• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teruntuk Mama dan Papa tercinta

DAFTAR GAMBAR

3. Desentralisasi Fiskal dan Ketimpangan Pendapatan

Dummy desentralisasi fiskal digunakan untuk melihat apakah tingkat kemerataan pendapatan antar propinsi di Indonesia lebih baik pada masa desentralisasi fiskal ataukah sebelum desentralisasi fiskal diterapkan. Dummy desentralisasi fiskal berpengaruh positip dan signifikan secara statistik terhadap tingkat kemerataan pendapatan antar propinsi di Indonesia. Pada masa kebijakan desentralisasi fiskal dilaksanakan, tingkat kemerataan pendapatan antar propinsi di Indonesia lebih baik daripada sebelum kebijakan ini diterapkan.

Dengan dilaksanakannya Otonomi Daerah dan Desentralisasi pada tahun 2001, pemerintah daerah diberikan kewenangan dan tanggung jawab yang lebih luas dan nyata dalam mengurus rumah tangga daerahnya. Dengan status barunya, pemerintah daerah lebih leluasa untuk membuat dan melaksanakan kebijakan yang cocok untuk masyarakat dan daerahnya, karena pemerintah daerah lebih

mengetahui kebutuhan akan daerahnya daripada pemerintah pusat. Pelimpahan wewenang ini diikuti juga oleh pelimpahan dana transfer dan pengelolaan keuangan daerah secara mandiri. Dalam melaksanakan fungsinya sebagai pemerintah daerah yang lebih otonom, pemerintah daerah akan memacu kondisi keuangannya dengan menggali dan memanfaatkan potensi sumber daya lokalnya secara maksimal, disamping pemanfaatan dana transfer dari pemerintah pusat. Hal ini dilakukan tidak lain demi kesejahteraan daerah dan masyarakatnya.

Melihat dari masalah yang hendak di selesaikan, tujuan yang hendak dicapai dan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dari penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Indeks ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia dengan indikator PDRB konstan 1993 berada pada kondisi ketimpangan yang tinggi terkecuali pada tahun 1998-1999 yang berada pada kondisi ketimpangan yang sedang. Jika mengeluarkan sektor migas dalam perhitungan, maka terlihat adanya kondisi ketimpangan yang tinggi dari tahun 1993-1997. Dimulai dari masa krisis (1998) sampai masa diterapkannya kebijakan desentralisasi fiskal (2004) ketimpangan berada pada kondisi yang sedang. Sedangkan indeks ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia dengan indikator PDRB harga berlaku – baik dengan atau tanpa sektor migas – berada pada kondisi ketimpangan yang tinggi.

2. Pada masa kebijakan desentralisasi fiskal dilaksanakan, tingkat kemerataan pendapatan antar propinsi di Indonesia lebih baik daripada sebelum kebijakan ini diterapkan.

3. Adanya peningkatan dana transfer untuk tiap-tiap propinsi di Indonesia membawa dampak yang positif terhadap tingkat kemerataan pendapatan antar propinsi di Indonesia.

4. Adanya peningkatan PAD untuk tiap-tiap propinsi di Indonesia membawa dampak yang positif terhadap tingkat kemerataan pendapatan antar propinsi di Indonesia.

7.2 Saran

Melihat dari pendahuluan hingga kesimpulan yang telah dibuat, maka beberapa saran yang coba direkomendasikan, yaitu:

1. Masih tingginya tingkat ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia, mengindikasikan masih belum cukup upaya-upaya pemerintah dalam menekan tingkat ketimpangan yang terjadi selama ini. Diperlukan kajian- kajian yang lebih mendalam lagi sehingga arah kebijakan untuk mengatasi masalah ketimpangan ini bisa tepat sasaran.

2. Tidak terbuktinya transfer fiskal dalam menurunkan tingkat ketimpangan transfer fiskal, maka perlu ditinjau ulang tentang pola transfer yang selama ini digunakan (formula). Disamping itu, tetap perlu adanya fungsi pengawasan dari pemerintah pusat tentang penggunaan anggaran daerah terlebih terkait adanya penyimpanan DAU di SBI. Kedua hal ini diduga sebagai faktor yang cukup kuat mengapa tujuan transfer fiskal tersebut tidak tercapai.

3. Melihat peranan PAD dalam membentuk tingkat kemandirian fiskal pemerintah daerah juga dalam menekan tingkat ketimpangan yang terjadi. Maka pemerintah daerah harus secara bijak dan arif dalam menggali sumber- sumber PAD ini, jangan sampai gagasan ”autonomy” terdistorsi menjadi pendekatan ”automoney”. Sehingga dapat menimbulkan inefisiensi dalam

iklim investasi pemerintah setempat, yaitu dengan diterbitkannya berbagai perda tentang pajak dan retribusi.

4. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat melihat peranan transfer fiskal secara lebih rinci, yaitu dalam hal bagi hasil (baik bagi hasil pajak maupun bagi hasil bukan pajak) dan bantuan dari pemerintah pusat dalam hal ini DAU-nya. Disamping kaitannya dengan ketimpangan pendapatan yang telah dilakukan, disarankan juga untuk melihat kaitan antara peranan transfer fiskal dengan ketimpangan fiskal. Baik itu ketimpangan vertikal (vertikal imbalance) maupun ketimpangan horisontal (horisontal imbalance).

