• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tesis Anis Prabowo S530908002

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tesis Anis Prabowo S530908002"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN FREKUENSI MAKAN DI LUAR RUMAH DAN

JUMLAH UANG JAJAN DENGAN KEJADIAN GIZI LEBIH PADA

MAHASISWI DI SURAKARTA

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Gizi

Minat Human Nutrition

Oleh

ANIS PRABOWO S530908002

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2015

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(2)

ii

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(3)

iii

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN PROPOSAL TESIS

Saya menyatakan dengan sebenar benarnya bahwa:

1. Tesis yang berjudul: “Hubungan Frekuensi Makan Di Luar Rumah dan Jumlah Uang Jajan Dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Mahasiswi Di

Surakarta” ini adalah karya saya sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dengan acuan yang disebutkan sumbernya, baik dalam naskah karangan dan daftar pustaka. Apabila dalam naskah proposal dapat dibuktikan terdapat unsur unsur plagiasi, maka saya bersedia menerima sangsi, baik tesis beserta gelar magister saya dibatalkan serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan Tesis pada jurnal atau forum ilmiah harus menyertakan tim promoter sebagai author dan PPS UNS sebagai institusinya. Apabila saya melakukan pelanggaran ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sangsi akademik yang berlaku.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(5)

v

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas menyusun tesis dengan judul

“Hubungan Frekuensi Makan Di Luar Rumah dan Jumlah Uang Jajan Dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Mahasiswi Di Surakarta”. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajad Magister Sain pada Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan ini penulis banyak mengalami kesulitan namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan dapat teratasi, untuk itu penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan belajar di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan surat keputusan pengangkatan Dosen Pembimbing tesis mahasiswa program studi Magister Ilmu Gizi.

3. Dr. Diffah Hanim, Dra, M.Si., selaku Kepala Program Studi Magister Ilmu Gizi Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus pembimbing I yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Program Studi Magister Ilmu Gizi dan senantiasa membimbing serta mengarahkan dalam penulisan tesis ini.

4. Dr. dr. Budiyanti Wiboworini, Sp.GK, M.Kes. selaku pembimbing II yang senantiasa membimbing dan mengarahkan dalam penulisan tesis ini.

5. Ari Natalia Probandari, dr.,MPH.,PhD selaku penguji tesis yang telah memberikan masukan demi perbaikan tesis ini.

6. Dr. Ir. Kusnandar, M,Si selaku penguji tesis yang telah memberikan masukan demi perbaikan tesis ini.

7. Weni Hastuti, S.Kep.,M.Kes., selaku Ketua STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menempuh studi lanjut dan mengizinkan dilakukannya penelitian di STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(6)

vi

8. Subjek penelitian yang telah bersedia membantu terselesaikannya tesis ini.

9. Istri dan anakku tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan semangat sehingga dapat menyelesaikan tugas ini.

10.Teman seperjuangan mahasiswa pasca sarjana program Magister Ilmu Gizi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menjalin kerjasama dalam menempuh pendidikan di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

11.Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak mendukung hingga terselesaikannya tesis ini.

Akhirnya semoga semua kebaikan yang diberikan memperoleh imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa dan dicatat sebagai amal ibadah. Demi kesempurnaan dan perbaikan usulan penelitian ini sangat penulis harapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Terima kasih.

Surakarta, Oktober 2015 Penulis

Anis Prabowo

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(7)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

ABSTRAK ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 5

B. Kerangka Berfikir ... 18

C. Hipotesis Penelitian ... 19

BAB 3 METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20

B. Lokasi dan Waktu Penelitan ... 20

C. Populasi ... 20

D. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel ... 20

E. Protokol Penelitan ... 22

F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 23

G. Definisi Operasional ... 23

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(8)

viii

H. Instrumen Penelitian ... 32 I. Etika Penelitian ... 25 J. Pengolahan dan Analisis Data ... 25 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 27 B. Pembahasan ... 36 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 40 B. Implikasi ... 40 C. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Klasifikasi IMT Penduduk Asia Menurut WPRO (2000) ... 9

