• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Hasil Penelitian

Dalam dokumen Tesis Anis Prabowo S530908002 (Halaman 39-52)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

Pengambilan data penelitian mengenai “Hubungan frekuensi makan di luar rumah dan jumlah uang jajan dengan kejadian gizi lebih pada mahasiswi di Surakarta” dilaksanakan pada tanggal 15 April 2015 sampai dengan 8 Mei 2015. 1. Deskripsi Lokasi Penelitian

STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta yang beralamatkan di Kadipiro Banjarsari Surakarta saat ini mengelola tiga program studi, yaitu D3 Keperawatan, D3 Kebidanan, dan S1 Ilmu Gizi dengan total mahasiswa sebanyak 524 mahasiswa. Mahasiswa STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta mayoritas berasal dari SMU Negeri maupun swasta dari wilayah se eks Karesidenan Surakarta.

Subyek dalam studi ini adalah mahasiswa STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta yang berjenis kelamin perempuan sejumlah 55 orang. Keseluruhan subjek tersebut telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia mengisi informed consent untuk menjadi subyek dalam penelitian ini.

Keikutsertaan subyek dalam penelitian ini tergolong sangat baik.Keseluruhan tahap tahap penelitian dilalui oleh seluruh subyek penelitian dengan baik, yang meliputi pengisian informed consent, mengisi biodata, mengerjakan kuesioner, pengukuran berat badan dan tinggi badan, serta menjawab pertanyaan recall konsumsi makan 24 jam.

2. Karakteristik Subyek Penelitian

Setelah dilakukan pengambilan data dengan menggunakan wawancara recall konsumsi 24 jam dan lembar kuesioner pada setiap responden sebanyak 55 mahasiswi, hasil analisa univariatnya dapat disajikan dalam bentuk sebagai berikut

28

Tabel 3 Distribusi Karakteristik Responden

Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa rata-rata responden berumur 19 tahun, rata-rata berat badan 57,11 kg, rata-rata tinggi badan 156,42 cm, dan rata-rata indeks massa tubuhnya 23,29. Rata-rata responden dalam penelitian ini berada pada tahapan remaja akhir, rentang 17 – 21 tahun (WHO, 2005). Adapun dari IMT menunjukkan rata-rata berada pada kategori overweight untuk penduduk Asia (WHO, 2000).

3. Karakteristik Variabel a. Status gizi mahasiswi

Tabel 4 Karakteristik Status Gizi Responden

Status Gizi Frekuensi Prosentase

Kurus 4 7,3% Normal 20 36,4% Overweight 12 21,8% Obese 1 15 27,3% Obese 2 4 7,3% Jumlah 55 100,0

Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa responden dengan Status Gizi lebih yang merupakan gabungan dari overweight, obese 1 dan obese 2 adalah 56,4%. Hal ini menunjukkan bahwa separoh dari responden penelitian ini berada pada status gizi lebih.

Karakteristik Responden

N Minimum Maximum Mean SD

Umur 55 18 23 19,56 1,18 BB 55 39 79 57,11 10,10 TB 55 146 165 156,42 4, 666 IMT 55 16 31 23,29 3,80 Jumlah perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

b. Frekuensi makan

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Makan Responden

Frekuensi makan Frekuensi %

1 x sehari 1 1.8%

2 x sehari 26 47.3%

3 x sehari 28 50.9%

Jumlah 55 100,0

Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa proporsi terbesar frekuensi makan responden adalah 3 kali (50,9%).

c. Frekuensi makan di Luar Rumah

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Makan Responden di Luar Rumah

Frekuensi makan Frekuensi %

Tidak pernah 1 1.8%

2 – 3 kali per bulan 3 5.5%

Sekali seminggu 7 12.7%

2-3 kali perminggu 14 25.5%

Hampir setiap hari 24 43.6%

Setiap hari 6 10.9%

Jumlah 55 100,0%

Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa proporsi terbesar frekuensi makan di luar rumah responden adalah hampir setiap hari (43,6%). Hal ini semakin menguatkan asumsi bahwa makan di luar rumah cenderung menjadi trend masyarakat perkotaan. Makanan jalanan mewakili bagian penting dari konsumsi pangan di perkotaan untuk jutaan konsumen masyarakat menengah ke bawah setiap harinya. Makanan jalanan merupakan cara yang paling murah dan paling mudah untuk mendapatkan makanan di luar rumah (FAO, 2015).

