4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Deskripsi Hasil 1. Partisipan I
a. Faktor Predisposisi
1). Pengetahuan meliputi kehamilan dan layanan ANC
Riset partisipan menyatakan bahwa ia tidak mengetahui
kehamilannya sejak pertama janin tersebut tumbuh, ia baru
mengetahuinya setelah merasakan beberapa gejala
kehamilan. Partisipan menceritakan keadaannya kepada
salah satu saudaranya yang bekerja sebagai perawat
87
tersebut ke Puskesmas. Ini seperti yang dinyatakan oleh
partisipan :
“saya sakit pusing-pusing hampir tiap hari. Saya tidak ke sekolah juga waktu itu, awal Agustus begitu, terus saya pergi ke tempat saudaranya saya. Kebetulan dia perawat di puskesmas (W1/PI, 11-13)” “Saya cerita ke saudaranya saya..tentang
saya pusing – pusing, mual-mual”(W1/P1,
18-19)
“saya ditemani sama dia ke
Puskesmas untuk periksa. Dari situ baru saya tahu kalau saya hamil”(W1/P1,22-24)
Riset partisipan tidak hanya tidak memahami gejala awal
kehamilan yang ia rasakan, namun juga tidak rutin dalam
melakukan pemeriksaan kehamilan :
“ehh tidak juga ibu. Saya kan bajual di pasar
sampai siang, kadang – kadang saya lupa kalau harus pergi priksa..saya punya mama juga takut saya keluar rumah sendiri. Mereka takut saya pergi ketemu dengan saya punya suami”(WI/PI, 36-38)
“priksa terakhir tu Agustus ibu. Itu baru satu
kali.ini tanggal 20 ini ada lagi Posyandu”(W1/PI, 42-43)
Riset partisipan mengetahui tempat pelayanan ANC yang
berada di desanya serta mempunyai keinginan untuk
berkunjung ke tempat pelayanan ANC :
“ di sini yang paling dekat ya cuman
Posyandu saja ibu. Kalau rumah sakit
(Puskesmas) masih lumayan
jauh”(W1/PI,44-45)
“sebenarnya saya ingin pergi priksa ke posyandu juga, saya juga ingin tahu kesehatannya saya bagaimana, terus
88 banyak juga yang saya mau tanya dibidan tentang masalah hamil”(W1/PI, 54-56)”
Partisipan juga mampu menjelaskan setiap tindakan atau
mampu mengingat hal–hal apa saja yang ia jalani pada
saat pertama kali datang berkunjung ketempat pelayanan
ANC :
“ada priksa darah, dong priksa perut juga,
ukur perut punya panjang(W1/PI,26), ibu bidan yang priksa. Katanya untuk tahu perkembangannya ini anak (W1/PI,28), ukur LILA (Lingkar Lengan Atas).Supaya tau gizi yang saya punya(W1/PI,30), ada vitamin tambah darah, dong suru beli susu di Apotik Puskesmas, dengan suru datang priksa tiap bulan di Posyandu di desa(W1/PI,32-33) 2). Sikap terhadap pengetahuan
Partisipan mampu menyikapi kehamilannya dengan baik.