Tabel 2 Karakteristik Perbedaan Berbagai Taksiran Komposisi Tubuh .... 9

Tabel 3 Distribusi Karakteristik Umur Responden . ... 28

Tabel 4 Karakteristik Status Gizi Responden ... 28

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Makan Responden ... 28

Tabel 6 Distribusi Frekuensi makan Responden di Luar Rumah ... 29

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Tempat Membeli makan di Luar Rumah ... 30

Tabel 8 Distribusi Frekuensi Jenis Makanan yang Dibeli di luar rumah .... 30

Tabel 9 Distribusi frekuensi waktu membeli makan di Luar Rumah ... 30

Tabel 10 Asupan Makan Responden/Orang/Hari ... 31

Tabel 11 Hubungan Frekuensi Kebiasaan Makan di Luar Rumah dengan Kejadian Gizi Lebih... 31

Tabel 12 Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Gizi Lebih ... 32

Tabel 13 Hubungan Asupan Lemak dengan Kejadian Gizi Lebih ... 33

Tabel 14 Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Gizi Lebih ... 34

Tabel 15 Hubungan Jumlah Uang Jajan dengan Kejadian Gizi Lebih ... 34

Tabel 16 Hubungan jenis makanan jajan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih ... 35

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Hubungan Kebiasaan Makan di Luar Rumah

dengan Gizi Lebih ... 18 Gambar 3.1 Protokol Penelitian Hubungan Kebiasaan Makan di Luar rumah

dengan Gizi Lebih ... 22

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(11)

xi

ANIS PRABOWO. NIM S530908002 “Hubungan Frekuensi Makan Di Luar Rumah dan Jumlah Uang Jajan Dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Mahasiswi Di Surakarta”. Pembimbing I Dr. Diffah Hanim, Dra, M.Si. Pemimbing II Dr. dr. Budiyanti Wiboworini, Sp.GK, M.Kes. Tesis : Program Magister Ilmu Gizi Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2015.

ABSTRAK

Latar Belakang : Estimasi global WHO (2008) lebih dari 1,4 milyar orang usia 20 tahun atau lebih mengalami kelebihan berat badan. Terjadinya obesitas pada mahasiswa sering dihubungkan dengan perubahan gaya hidup dan pola makan. Hal ini seiring dengan perkembangan zaman yang menuntun mahasiswa lebih cenderung senang dengan makanan jajanan di luar rumah. Makanan jajanan dalam porsi besar sangat mudah dijumpai di restoran, tempat makan cepat saji, bioskop, mall, supermarket, maupun kantin kampus. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan frekuensi makan di luar rumah dan jumlah uang jajan dengan kejadian gizi lebih pada mahasiswi di Surakarta.

Metode Penelitian : Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Populasinya semua mahasiswi STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta. Teknik sampling menggunakan consecutive sampling diperoleh sebanyak 55 mahasiswa. Data status gizi diperoleh dengan mengukur IMT, kebiasaan makan diukur dengan recal 24 jam, dan data status social ekonomi mahasiswi dengan menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan uji bivariat menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 5%).

Hasil : Frekuensi makan di luar rumah berhubungan nyata dengan kejadian gizi lebih pada mahasiswi (p= 0,025) dan memiliki nilai OR=3,5. Jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli makanan di luar rumah memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian gizi lebih pada mahasiswi di Surakarta (p = 0,001). Jenis makanan di luar rumah tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian gizi lebih pada mahasiswi (p= 0,412).

Kesimpulan : Semakin sering frekuensi makan di luar rumah maka semakin besar risiko kejadian gizi lebih pada mahasiswi di Surakarta. Semakin banyak jumah uang yang dikeluarkan untuk membeli makanan di luar rumah maka semakin besar risiko kejadian gizi lebih pada mahasiswi di Surakarta.

Kata Kunci : Makan di luar rumah, gizi lebih.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(12)

xii

ANIS PRABOWO. NIM S530908002 " Relationship Between The Frequency Of Eating Outside the Home And The Amount Of Pocket Money With The Incidence Of Overnutrition In Female Students In Surakarta ". Supervisor I Dr. Diffah Hanim, Dra, M.Sc. Supervisor II Dr. dr. Budiyanti Wiboworini, Sp.GK, Kes. Tesis: Master Program in Nutritional Sciences, Sebelas Maret University of Surakarta. 2015.