30

d. Tempat Membeli makanan Respondendi Luar Rumah

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Tempat Membeli makan di luar rumah

Tempat Membeli Frekuensi %

Pedagang keliling 2 3.6%

Warung makan 49 89.1%

Restoran 2 3.6%

Food court 2 3.6%

Jumlah 55 100,0%

Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa proporsi terbesar frekuensi tempat membeli makan di luar rumah responden adalah warung makan (89,1%). Mengingat jadwal perkuliahan yang cukup padat, rata-rata responden memanfaatkan fasilitas penjual makanan yang berada di sekitar kampus, yaitu warung makan.

e. Jenis Makanan yang Dibeli di Luar Rumah

Tabel 8 Distribusi Frekuensi Jenis Makanan yang Dibeli di luar rumah

Jenis Makanan Frekuensi %

Makanan lengkap 30 54.5%

Makanan kudapan 4 7.3%

Minuman 1 1.8%

Campuran 20 36.4%

Jumlah 55 100,0%

Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan Tabel 8 distribusi bahwa proporsi terbesar frekuensi jenis makan yang dibeli di luar rumah oleh responden adalah makanan lengkap (54,5%).

f. Waktu Membeli Makanan di Luar Rumah

Tabel 9 Distribusi frekuensi waktu membeli makan di luar rumah

Waktu Membeli Frekuensi %

Makan Pagi 2 3.6

Makan Siang 13 23.6

Makan Malam 8 14.5

Semua Waktu Makan 22 40

Campuran 10 18.2

Jumlah 55 100,0%

Sumber: Data Primer (2015)

31

Berdasarkan Tabel 9 distribusi diketahui bahwa proporsi terbesar frekuensi waktu membeli makan di luar rumah adalah semua waktu makan (40 %). g. Asupan Makan

Tabel 10 Asupan Makan Responden/Orang/Hari

Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan Tabel 10 distribusi diketahui bahwa proporsi rata rata asupan energi responden adalah 1694.44 kkal, asupan protein 52,65 g, asupan lemak 54,35 g, asupan karbohidrat 249,24 g. Menurut Hardinsah et al. (2012) pada perempuan kelompok umur 19-29 th, angka kecukupan energinya adalah 2250 kkal, kecukupan protein 56 g, kecukupan lemak 55 g, dan karbohidrat 309 g. Apabila dibandingkan dengan jumlah asupan responden, dapat disimpulkan rata-rata responden belum memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Hal ini bisa dimungkinkan karena recall 24 jam dilakukan hanya satu hari.

h. Hubungan Frekuensi Kebiasaan Makan di Luar Rumah dengan Kejadian Gizi Lebih

Tabel 11 Hubungan Frekuensi Kebiasaan Makan di Luar Rumah dengan Kejadian Gizi Lebih

Frekuensi Makan di Luar Rumah

Status Gizi Total OR p

value Normal atau

Kurus

Overweight atau Obese I/II 2-3 kali per Minggu atau Jarang 15 60.0% 10 40.0% 25 100% 0.025 3,5 Hampir atau Setiap Hari 9 30.0% 21 70.0% 30 100% Total 24 43.6% 31 56.4% 55 100% Sumber: Data Primer (2015)

Asupan N Minimum Maximum Mean SD

Energy 55 603 kkal 3022 kkal 1694.44 kkal 575.55 kkal

Protein 55 18 g 104 g 52.65 g 21.15 g

Lemak 55 2 g 117 g 54.35 g 24.8 g

Karbohidrat 55 67 g 483 g 249.24 g 88.79 g

32

Berdasarkan Tabel 11 distribusi diketahui bahwa pada responden dengan status gizi normal atau kurus proporsi frekuensi makan di luar rumah 2-3 kali per Minggu atau Jarang (60 %) lebih besar dari proporsi frekuensi hampir atau setiap hari (30 %). Adapun responden dengan status gizi Overweight atau Obese I/II proporsi frekuensi makan di luar rumah 2-3 kali per Minggu atau Jarang (40.0%) lebih kecil dari proporsi frekuensi hampir atau setiap hari (70 %). Dari uji Chi Square diperoleh nilai p 0,025, yang berarti ada hubungan yang signifikan antara frekuensi kebiasaan makan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih. Adapun nilai OR 3,5 berarti peluang untuk makan di luar rumah hampir setiap hari atau setiap hari pada responden kelompok overweight/obese I dan II adalah 3,5 kali dari kelompok responden normal atau kurus.

i. Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Gizi Lebih

Tabel 12 Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Gizi Lebih Asupan Energi Mean

