EVALUASI PERESEPAN OBAT ANTIHIPERTENSI ANTARA PASIEN
UMUM DAN PASIEN PESERTA ASKES DI INSTALASI RAWAT JALAN
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BULAN JANUARI-JUNI 2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Rillya Devita Sari
NIM : 058114161
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
EVALUASI PERESEPAN OBAT ANTIHIPERTENSI ANTARA PASIEN
UMUM DAN PASIEN PESERTA ASKES DI INSTALASI RAWAT JALAN
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BULAN JANUARI-JUNI 2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Rillya Devita Sari
NIM : 058114161
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
v
Rencana Indah tlah Kau siapkan
Bagi masa depanku yang penuh harapan…
Semua baik…semua baik..
Apa yang tlah Kau perbuat di dalam hidupku ..
Kau jadikan hidupku berarti..
vi
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia cinta dan
limpahan mukjizat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
yang berjudul
“Evaluasi Peresepan Obat Antihipertensi Antara Pasien Umum
dan Pasien Peserta ASKES di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Bulan Januari-Juni 2008” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada yang terhormat :
1.
Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta dan sebagai dosen penguji terimakasih atas waktu dan
kesempatan serta bimbingannya.
2.
Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt dan dr. Fenty, MKes., Sp.PK selaku dosen
pembimbing dan dosen penguji memberikan petunjuk, saran serta masukan
yang berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
vii
4.
Pihak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah berkenan memberikan ijin
penelitian, memberikan kemudahan dan kelancaran dalam melakukan
penelitian.
5.
Keluarga tercinta, mamah tersayang, you’re the best mom, papah, rio dan silvi
keluarga terdekat selama di jogja, jason dan billy yang selalu memberi doa
dan semangat, i miss u all.
6.
Teman-teman tersayang yang setia mendukung dan memberikan semangat
dalam melaksanakan skripsi ini, teman-teman di kos “Canna eksklusif” mbak
Nur, Fani, Tara, Maya, Siska, Imel, Yesi, mbak Nana, Mbak Tinul, dll yang
selalu ada untukku. Presty, ina, shinta, tika teman seperjuangan yang cantik
dan baik, thanks for everything what we have done.
7.
Yang tersayang Ambrosius Brian yang selalu memberi semangat, cinta, dan
kasih sayang. Terimakasih atas dukungan dan bantuannya selama ini selama
mengambil data sampai skripsi ini selesai.
ix
INTISARI
Di Indonesia diperkirakan 30% penduduk dewasa menderita hipertensi
Peresepan obat antihipertensi yang kurang tepat dapat mengakibatkan tekanan darah
berubah drastis. Penulisan resep obat antihipertensi yang tidak sesuai dapat
merugikan pasien yang menggunakan obat antihipertensi sehingga perlu dievaluasi.
ASKES
menyelenggarakan jaminan pelayanan kesehatan berdasarkan sistem
managed care yaitu dibuat
ketentuan tentang penulisan resep obat yang hanya
dilakukan PKK dan termasuk dalam jaringan pelayanan, selain itu harus berdasarkan
pada standar atau formulasi obat yang telah ditetapkan. Tujuan penelitian ini adalah
mengevaluasi peresepan obat antihipertensi antara pasien umum dan pasien peserta
ASKES di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta bulan Januari-Juni
2008.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan
penelitian deskriptif evaluatif. Data yang digunakan adalah resep pasien rawat jalan
umum dan resep pasien peserta ASKES di Instalasi Farmasi RSUP Dr. Sardjito yang
diambil secara retrospektif untuk melihat jenis obat antihipertensi yang diresepkan
dalam tiap resep dan mengevaluasi kelengkapan resep. Data yang didapat disajikan
dalam bentuk tabel dan gambar disertai pembahasan.
Hasil evaluasi menunjukkan resep pasien rawat jalan yang berisi obat
antihipertensi terdiri dari 341 lembar resep umum (5,27%) dan 455 lembar resep
ASKES (5,31%). Obat antihipertensi yang diresepkan untuk pasien rawat jalan
meliputi golongan ACE
inhibitor,
calcium channel blocker,
angiotensin II reseptor
blocker, diuretik, α-blocker, β-blocker, dan agonis α
2-pusat. Obat antihipertensi yang
paling banyak diresepkan adalah kombinasi antara captopril dan diuretik yaitu
29,03% pada pasien umum dan 30,32% pada pasien ASKES. Kelengkapan resep
yang paling sedikit dicantumkan pada resep umum dan resep ASKES yaitu umur
pasien. Informasi obat yang paling sedikit dicantumkan pada resep umum dan resep
ASKES yaitu bentuk sediaan dan waktu pemberian.
x
ABSTRACT
In Indonesia is estimated 30% adult resident to suffer hypertension.
Prescription of antihypertensive drug which is not accurate can result blood pressure
to change drastic. Incorrect prescribing of antihypertensive drugs can harm patient so
need to evaluate. ASKES carries out health service guarantee based on managed care
system. At this system has been made rule about drug prescribing, where this
prescribing only done by PKK which is including in service network, and must based
on at standard or formulation of drug which has been specified, retrieval of drug
recipe only at drug store which included in service network. sPurpose of this research
is evaluate prescribing of antihypertensive drugs between common patients and
ASKES patients at Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta January –
June 2008.
This research is non experimental with descriptive evaluative research. Data
applied is common outpatient recipe and ASKES recipe at Pharmacy Installation Dr.
Sardjito hospital taken retrospectively to see kind of antihypertensive drugs which
prescribed in every recipe and evaluates the completeness. Data presented into tables
and picture is accompanied by solution.
Result of evaluation shows outpatient prescription containing antihypertensive
drug consisted of 341 public prescription sheets ( 5,27%) and 455 prescription sheets
ASKES ( 5,31%). Antihypertensive drugs prescription for outpatient to cover faction
ACE inhibitor, calcium channel blocker, angiotensin II receptor blocker, diuretic, β-
blocker,
α- blocker, and central
α
2-agonist. Antihypertensive drug which at most
prescription is combination between captopril and diuretic that is 29,03% at common
patient and 30,32% at patient ASKES. Completeness prescription that is rather
mentioned at common prescription and ASKES prescription is age of patient. Fewest
drug information mentioned at common prescription and prescription ASKES are
dosage form and time for use.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……….ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………..iii
HALAMAN PENGESAHAN………..iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………....v
PRAKATA ………...vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….viii
INTISARI………...ix
ABSTRACT………..x
DAFTAR ISI………xi
DAFTAR TABEL………...xv
DAFTAR GAMBAR………..xvi
DAFTAR LAMPIRAN………xviii
BAB I PENDAHULUAN………..1
xii
1.
Perumusan Masalah………..4
2.
Keaslian penelitian………4
3.
Manfaat penelitian………5
B.
Tujuan penelitian………....5
1.
Tujuan umum………5
2.
Tujuan khusus………...6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………7
A.
Resep………...7
B.
Hipertensi………..10
1.
Definisi………...10
2.
Etiologi………...11
3.
Patofisiologi………11
4.
Tujuan dan sasaran terapi………...13
5.
Strategi terapi………..13
C.
Obat antihipertensi………....17
1.
Diuretik………...17
2.
β
-blocker
……….18
3.
ACE
inhibitor
……….20
4.
Calcium channel blocker
………21
5.
α
-blocker
……….21
xiii
7.
Agonis
α
2-pusat………...23D.
Pengobatan rasional………..23
E.
Keterangan empiris………...24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………25
A.
Jenis dan rancangan penelitian……….25
B.
Definisi operasional………..25
C.
Lokasi penelitian………...26
D.
Bahan penelitian………...27
E.
Jalannya penelitian………27
1.
Observasi situasi……….27
2.