ABSTRACT

Background: Global estimation of WHO more than 1.4 billion people aged 20 years or more are overweight. The occurrence of obesity in students is often associated with changes in lifestyle and diet. This is in line with the times that students are more likely with the street food outside the home. Street food in large portions very easy to find in restaurants, fast food seller, cinemas, malls, supermarkets, as well as the campus cafeteria. The purpose of this study was to analyze the relationship between the frequency of eating outside the home and the amount of pocket money With the incidence of overnutrition in female students in Surakarta.

Methods: The study was using observational analytic with cross sectional design. Population were all STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta students. Sampling using consecutive sampling technique was obtained by 55 students. Nutritional status data was obtained by measuring BMI, eating habits was measured by recal 24 hours, and the student socioeconomic status data using questionnaires. Data were analyzed by bivariate using Chi Square test with a confidence level of 95% (α = 5%).

Results: The frequency of eating outside the home had a significant correlation with the incidence of overnutrition in female students (p = 0.025) and had a value of OR = 3.5. The amount of money spent on food take away from home had a significant correlation with the incidence of overweight in female students in Surakarta (p = 0.001). Type of food outside the home does not have a significant correlation with the incidence of overnutrition in female students (p = 0.412).

Conclusion: The more often the frequency of eating outside the home, the greater the risk of incidence of overnutrition in female students in Surakarta. The more money spent to bought food outside the home, the greater the risk of incidence of overnutrition in female students in Surakarta.

Keywords: Eating outside the home, Amount of Pocket Money, Overnutrition.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Obesitas seringkali didefinisikan sebagai suatu kondisi abnormal atau berlebihan dari akumulasi lemak di dalam jaringan adipose, yang selanjutnya dapat mempengaruhi kesehatan. Sementara istilah kelebihan berat badan (Overweight) digunakan ketika berat badan melebihi dari standar untuk tinggi badan (Mahan dan Stump, 2008). Istilah obesitas lebih tepat dipakai untuk mengungkapkan suatu kondisi yang serius, yang sangat mendesak, dan membutuhkan tindakan pengobatan yang segera, dibanding penggunaan istilah overweight (Odgen dan Flegal, 2010).

Obesitas telah menjadi kondisi suatu keadaan epidemik di beberapa negara di dunia. WHO (2005) telah memberi peringatan akan adanya peningkatan epidemik obesitas yang dapat menjadikan populasi di beberapa negara berisiko untuk mengalami penyakit tidak menular (Musaiger, 2011). Prevalensi obesitas meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir dan dianggap oleh banyak orang sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama (Bilaver, 2009). Menurut WHO (2013) obesitas telah menjadi masalah dunia.Kegemukan dan obesitas merupakan risiko terkemuka kelima untuk penyebab kematian global. Setidaknya 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahun sebagai akibat dari kelebihan berat badan dan obesitas. Beberapa estimasi global WHO dari tahun 2008 diantaranya lebih dari 1,4 miliar orang dewasa, usia 20 tahun atau lebih mengalami kelebihan berat badan. Dari jumlah penduduk yang mengalami kelebihan berat badan tersebut, lebih dari 200 juta laki laki dan 300 juta wanita mengalami obesitas.Secara keseluruhan, lebih dari 10% dari populasi orang dewasa di dunia mengalami obesitas.Dahulu obesitas dianggap sebagai permasalahan di negara negara dengan pendapatan tinggi, sekarang sudah meningkat di negara negara berpenghasilan menengah maupun rendah, khususnya di daerah perkotaan. Overweight dan obesitas terkait dengan kematian di seluruh dunia melebihi angka yang disebabkan karena kasus underweight.Kurang lebih 65% populasi dunia tinggal di negara dengan kelebihan berat badan dan obesitas yang membunuh lebih

(14)

2

banyak orang daripada akibat underweight. Menurut laporan NCHS (National Center for Health Statistic) selama kurun waktu 2009-2010 terjadi peningkatan angka

obesitas pada usia remaja 12-19 tahun, yaitu pada tahun 1976-1980 sebesar 5% dan menjadi 18,4% pada tahun 2009-2010 (Fryar, 2012).

Prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas yang tertinggi berada di kawasan Amerika, 62% untuk kelebihan berat badan, 26% untuk obesitas, dan terendah di wilayah Asia Tenggara yakni 14% kelebihan berat badan pada kedua jenis kelamin dan 3% untuk obesitas. Prevalensi kelebihan berat badan di negara negara berpendapatan tinggi dan negara-negara berpenghasilan menengah ke atas lebih dari dua kali lipat dari negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah bawah. Untuk obesitas, perbedaannya lebih dari tiga kali lipat, yaitu 7% obesitas pada kedua jenis kelamin di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah, menjadi 24% di negara-negara berpenghasilan menengah ke atas. Wanita obesitas secara signifikan lebih tinggi daripada laki-laki, dengan pengecualian di negara-negara berpenghasilan tinggi. Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah, obesitas di kalangan perempuan adalah sekitar dua kali lipat dari kalangan pria (WHO, 2013). Di Afrika, Mediterania Timur dan Asia Tenggara, perempuan memiliki kira-kira dua kali lipat prevalensi obesitas. Secara umum kelebihan berat badan mempunyai prevalensi yang lebih besar daripada obesitas diantara usia remaja laki-laki atau perempuan. Di negara negara seperti Bahrain, Mesir, Tunisia, Quwait, dan Qatar prevalensi kelebihan berat badan lebih tinggi di kalangan perempuan daripada laki-laki, demikian pula obesitas. Di negara lain seperti Libanon dan Uni Emirat Arab prevalensi obesitas dan kelebihan berat badan lebih besar pada laki-laki daripada perempuan (Musaiger, 2011).

Menurut data RISKESDAS (2013) prevalensi berat badan lebih pada usia 18 tahun ke atas sebesar 13,5% dan obesitas sebesar 15,4%. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi obesitas peduduk perempuan usia di atas 18 tahun 32,9% naik 18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5 % dari tahun 2010 (15,5%). Pada laki-laki, prevalensi obesitas di atas usia 18 tahun 2013 sebanyak 19,7% lebih tinggi dari pada tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (7,8%). Studi pendahuluan di STIKES PKU Muhammadiyah

(15)

3

Surakarta pada tahun 2014, menunjukkan 20,8% mahasiswa mengalami obesitas dan kelebihan berat badan.

Terjadinya obesitas pada mahasiswa sering dihubungkan dengan perubahan gaya hidup dan pola makan. Hal ini seiring dengan perkembangan zaman yang menuntun mahasiswa lebih cenderung senang dengan makanan jajanan di luar rumah. Makanan jajanan dalam porsi besar sangat mudah dijumpai di restoran, tempat makan cepat saji, bioskop, mal, supermarket, maupun kantin kampus. Makanan jajanan yang dibeli di luar rumah cenderung mempunyai kandungan yang lebih tinggi dalam energi total, lemak total, kolesterol, lemak jenuh, dan sodium, tetapi memiliki kandungan kalcium dan serat yang rendah. Secara keseluruhan di dunia jumlah makanan yang dapat diperoleh di luar rumah terus mengalami peningkatan baik berupa kemasan makanan siap saji maupun yang ada di restoran (Musaiger, 2011).

Kejadian obesitas pada remaja selain dipengaruhi oleh kebiasaan makan di luar rumah juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu genetika dan faktor sedentary life style. Berdasarkan data RISKESDAS (2013) menunjukkan bahwa pada kelompok umur 15-19 tahun terdapat 68,6 % dengan aktivitas sedentary 3 – 6 jam. Hal ini menunjukkan aktivitas sedentary pada remaja masih cukup tinggi. Remaja wanita menunjukkan aktivitas sedentary 3-6 jam sebesar 66,9 %. Wanita remaja di pendidikan tinggi menunjukkan aktivitas sedentary 3-6 jam sebesar 65,1 %.