+ SD

Status Gizi Total OR p value Normal atau Kurus Overweight atau Obese I/II < 2269 kkal 23 48.9% 24 51.1% 47 100% 6,7 0,055 ≧ 2269 kkal 1 12.5% 7 87.5% 8 100% Total 24 43.6% 31 56.4% 55 100% Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan tabel 12 distribusi diketahui bahwa pada responden dengan status gizi normal atau kurus proporsi asupan energi < 2269 kkal(48,9 %) lebih besar dari proporsi ≧ 2269 kkal (12,5 %). Adapun responden dengan status gizi overweight atau obese I/II proporsi asupan energi < 2269 kkal (51,1%) lebih kecil dari proporsi ≧ 2269 kkal (87,5%). Jadi ada kecenderungan semakin tinggi asupan energinya maka semakin mendekati status gizi overweight atau obese. Dari penghitungan nilai Odds ratio

33

diperoleh angka 6,7 yang bermakna peluang asupan energy ≥ 2269 kkal pada kelompok overweight/obes I dan II 6,7 kali dari kelompok normal atau kurus. Dari uji Chi Square diperoleh nilai p 0,055, yang berarti ada hubungan yang mendekati signifikan antara asupan energi dengan kejadian gizi lebih.

j. Hubungan Asupan Lemak dengan Kejadian Gizi Lebih

Tabel 13 Hubungan Asupan Lemak dengan Kejadian Gizi Lebih Asupan Lemak

Mean + SD

Status Gizi Total OR p value Normal atau

Kurus

Overweight atau Obese I/II < 78 g 22 47.8% 24 52.2% 46 100% 3,2 0.157 ≧ 78 g 2 22.3% 7 77.8% 9 100% Total 24 43.6% 31 56.4% 55 100% Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan tabel 13 diketahui bahwa pada responden dengan status gizi normal atau kurus proporsi asupan lemak dengan mean+SD < 78 g (47,8 %) lebih besar dari proporsi ≧ 78 g (22,3 %). Adapun responden dengan status gizi overweight atau obese I/II proporsi asupan lemak mean+SD < 78 g (52,2 %) lebih kecil dari proporsi ≧ 78 g (77,8 %). Dari penghitungan nilai Odds ratio diperoleh angka 3,2 yang bermakna peluang asupan lemak mean+SD ≥ 78 g pada kelompok overweight/obes I dan II 3,2 kali dari kelompok normal atau kurus. Dari uji Chi Square diperoleh nilai p 0.157, yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan kejadian gizi lebih.

k. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Gizi Lebih

Tabel 14 Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Gizi Lebih

34

Asupan Karbohidrat

Mean + SD

Status Gizi Total OR p value

Normal atau Kurus

Overweight atau Obese I/II < 337 g 21 44.7% 26 55.3% 47 100% 1,3 0,705 ≧ 337 g 3 37.5% 5 62.5% 8 100% Total 24 43.6% 31 56.4% 55 100% Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa pada responden dengan status gizi normal atau kurus proporsi asupan karbohidrat < 337 g (44,7%) lebih besar dari proporsi ≧ 337 g (37,5 %). Adapun responden dengan status gizi overweight atau obese I/II proporsi asupan karbohidrat < 337 g (55,3%) lebih kecil dari proporsi ≧ 337 g (62,5 %). Dari penghitungan nilai Odds ratio diperoleh angka 1,3 yang bermakna peluang asupan karbohidrat dengan mean+SD ≥ 337 g pada kelompok overweight/obes I dan II 1,3 kali dari kelompok normal atau kurus. Dari uji Chi Square diperoleh nilai p 0,705, yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat dengan kejadian gizi lebih.

l. Hubungan Jumlah Uang Jajan dengan Kejadian Gizi Lebih

Tabel 15 Hubungan Jumlah Uang Jajan dengan Kejadian Gizi Lebih

Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa proporsi rata rata IMT 23,29, dan rata-rata uang Jajan responden adalah Rp.13.809. Dari hasil uji Pearson Product Moment P value 0,001, hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara jumlah uang jajan dengan kejadian gizi lebih. Adapun nilai koefisien korelasi r =0.489 menunjukkan hubungan yang cukup kuat.

