• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Penelitian ini menggunakan metode wawancara dan observasi. Penelitian ini dimulai dengan observasi dan melakukan pendekatan dengan responden. Selanjutnya peneliti menanyakan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Setelah menyatakan kesediaan menjadi responden, langkah selanjutnya menentukan waktu dan tempat yang tepat bertemu dengan responden untuk wawancara mendalam. Waktu dan tempat pelaksanaan wawancara disesuaikan dengan waktu luang, situasi dan kondisi responden. Observasi dilakukan sebanyak dua kali dalam hari yang sama.

Tabel

Agenda Pelaksanaan Wawancara dan Observasi Inisial

Responden

Waktu Tempat Keterangan

AE Sabtu, 12 Januari 2019 14.00-15.30 WIB Rumah Responden Observasi pada saat berkegiatan di rumah. Sabtu, 12 Januari 2019 15.45-16.15 WIB Taman Glugut Observasi pada saat berkegiatan diluar rumah. Sabtu, 12 Januari 2019 16.20-18.05 WIB Taman Glugut Wawancara Informan Kamis, 24 Januari Mrican, Wawancara

53

2019

12.56- 13.20 WIB

Yogyakarta

1. Deskripsi Umum Responden :

Nama : AE

Alamat : Bantul

Usia : 20 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Jenis Disabilitas : Tunagrahita ringan Anak ke : 2 dari 2 bersaudara

Penampilan :Berperawakan sedang, berkerudung, bentuk wajah lonjong, hidung sedang, berpakaian rapi dan sopan.

Riwayat pendidikan : SLB Negeri Surakarta kemudian riwayat pendidikan terakhir di SMK N yogyakarta Ciri-ciri keperibadian : Ramah, terbuka, perhatian, mudah bergaul. 2. Hasil Penelitian

Dari observasi dan wawancara mendalam yang dilakukan peneliti terhadap responden AE diperoleh hasil yang berkaitan dengan dampak-dampak kekerasan seksual.

a. Bentuk Kekerasan

Bentuk kekerasan seksual yang dialami oleh responden ialah kasus pemerkosaan. Hal ini dapat dlihat dari kutipan wawancara dengan responden.

“Pemerkosaan dan penipuan mbak” (DA121/DPS-w/003)

Hal ini juga senada dengan apa yang disampaikan oleh informan dan dapat dilihat dari kutipan wawancara dengan informan.

“Jadi AE itu hanya mengalami kasus perkosaan tidak mengalami bentuk kekerasan seksual non verbal yang

lain.” (DI241/DPS-w/003-004)

Selain itu kekerasan seksual yang dialami oleh responden ialah pelecehan seksual verbal melalui media sosial dengan pesan yang bernada mesum. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh informan yakni :

“Pelaku dan AE itu cuma wa- wa-nan berapa kali. Di WA-nya aja nada-nadaWA-nya pelaku udah mesum kok.”

(DI241/DPS-w/014-016)

Pelaku menipu responden dengan mengajak responden pergi ke pantai namun ternyata pergi ke losmen dan niat pelaku tidak diketahui oleh responden. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dari responden yang terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

“Kan pertamanya diajak ke pantai dan posisinya aku lagi di sekolah, ehh ternyata aku diajak ke losmen mbak.”

55

Pelaku juga melakukan penipuan kepada pihak losmen dengan memakaikan jaket pelaku kepada responden. Kutipan wawancara sebagai berikut

“Dan pas udah di losmen, pihak losmennya ngelarang kami masuk mbak, aku masih pake baju sekolah. Habis itu aku diajak keliling-keliling sebentar terus balik ke losmen itu lagi tapi pake jaketnya."(DA121/DPS-w/010-013)

Informan juga menyampaikan hal yang sama mengenai penipuan yang dialami responden dengan hasil wawancara yang lebih rinci. Berikut kutipan informan:

“Taunya ya diajak main ke pantai main gitu aja. Yang lainnya gak tau, dibawa ke losmen itu juga gak rencana, gak tau si AE.” (DI241/DPS-w/018-019).

b. Dampak-dampak yang dialami oleh Responden

Setelah mengalami kasus pemerkosaan dampak-dampak yang dialami oleh responden meliputi dampak psikologis, dampak fisik, dan dampak sosial. Kutipan wawancara sebagai berikut:

