembar resep umum terdapat

13 lembar resep (3,82%) yang tidak mencantumkan nama dokter sedangkan pada

lembar resep ASKES tercantum semua.

Tabel VI. Identitas Dokter Penulis Resep Obat Antihipertensi

Jenis kelengkapan

resep

Tercantum

Tidak tercantum

Jumlah

Presentase (n=341)

Jumlah

Presentase (n=455

Umum

328

96,18

13

3,82

ASKES

455

100

-

-

Pencantuman nama dan alamat dokter dengan jelas dan lengkap sangat

diperlukan terutama bila terdapat resep yang kurang jelas sehingga perlu ditanyakan

terlebih dahulu kepada dokter penulis resep sehigga memperlancar pelayanan bagi

(55)

spesialis di fasilitas PPK ASKES dengan berpedoman pada DPHO, bila tidak

mencantumkan namanya dokter maka resep tidak dapat dilayani di apotek PPK

ASKES.

C.

Informasi obat (prescriptio) dan informasi pemakaian obat (signatura)

Informasi obat meliputi kekuatan obat, jumlah, dan bentuk sediaan yang

diinginkan. Pada kemasan obat biasanya telah tertulis bentuk sediaan obat sehingga

dokter jarang menulis bentuk sediaan obat. Dokter juga terkadang tidak

mencantumkan kekuatan obat padahal kekuatan obat sangat penting dalam sebuah

resep karena kekuatan obat menunjukkan dosis obat yang diperlukan oleh tubuh

untuk mendapatkan efek teraupetik. Resep obat antihipertensi yang tidak

mencantumkan kekuatan obat diberikan dosis yang terkecil dari dosis yang ada. Hal

ini juga dilakukan karena pemberian obat antihipertensi pertama kali harus diberikan

dengan dosis terendah untuk menghindari risiko hipotensi. Pemberian dosis terkecil

bila dosis tidak tercantum kurang sesuai terutama untuk obat-obat yang memiliki

lebih dari satu dosis sehingga apoteker perlu melakukan konfirmasi dengan dokter

penulis resep kecuali untuk obat yang memiliki satu dosis saja dapat diberikan tanpa

dilakukan konfirmasi dengan dokter penulis resep.

Informasi pemakaian terdiri atas aturan pakai, waktu pemberian, dan cara

pemakaian (Lestari, 2000). Waktu pemberian berpengaruh terhadap kadar obat di

dalam darah. Terdapat obat-obat tertentu yang dapat diberikan kapan saja asalkan

(56)

disesuaikan dengan fungsinya. Cara pakai tidak tercantum dalam semua resep obat

antihipertensi baik pada resep umum maupun dalam resep ASKES karena semua obat

antihipertensi yang diresepkan berupa sediaan oral sehingga tidak memerlukan cara

pakai yang khusus dalam penggunaannya. Informasi obat (prescriptio) dan informasi

pemakaian obat (signatura) obat antihipertensi meliputi :

1.

Golongan ACE Inhibitor

Golongan antihipertensi ini bekerja dengan menghambat enzim yang

memperantarai perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Obat golongan

ACE

Inhibitor yang diresepkan adalah captopril dan lisinopril. Kekuatan obat

captopril 12,5mg dan 25mg sedangkan kekuatan obat lisinopril 5mg dan 10mg.

Pada resep umum terdapat satu resep (2,44%) yang tidak mencantumkan kekuatan

obat lisinopril. Pada resep ASKES terdapat empat resep (1,65%) yang tidak

mencantumkan kekuatan obat captopril dan tiga resep (5,89%) yang tidak

mencantumkan kekuatan obat lisinopril.

(57)

Gambar 3. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan ACE Inhibitor di

Resep ASKES

Dosis awal ACE

Inhibitor dapat diturunkan setengahnya untuk pasien

yang juga menerima diuretik karena berisiko terjadi hipotensi terutama terhadap

lansia (Dipiro, 2005). Jumlah obat tercantum dalam seluruh resep. Bentuk sediaan

captoril yang tercantum pada resep umum 64,29% dan lisinopril 29,26%

sedangkan pada resep ASKES bentuk sediaan captopril yang tercantum 38,02%,

dan lisinopril 25,42%.