Pengambilan data………27
F.
Pengolahan data………28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….29
A.
Tanggal penulisan……….34
B.
Identitas dokter ………...35
C.
Informasi obat ………..36
1.
Golongan ACE
inhibitor
………37
2.
Golongan
angiotensin II reseptor
blocker
………..39
3.
Golongan β
-blocker
………...40
xiv
5.
Golongan
diuretik
………..44
6.
Golongan lain………..46
D.
Tanda tangan/paraf dokter………48
E.
Identitas pasien……….48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………..50
A.
Kesimpulan………...50
B.
Saran……….51
DAFTAR PUSTAKA………..52
LAMPIRAN………57
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I.
Modifikasi Pola Hidup Dalam Penatalaksaan Hipertensi
Menurut JNC VII………...14
Tabel II. Panduan Pemberian Obat Antihipertensi Pada Pasien Dengan
Compelling Indications
Menurut JNC VII………15
Tabel III. Golongan Obat Antihipertensi yang Diresepkan
di RSUP Dr. Sardjito……….30
Tabel IV. Jenis Obat Antihipertensi Pada Tiap Resep Umum
dan Resep ASKES ………31
Tabel V. Tanggal Penulisan Resep Obat antihipertensi……….34
Tabel VI. Identitas Dokter Penulis Resep Obat Antihipertensi………...35
Tabel VII. Kelengkapan Identitas Pasien Pada Resep Umum dan
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Algoritma terapi antihipertensi berdasarkan JNC VII………...16
Gambar 2. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan ACE
Inhibitor
di Resep Umum………37
Gambar 3. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan ACE
Inhibitor
di Resep ASKES………38
Gambar 4. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan Angiotensin II
Reseptor
Blocker
di Resep Umum dan ASKES………39
Gambar 5. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan β
-blocker
di Resep Umum………40
Gambar 6. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan β
-blocker
di Resep ASKES………41
Gambar 7. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan
Calcium Channel Blocker
di Resep Umum………42
Gambar 8. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan
Calcium Channel Blocker
di Resep ASKES………43
Gambar 9. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan Diuretik
xvii
Gambar 10. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan Diuretik
di Resep ASKES………45
Gambar 11. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan α
-blocker
di Resep Umum dan ASKES ………46
Gambar 12. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan Agonis
α
2-pusat
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data Resep ASKES Bulan Januari-Juni 2008……….56
Lampiran 2. Data Resep Umum Bulan Januari-Juni 2008………...81
Lampiran 3. Surat Permohonan Ijin Penelitian ………...94
Lampiran 4. Lembar Konfirmasi Ijin Penelitian………..95
Lampiran 5. Lembar Pengantar Pengambilan Data Penelitian………96
1
A.
Latar Belakang
Seorang dokter diwajibkan untuk menggunakan tulisan yang jelas dan
lengkap ketika menuliskan resep. Faktor kebiasaan dan kadang didorong oleh
situasi yang mengkondisikan untuk terburu-buru dapat membuat tulisan dokter
dalam resep menjadi susah dibaca. Kebiasaan menulis resep yang tidak lengkap
atau tidak jelas maupun kebiasaan mentolerir ketidaklengkapan atau
ketidakjelasan tersebut tentunya sangat berisiko (Cohen, 1999).
Kesalahan yang terjadi pada pelayanan obat dengan resep dimulai dari
kesalahan penulisan resep hingga penggunaan obat oleh pasien. Contoh kesalahan
yang terjadi pada penulisan resep antara lain disebabkan karena ketidaklengkapan
penulisan resep. Penulisan resep yang tidak rasional dapat mengakibatkan
timbulnya masalah yang berkaitan dengan obat seperti dosis lebih, dosis kurang,
duplikasi, interaksi dan kontraindikasi. Masalah ini dapat mengakibatkan tujuan
terapi tidak tercapai, sebab itu perlu dilakukan evaluasi penulisan resep. Evaluasi
penulisan resep perlu dilakukan di rumah sakit karena penggunaan obat yang
rumah sakit. Intervensi apoteker dalam evaluasi penulisan resep dapat
mengurangi terjadinya kesalahan pengobatan (Bunyamin, 2009)
.
ASKES adalah perusahaan asuransi di bawah Departemen Kesehatan yang
menyelenggarakan jaminan pelayanan kesehatan bagi pesertanya berdasarkan
sistem
managed care.
Sebuah sistem yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan
dan pembiayaan. Keduanya saling terkait di dalam mewujudkan pemberian
pelayanan kesehatan yang tepat dan efisien, dengan pembiayaan yang terkendali.
Pada sistem
managed care
telah dibuat ketentuan-ketentuan di dalam pemberian
obat, dimana cara yang paling efektif berupa penetapan suatu standar atau
formularium obat yang meliputi suatu daftar dari produk obat-obatan yang akan
digunakan Pemberian Pelayanan Kesehatan (PKK).
Disamping penyusunan
standar obat, ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan berupa ketentuan tentang
penulisan resep obat, dimana penulisan ini hanya dilakukan PKK atau
provider
yang termasuk di dalam jaringan pelayanan, dan harus berdasarkan pada standar
atau formulasi obat yang telah ditetapkan, pengambilan resep obat hanya pada
apotek yang termasuk dalam jaringan pelayanan.
Angka penderita hipertensi semakin hari semakin meningkat, pada tahun
2000 sebanyak 972 juta (26%) orang dewasa di dunia menderita hipertensi.
Angka ini terus meningkat tajam, diprediksikan oleh WHO pada tahun 2025 nanti
sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia yang menderita hipertensi. Di
2006). Hipertensi tidak dapat disembuhkan namun tekanan darah penderita dapat
dijaga dalam batas normal, hal ini dapat mengakibatkan terapi hipertensi seumur
hidup. Hipertensi merupakan faktor risiko timbulnya penyakit kardiovaskuler dan
serebrovaskuler sehingga tidak sedikit penderita hipertensi kemudian menderita
komplikasi penyakit kardiovaskuler atau serebrovaskuler. Risiko ini dapat
dikurangi dengan pemberian obat antihipertensi yang sesuai dengan kebutuhan
pasien sehingga tekanan darah dapat terkontrol. Peresepan obat antihipertensi
yang kurang tepat dapat mengakibatkan tekanan darah berubah drastis yaitu
penurunan tekanan darah menjadi sangat rendah yang dapat membahayakan
(Mahanani, 2004).
RSUP Dr. Sardjito adalah rumah sakit umum kelas A memiliki visi
menjadi rumah sakit unggulan dalam bidang pelayanan, pendidikan, dan pelatihan
di kawasan Asia Tenggara tahun 2010 yang bertumpu pada kemandirian dan misi
memberikan pelayanan kesehatan (Anonim, 2004).
Peresepan yang tidak tepat
dapat merugikan dan berbahaya bagi pasien yang menggunakan obat
antihipertensi sehingga
melatarbelakangi perlunya dilakukan evaluasi peresepan
obat antihipertensi antara pasien umum dan pasien peserta ASKES di instalasi
1.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan umum dalam
penelitian ini adalah mengevaluasi peresepan obat antihipertensi antara pasien
umum dan pasien peserta ASKES di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta bulan Januari- Juni 2008. Hal-hal yang akan dievaluasi meliputi :
a.
Seperti apakah profil obat antihipertensi yang diresepkan pada resep
umum dan resep ASKES
b.
Bagaimana kelengkapan resep antara resep umum dan resep ASKES
berupa : tanggal penulisan,
inscriptio
(nama, nomor SIP, alamat dan
nomor telepon dokter),
prescriptio
(kekuatan obat, jumlah, dan bentuk
sediaan),
signatura
(aturan pakai, waktu dan cara pakai obat),
subcriptio
(tanda tangan/paraf dokter), dan identitas pasien (nama, umur, dan nomor
catatan medis)
2.