Namun dalam pelaksanaannya ia terkendala dalam
melakukan kunjungan ANC akibat larangan orang tuanya
yang menyuruhnya untuk tidak berpergian walaupun pergi
ke Posyandu. Berikut adalah pernyataan partisipan :
“saya punya mama yang tidak lepas saya
pergi, walaupun untuk pergi Posyandu..bagaimana ya ibu..namanya orang tua pasti dia sedikit rasa malu dengan tetangga gara gara saya. Lagian mereka tidak mau juga sebelum urusan adat selesai, saya tidak boleh ketemu-ketemu dulu dengan suami. Tapi sebenarnya saya ingin pergi priksa ke posyandu juga”
89 3). Perilaku Kesehatan
Partisipan menyatakan bahwa ia merasa sehat tanpa
harus melakukan pemeriksaan ANC. Perilaku tersebut
dilihat dari kesehariannya yang terus bekerja (berjualan) di
pasar sampai siang hari. Partisipan mulai merasakan
perubahan yang terjadi dalam dirinya, dan yang paling ia
rasakan adalah kondisi dalam perutnya yang mulai ada
gerakan berpindah, ini seperti yang dinyatakan oleh
partisipan :
“ia ibu, saya mulai rasa gerakan gerakan dalam perut, kadang kalau saya tidur siang mulai rasa dia bergerak”(W1/PI,64-65) “Ya selama ini memang saya tidak pernah
priksa hamil tapi saya yakin saya sehat ibu, saya masih kuat untuk pergi jualan sampai siang siang di pasar... (sambil tertawa)(W1/PI,65-67)
4). Komponen Predisposisi (Demografi, Struktur sosial, kepercayaan keluarga dan dukungan keluarga
Partisipan dan suaminya tinggal terpisah. Suaminya
bekerja sebagai petani yang tinggal di desa lain dan
menurut partisipan yang bersangkutan adalah seorang
pekerja keras. Meskipun urusan adat perkawinan mereka
90
karena dilarang oleh keluarga. Ini seperti yang dikatakan
partisipan :
“untuk sekarang ini saya susah untuk bisa
bertemu dengan suami ibu, dia masih tinggal di Kahiri (Desa sebelahnya) di tempat orang tuanya dia. Saya punya suami nama Umbu Tamu ( Nama Samaran) dia sekarang kalau kerja masih di Praipaha jadi petani. Keluarga masih marah sama dia ibu jadi kita masih sulit untuk ketemu tapi sedang mau urusan adat”(W1/PI,72-76)
Partisipan pernah bertemu dengan suaminya satu kali
semenjak ia hamil dan hal tersebut diketahui keluarganya.
Suaminya senantiasa memberikan dukungan dan
mengingatkannya untuk bersabar dan menjaga
kesehatannya :
“jadi sempat kita ketemu satu kali. dia cuma bilang sabar saja, urusan adat masih panjang, dia hanya suru jaga kesehatan dan sabar tunggu sampai urusan adat ini selesai”(W1/PI,76-79)
Partisipan berbesar hati menerima kondisi keluarganya
sekarang, ia mengerti akan kemarahan keluarganya saat
itu. Dengan dukungan dari suaminya ia selalu bersabar
menjalani keadaannya sekarang, dan selalu menjaga
kondisi kesehatannya. Harapan yang besar dari partisipan
adalah ia dan calon anaknya akan tetap sehat.
“saya hanya sabar saja ibu, pasti ini masalah akan selesai juga, orang tua juga lama lama juga kan mengerti kalau kami sudah punya
91 anak. Saya tidak terlalu pikir juga kasihan saya punya anak nanti. Saya hanya mau nanti pada saat saya melahirkan saya sehat, anak juga sehat”(W1/PI,82-85)