“Ya banyak mbak, dampaknya ke perasaanku, pikiranku, badanku, keluargaku dan juga ngaruh kelingkunganku

mbak.” (DA121/DPS-w/018-020)

Penyandang tunagrahita yang menjadi responden mengalami dampak psikologis yakni, mengalami ketakutan, takut pada gelap, dan trauma setiap bertemu dengan laki-laki

baru. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan hasil wawancara sebagai berikut:

“Aku jadi takut mbak. Apalagi gelap, karna waktu kejadian di losmen itu gelap. Aku jadi trauma tiap mau ketemu laki-laki baru dan takut ke sekolah.”

(DA121/DPS-w/024-027)

Selain itu dampak psikologis yang dialami oleh responden ialah takut sendirian, tidak fokus dan sedih berkepanjangan. Hal ini terungkap pada hasil wawancara:

“Karena masalah itu aku jadi trauma kemana-mana, kalau pergi mesti ada temennya dan waktu itu jadinya gak masuk sekolah beberapa minggu, padahal bulan-bulan itu aku lagi persiapan UN. Ganggu pelajaran juga mbak. Aku gak fokus. Sedih terus.” (DA121/DPS-w/048-052)

Tak hanya takut sendirian, tidak fokus, dan sedih berkepanjangan, responden juga mengalami kecederungan bunuh diri karena merasa dirinya sudah tidak berharga lagi dan merasa minder. Hal ini terungkap pada hasil wawancara:

“Pingin bunuh diri mbak. Aku ngerasa gak berharga lagi. Pikirku ahh nggo ngopo urip ki. Hahaa.. kadang aku juga minder karna udah ndak perawan lagi dan kalau udah gitu ya aku nangis lagi” (DA121/DPS-w/054-057)

Responden AE mengalami penurunan harga diri atau rendah diri. Hal ini terungkap secara implisit didalam hasil wawancara.

“nanti siapa yang mau sama aku padahal aku udah gak perawan lagi. Aku jadi jaga jarak sama laki-laki mbak.”

57

Responden mengalami kecemasan bila sendiri, tidak berdaya dan ketakutan saat bertemu dengan orang baru. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara terhadap responden dan juga informan.

“Karena masalah itu aku jadi trauma kemana-mana, kalau pergi mesti ada temennya” (DA121/DPS-w/048-049) Kecemasan dan ketakutan responden ini juga senada dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan informan. Hasil wawancara sebagai berikut:

“Dampak psikologisnya ya itu, dia takut setiap kali melihat laki-laki yang badannya besar. Kemana-mana harus ditemani, ndak berani sendiri.” (DI241/DPS-w/039-041)

Selain hasil wawancara antara responden dengan informan, hal ini juga nampak pada hasil observasi.

Ketika ingin pergi ke suatu tempat yang jaraknya jauh ataupun dekat, responden meminta peneliti maupun ibunya untuk menemani responden. (AE2/12/01/18)

Dampak fisik yang muncul antara lain selangkangan terasa sakit, robeknya selaput dara dan tidak perawan lagi. Hal ini terungkap pada hasil wawancara dengan responden yakni:

“Ada mbak, anu.. waktu itu selangkanganku kerasa sakit mbak. Kalau jalan rasanya kayak pegel banget. Yang terutama si aku udah gak perawan lagi.” ( DA121/DPS-w/030-032)

Begitu pula sama halnya seperti yang dikatakan oleh informan yang peneliti dapatkan, sebagai berikut :

“Yang pasti ya selangkangannya sakit tak lama setelah kejadian itu. Selebihnya ya selaput daranya sudah robek.”

(DI241/DPS-w/043-045)

Selain dampak fisik yang dialami oleh responden, responden juga mengalami dampak sosial yakni proses belajarnya pun terganggu dan menjadi takut bila bertemu dengan orang baru. Hal ini terungkap pada hasil wawancara yang sudah dilakukan.

“Dampak sosialnya ya ada mbak. Aku sempet gak masuk sekolah beberapa minggu, aku takut ketemu temen-temen.” (DA121/DPS-w/035-037)

Selain takut bertemu dengan teman-teman, responden juga bermusuhan dengan seorang teman yang mengenalkan pelaku kepada responden.