Keaslian Penelitian
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan yaitu potensi
medication error
dalam resep anak di 10 apotek di kota Yogyakarta periode januari-maret 2005 dan
persepsi pembaca resep yang menanganinya (tinjauan aspek kelengkapan dan
kejelasan resep) (Pramudiarja, 2005), evaluasi peresepan obat antihipertensi pada
pasien hipertensi di instalasi rawat jalan rumah sakit panti rapih Yogyakarta : pola
pasien (Mahanani, 2004). Penelitian ini berbeda dalam hal waktu penelitian yaitu
Januari-Juni 2008, subyek penelitian yaitu lembar resep pasien umum dan pasien
peserta ASKES, lokasi penelitian yaitu RSUP Dr. Sardjito dan tujuan penelitian
yaitu mengevaluasi peresepan obat antihipertensi antara pasien umum dan pasien
peserta ASKES.
3.
Manfat Penelitian
a.
Manfaat teoritis
Dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu sumber
informasi yang berguna mengenai kelengkapan resep sebagai kelengkapan
administratif untuk menunjang pengembangan konsep pelayanan farmasi
klinik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
b.
Manfaat praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi tenaga
kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan medis terutama dalam hal
penggunaan obat antihipertensi.
B.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi peresepan obat
antihipertensi antara pasien umum dan pasien peserta ASKES di Instalasi
2.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu :
a.
Mengetahui profil obat antihipertensi yang diresepkan pada resep
umum dan resep ASKES
b.
Mengetahui kelengkapan resep antara resep umum dan resep ASKES
berupa : tanggal penulisan,
inscriptio
(nama, nomor SIP, alamat dan
nomor telepon dokter),
prescriptio
(kekuatan obat, jumlah, dan bentuk
sediaan),
signatura
(aturan pakai, waktu dan cara pakai obat),
subcriptio
(tanda tangan/paraf dokter), dan identitas pasien (nama,
7
A.
Resep
Pengertian
resep
menurut
peraturan
Menteri
Kesehatan
No:
919/MenKes/PER/X/1993 adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi,
dokter hewan kepada apoteker pengelola apotek untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku (Anonim, 2000).
Hal terpenting dalam menuliskan resep adalah bahwa tulisan harus jelas
sehingga mudah dimengerti. Penulisan resep yang menimbulkan ketidakjelasan,
keraguan, atau salah pengertian mengenai nama obat serta takaran yang harus
diberikan sedapat mungkin harus dihindari. Kebiasaan buruk dikalangan dokter
dalam menulis resep dengan tulisan yang tidak jelas kadang-kadang menyebabkan
pengobatan yang tidak efektif dan tidak aman (De Vries, 1994). Resep yang
lengkap terdiri atas nama dan alamt dokter serta nomor surat izin praktek, dan
dapat pula dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek, nama kota
serta tanggal resep itu harus ditulis oleh dokter; tanda R/, singkatan
recipe yang
berarti “harap ambil” (superscriptio); identitas penulis resep (inscriptio), inti
oleh penderita, umumnya ditulis dengan singkatan bahasa latin (aturan pakai
ditandai dengan signature, biasanya disingkat S); nama penderita di belakang kata
Pro; merupakan identifikasi penderita, dan sebaliknya dilengkapi dengan
alamatnya yang akan memudahkan penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat
pada penderita; serta tanda tangan atau paraf dokter atau dokter gigi atau dokter
hewan yang menuliskan resep tersebut (subscriptio) yang menjadikan suatu resep
itu otentik (Pramudiarja, 2005).
Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 juga mengatur bahwa
seorang apoteker wajib melakukan skrining resep yang antara lain meliputi
persyaratan administratif sebagai berikut : nama, nomor SIP dan alamat dokter;
tanggal penulisan resep; tanda tangan atau paraf dokter penulis resep; nama;
alamat; umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis,
jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas, dan informasi lainnya.
Kewajiban apoteker yang sehubungan dengan pelayanan resep adalah
memberitahukan kepada penulis resep jika menurutnya di dalam resep terdapat
kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat. Hal ini diatur dalam Permenkes
RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 pasal 16 memuat :
2.
Apabila dalam hal dimaksud ayat (1) karena pertimbangan tertentu dokter
penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakannya
secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep
(Hartini dan Sulasmono, 2007).
Suatu proses pengobatan dapat berhasil bila resepnya baik dan benar
(rasional). Resep yang baik harus ditulis lengkap dan jelas. Resep yang lengkap
menurut SK. Menkes RI No.26/Menkes/Per/1981, Bab III, pasal 10, memuat :
nama, alamat, dan nomor surat izin praktek dokter; tanggal penulisan resep; nama
setiap obat/komponen obat; tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep;
tanda tangan/paraf dokter penulis resep; tanda seru dan paraf dokter untuk resep
yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimum (Lestari,
2000).
telepon rumah atau telepon seluler. Informasi obat meliputi kekuatan obat,
jumlah, dan bentuk sediaan yang diinginkan. Resep dari rumah sakit biasanya
nama dokter ditulis tangan atau dalam bentuk stempel dan dalam beberapa resep
mencantumkan bagian pelayanan fungsional dokter penulis resep (Oetari dan
Rahmawati, 2002). Kekuatan obat adalah bilangan yang menyatakan jumlah zat
aktif dalam sediaan yang diminta dalam resep, jumlah obat adalah bilangan dalam
angka romawi yang menyatakan banyaknya obat yang harus diberikan, bentuk
sediaan adalah bentuk sediaan obat yang diberikan dapat berupa sediaan oral
ataupun parenteral (Winfield dan Richards, 2004).
B.
Hipertensi
1.
Definisi
2.
Etiologi
Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu primer
(esensial) dan sekunder.
a.
Hipertensi primer (esensial)
Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini.
Penyebab dari hipertensi ini tidak diketahui, tidak dapat disembuhkan, dan
hanya dapat dikontrol. Kemungkinan salah satu penyebabnya adalah
faktor genetik. Faktor genetik akan mempengaruhi keseimbangan sodium,
misalnya ekskresi aldosteron, dan angiotensinogen.
b.
Hipertensi sekunder
Kurang lebih 10% pasien terkena hipertensi tipe ini. Hipertensi ini
dapat disembuhkan karena penyebabnya dapat diketahui yaitu
comorbid
disease dan obat.
Comorbid disease adalah penyakit penyerta hipertensi.
Obat dapat memburuk hipertensi dengan meningkatkan tekanan darah,
misalnya kortikosteroid (Dipiro, 2005).
3.
Patofisiologi
4.
Tujuan dan sasaran terapi
Tujuan pengobatan hipertensi adalah mencegah terjadinya morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler akibat tekanan darah tinggi. Ini berarti tekanan darah
harus diturunkan hingga tidak mengganggu fungsi ginjal, otak, jantung, maupun
kualitas hidup, sambil mengendalikan faktor-faktor risiko kardiovaskuler lainnya
(Anonim, 2000). Pada JNC VII menyatakan sasaran tekanan darah yang ingin
dicapai untuk sebagian besar pasien kurang dari 140/90mmHg atau kurang dari
130/80mmHg untuk pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal kronis.
Pada umumnya obat-obat antihipertensi menurunkan tekanan darah dengan cara
mengurangi curah jantung atau menurunkan tekanan darah dengan menurunkan
resistensi perifer. Pada hipertensi sistolik dibutuhkan terapi obat yang efektif
menurunkan tekanan sistolik namun juga memperlihatkan tekanan diastolik
(Raharjo, 2001).
5.