” ya karena saya sudah siap punya anak, jadi saya harus kuat untuk saya punya anak ibu, ditambah lagi saya punya suami orang cukup dewasa, kalau ada kesempatan ketemu dia selalu bilang untuk sabar, jangan melawan orang tua, kita sudah salah wajar kalau orang tua marah jadi kita juga setidaknya perlu bersabar untuk orang tua punya keputusan bagaimana yang baik nanti. Itu yang buat saya lebih kuat ibu. Bahkan hampir saya tidak pernah menangis (W1/PI,88-94)
b. Faktor Enabling (faktor pemungkin/pendorong) 1). Ketersediaan fasilitas Layanan kesehatan
(ANC)
Tempat pelayanan Antenatal care (ANC)
berlangsung di Puskesmas, selain itu di desa Tandula
jangga juga disediakan layanan ANC yang berlangsung
di Posyandu desa yang merupakan program rutin dari
Puskesmas. Berikut pernyataan partisipan :
“kalau Puskesmas kan memang jauh jadi mereka sediakan layanan kontrol kehamilan di Posyandu sini..biar gampang pergi ke situ”(W1/PI,98-99)
Dari hasil kunjungan pelayanan ANC pertama kali,
partisipan hanya mendapat vitamin penambah darah dan
dilakukan pemeriksaan fisik berupa pengukuran Lingkar
92
kontrol KIA yang diakuinya sebagai patokan untuk
mengetahui kesehatannya selama hamil. Berikut seperti
yang dikatakan partisipan :
“kemarin ukur LILA, trus dikasih vitamin tambah darah saja”(W1/PI,101), ada buku kontrol hamil yang dikasih waktu saya ke Posyandu. itu supaya kita tau perkembangan kesehatan kita selama kehamilan”(W1/PI,104-105)
Partisipan merasa pelayanan yang ia terima ketika ia
datang berkunjung pertama kali ke tempat pelayanan
ANC sangat sesuai dengan yang ia butuhkan. Partisipan
juga tidak memungkiri bahwa ia puas dengan pelayanan
tersebut sebab saat ia datang berkunjung banyak hal
baru yang ia ketahui seputar kehamilannya :
“saya rasa sudah ibu. Saya sehat-sehat saja. Tidak ada sakit apapun” (W1/PI,107) “iya ibu sejauh ini, ya pelayanannya baik-baik
saja. Kalau masalah puas atau tidaknya pelayan itu saya rasa puas, cukup banyak yang saya tahu ketika pertama saya datang ke Posyandu.(W1/PI,110-112)
2).Sumber Keluarga, Sumber daya Masyarakat (Menjangkau dan memakai pelayanan ANC)
Partisipan tidak mengeluarkan biaya untuk melakukan
kunjungan ANC, ia hanya membayar satu kali pada saat
datang pertama kali mengecek kebenaran kehamilannya
93
uang yang harus dibayar pada saat, ia yakin bahwa biaya
tersebut tidak mahal dan sangat terjangkau untuknya. Ini
seperti yang dikatakan partisipan :
“tidak ibu, kalau kontrol setahu saya tidak bayar. Hanya periksa di Puskesmas itu yang bayar waktu itu”(W1/PI,131-132)
“hanya waktu cek hamil atau tidak itu saja ibu. saya bayar berapa ya..waktu itu saya lupa juga bayar berapa. Tapi tidak mahal kok bu..saya bisa bayar” (W1/PI,134-135)
Partisipan menggunakan ojek untuk ke tempat pelayanan
ANC di Puskesmas dan berjalan kaki ke Posyandu desa :
“ya naik ojek ibu.. kalau ke puskesmas. Kalau ke posyandu jalan kaki saja”(W1/PI,138)
“ya pergi posyandu palingan Cuma 2 kilo saja dari sini ibu. Tidak apa apa ibu kita orang kampung sudah biasa jalan kaki jauh jauh”(W1/PI,141-142)
Partisipan akan dijemput oleh pihak Puskesmas pada
saat mendekati hari melahirkannya untuk melakukan
persalinan di Puskesmas. Partisipan menyetujui hal
tersebut karena membantunya agar tidak kerepotan pergi
ke Puskesmas pada saat ia melahirkan.