“Aku juga jadinya musuhan sama temenku yang ngenalin aku ke mantan pacarku itu mbak.” (DA121/DPS-w/037-038)

Sedangkan dampak sosial yang diberikan lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat kepada responden tidak ada karena masyarakat dan teman-teman disekolah tidak mengetahui kasus yang dialami oleh responden.

“Tapi, Aku senengnya temen-temen gak ada yang tau mbak. Cuma kepala sekolahku tau. (DA121/DPS-w/038-039)

59

“Warga ndak ada yang tau mbak. Pas keluarga mantanku datang ke rumah aja, dikiranya sodara mbak.”

(DA121/DPS-w/043-044)

Informan yang memiliki kedekatan dengan responden pun juga mengatakan hal yang sama mengenai dampak sosial yang dialami responden. Hal ini tertuang dalam hasil wawancara :

“Setelah mengalami kejadian itu, AE jadi berhenti sekolah seminggu lebih. Dia takut ketemu banyak orang. Padahal

saat itu menjelang UN.” (DI241/DPS-w/047-049)

Sejalan dengan hasil wawancara, dampak sosial ini tampak melalui obeservasi sebagai berikut:

Responden nampak malu takut-takut bila bertemu dengan orang baru termasuk saat bertemu dengan peneliti(AE1/12/01/18).

Selain berdampak pada diri responden, peristiwa pemerkosaan ini juga berdampak pada psikologis keluarga. Dampak yang dialami ini terungkap pada hasil wawancara sebagai berikut:

“Mamah dan bapak shock mbak. Hampir tiap hari mamah nangis. Keluarga jadi terpukul mbak.” (DA121/DPS-w/023-024)

c. Bentuk perlawanan yang dilakukan

Dilihat dari hasil wawancara responden dan hasil membandingkan data dari informan terdapat beberapa kemiripan mengenai bentuk perlawanan yang dilakukan oleh responden AE.

Responden AE mengungkapkan bahwa perlawanan yang dilakukan ialah mencoba menelepon ayahnya dan melakukan perlawanan yang lainnya namun tidak berdaya. Hal ini terdapat pada hasil wawancara.

“Ya selain menolak ajakan pas di losmen itu aku coba telfon bapak tapi hapeku direbut. Aku gak bisa ngelawan ditambah lagi karena aku gak berdaya dan badan dia itu besar.” (DA121/DPS-w/087-090)

Informan juga mengatakan hal serupa mengenai perlawanan yang dilakukan oleh responden pada hasil wawancara.

“Perlawanan yang AE lakukan saat itu ya tentu saja menolak untuk berhubungan kemudian AE mencoba menelfon bapaknya tetapi HP AE direbut.” (DI241/DPS-w/062-064)

Sedangkan perlawanan yang dilakukan oleh responden dan keluarga responden pasca kejadian pemerkosaan adalah melawan melalui jalur hukum. Perlawanan ini terungkap melalui hasil wawancara antara peneliti dengan responden. Hasil wawancara sebagai berikut:

“Setelah tau, bapak sama mamah ngumpulin bukti dan sehari setelah itu aku di visum terus lapor ke kantor polisi. Jadi perlawanannya ya lapor polisi buat menjaraain dia mbak. Selain itu pas keluarga dia minta maaf atau mediasi,

kami tetep nolak.” (DA121/DPS-w/081-085)

Perlawanan pasca kejadian pemerkosaan tersebut juga senada dengan apa yang disampaikan oleh informan dalam wawancara. Kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

61

“Setelah kejadian itu, keluarga mengumpulkan bukti dan lapor polisi lalu paginya saya dipangil untuk mendampingi AE. Setelah lapor, ditanyain kronologisnya bagaimana. Lalu besoknya gelar perkara atau rekonstruksi ke losmen. Kemudian dibuat catatan surat laporan, kemudian dibuat BAP, penyelidikan selanjutnya dan lalu pencarian pelaku. Yaa terus setelah itu di proses-proses. Sampai berapa

bulan lah.” (DI241/DPS-w/079-087)

Perlawanan melalui jalur hukum tersebut melewati proses yang panjang hingga akhirnya pelaku dinyatakan bersalah dan dipenjara. Hal ini disampaikan juga oleh responden dan informan yakni sebagai berikut:

“Waktu itu prosesnya juga susah mbak, pak polisi lebih dukung pelaku. Masak aku ditanyain pas diperkosa enak apa nggak, disitu aku jengkel banget. Untung ada mamah, bapak sama bu pendamping. Pokoknya semua sama-sama berjuang supaya dia masuk penjara mbak. Bahkan waktu pelaku minta mediasi dan dateng dateng kerumah pun gak kami terima. Ya intinya supaya dihukum seberat-beratnya dan setelah dia di penjara aku jadi lega.” (DA121/DPS -w/095-104)

“hampir 3 bulan nggak di proses sama polisi. Terus aku ke kantor polisi Tanya kok gak segera di proses katanya bukti-bukti belum lengkap. Kan itu tugas polisi untuk menyelidiki pikirku saat itu. Akhirnya di proses kemudian pelaku dijatuhi hukuman penjara tetapi tidak terlalu ringan karena alasan pelaku adalah pelaku tidak tahu kalau korban adalah seorang disabilitas” (DI241/DPS-w/087-093)

d. Cara menghadapi tantangan

Dilihat dari hasil wawancara responden dan informan terdapat beberapa kemiripan atas usaha-usaha yang dilakukan dan diupayakan untuk responden.

Responden mengolah pengalaman tersebut dengan menangis agar lega. Kutipannya sebagai berikut:

“Ya, nangis mbak biar lega. Selain itu ya berjuang buat nyelesaiin kasusnya di kantor polisi.” (DA121/DPS -w/094- 095)

Responden melepaskan kesedihan dengan menangis. Selain itu, responden juga berusaha menghadapi tantangan agar sehat secara psikologis dengan lebih patuh terhadap orangtua, lebih ikhlas dan fokus pada masa depan. Hal tersebut diungkapkan melalui wawancara. Hasil wawancara sebagai berikut:

“Pertama ya nerima mbak. Lebih nurut sama orang tua, karena selama pacaran sama dia aku jadi suka nurut sama mantan pacarku ketimbang dengerin mamah. Terus lebih belajar Ikhlas dan fokus ke masa depan. Setelah dia di penjara aku jadi lega mbak, sekarang aku bahagia.”

(DA121/DPS-w/108-113)

Sebagai perbandingan, Informan pun mengatakan hal yang sama dengan usaha yang disampaikan oleh responden. Hal ini nampak pada hasil wawancara yakni :

“ya itu, dia belajar untuk menerima keadaannya. Apalagi dia disabilitas tunagrahita yang artinya tidak mudah baginya untuk mengolah pengalaman yang sudah dia alami. Terutama saat melewati proses hukum. Dia tetap

63

berjuang ditengah keterbatasannya.” (DI241/DP S-w/096-100)

Responden juga mengurungkan keinginan untuk bunuh diri dan berusaha mendekatkan diri kepada Allah dan menerima segala kejadian yang pernah terjadi. Kutipan wawancara sebagai berikut:

“Aku milih untuk ndak jadi bunuh diri mbak. Lebih mendekatkan diri ke Allah dan nrimo apa yang sudah terjadi dan sekarang aku bahagia walaupun kadang kalau ingat kejadian itu masih suka nangis. Terus mbak, biar ngerasa lega ya aku nangis” (DA121/DPS-w/111-114) Selain menangis, menerima keadaan, lebih patuh terhadap orangtua, ikhlas, fokus ke masa depan, mengurungkan niat bunuh diri dan mendekatkan diri kepada Allah , responden juga melakukan usaha lain yakni menuliskan pengalaman yang muncul setiap kali mengingat kejadian pemerkosaan tersebut. Hasil wawancara sebagai berikut :

“Setiap kali ingat pengalaman itu, pengalaman itu selalu kutulis terus dikirim ke pendamping.” (DA121/DPS-w/115-117)

Usaha yang dilakukan responden tersebut sesuai dengan saran yang diberikan oleh informan yakni segala ingatan yang muncul mengenai pengalaman pemerkosaan tersebut ditulis kemudian dikirimkan melalui WA maupun e-mail dan responden menerima saran informan agar sehat secara psikologis, fisik dan sosial.