Mahasiswa STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta berasal dari wilayah Solo dan sekitarnya. Dari wawancara awal pada 10 mahasiswi STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta yang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas, ada 9 mahasiswi yang menjawab memiliki kebiasaan makan jajanan di luar rumah dan hanya ada 1 yang tidak. Dari 9 mahasiswi yang memiliki kebiasaan makan jajanan di luar rumah tersebut, ada 6 orang yang menjawab mengkonsumsi makanan jajanan melalui penjual makanan keliling, dan 3 orang makan di warung makan Jawa.

Berdasarkan penelusuran hasil penelitian terdahulu dan studi pendahuluan yang telah dilakukan maka penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan frekuensi makan di luar rumah dan jumlah uang jajan dengan kejadian gizi lebih pada mahasiswi di Surakarta.

(16)

4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah penelitian “Apakah ada hubungan frekuensi makan di luar rumah dan jumlah uang jajan dengan kejadian gizi lebih pada mahasiswi di Surakarta?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: 1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis hubungan frekuensi makan di luar rumah dan jumlah uang jajan dengan kejadian gizi lebih pada mahasiswi di Surakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengukur status gizi mahasiswi di Surakarta

b.Menghitung kejadian gizi lebih pada mahasiswi di Surakarta.

c. Menganalisis hubungan frekuensi kebiasaan makan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih pada mahasiswi di Surakarta.

d.Menganalisis hubungan antara jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli makanan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih pada mahasiswi di Surakarta. e. Menganalisis hubungan jenis makanan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih

pada mahasiswi di Surakarta.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat menjadi bukti empirik adanya hubungan frekuensi makan di luar rumah dan jumlah uang jajan dengan kejadian gizi lebih pada mahasiswi di Surakarta

2. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat merekomendasikan kebijakan untuk mencegah kejadian gizi lebih di kalangan mahasiswi dengan mengatur jasa boga

(17)

5

yang sehat sesuai gizi seimbang kepada para penjual makanan di sekitar kampus.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Makanan di Luar Rumah

Makanan di luar rumah atau sering disebut juga sebagai makanan jalanan adalah makanan dan minuman yang disiapkan dan/ dijual oleh warung makan atau penjaja keliling terutama di jalan-jalan dan di tempat-tempat lain yang serupa. Makanan jalanan mewakili bagian penting dari konsumsi pangan di perkotaan untuk jutaan konsumen masyarakat menengah ke bawah setiap harinya. Makanan jalanan merupakan cara yang paling murah dan paling mudah untuk mendapatkan makanan di luar rumah (FAO, 2015).

Menurut Musaiger (2011) di banyak negara jumlah makanan yang dijual di luar rumah mengalami peningkatan. Di Syria sebagai contoh diperoleh hasil penelitian 67,4% remaja laki laki usia 13-18 tahun biasa makan di luar rumah sedangkan pada wanita 54,5%. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara yang tinggal di perkotaan (60,1%) dan pedesaan (58,9%). Makanan yang dimakan di luar rumah sebagian besar tinggi dalam total kalori, total lemak, lemak jenuh, kolesterol, dan natrium tetapi sedikit kalsium dan serat.

Peningkatan frekuensi makan di luar rumah seperti di rumah makan kemungkinan dipengaruhi beberapa faktor diantaranya

a. Banyak wanita yang bekerja sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk menyiapkan makan di rumah.

b. Peningkatan income perkapita

c. Kurangnya tempat tempat untuk rekreasi menjadikan restoran sebagai alternatif favorit untuk menghabiskan waktu di akhir pekan dan hari libur bersama keluarga.