“nanti mereka jemput pas sudah dekat hari melahirkan. Saya sudah dikasih tanggal penafsiran melahirkan”(W1/PI,146-147) “jemput untuk melahirkan ke Puskesmas ibu, nanti mereka jemput pakai oto (mobil) Puskesmas, ya ada baiknya juga seperti itu. Jadi kita tidak repot mau pergi ke sana
94 harus pakai apa. Belum lagi kan jauh sekali”(W1/PI,149-151)
c. Faktor Reinforcing ( Faktor Penguat) 1). Perilaku Tenaga Kesehatan
Para petugas kesehatan mampu memberikan pelayanan
yang baik kepada partisipan. Dalam hal berkomunikasi,
para petugas kesehatan mampu berkomunikasi dengan
baik walaupun terkadang cara penyampaiannya dengan
volume suara yang agak keras. Tetapi partisipan
menganggap hal tersebut hanyalah peringatan keras dari
para petugas agar ia sering memeriksakan kehamilannya
ke Posyandu :
“ya bidannya baik-baik saja ibu. Cuma ya biasa mereka agak keras kalau suruh kita pergi periksa. Tapi mereka baik ibu”(W1/PI,115-116).
“ya..waktu pertama mereka ingatkan supaya datang periksa agak nada tinggi sedikit ibu, kayak orang marah begitu apalagi yang datang saya. (sambil tersenyum) jadi mereka hanya kasi tegas kalau datang priksa hamil itu penting. Tapi saya anggap itu bukan marah. Mungkin supaya kita tu rajin datang priksa begitu
ibu(W1/PI,118-122)
“iya ibu. Memang kalau bidan dengan ibu kader di sini agak keras kalau mereka
95 bicara. Jadi orang yang tidak mengerti mereka punya bahasa atau cara bicara sangkanya mereka pasti ada berkelahi atau ada marah”(W1/PI,126-128)
2). Pengaruh Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Peraturan tertulis/non tertulis
Partisipan memiliki komunikasi yang baik dengan
keluarga maupun dengan para tetangga di sekitar
rumahnya, mereka dapat berkomunikasi dengan baik
dan di saat-saat tertentu mereka dapat meluangkan
waktu untuk berkumpul bersama.
“kalau keluarganya saya ya komunikasi
baik-baik saja ibu, kita sering kumpul di rumah atas (rumah nenek) kalau sore sore...biasa kumpul bacrita crita dengan keluarga semua, datang makan dirumah nenek sama-sama. Tidak hanya keluarganya saya saja ibu..tetangga dekat-dekat rumah juga kan kenal sama nenek jadi mereka juga kalau sore-sore sering ke rumahnya nenek duduk-duduk cerita sama-sama”(W1/PI,163-168)
Keluarga partisipan juga menaruh perhatian yang lebih
terhadap kehamilan partisipan. Bahkan ada beberapa
saran yang harus di ikuti oleh partisipan termaksud
larangan pergi ke Puksesmas.
“ya.. komunikasi baik ibu..kalau lagi hujan saya dilarang keluar..nanti licin takut saya jatuh, suruh banyak istirahat, tapi jangan
96 terlalu tidur di tengan hari juga”(W1/PI,171-173). kalau tidur siang banyak jam 12 nanti kaki bengkak katanya (W1/P1,175)
“iya.. kalau mau pergi cek, pergi ke tante dukun yang rumahnya di belakang rumahnya nenek...kalau untuk pergi ke Posyandu dorang masih belum kasih saya pergi”(W1/PI,177-179)
Lingkungan sekitar partisipan juga memberi perhatian
khusus terhadap kehamilannya. Ketua Rukun Tetangga
(RT) di lingkungan tempat tinggal partisipan
memberinya saran untuk memeriksakan kehamilannya
ke Puskesmas