Asupan Min Max Mean SD r p

value

IMT 16 31 23,29 3,80 0.489 0.001

Uang Jajan 5000 25000 13809 4954.88

35

m. Hubungan jenis makanan jajan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih Tabel 16 Hubungan jenis makanan jajan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih

Jenis Makanan di Luar Rumah

Status Gizi Total OR p value Normal atau

Kurus

Overweight atau Obese I/II Kudapan atau minum 15 40.0% 10 60.0% 25 100% 1,35 0.412 Makanan lengkap 9 46.0% 21 53.3% 30 100% Total 24 43.6% 31 56.4% 55 100% Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan tabel 16 distribusi diketahui bahwa pada responden dengan status gizi normal atau kurus proporsi jenis makanan lengkap (46 %) lebih besar dari proporsi jenis makanan kudapan atau minum (40 %). Adapun responden dengan status gizi Overweight atau Obese I/II proporsi Makanan lengkap (53.3%) lebih kecil dari proporsi makanan kudapan atau minum (60 %). Dari penghitungan nilai Odds ratio diperoleh angka 1,35 yang bermakna peluang mengkonsumsi makan di luar rumah dengan jenis makanan lengkap pada kelompok overweight/obes I dan II 1,35 kali dari kelompok normal atau kurus. Dari uji Chi Square diperoleh nilai p 0,412, yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis makanan jajan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih.

B. Pembahasan

36

1. Hubungan Frekuensi Kebiasaan Makan di Luar Rumah dengan Kejadian Gizi Lebih

Dari uji Chi Square diperoleh nilai p 0,025, sehingga Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti ada hubungan yang signifikan antara frekuensi kebiasaan makan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih. Menurut Steyn, Demetre, Johanna (2011) Status sosial ekonomi berkaitan dengan kebiasaan makan di luar rumah karena mempunyai peranan penting dalam konsumsi makanan jajan. Karyawan pekerja memiliki asupan makanan siap saji yang lebih tinggi yang merefleksikan gaya makanan barat. Jarak rumah para karyawan pekerja dan tempat bekerja yang mempunyai jarak tempuh jauh menyebabkan kecenderungan untuk makan di luar rumah dikarenakan mudah di dapat, siap saji, biaya relatif murah untuk bisa memenuhi kebutuhan.

Seorang yang mempunyai kebiasaan makan di luar rumah yang sering, maka semakin meningkat kejadian terjadinya obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Appelhans, dkk (2012) juga diperoleh hasil bahwa pada wanita yang mengalami overweight dan obesitas memiliki hubungan yang erat dengan tingginya asupan energy yang diperoleh dari makan di luar rumah dan makanan siap saji.

Menurut Musaiger (2011) di banyak Negara jumlah makanan yang dijual di luar rumah mengalami peningkatan. Di Syria sebagai contoh diperoleh hasil penelitian 67,4% remaja laki laki usia 13-18 tahun biasa makan di luar rumah sedangkan pada wanita 54,5%. Tidak ada perbedaan yang signifikan diantara yang tinggal di perkotaan (60,1%) dan pedesaan (58,9%). Makanan yang dimakan di luar rumah sebagian besar tinggi kalori, tinggi dalam total kalori, total lemak, lemak jenuh, kolesterol, dan natrium tetapi sedikit calcium dan serat.

Pola konsumsi makanan tinggi lemak dan kalori dan gaya hidup sedentary memainkan peranan penting dalam peningkatan kejadian obesitas. Adanya tren konsumsi makanan siap saji terutama di kalangan anak dan remaja, turut

37

berkontribusi dalam meningkatkan intake energi dan konsekuensinya adalah peningkatan resiko kelebihan berat badan.

Makanan yang dimakan di luar rumah sebagian besar tinggi energi, tinggi dalam total energi, total lemak, lemak jenuh, kolesterol, dan natrium tetapi sedikit calcium dan serat. Peningkatan frekuensi makan di luar rumah seperti di rumah makan kemungkinan dipengaruhi beberapa faktor diantaranya

(1) Banyak wanita yang bekerja sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk menyiapkan makan di rumah.

(2) Peningkatan income perkapita

(3) Kurangnya tempat tempat untuk rekreasi menjadikan restoran sebagai alternatif favorit untuk menghabiskan waktu di akhir pecan dan hari libur bersama keluarga.

Hubungan frekuensi kebiasaan makan di luar rumah dengan kejadian gizi Lebih yang signifikan juga didukung hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa semakin tinggi asupan energi yang berlebih ada kecenderungan semakin mendekati status gizi overweight atau obese, dengan hasil uji Chi Square diperoleh nilai p 0,055. Apapun penyebab dasarnya, faktor etiologi primer dari obesitas adalah konsumsi energi yang berlebihan dari energi yang dibutuhkan dalam waktu lama (Hanim, 2004). Menurut Steyn et al.(2011), makanan di luar rumah secara umum sangat terjangkau dan memiliki energi yang tinggi sehingga merupakan pilihan utama bagi masyarakat dengan ekonomi lemah dalam memenuhi kebutuhan makannya.