Strategi terapi
hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non farmakologis dan
terapi farmakologis. Terapi non farmakologis dilakukan dengan modifikasi pola
hidup yang berguna untuk menurunkan tekanan darah pada pada penderita
hipertensi. Modifikasi pola hidup terbukti dapat menurunkan tekanan darah,
menambah efektif penggunaan obat antihipertensi, dan menurunkan risiko
kardiovaskuler. Modifikasi utama pola hidup yang dapat menurunkan tekanan
darah antara lain penurunan berat badan pada kasus obesitas, pengurangan asupan
kalium, asupan natrium, dan kalsium, melakukan kegiatan fisik seperti olahraga
ringan, dan mengurangi konsumsi alkohol (Chobanian, Bakris, Black, Cushman,
Green, Joseph, 2003).
Tabel I. Modifikasi Pola Hidup Dalam Penatalaksaan Hipertensi
Menurut JNC VII (Chobanian,
et al
., 2003)
Modifikasi Rekomendasi Perkiraan penurunan tekanan darah (mmHg)
Penurunan berat badan Menjaga berat badan normal (Body Mass Index 18,5-24,9 kg/m2)
5-20 per 10 kg penurunan berat badan
Pola makan Mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah kadar lemak
8-14
Kurangi asupan natrium Kurangi asupan natrium ≤ 2,4 gram perhari
2-8
Aktivitas fisik Olahraga teratur seperti aerobik ringan minimal 30 menit per hari
4-9
Kurangi alkohol Membatasi konsumsi alcohol, pada pria tidak lebih dari 30ml etanol perhari dan pada wanita tidak lebih
dari 15 etanol ml per hari
Prinsip pemberian obat antihipertensi adalah memberikan obat
antihipertensi mulai dengan dosis terendah obat bersangkutan yang masih efektif
menurunkan tekanan darah. Bila efek belum sesuai target dan ditoleransi baik
oleh pasien, dosis dapat dinaikkan. Kombinasi dengan obat antihipertensi
golongan lain diberikan bila tekanan darah masih tetap belum terkendali,
meskipun penurunan sudah bermakna. Kombinasi diberikan dengan dosis rendah
juga (Raharjo, 2001).
Tabel II. Panduan Pemberian Obat Antihipertensi Pada Pasien
Dengan
Compelling Indications
Menurut JNC VII (Chobanian
et al
., 2003)
Compelling
Indications
Antihipertensi yang direkomendasikan
Diuretik
ACE
Inhibitor
β
-blocker
Antagonis
reseptor
angiotensin
II
Antagonis
Ca
Antagonis
aldosteron
Gagal
jantung
√
√
√
-
√
Infark
miokard
-
√
√
-
-
√
Penyakit
koroner
√
√
√
-
√
-
Diabetes
mellitus
√
√
√
√
√
-
Ginjal
kronik
-
√
-
√
-
-
Gambar 1. Algoritma terapi antihipertensi berdasarkan JNC VII
(Chobanian,
et al
., 2003)
Modifikasi gaya hidup
Tidak mencapai sasaran terapi tekanan darah
(<140/90mmHg atau <130/80mmHg untuk pasien dengan
penyakit diabetes dan ginjal)
Terapi farmakologi
Hipertensi tanpa penyakit
tambahan
Hipertensi dengan
penyakit tambahan
Hipertensi tingkat 1
Umumnya menggunakan
diuretik jenis Thiazid
dapat dianjurkan ACEI,
ARB,
β-blocker
, CCB,
atau kombinasi
Hipertensi tingkat 2
Kombinasi 2 obat
(biasanya diuretic jenis
Thiazid dan ACEI atau
ARB atau CCB atau
β-blocker
)
Obat spesifik untuk
penyakit tambahan.
Obat antihipertensi lain
bila dibutuhkan (diuretic,
ARB, ACEI,
β-blocker
,
CCB)
Target tekanan darah tidak tercapai
Lakukan peningkatan dosis atau tambahan obat
antihipertensi hingga target tekanan darah tercapai,
C.
Obat Antihipertensi
Pemberian obat antihipertensi bila diperlukan maka obat antihipertensi
pilihan pertama adalah diuretik dengan dosis rendah. Meskipun demikian perlu
diketahui pemberian diuretik kurang bermanfaat pada pasien yang mengalami
gangguan ginjal. Bebarapa penelitian menunjukkan penggunaan β-blocker kurang
efektif.
β-blocker dengan dosis rendah dapat diresepkan pada kasus adanya
penyakit penyerta penyakit kardiovaskuler seperti angina atau aritmia. Pemberian
penghambat ACE
Inhibitor juga efektif dalam menurunkan tekanan darah.
Pemantauan atau monitoring selama pasien menggunakan obat ini perlu
dilakukan. Hal ini disebabkan karena adanya penurunan fungsi ginjal pada lanjut
usia yang dapat menyebabkan hipokalemia akibat penggunakan penghambat ACE
Inhibitor (Clarke and Hebron, 1999).
1.
Diuretik
mulai bekerja setelah 1 jam dan mempunyai jangka waktu kerja selama 8-12 jam.
Dosis yang sering dipakai adalah 25-50mg, 1-2 kali tiap hari (Katzung, 2001).
Diuretik tiazid sudah lama dikenal sebagai obat antihipertensi pilihan
pertama karena obat golongan ini terbukti memiliki potensi ketoksikan yang
rendah dan efektif menurunkan angka kejadian mortalitas akibat hipertensi. Saat
ini penggunaan diuretik sedang dinilai kembali karena efek samping yang
mungkin timbul. Penggunaan diuretik mengakibatkan aritmia intoleransi glukosa
dan dapat mengakibatkan impotensi pada pria. Meskipun demikian penggunaan
diuretik masih direkomendasikan sebagai obat pilihan pertama dalam terapi
hipertensi. Alasannya mungkin karena obat ini pada dosis yang rendah masih
efektif dan efek samping dapat dihindari. Diuretik tidak dianjurkan untuk
diresepkan pada pasien yang menderita diabetes, gout, dan hiperlipidemia (Clarke
and Hebron, 1999).
2.
β
-blocker
β-blocker merupakan antihipertensi yang efektif, tetapi mekanisme
kerjanya belum pasti. Obat-obat ini mengurangi curah jantung, mengubah
kepekaan reflex baroreseptor dan memblok adrenoreseptor perifer. Beberapa
β-blocker menekan sekresi renin plasma. Tekanan darah biasanya dapat
Efek samping obat ini dapat diperkirakan selain itu banyaknya pilihan
pada obat hipertensi golongan ini membuat
β-blocker sering digunakan sebagai
obat pilihan pertama khususnya pada kasus hipertensi dengan aritmia atau
ischaemic heart disease. Kontraindikasi pemakaian
β-blocker adalah obstruksi
saluran nafas (asma bronkial), penyakit pembuluh darah perifer, dan gagal
jantung (Raharjo, 2001).
Mekanisme antihipertensi obat ini adalah melalui penurunan curah jantung
dan penekanan sekresi renin. Obat golongan ini dibedakan dalam 2 jenis yaitu
yang menghambat reseptor
β
1 dan yang menghambat reseptorβ
1 danβ
2.Berdasarkan kelarutannya dalam air dan lemak
β-blocker dibedakan menjadi 2
golongan : golongan larut dalam lemak dan golongan yang lebih larut dalam air
dan dieliminasi melalui ginjal dan mempunyai waktu paruh lebih panjang yaitu
6-24jam, sehingga dapat diberikan satu kali sehari (Sausalit, Kapojos, Lubis, 2001).
Hasil studi
Comparison of Amlodipine vs Enalapril to Limit Occurrences
of Thrombosis (CAMELOT) menyimpulkan bahwa pasien yang diberikan
3.