“....ada juga yang kasih ingat kalau sakit
perut atau rasa bagaimana begitu jangan pergi urut. Perginya ke Puskesmas saja. tempatnya dorang jelaskan ulang lagi sama saya”(W1/PI,184-187)“Pak RT yang bilang (W1/P1,189)
Selain itu perhatian juga diterima partisipan dari
beberapa orang tetangga yang berkunjung ke
rumahnya, saran yang ia terima adalah beberapa
pantangan makanan untuk ibu hamil menurut para
orang tua di desa itu dan kepercayaan dari orang tua
akan kegiatan di dalam rumah yang tidak boleh
partisipan lakukan. Ini seperti yang dinyatakan oleh
partisipan :
“tante dong ada bilang jangan sering duduk dekat pintu, nanti pas mo melahirkan anak
97 setengah mati keluar. Supaya jan terlalu rasa sakit juga ibu”(W1/PI,196-198)
“iya..kalau di kampung sini..orang hamil tidak boleh..makan jantung pisang..nanti
ari-arinya (Placenta) lengket katanya
ibu..”(W1/PI,210-211)
“...nangka juga tidak boleh. Nanti anak dengan ari-ari susah keluar...lama sekali jadi rasa sakit terus nanti..terus tidak boleh makan terong bakar juga nanti anak keluar langsung bisul-bisul kayak koreng begitu.(W1/PI,213-216)
Dari berbagai saran yang partisipan terima, ada
beberapa yang ia percayai karena pengalaman hamil
dan melahirkan yang dimiliki tetangganya. Saran ini
bertolak belakang dengan saran yang partisipan terima
dari tenaga kesehatan waktu ia datang berkunjung ke
Posyandu pertama kali. Partisipan disarankan untuk
memakan jenis makanan apa saja asalkan baik untuk
kehamilannya dan dapat menambah gizi ibu hamil.
“ya percaya saja ibu...kan saya punya tante sudah punya anak 6..ya dia lebih pengalaman sudah..”(W1/PI,200-201)
“tidak juga ibu. Kalau ibu bidan malah bilang kalau kita ada ngidam sesuatu, atau ada kepingin makan apa begitu..ya makan saja...jangan di tahan-tahan... selama tidak ganggu kehamilan” (W1/PI,204-206)
“ya namanya orang tua yang bilang..ya saya percaya tidak percaya juga..kalau saya kepingin makan nanti mereka marah lagi ibu”(W1/PI,218-219)
98 2. Partisipan II
a. Faktor Predisposisi
1). Pengetahuan meliputi kehamilan dan layanan ANC
Riset partisipan menyatakan bahwa ia tidak
mengetahui kehamilannya sejak awal. Partisipan tidak
mendapat menstruasi selama dua bulan dan
memasuki bulan ketiga, ia memeriksakannya ke
Puskesmas. Pada saat itulah ia tahu akan
kehamilannya. Ini seperti penyataan partisipan :
“waktu itu saya sudah tidak mens 2 bulan sampai masuk 3 bulan ibu saya cek langsung di bidan Puskesmas. Jadi di situ saya tahu kalau saya hamil”(W2/P2,13-14)
Partisipan mengakui bahwa kehamilan yang
dijalaninya merupakan kehamilan ketiga, sebelumnya
ia telah memiliki dua orang anak perempuan yang
berusia 8 tahun dan 1,6 tahun.
“ini yang ketiga sudah ibu...”(W2/P2,23). ia dua-duanya perempuan..yang sulung sudah 8 tahun kelas 4 SD sudah dia ibu..yang nomor dua 1 tahun 6 bulan..badekat dengan yang bungsu ini...”(W2/P2,27-28)
Partisipan sudah dua kali mengunjungi tempat
pelayanan ANC selama kehamilannya. Pertama pada
99
bulan Juli dan yang kedua pemeriksaan kehamilan di
Posyandu pada bulan Oktober.