(18)

6

Hampir di seluruh dunia, ukuran porsi makanan jajanan yang dijual di luar rumah telah mengalami peningkatan baik pada jenis makanan kemasan yang siap dimakan maupun makanan yang dijual di warung atau rumah makan, sebagai contoh pada tahun 1916 botol soft drink dijual dalam kemasan 5-6 oz. Pada tahun 1950 meningkat menjadi 10-12 oz. Sekarang soft drink untuk konsumsi individu dijual dalam kemasan botol 20 atau 32 oz. Restoran restoran fast food biasanya ditawarkan dalam ukuran porsi yang beragam. Mulai dari ukuran kecil sampai ukuran porsi super.Penelitian tentang obesitas dan kebiasaan makan di luar rumah di Saudi Arabia ditemukan bahwa pada anak-anak sekolah dasar (6-11 tahun) yang mengalami peningkatan kebiasaan makan di luar rumah, diikuti dengan peningkatan proporsi obesitas. Proporsi obesitas meningkat hingga 52,7% diantara responden yang memiliki kebiasaan makan di luar rumah lebih dari 5 kali seminggu. Hasil penelitian di Iran, Hejazi, dan Mazloom tentang asupan nutrisi makanan yang diperoleh dari makan di luar rumah pada usia remaja dengan menggunakan recall 24 jam diperoleh hasil ada perbedaan yang signifikan dalam rata - rata intake energi harian diantara remaja yang memiliki kebiasaan makan di luar rumah paling tidak satu kali sehari dibanding yang tidak memiliki kebiasaan makan di luar.

1) Obesitas a. Definisi

Obesitas atau kegemukan adalah suatu keadaan yang terjadi apabila kuantitas fraksi jaringan lemak tubuh dibandingkan berat badan total lebih besar dari normal (Subardja, 2004). Obesitas sering didefinisikan secara sederhana sebagai kondisi abnormal atau penimbunan lemak berlebih pada jaringan adiposa, sedemikian sehingga mengganggu kesehatan. Penyakit yang mendasari adalah gangguan proses keseimbangan energi dan kenaikan berat badan yang tidak diinginkan (WHO, 2000).

Istilah “overweight” dan “obesity” seringkali digunakan secara bergantian, tapi sesungguhnya berbeda. Overweight digunakan ketika berat badan melebihi dari standar untuk tinggi badan anak; obesitas adalah suatu keadaan lemak yang berlebihan (Mahan dan Stump, 2008). Istilah obesitas lebih

(19)

7

efektif dipakai untuk mengungkapkan suatu kondisi yang serius, yang sangat mendesak, dan membutuhkan tindakan pengobatan yang segera, dibanding penggunaan istilah overweight. Istilah obesitas menunjukkan kelebihan lemak tubuh yang lebih akurat dan menggambarkan suatu hubungan yang serius dengan risiko kesehatan yang lebih nyata dibanding istilah overweight (Odgen dan Flegal, 2010).

b. Prevalensi Obesitas dan kelebihan berat badan

Prevalensi global telah meningkat drastis di sebagian besar negara selama 20 tahun terakhir, kini terdapat lebih banyak orang yang memiliki berat badan berlebih ketimbang penderita gizi kurang di seluruh dunia. Gabungan berat badan berlebih dan obesitas kini dialami oleh 65% pria dan wanita Inggris.Angka tersebut menunjukkan peningkatan prevalensi obesitas dialami oleh 22% pria dan 23 % wanita di Inggris. Insiden berat badan berlebih dan obesitas meningkat di kalangan remaja (Barasi, 2009). Menurut laporan NCHS (National Center for Health Statistic) selama kurun waktu 2009-2010 terjadi peningkatan angka obesitas pada usia remaja 12-19 tahun, yaitu pada tahun 1976-1980 sebesar 5% dan menjadi 18,4% pada tahun 2009-2010 (Fryar, 2012). Prevalensi kelebihan berat badan di Negara Iran 5,4% Quwait 32 %. Sedangkan prevalensi Obesitas, Iran 1,6 % dan Quwait 24% (Musaiger, 2011).