. 2000. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 1993. Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Tingkat I,

dalamberbagai tahun terbitan. BPS, Jakarta.

.1993. Statistik Kesejahteraan Masyarakat, dalam berbagai tahun terbitan. BPS, Jakarta.

. 1993. Produk Domestik Regional Bruto Daerah Tingkat I, dalam berbagai tahun terbitan. BPS, Jakarta.

Boediono. 2002. Kebijakan Pengelolaan Keuangan Negara dalam Rangka

Pelaksanaan Azas Desentralisasi Fiskal, disampaikan pada Rapat Koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara Tingkat Nasional

Tahun 2002. Jakarta, 11 Februari 2002.

Brodjonegoro, B. dan A. T. Pakpahan. 2002. Evaluasi Atas Alokasi DAU 2001 dan Permasalahannya, dalam Sidik (editor), Dana Alokasi Umum: Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Buku Kompas, Jakarta.

Davey, K. 1989. Hubungan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, dalam Devas (editor), Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia.UI-Press, Jakarta.

Damanhuri, D.S. 1999. PJP-I, Krisis Ekonomi dan Masa Depan Pembangunan dalam Pilar-pilar Reformasi Ekonomi-Politik, Upaya Memahami Krisis Ekonomi dan Menyongsong Indonesia Baru. CIDES dan Pustaka Hidayah, Jakarta.

. 1999. Krisis Besar atau Turbulensi Ekonomi dalam Pilar-pilar Reformasi Ekonomi-Politik, Upaya Memahami Krisis Ekonomi dan Menyongsong Indonesia Baru. CIDES dan Pustaka Hidayah, Jakarta. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.

Elmi, B. 2002. Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia.UI-Press, Jakarta.

Gujarati, D. 1995. Ekonometrika Dasar, dalam Sumarna (penerjemah). Erlangga, Jakarta.

Haris, S. 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Desentralisasi, Demokratisasi & Akuntanbilitas Pemerintahan Daerah. LIPI Press, Jakarta.

Hidayat, S. 2004. Desentralisasi: Tinjauan Literatur Tentang Konsep Dasar, Pengalaman Negara Lain, dan Dinamika Kebijakan di Indonesia, dalam Susanto (penyunting), Otonomi Daerah: Teori dan Kenyataan Empiris. PPE-LIPI, Jakarta.

Jhingan, M.L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, dalam Guritno (penerjemah). PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kamaluddin, R. 2000. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Rangka Otonomi. Perencanaan Pembangunan,No. 20, Juli/Agustus 2000.

. 2006. Sumber Keuangan Daerah dan Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah. Perencanaan Pembangunan, Edisi 04/ Tahun XI/Juli – September 2006.

Kuncoro, M. 2003. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan. UPP-APN-YKPN, Yogyakarta.

Mahi, R. dan Adriansyah. 2002. Sejarah Transfer Keuangan Pusat ke Daerah, dalam Sidik (editor), Dana Alokasi Umum: Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Buku Kompas, Jakarta.

Nifia, H. 2004. Efek Pemberlakuan Otonomi Daerah Terhadap Perbaikan Pelayanan Publik: Analisis Keuangan Daerah[Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, FEM-IPB.

Nugroho, T. 2004. Disparitas Pembangunan Wilayah Pesisir Utara dan Selatan Jawa Barat (Studi Kasus Di Kabupaten Karawang Subang – Garut Ciamis) [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Riyanto. 2003. Analisis Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Perekonomian Daerah dan Pemerataan Pembangunan Wilayah di Indonesia [Tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Sidik, M. 2002. Kebijakan, Implementasi, dan Pandangan ke Depan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, dalam seminar nasional Menciptakan Good Governance demi Mendukung Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal. Yogyakarta, 20 April 2002.

Simanjuntak, R.A. 2002. Transfer Pusat ke Daerah: Konsep dan Praktik di Beberapa Negara, dalam Sidik (editor), Dana Alokasi Umum: Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Buku Kompas, Jakarta. Simanjuntak, R.A. dan Djoko Hidayanto. 2002. Dana Alokasi Umum di Masa

Depan dalam Sidik (editor), Dana Alokasi Umum: Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Buku Kompas, Jakarta.

Suhartono, H. 2005. Signifikansi Peran Transfer Fiskal dalam Mengurangi Kesenjangan Antar Daerah di Wilayah Jawa Bagian Barat [Tesis]. Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, FE-UI.

Supriyantoro, G. 2005. Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten-Kota di Propinsi Jawa Tengah[Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, FEM-IPB. Sya’dullah, M. 1999. Dampak Pengalokasian DIP dan Inpres terhadap Distribusi

Pendapatan, dalam Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. JEP VII (1). PEP – LIPI.

Tambunan, T.T.H. 2003. Perekonomian Indonesia: Beberapa Permasalahan Penting. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Dokumen terkait