“awal bulan Juli sudah cek hamil
itu”(W2/P2,16) bulan Oktober kemarin..hmm dua kali sudah ibu..”(W2/P2,32)
Partisipan menjelaskan cara ia merawat kehamilannya
selama ini dan menjelaskan setiap tindakan yang
dilakukan di tempat pelayanan ANC :
“ya sama kayak orang hamil biasanya ibu..makan lebih banyak..minum susu..saya juga minum vitamin ibu biar badan juga jangan drop sekali..gara gara ni pendidikan yang harus selesai ni..harus kerja gila juga kita ibu..”(W2/P2,40-43)
Partisipan menerangkan perbedaan tindakan
pemeriksaan ibu hamil ketika ia datang memeriksakan
kehamilannya ke Puskesmas dan Posyandu :
“ya.. kalau di Posyandu mereka kurang periksanya mendetail begitu..bagusnya kita langsung ke Puskesmas
saja.”(W2/P2,51-52)
“iya di Posyandu paling datang tu..kita registrasi.. terus mereka para bidan tanya keluhan abis..kalau sakit atau ada keluhan lain yang memang butuh obat.. baru dong kasi obat..abis itu selesai”(W2/P2,55-57) “kalau di Puskesmas mereka periksanya lengkap, periksa perut, ukur besarnya perut..sama ukuran janin..dengan suara janin ...saya kan dulu dengan anak pertama kedua saya beberapa kali cek ke Puskesmas(W2/P2,59-61)
100 2). Sikap Terhadap Pengetahuan
Partisipan cukup kaget sewaktu menyadari
kehamilannya. Ia tidak menyangka akan hamil lagi,
karena kesibukan ia bekerja dan melanjutkan
pendidikan sebagai guru sekolah dasar membuat ia
kurang memperhatikan pemeriksaan kehamilannya. Ini
pernyataan partisipan :
“ya.. sa kaget juga ibu kalau saya benar hamil...soalnya ya...saya sudah ada rencana lagi mau lanjut program guru di Waingapu..ini kalau sudah hamil begitu yang agak sedikit repot
sudah”(W2/P2,18-20)
“iya ibu..saya tau.tapi kan saya tidak bisa juga ke sana setiapa saat. saya ni harus mengajar belum lagi harus ke Waingapu juga 4 bulan terakhir ini..ya yang penting saya itu makan yang teratur saja...pasti sehat juga”(W2/P2,36-38)
“iya begitu juga baik ibu pergi periksa..tapi kan saya sesuaikan juga dengan waktu ibu..waktu waktu itu memang susah ke sana..”(W2/P2,46-47)
Selain itu partisipan menyatakan Puskesmas sangat
jauh dan sangat susah untuk pergi ke sana, suaminya
tidak dapat mengantarkannya karena yang
bersangkutan bekerja di daerah yang cukup jauh dari
101 “....;waktu tidak ada..ditambah lagi Puskesmas dari sini juga jauhnya minta ampun, 10 kilo dari sini..kalau dulu suami masih kerja di sini ,masih bisa jemput dengan motor baru periksa kesana..”
(W2/P2,64-66)
3). Perilaku Kesehatan
Partisipan meyakini kondisi kehamilannya pada saat
itu dalam keadaan sehat, hanya saja ia merasa
keletihan. Partisipan masih sering berpergian dengan
kendaraan bermotor atau bus (angkutan umum)
dengan jarak tempuh yang cukup jauh, padahal usia
kehamilan sudah memasuki usia trimester III.