“Lalu, membantunya dengan menyuruh AE menuliskan setiap ingatan maupun perasaan tentang kejadian perkosaan yang muncul itu kemudian setelah selesai ditulis baru saya memintanya untuk mengirimkan via WA maupun e-mail. Karena AE kan seorang grahita ringan yang artinya tidak mudah baginya untuk mengingat kejadian-kejadian yang dialami sehingga terkadang kejadian yang menyakitkan sering tiba-tiba muncul jadi ya sebaiknya itu di olah supaya tidak mengganggu masa

depan.” (DI241/DPS-w/103-113)

Usaha-usaha yang dilakukan oleh responden dan juga informan tak selalu berjalan mulus. Responden dan informan sama-sama mengakui bahwa mereka mengalami kesulitan selama mengolah pengalaman tersebut. Kesulitan tersebut tertuang dalam hasil wawancara sebagai berikut:

“Pas aku inget kejadian itu ya jadi sedih terus dan pasti akhirnya nangis-nangis. Selain itu ya kesulitannya pas nulis kejadian itu mbak. Aku kadang lupa-lupa ingat

kejadian itu.” (DA121/DPS-w/120-123)

Hal ini diperkuat oleh hasil perbandingan wawancara dengan responden dan informan. Informan mengungkapkan bahwa tulisan yang terdiri dari beberapa kalimat, penulisan yang tidak terstrukur dan tidak nyambung menjadi kesulitan yang dialami oleh informan. Hal ini terungkap pada hasil wawancara antara peneliti dan informan. Kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“ya kesulitannya itu kadang si AE mengirimkan tulisannya hanya beberapa kalimat saja. Itupun tidak terstruktur. Kadang cerita yang ditulis tidak nyambung satu kalimat

65

dengan kalimat yang lain. Jadi ya harus tetap di olah. Saya paham karena ini juga termasuk dalam keterbatasan disabilitas grahita sehingga ya di beri pengertian supaya menuliskan pengalaman yang dialami dengan yang ditulis

bisa berurutan dan sesuai.” (DI241/DPS-w/117-124)

Meskipun mengalami berbagai kesulitan, dukungan dari orang-orang terdekat sangat membantu responden. Hal ini juga diungkapkan oleh responden dan juga informan dalam kutipan wawancara sebagai berikut:

“Ya di support mbak. Awalnya mamah masih suka bahas status keperawananku dan aku jadi gak suka. Tapi lama-kelamaan Mamah, bapak dan mbak jadi selalu mendukung cita-citaku mbak. Mereka mendukungku untuk terus mengolah pengalaman ini. Dukungan yang aku harapkan ya lebih ke dukungan dari orangtua.” (DA121/DPS-w/127-132)

Sedangkan dukungan yang diberikan oleh informan tertuang dalam hasil wawancara. Kutipan wawancara sebagai berikut:

“hmm.. dukungan yang saya berikan kepada AE tentu saja mendampingi dari awal proses jalur hukum sampai sekarang. Kita tidak bisa selesai proses hukum langsung lepas. Jadi ya mendampingi, menemani dan mendukung sampai tuntas dan AE menjadi pribadi yang lebih

tangguh.” (DI241/DPS-w/128-132)

Dari hasil mengolah dampak-dampak kekerasan seksual yang muncul hingga melewati kesulitan-kesulitan ketika mengolah pengalaman itu agar sehat secara psikologis, sosial maupun fisik responden menyatakan kelegaannya setelah berhasil mengolah

pengalaman tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kutipan wawancara milik responden dan juga informan yang saling berkeaitan:

“Lega mbak. Aku bahagia bisa ngelewatin ini dan dia bisa di penjara. Aku merasakan keadilan buat aku sendiri. Sekarang aku juga gak takut lagi buat bersosialisasi ke masyarakat. Karna kan masyarakat juga pada gak tau kasusku. Walaupun kadang aku minder karna udah ndak perawan tapi aku tetap merasa bahwa diriku juga berharga dan berhak bahagia mbak” (DA121/DPS -w/136-142)

“Tentu saja senang. Saat AE kembali bangkit dan memperjuangkan masa depannya. Saat ini AE sedang persiapan untuk masuk ke perguruan tinggi jurusan PG-Paud. Jurusan yang juga diminati AE karena AE menyukai anak-anak. (DI241/DPS-w/135-139)”

Dokumen terkait