Penelitian yang telah dilakukan Dr. Damayanti terhadap anak-anak sekolah di sepuluh kota besar Indonesia periode 2002-2005 diperoleh prevalensi kegemukan anak sekolah dasar Jakarta (25%), Semarang (24,3%), Medan (17,75%), Denpasar (11,7%), Surabaya (11,4%), Padang (7,1%), Manado (5,3%), Yogyakarta (4%), dan Solo (2,1%). Rata-rata prevalensi kegemukan di 10 kota besar tersebut mencapai 12,2% (Wahyu, 2009).

c. Kriteria Diagnostik Obesitas

Menurut Subardja (2004) untuk mengetahui atau menentukan seseorang obese atau tidak dapat dilakukan beberapa pendekatan, yaitu: Pertama, dengan menggunakan cara/teknik yang didapat dan ditetapkan dari individu yang dianggap normal dan dengan cara ini obesitas didefinisikan secara statistik

(20)

8

sebagai suatu persentase lemak tubuh diluar rentang normal. Pendapat kedua, didasarkan pada estimasi tidak langsung lemak tubuh, menggunakan cara-cara yang telah dikorelasikan dengan pengukuran langsung. Cara ketiga adalah dengan mendefinisikan obesitas atas dasar risiko kematian yaitu obesitas yang bermakna adalah level berat badan lebih yang menyebabkan lebih tingginya mortalitas relatif terhadap berat badan ideal/normal. Cara keempat adalah dengan mendifinisikan kegemukan secara visual, yaitu seseorang yang tampak gemuk mungkin ia gemuk dan sebaliknya.

Menurut Hidayati et al.(2005) untuk menentukan obesitas diperlukan kriteria berdasarkan pengukuran antropometri dan atau pemeriksaan laboratorik, yang pada umumnya digunakan:

1) Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan disebut obesitas bila BB > 120% BB standar.

2) Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan obesitas bila BB/TB > persentile ke 95 atau > 120% atau Z-score ≥ + 2 SD. 3) Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal

lipatan kulit/TLK). Sebagai indikator obesitas bila TLK triceps > persentil ke 85.

4) Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri yang tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA (Dual energy X-ray Absorptiometri) adalah metode yang paling akurat, tetapi tidak

praktis untuk dilapangan.

5) Indeks Massa Tubuh (IMT). Pada tahun 2007 Expert Commitee Recommendations Regarding the Prevention, Assessment, and Treatment

Adolescent Overweight and Obesity American Academy of Pediatric

merekomendasikan terminologi status gizi sesuai International Obesity Task Force (tahun 2000) sebagai berikut: seorang anak dikategorikan mengalami obesitas bila IMT ≥ persentil ke-95, berat badan lebih (overweight) bila IMT ≥ persentil ke-85 dan < persentil ke-95, gizi normal apabila IMT ≥ persentil 5 dan < persentil 85, dan gizi kurang apabila kurang dari persentil

(21)

9

5 dengan memakai kurva Centers for Disiease Control (CDC) 2000 (Spear, 2007; Ogden, 2010).

Tabel. Klasifikasi IMT Penduduk Asia Menurut WPRO (2000)

Kalsifikasi Status Gizi Indeks Masa Tubuh (IMT) (Kg/m2)

1. Kurus (Underweight) 2. Normal

3. Berat Badan Lebih (Overweight) 4. Obesitas I masing-masing cara dapat memenuhi kriteria dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: (Subardja, 2004)

Tabel 1. Karakteristik Perbedaan Berbagai Taksiran Kompisisi Tubuh Metode Kenyama

Keterangan : + = kurang memenuhi kriteria ideal; 4+ = sangat memenuhi kriteria ideal Sumber: Subarja (2004)

d. Faktor-faktor Penyebab Obesitas

Faktor- faktor yang diketahui mempengaruhi obesitas adalah

(22)

10

1) Genetik

Anak dari orangtua obese cenderung 3-8 kali menjadi obesitas dibandingkan dari orangtua yang memiliki berat badan normal, walaupun mereka tidak dibesarkan oleh orangtua kandungnya.Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14% (Syarif, 2003).

2) Jenis kelamin

Meskipun dapat terjadi pada kedua jenis kelamin, tetapi obesitas lebih umum dijumpai pada wanita (Misnadiarly, 2007).

3) Tingkat sosial dan ekonomi

Penelitian di Pakistan diperoleh hasil adanya peningkatan prevalensi obesitas seiring dengan peningkatan status sosial ekonomi, baik di kalangan masyarakat pedesaan atau perkotaan (Musaiger, 2011).