ACE
Inhibitor
Mekanisme antihipertensi ACE Inhibitor adalah dengan cara mengurangi
pembentukan angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi
aldosteron. Penurunan sekresi aldosteron menyebabkan terjadinya ekskresi
natrium dan air, serta retensi kalium sehingga terjadi penurunan tekanan darah
pada penderita hipertensi esensial. Penurunan tekanan darah oleh ACE Inhibitor
disertai dengan penurunan resistensi perifer. Hambatan inaktivasi bradikinin oleh
ACE Inhibitor meningkatkan bradikinin dan prostaglandin vasodilator sehingga
meningkatkan vasodilatasi akibat hambatan pembentukan angiotensin II.
ACE
Inhibitor juga terlibat dalam degradasi bradikinin maka ACE
inhibitor menyebabkan peningkatan bradikinin, suatu vasodilator kuat dan
menstimulus pelepasan prostaglandin dan
nitric oxide. Peningkatan bradikinin
meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACE inhibitor, tetapi juga
bertanggungjawab terhadap efek samping berupa batuk kering. ACE inhibitor
mengurangi mortalitas hampir 20% pada pasien dengan gagal jantung yang
simtomatik dan telah terbukti mencegah pasien harus dirawat di RSUP
(hospitalization), meningkatkan ketahanan tubuh dalam beraktivitas, dan
mengurangi gejala.
dan serum potasium harus diawasi dalam 1-2 minggu setelah terapi dilaksanakan
terutama setelah dilakukan peningkatan dosis. Salah satu obat yang tergolong
dalam ACE inhibitor adalah Captopril yang merupakan ACE inhibitor pertama
yang digunakan secara klinis (Dipiro, 2005).
4.
Calcium Channel Blocker
Calcium Channel Blocker bekerja dengan cara menghambat
influx ion
kalsium transmembran, yaitu mengurangi masuknya ion kalsium melalui kanal
kalsium sehingga lambat masuk ke dalam sel otot polos pembuluh darah
(vasodilatasi), kontraksi otot jantung (inotropik negatif), serta pembentukan dan
konduksi impuls dalam jantung (konotropik negatif dan perlambatan konduksi
atrioventikular). Contoh golongan obat antagonis kalsium adalah nifedipin,
diltiazem, dan verapamil (Anonim, 2000).
5.
α
-blocker
Sebagai
α-blocker prazosin menyebabkan vasodilatasi arteri dan vena
sehingga jarang menimbulkan takikardi. Obat ini menurunkan tekanan darah
dengan cepat setelah dosis pertama. Doxazosin dan terazosin memiliki sifat yang
serupa dengan prazosin. Untuk pengobatan hipertensi α-blocker dapat digunakan
bersama obat antihipertensi lain (Anonim, 2000).
pingsan sesaat, palpitasi. Efek pada sistem saraf pusat adalah gangguan tidur,
mimpi yang jelas dan depresi. Retensi air dan natrium dapat terjadi pada dosis
yang lebih tinggi dan terkadang dengan pemberian kronik dosis rendah. Golongan
ini lebih efektif jika diberikan bersamaan dengan diuretik untuk mempertahankan
efikasi hipotensif serta meminimalkan potensi edema (Anonim, 2008).
6.
Angiotensin II Reseptor Blocker
7.
Agonis
α
2-pusat
Golongan ini termasuk metildopa, yang mempunyai keuntungan karena
aman bagi pasien asma, gagal jantung, dan kehamilan. Klonidin mempunyai
kerugian karena penghentian pengobatan secara tiba-tiba bisa menyebabkan krisis
hipertensif. Obat ini digunakan apabila Thiazid,
β-blocker, ACE
inhibitor, dan
Calcium channel blocker tidak sesuai atau gagal mengendalikan tekanan darah
(Anonim, 2000).
Obat golongan ini menurunkan tekanan darah dengan menstimulasi
reseptor
α
2adrenergik di otak, yang mengurangi aliran simpatetik dari pusat
vasomotor dan meningkatkan tonus vagal. Sedasi dan mulut kering merupakan
efek samping umum yang dapat dihilangkan dengan pemberian dosis rendah.
Sebagaimana pemberian antihipertensi yang bekerja secara sentral, obat ini juga
dapat menyebabkan depresi (Anonim, 2008).
D.
Pengobatan rasional
cara penggunaan obat tepat mencakup besarnya dosis, cara pemberian, frekuensi
pemberian, dan lama pemberian; pemberian obat disertai dengan penjelasan yang
tepat kepada pasien atau keluarganya (Siregar, 2005).
Penggunaan obat dikatakan tidak tepat jika risiko yang mungkin terjadi
tidak seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan memberikan suatu
obat. Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional dapat dilihat dari
berbagai segi. Selain pemborosan dari segi ekonomi, pola penggunaan obat yang
tidak rasional dapat berakibat menurunnya mutu pelayanan pengobatan. Latar
belakang terjadinya masalah penggunaan obat bersifat kompleks karena berbagai
faktor ikut berperan, seperti faktor yang berasal dari dokter, pasien, dan sarana
pelayanan yang tidak memadai (Anonim, 2000).
E.
Keterangan empiris
25
A.
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai evaluasi peresepan obat antihipertensi antara pasien
umum dan pasien peserta ASKES di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta bulan Januari-Juni 2008 merupakan penelitian non eksperimental
karena tidak ada intervensi atau manipulasi pada subjek uji (Sastroamoro, 1995).
Rancangan penelitian yang digunakan mengikuti rancangan penelitian analitik
evaluatif. Evaluasi dilakukan dengan melihat profil obat antihipertensi yang
diresepkan dalam tiap resep dan mengevaluasi kelengkapan resep yang berisi obat
antihipertensi dengan melihat penulisan resep. Data penelitian bersifat retrospektif
yang diambil dengan melihat lembar resep pasien umum dan resep peserta
ASKES yang berisi obat antihipertensi pada bulan Januari- Juni 2008.
B.
Definisi Operasional
1.
Resep dalam penelitian ini adalah permintaan tertulis dari dokter kepada
apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat yang berisi obat-obat
2.
Evaluasi peresepan dalam penelitian ini adalah melihat profil obat
antihipertensi yang diresepkan dalam tiap resep dan mengevaluasi
kelengkapan resep dengan melihat penulisan resep.
3.
Kelengkapan resep adalah tanggal penulisan,
inscriptio (nama, nomor SIP,
alamat dan nomor telepon dokter),
prescriptio (kekuatan obat, jumlah, dan
bentuk sediaan),
signatura (aturan pakai, waktu dan cara pakai obat), dan
subcriptio (tanda tangan/paraf dokter), dan identitas pasien.
4.
Identitas pasien adalah data pasien yang tercantum dalam resep meliputi
nama, umur, dan nomor catatan medis.
5.
Obat antihipertensi adalah obat-obat yang digunakan untuk menurunkan
tekanan darah kearah normal sesuai dengan Standar Pelayanan Medis RSUP
Dr. Sardjito yaitu ACE
Inhibitor,
Calcium Channel Blocker,
Angiotensin II
Reseptor Blocker, diuretik, β-blocker, α-blocker, agonis
α
2-pusat.C.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito
D.
Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar resep pasien rawat jalan
umum dan lembar resep pasien peserta ASKES yang menerima obat
antihipertensi di Instalasi Farmasi RSUP Dr. Sardjito bulan Januari- Juni 2008.
E.
Jalannya penelitian
1.
Observasi situasi
Tahap awal penelitian dilakukan observasi situasi untuk melihat masalah
dengan cara mencari informasi mengenai penggunaan obat antihipertensi di
Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta bulan Januari- Juni 2008.
2.