Di seluruh dunia ukuran porsi makanan jajanan yang dijual di luar rumah telah mengalami peningkatan baik pada jenis makanan kemasan yang siap dimakan maupun makanan yang dijual di warung atau rumah makan, sebagai contoh pada tahun 1916 botol soft drink dijual dalam kemasan 5-6 oz. Pada tahun 1950 meningkat menjadi 10-12 oz. Sekarang soft drink untuk konsumsi individu dijual dalam kemasan botol 20 atau 32 oz. Restoran restoran fast food biasanya ditawarkan dalam ukuran porsi yang beragam. Mulai dari ukuran kecil sampai

38

ukuran porsi super. Hasil penelitian yang telah dilakukan di antara mahasiswa Quwait diperoleh kesimpulan konsumsi makanan siap saji secara rutin merupakan 2. Hubungan Jumlah Uang Jajan dengan Kejadian Gizi Lebih

Dari hasil uji Pearson Product Moment antara jumlah uang jajan dan Indeks Massa Tubuh, diperoleh p value 0,001, yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara Jumlah Uang Jajan dengan Kejadian Gizi Lebih. Menurut Aini (2013), dengan uang saku yang cukup besar, remaja sering mengkonsumsi makanan makanan modern dengan pertimbangan dan harapan akan diterima di kalangan teman sebayanya. Dengan memiliki kebebasan sendiri makanannya, remaja cenderung untuk membeli apapun yang disukainya atau yang menarik menurut mereka tanpa memperhatikan apakah tersebut bergizi seimbang atau tidak. Pemilihan makan yang salah pada akhirnya dapat berpengaruh pada status gizi mereka.Pemilihan makanan juga sangat dipengaruhi oleh iklan. Di negara-negara timur tengah paparan iklan makanan terutama fast food, soft drink, minuman ringan, permen, dan coklat sangat mempengaruhi pilihan makan para penonton televisi terhadap makanan-makanan tersebut (Musaiger, 2011).

Penelitian di Pakistan yang dilakukan oleh Monteiro (2004) sebagaimana dikutip oleh Musaiger (2011) diperoleh hasil adanya peningkatan prevalensi obesitas seiring dengan peningkatan status sosial ekonomi, baik di kalangan masyarakat pedesaan atau perkotaan. Pendapatan adalah satu hal yang terpenting dari indikator social ekonomi yang dikaitkan dengan obesitas. Berdasarkan pengelompokkan negara-negara dalam kategori pendapatan negara rendah, menengah dan tinggi diperoleh fakta obesitas secara umum meningkat baik laki- laki maupun perempuan seiring dengan peningkatan pendapatan negara yang meningkat. Kejadian obesitas pada keluarga miskin bisa disebabkan karena ketidakmampuan membeli makanan yang tinggi kandungan proteinnya dan cenderung memberikan makanan yang murah yang cenderung banyak mengandung karbohidrat.

39

Persentase energi harian yang diperoleh dari makanan yang disiapkan di rumah telah menurun dari77% pada akhir tahun 1970-an menjadi sekitar 65% pada pertengahan 1990-an, sedangkan persentase energi dari restoran dan makanan cepat saji lebih dari dua kali lipat dari5% sampai 14% selama periode ini sama. Sembilan puluh lima persen orang dewasa muda saat ini makan di tempat penjual makanan atau layanan cepat saji setidaknya sekali per minggu. Sekitar 40% dari individu mengkonsumsi makan jajan di luar rumah setidaknya tiga kali setiap minggu (Appelhans dkk, 2012).

3. Hubungan jenis makanan jajan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih

Dari uji Chi Square diperoleh nilai p 0,412, yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis makanan jajan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih. Pada penelitian ini responden baik yang status gizinya normal atau kurus dengan yang obesitas atau overweight, mempunyai kesamaan distribusi jenis makanan jajan yang dibeli di luar rumah.

Walaupun secara statistik hubungan antara antara jenis makanan jajan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih tidak dapat dibuktikan, namun proporsi responden obesitas dan overweight cenderung lebih besar pada responden yang menyukai kudapan dan minuman dibandingkan dengan yang menyukai makanan lengkap. Ada sebanyak 60% responden obesitas dan overweight yang lebih menyukai jenis minuman dan kudapan dan sebanyak 53,3% responden menyukai jenis makanan lengkap.

40

BAB V

Dalam dokumen Tesis Anis Prabowo S530908002 (Halaman 39-52)

Dokumen terkait