“sehat saja.ibu tapi yah.capek juga..tiap hari dengan motor, bis lagi hamil besar begini”(W2/P2,80)
4). Komponen Predisposisi (Demografi, Struktur sosial, kepercayaan keluarga dan dukungan keluarga)
Partisipan kesulitan pergi memeriksakan
kehamilannya ke Puskesmas karena suaminya tidak
dapat mengantarnya. Suaminya bekerja di daerah
perbatasan Kabupaten yang jaraknya cukup jauh dari
102 “...dulu suami masih kerja di sini, masih bisa jemput dengan motor baru periksa ke sana..sekarang suami sudah di Langgaliru..bertani dengan jualan di sana..ya agak susah mau ke sana” (W2/P2,65-67)
Suami dari partisipan sangat memperhatikan
kehamilannya. Suami partisipan sangat kasihan dan
menyayangkan kondisi istrinya yang harus bekerja dan
pergi dengan kendaraan bermotor atau menggunakan
bus angkutan umum ke kota Waingapu dalam
keadaan hamil
“kadang pi dengan bus kadang suami saya antar pakai motor sampai Waingapu...terus sorenya dia jemput”(W2/P2,70-71)
“iya suami kasihan lihat saya..kadang-kadang dia tinggal pekerjaannya yang di sana untuk liat saya ke sini..kalau bisa sebenarnya dia yang mau antar jemput saya ke Waingapu tapi ya..karena dia juga harus kerja buru setoran juga..ya..jadi tidak bisa setiap saat”(W2/P2,75-78)
Suaminya juga selalu mengingatkannya untuk
memeriksakan kehamilannya ke Posyandu dan sangat
mendukung apapun yang dikerjakan istrinya serta
mengerti akan keadaan istrinya :
“selalu ia kasi ingat priksa ibu.kasi dukungan untuk jaga ni kehamilan jangan sampai sakit...Cuma dia juga mengerti dengan keadaannya saya”(W2/P2,83-84)
Anggota keluarga partisipan yang lain yang turut
103
yaitu ibu dari riset partisipan yang juga tinggal
serumah dengan partisipan. Ia membantu mengasuh
kedua anak partisipan dan membantu mengurus
pekerjaan rumah tangga :
“saya tinggal di mama juga di sini jadi mama juga bantu-bantu saya liat anak-anak kalau saya ke Waingapu..bantu masak..pokoknya yang bantu-bantu di rumah begitu”(W2/P2,87-89)
Selain membantu mengasuh, ibu partisipan juga turut
memperingatkan partisipan setiap bulan agar
memeriksakan keadaan kehamilannya di Posyandu
Desa.
“ya..posyandu di sini ni kan rutin tiap
bulan..jadi kalau sudah dekat hari Posyandu biasa mama juga kasi ingat...tetangga yang punya anak kecil juga untuk bawa ke posyandu juga mereka
kasi ingat kalau ada
Posyandu...”(W2/P2,92-95)
b. Faktor Enabling (faktor pemungkin/pendorong) 1). Ketersediaan fasilitas Layanan kesehatan (ANC)
Riset partisipan menjelaskan layanan ANC yang
diterimanya di Posyandu tidak maksimal dan masih
kurang bentuk pelayanannya. Berikut pernyataan
104 “kalau Posyandu paling sering sudah tu obat-obatan..kalau di Puskesmas tambah periksa lengkap...”(W2/P2,103-104)
“kalau menurut saya bu...masih sangat kurang ya..ibu untuk yang di Posyandu...tidak sesuai pemeriksaanya yang waktu di Puskesmas..bidan ada tapi kayak pelayanannya tidak maksimal begitu. Kayak kita datang hanya registrasi
nama. Abis itu pulang
sudah..”(W2/P2,107-110)
Riset partisipan sudah menerima tafsiran tanggal
melahirkan yaitu pada bulan Januari awal. Bahkan Ia
sudah diberitahu akan dijemput oleh pihak Puskesmas
ketika akan melahirkan, tetapi dengan kejadian
melahirkan sendiri yang dialaminya membuat dia
cukup menyesal karena harus melahirkan bayinya
sendiri tanpa bantuan tenaga kesehatan atau tenaga
dukun terlatih. Ini seperti yang dikatakan partisipan :
“nanti dari Puskesmas jemput pagi oto (Mobil) Puskesmas kalau dekat harinya”(W2/P2,135)
“....saya sangat menyesal sekali.. saya melahirkan sendiri tengah malam. Mau panggil sapa lagi sudah jam 2 malam. Tidak ada orang lagi bangun jam begitu. Suami juga pas lagi tidak ada di rumah masih di Langgaliru..”(W2/P2,117-120) “jadi saya malam itu rasa buang air saja..saya mencret itu sampai 7–8 kali..tidak lama begitu perut sini sudah