Pengambilan data
Proses pengambilan data dimulai dengan penelusuran data dan selanjutnya
dilakukan pencatatan data. Penelusuran data dilakukan dengan menghitung resep
umum dan resep ASKES yang masuk di Instalasi Jalan RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta bulan Januari- Juni 2008 kemudian mencari resep yang berisi obat
antihipertensi saja tanpa obat dengan indikasi lain kecuali vitamin atau suplemen.
Pencatatan data dilakukan dengan mencatat jumlah dan jenis obat
antihipertensi dalam setiap resep umum dan resep ASKES dan mencatat
kelengkapan resepnya meliputi tanggal penulisan,
inscriptio (nama, nomor SIP,
sediaan),
signatura (aturan pakai, waktu dan cara pakai obat), dan
subcriptio
(tanda tangan/paraf dokter), dan identitas pasien (nama, umur, dan nomor catatan
medis).
F.
Pengolahan Data
Tahap pengumpulan data dilanjutkan dengan tahap pengolahan data yaitu
evaluasi peresepan obat antihipertensi antara pasien umum dan pasien peserta
ASKES. Data yang diperoleh dari pengamatan resep dikelompokkan berdasarkan
jumlah dan jenis obat antihipertensi yang diberikan dalam tiap resep untuk
melihat profil obat antihipertensi kemudian dihitung persentasenya setelah itu
data yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan kelengkapan resepnya kemudian
dihitung persentasenya dan disajikan dalam bentuk tabel. Kelengkapan resep
berupa informasi obat dan informasi pemakaian obat dihitung persentasenya
berdasarkan golongan obat antihipertensi dan disajikan dalam bentuk grafik.
Pengelompokkan data untuk tiap-tiap bagian resep dilakukan agar potensi
kesalahan setiap bagian dapat terlihat. Semua hasil penelitian akan disajikan
dalam bentuk grafik dan tabel distribusi jumlah obat antihipertensi yang
diresepkan dan kelengkapan resep serta gambar bila ada dan disertai pembahasan
29
Dari hasil pengamatan lembar resep umum dan resep ASKES pada bulan
Januari-Juni 2008 penulis mendapatkan ada 341 lembar resep umum (5,27%) dari
6.467 lembar resep dan 455 lembar resep ASKES (5,31%) dari 8.562 lembar
resep yang berisi obat antihipertensi, dalam 341 lembar resep umum terdapat 522
permintaan (R/) obat antihipertensi dan dari 455 lembar resep ASKES terdapat
980 permintaan (R/) obat antihipertensi. Obat antihipertensi yang digunakan pada
resep umum dan resep ASKES tidak jauh berbeda yaitu terdiri atas golongan
ACE
inhibitor
(captopril, lisinopril),
α
-blocker
(terazosin), agonis
α
2-pusat
(klonidin, metildopa),
angiotensin II Reseptor Blocker
(Valsartan),
β
-blocker
(bisoprolol, propanolol),
calcium channel blocker
(amlodipin, nifedipin,
diltiazem), dan diuretik (furosemid, hidroklorotiazid, spironolakton). Pada resep
umum maupun resep ASKES, obat antihipertensi yang digunakan ditulis dengan
nama generik tetapi ada pula dokter yang menuliskan nama dagang dari obat
antihipertensi tersebut yaitu captopril (Dexacap®), lisinopril (Noperten®,
Interpril®), furosemid (Lasix®), spironolakton (Aldactone®), valsartan
(Diovan®), bisoprolol (Concor®, Biscor®, Maintale®), amlodipin (Norvask®,
Tabel III. Golongan Obat Antihipertensi yang Diresepkan di RSUP Dr. Sardjito
No.
Nama obat
Resep
umum
%
n=341
Resep
ASKES
%
n=455
I
Golongan diuretik
1
Furosemid
98
28,73
256
56,26
2
Hidroklorotiazid
61
17,88
67
14,72
3
Spironolakton
10
2,93
64
14,06
II
Golongan ACEI
4
Captopril
182
53,37
242
53,18
5
Lisinopril
42
12,31
59
12,96
III
Golongan ARB
6
Valsartan
33
9,67
57
12,52
IV
Golongan β-blocker
7
Bisoprolol
25
7,33
34
7,47
8
Propanolol
11
3,22
38
8,35
V
Golongan CCB
9
Amlodipin
14
4,10
9
1,97
10
Nifedipin
23
6,74
56
12,30
11
Diltiazem
22
6,45
87
19,12
VI
Golongan agonis α2-pusat
12
Klonidin
-
-
9
1,97
13
Metildopa
-
-
1
0,21
VII
Golongan α-blocker
14
terazosin
1
0,29
1
0,21
Tabel IV. Jenis Obat Antihipertensi Pada Tiap Resep Umum dan Resep ASKES
No
Obat Antihipertensi
Umum
n= 341
ASKES
n=455
I
Satu Obat
1
diuretik
9,38
4,17
2
ACEI
28,73
11,86
3
ARB
5,57
1,53
4
β
-
blocker
4,39
0,65
5
CCB
7,62
2,85
6
α
-blocker
0,29
-
II
Dua Obat
7
ACEI+diuretik
29,03
30,32
8
ACEI+CCB
0,87
4,39
9
ACEI+
β
-
blocker
1,46
1,31
10
ACEI+ARB
0,58
-
11
ACEI+ agonis
α2
-pusat
-
0,87
12
agonis
α2
-pusat +diuretik
1
0,21
13
agonis
α2
-pusat +CCB
2
0,43
14
CCB+diuretik
1,75
4,61
15
ARB+diuretik
1,75
6,15
16
β
-
blocker
+diuretik
1,75
8,35
17
β
-
blocker
+
α
-blocker
-
0,21
18
β
-
blocker
+CCB
0,58
-
19
ARB+CCB
1,17
0,21
III
Tiga Obat
20
ACEI+CCB+diuretik
3,51
12,30
21
ACEI+ diuretik+
β
-
blocker
0,87
1,97
22
ACEI+CCB+
β
-
blocker
0,29
0,21
23
ACEI + ARB +diuretik
0,29
0,43
24
ARB+CCB+diuretik
-
2,63
25
ARB+ diuretik+
β
-
blocker
-
0,65
26
CCB+ diuretik+
β
-
blocker
-
0,65
IV
Empat Obat
27
CCB+ diuretik+ agonis
α2
-pusat
-
0,21
28
ACEI+CCB+
β
-
blocker
+diuretik
-
1,31
29
ACEI+CCB+ agonis
α2
-pusat +diuretik
-
0,43
30
ARB+CCB+
β
-
blocker
+diuretik
-
0,43
31
ACEI + ARB +
β
-
blocker
+diuretik
-
0,21
32
ACEI + ARB + CCB +diuretik
-
0,21
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa sebagian besar resep umum berisi
satu obat antihipertensi (56,01%) dan sisanya (43,99%) berupa kombinasi dua dan
tiga obat antihipertensi. Obat antihipertensi tunggal yang paling banyak diresepkan
adalah ACE
Inhibitor (28,73%) sesuai dengan standar pelayanan medis RSUP Dr.