Captopril digunakan 2-3 kali sehari karena memiliki waktu paruh lebih

pendek dari ACE Inhibitor yang lain sedangkan lisinopril digunakan sekali sehari

karena memiliki durasi yang lebih lama (Dipiro, 2005). Aturan pakai captopril

dan lisinopril tercantum dalam seluruh resep ASKES sedangkan pada resep

umum terdapat dua resep (3,73%) yang tidak mencantunkan aturan pakai

captopril dan satu resep (2,44%) yang tidak mencantunkan aturan pakai lisinopril.

Waktu pemberian captoril yang tercantum pada resep umum 4,39% dan

lisinopril 24,39% sedangkan pada resep ASKES waktu pemberian captopril yang

tercantum 0,82% dan lisinopril 10,52%. Tidak ada ketentuan yang pasti dalam

(58)

diberikan pada pagi dan malam hari untuk menjaga tekanan darah tetap stabil

setelah bangun dan sebelum tidur sedangkan lisinopril yang diberikan sekali

sehari sebaiknya diberikan pagi atau malam hari. Captopril diminum satu jam

sebelum makan karena makanan dapat mengurangi absorpsi sampai 40%

(Anonim, 2003). Penggunaan ACE

Inhibitor dapat menyebabkan batuk kering

karena menghambat pemecahan bradikinin.

2.

Golongan Angiotensin II Reseptor Blocker

Obat antihipertensi golongan angiotensin II reseptor

blocker yang

diresepkan adalah valsartan. Angiotensin II reseptor blocker dapat secara selektif

memblok kerja Angiotensin II pada reseptor AT1, selain itu mempunyai

kemampuan

end organ protection

(Anonim, 2009). Valsartan diminum satu kali

sehari dengan dosis awal 80mg. Aturan pakai valsartan tercantum dalam seluruh

resep umum dan ASKES, selain itu tidak ada waktu khusus dalam penggunaan

valsartan. Waktu pemberian valsartan yang tercantum pada resep umum adalah

pagi hari dan malam hari yaitu 12,13% dan pada resep ASKES 22,80%.

(59)

Kekuatan obat valsartan tercantum pada seluruh resep ASKES sedangkan

pada resep umum hanya tercantum 90,90%. Dosis awal sebaiknya dikurangi

setengah untuk pasien yang menggunakan diuretik (Dipiro, 2005) karena dapat

meningkatkan risiko hipotensi. Jumlah obat terdapat pada seluruh resep umum

dan ASKES. Bentuk sediaan valsartan yang tercantum pada resep umum 27,27%

dan pada resep ASKES 22,80%. Valsartan digunakan karena tidak menyebabkan

batuk kering seperti pada penggunaan golongan ACE

Inhibitor. Valsartan tidak

terlalu banyak diresepkan dibandingkan ACE

Inhibitor baik pada resep umum

maupun pada resep ASKES.

3.

Golongan

β

-blocker

Obat antihipertensi golongan β-blocker yang diresepkan adalah bisoprolol

dan propanolol. Obat ini bekerja dengan menghambat sel

β, bisoprolol

kardioselektif sedangkan propanolol nonselektif. Penggunaan obat golongan ini

tidak boleh diberhentikan secara tiba-tiba karena dapat menyebabkan

rebound

hipertensi (Dipiro, 2005).