Sardjito. Standar pelayanan medis RSUP Dr. Sardjito mengacu pada JNC VII tetapi
ACE Inhibitor sebagai pilihan terapi utama (Anonim, 2005). Obat antihipertensi
tunggal yang juga diresepkan adalah diuretik (9,38%),
Calcium Channel Blocker
(7,61%), Angiotensin II Reseptor Blocker (5,57%), β-blocker (4,39%), dan α-blocker
(0,29%). Kombinasi dua obat antihipertensi yang paling banyak terdapat pada resep
umum adalah ACE
Inhibitor dan diuretik (29,03%), ACE
Inhibitor
dapat
menyebabkan hiperkalemia bila dikombinasikan dengan diuretik antagonis aldosteron
(Dipiro, 2005). ACE
Inhibitor juga dikombinasikan dengan
Calcium Channel
Blocker
(0,87%). Kombinasi ini dapat meningkatkan efek hipotensif. ACE Inhibitor
dikombinasikan dengan Angiotensin II Reseptor Blocker (0,58%). Keefektifan kedua
obat ini sama dalam menurunkan tekanan darah tetapi terapi kombinasi tidak lebih
menguntungkan daripada penggunaan tunggal. ACE
Inhibitor juga dikombinasikan
dengan
β-blocker (1,46%). Terdapat dua resep yang berisi kombinasi
Calcium
Channel Blocker
dan
β-blocker(0,58%). Kombinasi ini dapat menyebabkan efek
hipotensif dan melemahkan jantung terutama untuk
Calcium Channel Blocker
golongan nondihidropiridin yang bekerja pada jantung. Kombinasi tiga obat
antihipertensi yang paling banyak terdapat pada resep umum adalah ACE
Inhibitor-
Pada resep ASKES hanya terdapat 21,09% resep yang berisi satu obat
antihipertensi sedangkan sisanya 78,91% berupa kombinasi dua sampai empat obat
antihipertensi. Sama seperti pada resep umum, obat antihipertensi tunggal yang
paling banyak diresepkan adalah ACE Inhibitor (11,86%) karena merupakan pilihan
utama berdasarkan standar pelayanan medis RSUP Dr. Sardjito (Anonim, 2005).
Obat antihipertensi tunggal lainnya yaitu diuretik (4,17%), Calcium Channel Blocker
(2,85%), Angiotensin II Reseptor
Blocker (1,53%),
β-blocker (0,65%). Terdapat
sebelas jenis kombinasi dua obat antihipertensi pada resep ASKES, kombinasi paling
banyak yaitu ACE Inhibitor dan diuretik (30,32%). Terdapat satu resep (0,21%) yang
berisi kombinasi
β-blocker
dan
α-blocker,
hal ini kurang bermanfaat dalam terapi
karena
α-blocker memiliki potensi menyebabkan
rebound hipertensi jika
diberhentikan mendadak dan efek hipotensifnya dapat membahayakan. Terdapat juga
empat resep (0,87%) yang berisi kombinasi ACE Inhibitor dan agonis α2-pusat. Efek
captopril akan tertunda ketika digunakan bersama dengan klonidin (Stockley, 1995).
Terdapat dua resep (0,43%) yang berisi kombinasi agonis
α
2-pusat danCalcium
Channel Blocker. Kombinasi ini dapat meningkatkan efek hipotensif (Stockley,
1995). Kombinasi lain yaitu kombinasi tiga obat antihipertensi dan kombinasi empat
obat antihipertensi pada resep ASKES. Kombinasi tiga obat antihipertensi yang
terbanyak adalah ACE
Inhibitor- Calcium Channel Blocker–diuretik (12,30%).
Kombinasi empat obat antihipertensi yang terbanyak adalah ACE
Inhibitor-Calcium
Channel
Blocker-β-blocker-diuretik
(1,31%).
Pemilihan
kombinasi
obat
tempat kerja yang berbeda agar didapatkan efek penurunan tekanan darah yang
optimal.
Setelah melihat dan membaca resep umum dan resep ASKES dilihat
kelengkapan resepnya meliputi :
A.
Tanggal penulisan
Sebuah resep dikatakan tidak lengkap bila tidak mencantumkan tanggal
penulisannya. Pada resep ASKES tanggal penulisan tercantum pada seluruh resep
sedangkan pada resep umum ada lima resep (1,47%) yang tidak mencantumkan
tanggal penulisan.
Tabel V. Tanggal Penulisan Resep Obat Antihipertensi
Jenis kelengkapan
resep
Tercantum
Tidak tercantum
Jumlah
Presentase (n=341)
Jumlah
Presentase (n=455)
Umum
336
98,53
5
1,47
ASKES
455
100
-
-
Bila tanggal penulisan resep tidak dicantumkan tidak dapat dipastikan resep
dikerjakan tepat waktu atau tidak sehingga resep tidak sesuai dengan kondisi pasien
saat resep itu ditulis, selain itu juga dapat digunakan untuk menelusuri dokter yang
praktek pada saat resep ditulis bila pada resep tidak tercantum nama dokter. Beberapa
negara menentukan batas maksimal tiga bulan resep dapat dilayani, adapula yang
B.
Identitas dokter (inscriptio)
Pada lembar resep umum dan ASKES hanya tercantum nama dokter saja.
Nomor SIP tidak dicantumkan karena lembar resep yang digunakan adalah lembar
resep rumah sakit dan dokter tersebut telah terdaftar sebagai dokter tetap di rumah
sakit, kecuali bila dokter tersebut bukan dokter rumah sakit tersebut maka perlu
mencantumkan nomor SIP pada lembar resep yang digunakan bila tidak
menggunakan lembar resep rumah sakit. Alamat dan nomor telepon tercantum pada
seluruh resep umum dan ASKES tetapi bukan alamat dan nomor telepon dokter
melainkan alamat dan nomor telepon rumah sakit. Pada lembar resep umum terdapat
13 lembar resep (3,82%) yang tidak mencantumkan nama dokter sedangkan pada
lembar resep ASKES tercantum semua.
Tabel VI. Identitas Dokter Penulis Resep Obat Antihipertensi
Jenis kelengkapan
resep
Tercantum
Tidak tercantum
Jumlah
Presentase (n=341)
Jumlah
Presentase (n=455
Umum
328
96,18
13
3,82
ASKES
455
100
-
-
Pencantuman nama dan alamat dokter dengan jelas dan lengkap sangat
diperlukan terutama bila terdapat resep yang kurang jelas sehingga perlu ditanyakan
terlebih dahulu kepada dokter penulis resep sehigga memperlancar pelayanan bagi
spesialis di fasilitas PPK ASKES dengan berpedoman pada DPHO, bila tidak
mencantumkan namanya dokter maka resep tidak dapat dilayani di apotek PPK
ASKES.
C.
Informasi obat (prescriptio) dan informasi pemakaian obat (signatura)
Informasi obat meliputi kekuatan obat, jumlah, dan bentuk sediaan yang
diinginkan. Pada kemasan obat biasanya telah tertulis bentuk sediaan obat sehingga
dokter jarang menulis bentuk sediaan obat. Dokter juga terkadang tidak
mencantumkan kekuatan obat padahal kekuatan obat sangat penting dalam sebuah
resep karena kekuatan obat menunjukkan dosis obat yang diperlukan oleh tubuh
untuk mendapatkan efek teraupetik. Resep obat antihipertensi yang tidak
mencantumkan kekuatan obat diberikan dosis yang terkecil dari dosis yang ada. Hal
ini juga dilakukan karena pemberian obat antihipertensi pertama kali harus diberikan
dengan dosis terendah untuk menghindari risiko hipotensi. Pemberian dosis terkecil
bila dosis tidak tercantum kurang sesuai terutama untuk obat-obat yang memiliki
lebih dari satu dosis sehingga apoteker perlu melakukan konfirmasi dengan dokter
penulis resep kecuali untuk obat yang memiliki satu dosis saja dapat diberikan tanpa
dilakukan konfirmasi dengan dokter penulis resep.
Informasi pemakaian terdiri atas aturan pakai, waktu pemberian, dan cara
pemakaian (Lestari, 2000). Waktu pemberian berpengaruh terhadap kadar obat di
dalam darah. Terdapat obat-obat tertentu yang dapat diberikan kapan saja asalkan
disesuaikan dengan fungsinya. Cara pakai tidak tercantum dalam semua resep obat
antihipertensi baik pada resep umum maupun dalam resep ASKES karena semua obat
antihipertensi yang diresepkan berupa sediaan oral sehingga tidak memerlukan cara
pakai yang khusus dalam penggunaannya. Informasi obat (prescriptio) dan informasi
pemakaian obat (signatura) obat antihipertensi meliputi :
1.
Golongan ACE Inhibitor
Golongan antihipertensi ini bekerja dengan menghambat enzim yang
memperantarai perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Obat golongan
ACE
Inhibitor yang diresepkan adalah captopril dan lisinopril. Kekuatan obat
captopril 12,5mg dan 25mg sedangkan kekuatan obat lisinopril 5mg dan 10mg.
Pada resep umum terdapat satu resep (2,44%) yang tidak mencantumkan kekuatan
obat lisinopril. Pada resep ASKES terdapat empat resep (1,65%) yang tidak
mencantumkan kekuatan obat captopril dan tiga resep (5,89%) yang tidak
mencantumkan kekuatan obat lisinopril.
Gambar 3. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan ACE Inhibitor di
Resep ASKES
Dosis awal ACE
Inhibitor dapat diturunkan setengahnya untuk pasien
yang juga menerima diuretik karena berisiko terjadi hipotensi terutama terhadap
lansia (Dipiro, 2005). Jumlah obat tercantum dalam seluruh resep. Bentuk sediaan
captoril yang tercantum pada resep umum 64,29% dan lisinopril 29,26%
sedangkan pada resep ASKES bentuk sediaan captopril yang tercantum 38,02%,
dan lisinopril 25,42%.
Captopril digunakan 2-3 kali sehari karena memiliki waktu paruh lebih
pendek dari ACE Inhibitor yang lain sedangkan lisinopril digunakan sekali sehari
karena memiliki durasi yang lebih lama (Dipiro, 2005). Aturan pakai captopril
dan lisinopril tercantum dalam seluruh resep ASKES sedangkan pada resep
umum terdapat dua resep (3,73%) yang tidak mencantunkan aturan pakai
captopril dan satu resep (2,44%) yang tidak mencantunkan aturan pakai lisinopril.
Waktu pemberian captoril yang tercantum pada resep umum 4,39% dan
lisinopril 24,39% sedangkan pada resep ASKES waktu pemberian captopril yang
tercantum 0,82% dan lisinopril 10,52%. Tidak ada ketentuan yang pasti dalam
diberikan pada pagi dan malam hari untuk menjaga tekanan darah tetap stabil
setelah bangun dan sebelum tidur sedangkan lisinopril yang diberikan sekali
sehari sebaiknya diberikan pagi atau malam hari. Captopril diminum satu jam
sebelum makan karena makanan dapat mengurangi absorpsi sampai 40%
(Anonim, 2003). Penggunaan ACE
Inhibitor dapat menyebabkan batuk kering
karena menghambat pemecahan bradikinin.
2.
Golongan Angiotensin II Reseptor Blocker
Obat antihipertensi golongan angiotensin II reseptor
blocker yang
diresepkan adalah valsartan. Angiotensin II reseptor blocker dapat secara selektif
memblok kerja Angiotensin II pada reseptor AT1, selain itu mempunyai
kemampuan
end organ protection
(Anonim, 2009). Valsartan diminum satu kali
sehari dengan dosis awal 80mg. Aturan pakai valsartan tercantum dalam seluruh
resep umum dan ASKES, selain itu tidak ada waktu khusus dalam penggunaan
valsartan. Waktu pemberian valsartan yang tercantum pada resep umum adalah
pagi hari dan malam hari yaitu 12,13% dan pada resep ASKES 22,80%.
Kekuatan obat valsartan tercantum pada seluruh resep ASKES sedangkan
pada resep umum hanya tercantum 90,90%. Dosis awal sebaiknya dikurangi
setengah untuk pasien yang menggunakan diuretik (Dipiro, 2005) karena dapat
meningkatkan risiko hipotensi. Jumlah obat terdapat pada seluruh resep umum
dan ASKES. Bentuk sediaan valsartan yang tercantum pada resep umum 27,27%
dan pada resep ASKES 22,80%. Valsartan digunakan karena tidak menyebabkan
batuk kering seperti pada penggunaan golongan ACE
Inhibitor. Valsartan tidak
terlalu banyak diresepkan dibandingkan ACE
Inhibitor baik pada resep umum
maupun pada resep ASKES.
3.
Golongan
β
-blocker
Obat antihipertensi golongan β-blocker yang diresepkan adalah bisoprolol
dan propanolol. Obat ini bekerja dengan menghambat sel
β, bisoprolol
kardioselektif sedangkan propanolol nonselektif. Penggunaan obat golongan ini
tidak boleh diberhentikan secara tiba-tiba karena dapat menyebabkan
rebound
hipertensi (Dipiro, 2005).
Gambar 6. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan
β
-Blocker di Resep
ASKES
Kekuatan obat bisoprolol sebagai antihipertensi adalah 2,5mg dan 5mg
dengan dosis maksimum 20mg. Kekuatan obat bisoprolol yang tercantum pada
resep umum 80% dan pada resep ASKES 94,11%. Kekuatan obat propanolol
adalah 10mg dan 40mg. Kekuatan obat propanolol tercantum pada seluruh resep
umum dan pada resep ASKES 97,36%. Jumlah obat bisoprolol dan propanolol
tercantum pada seluruh resep umum dan ASKES. Bentuk sediaan bisoprolol dan
propanolol berupa tablet salut selaput (extended release). Bentuk sediaan
propanolol yang tercantum pada resep umum 45,45% dan pada resep ASKES
42,10%. Bentuk sediaan bisoprolol yang tercantum dalam resep umum 8%
sedangkan pada resep ASKES 23,52%. Bisoprolol digunakan satu kali sehari
sedangkan propanolol digunakan satu sampai dua kali sehari. Aturan pakai
tercantum pada seluruh resep umum dan resep ASKES. Waktu pemberian
bisoprolol yang tercantum yaitu diberikan pagi hari, pada resep umum tercantum
28% dan pada resep ASKES tercantum 20,58%. Waktu pemberian propanolol
4.
Golongan Calcium Channel Blocker
Obat antihipertensi golongan ini bekerja dengan menghambat masuknya
kalsium ke dalam sel otot jantung sehingga menurunkan kontraksi jantung dan
mendilatasi arteri sehingga tekanan darah turun. Calcium channel blocker sangat
efektif untuk pasien yang mengalami hipertensi sistolik terisolasi yang banyak
terjadi pada lansia (Dipiro, 2005). Obat antihipertensi golongan calcium channel
blocker yang diresepkan adalah amlodipin, diltiazem, dan nifedipin. Kekuatan
obat amlodipin sebagai antihipertensi 2,5-10mg, diltiazem 60-120mg, nifedipin
30-60mg. Diltiazem memiliki dua bentuk sediaan yaitu tablet dan kapsul
(extended-release dan sustained-release). Bentuk sediaan nifedipin berupa tablet
extended-release. Efek penurunan tekanan darah oleh nifedipin dapat lebih cepat
tercapai dengan menghancurkan tabletnya terlebih dahulu (Anonim, 2003).
Gambar 8. Grafik Informasi Obat Antihipertensi Golongan
Calcium Channel Blocker di Resep ASKES
Kekuatan obat amlodipin yang tercantum pada resep umum adalah
78,58%, diltiazem 86,36%, dan nifedipin 73,91%. Kekuatan obat amlodipin
tercantum pada seluruh resep ASKES sedangkan kekuatan obat diltiazem yang
tercantum adalah 87,35% dan nifedipin 73,21%. Jumlah obat nifedipin, diltiazem
dan amlodipin tercantum dalam seluruh resep umum dan resep ASKES. Bentuk
sediaan amlodipin yang tercantum dalam rese