(60)

Gambar 6. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan

β

-Blocker di Resep

ASKES

Kekuatan obat bisoprolol sebagai antihipertensi adalah 2,5mg dan 5mg

dengan dosis maksimum 20mg. Kekuatan obat bisoprolol yang tercantum pada

resep umum 80% dan pada resep ASKES 94,11%. Kekuatan obat propanolol

adalah 10mg dan 40mg. Kekuatan obat propanolol tercantum pada seluruh resep

umum dan pada resep ASKES 97,36%. Jumlah obat bisoprolol dan propanolol

tercantum pada seluruh resep umum dan ASKES. Bentuk sediaan bisoprolol dan

propanolol berupa tablet salut selaput (extended release). Bentuk sediaan

propanolol yang tercantum pada resep umum 45,45% dan pada resep ASKES

42,10%. Bentuk sediaan bisoprolol yang tercantum dalam resep umum 8%

sedangkan pada resep ASKES 23,52%. Bisoprolol digunakan satu kali sehari

sedangkan propanolol digunakan satu sampai dua kali sehari. Aturan pakai

tercantum pada seluruh resep umum dan resep ASKES. Waktu pemberian

bisoprolol yang tercantum yaitu diberikan pagi hari, pada resep umum tercantum

28% dan pada resep ASKES tercantum 20,58%. Waktu pemberian propanolol

(61)

4.

Golongan Calcium Channel Blocker

Obat antihipertensi golongan ini bekerja dengan menghambat masuknya

kalsium ke dalam sel otot jantung sehingga menurunkan kontraksi jantung dan

mendilatasi arteri sehingga tekanan darah turun. Calcium channel blocker sangat

efektif untuk pasien yang mengalami hipertensi sistolik terisolasi yang banyak

terjadi pada lansia (Dipiro, 2005). Obat antihipertensi golongan calcium channel

blocker yang diresepkan adalah amlodipin, diltiazem, dan nifedipin. Kekuatan

obat amlodipin sebagai antihipertensi 2,5-10mg, diltiazem 60-120mg, nifedipin

30-60mg. Diltiazem memiliki dua bentuk sediaan yaitu tablet dan kapsul

(extended-release dan sustained-release). Bentuk sediaan nifedipin berupa tablet

extended-release. Efek penurunan tekanan darah oleh nifedipin dapat lebih cepat

tercapai dengan menghancurkan tabletnya terlebih dahulu (Anonim, 2003).

(62)

Gambar 8. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan

Calcium Channel Blocker di Resep ASKES

Kekuatan obat amlodipin yang tercantum pada resep umum adalah

78,58%, diltiazem 86,36%, dan nifedipin 73,91%. Kekuatan obat amlodipin

tercantum pada seluruh resep ASKES sedangkan kekuatan obat diltiazem yang

tercantum adalah 87,35% dan nifedipin 73,21%. Jumlah obat nifedipin, diltiazem

dan amlodipin tercantum dalam seluruh resep umum dan resep ASKES. Bentuk

sediaan amlodipin yang tercantum dalam rese

Gambar

Tabel I. Modifikasi Pola Hidup Dalam Penatalaksaan Hipertensi
Tabel II. Panduan Pemberian Obat Antihipertensi Pada Pasien
Gambar 1. Algoritma terapi antihipertensi berdasarkan JNC VII
Tabel III. Golongan Obat Antihipertensi yang Diresepkan di RSUP Dr. Sardjito
+7

Referensi

Dokumen terkait

Membuat sistem informasi toko buku yang dapat. menghasilkan informasi dari rekapitulasi

[r]

Fasilitas KBM yang terdapat di SMK N 1 Klaten sudah sangat memadai, guru dapat memfasilitasi siswa dalam proses belajar mengajar dengan memakai media yang telah

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pengawasan Muatan Angkutan Barang Di Jalan Di Provinsi Jawa

Tidak adanya perbedaan abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman menunjukkan bahwa peningkatan jumlah saham yang beredar akibat peristiwa right issue ini

Setelah melakukan penelitian tentang alat angkut yang sesuai dengan kondisi di PT Interact Corpindo, maka alat angkut yang tepat untuk transfer kertas adalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas, maka rumusan masalah yang akan diungkap pada penelitian ini adalah “Bagaimana bentuk tes piktorialyang digunakan

Dalam konteks penilaian hasil belajar, depdiknas ( 2003 ) mengemukakan prinsip-prinsip umum penilaian adalah mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas dan