Pendapatan adalah satu hal yang terpenting dari indikator sosial ekonomi yang dikaitkan dengan obesitas.Berdasarkan pengelompokkan negara- negara dalam kategori pendapatan negara rendah, menengah dan tinggi diperoleh fakta obesitas secara umum meningkat baik laki- laki maupun perempuan seiring dengan peningkatan pendapatan negara yang meningkat.Kejadian obesitas pada keluarga miskin bisa disebabkan karena ketidakmampuan membeli makanan yang tinggi kandungan proteinnya dan cenderung memberikan makanan yang murah yang cenderung banyak mengandung karbohidrat.

Beberapa studi terkait dengan status pekerjaan menunjukkan bahwa wanita yang bekerja memiliki angka kejadian obesitas lebih tinggi daripada yang tidak bekerja. Sebagai contoh penelitian di Saudi Arabia diperoleh hasil 55,9% wanita tidak bekerja adalah obesitas dan sisanya 44,1% non obesitas.

4) Aktivitas fisik

(23)

11

Obesitas banyak dijumpai pada orang yang kurang melakukan aktifitas fisik dan kebanyakan duduk. Di masa industri sekarang ini, dengan meningkatnya mekanisasi dan kemudahan transportasi orang cenderung kurang gerak atau menggunakan sedikit tenaga untuk aktivitas sehari hari.

Beberapa studi di negara barat mengindikasikan bahwa terdapat hubungan positif di antara jumlah waktu yang dihabiskan untuk menonton TV dengan obesitas. Di negara negara timur tengah paparan iklan makanan terutama fast food, soft drink, minuman ringan, permen, dan coklat sangat mempengaruhi pilihan makan para penonton televisi terhadap makanan-makanan tersebut (Musaiger, 2011).

Diantara penduduk dewasa di Bahrain dijumpai hubungan negatif yang signifikan antara kebiasaan jalan kaki dan obesitas.Berdasarkan survey kebiasaan jalan kaki mereka rata rata kurang dari 1 km per hari. Di Uni Emirat Arab dijumpai 58% laki laki dan 75% perempuan berada pada kategori tidak aktif atau memiliki gaya hidup sedentary.

5) Kebiasaan makan

a) Makan tinggi energi dan kolesterol

Perkembangan tingkat ekonomi memiliki pengaruh besar terhadap perubahan pola konsumsi makanan yaitu konsumsi lemak lebih tinggi terutama lemak jenuh, kolesterol, karbohidrat sederhana dan rendah asam lemak yang tidak jenuh serta rendah serat.Telah terjadi peningkatan asupan energi dan lemak per kapita penduduk di hampir seluruh negara.Secara umum kontribusi karbohidrat pada suplai energi harian menurun seiring dengan peningkatan incomeperkapita negara, sebaliknya kontribusi lemak meningkat. Pola

konsumsi makanan tinggi lemak dan kalori dan gaya hidup sedentary memainkan peranan penting dalam peningkatan kejadian obesitas. Adanya tren konsumsi makanan siap saji terutama di kalangan anak dan remaja, turut berkontribusi dalam meningkatkan asupan kalori

(24)

12

dan konsekuensinya adalah peningkatan risiko kelebihan berat badan.Hasil penelitian yang telah dilakukan di antara mahasiswa Quwait diperoleh kesimpulan konsumsi makanan siap saji secara rutin merupakan faktor prediktor untuk terjadinya obesitas (Musaiger, 2011). Apapun penyebab dasarnya, faktor etiologi primer dari obesitas adalah konsumsi energi yang berlebihan dari energi yang dibutuhkan dalam waktu lama (Hanim, 2004).

b) Kebiasaan makan snack

Snack adalah makanan yang dimakan di antara makan besar, terutama antara makan pagi dan makan siang dan antara makan siang dan makan malam. Beberapa studi di negara barat ditemukan indikasi bahwa dengan peningkatan kebiasaan makan snack, maka total intake energi juga meningkat. Snack memberikan kontribusi sekitar 20-75% total intake kalori di negara-negara barat seperti Amerika dan Inggris. Menurut Musaiger (2011) di Uni Emirat Arab menunjukkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi snack diantara makan pagi dan makan siang dijumpai pada remaja laki laki (12-17 tahun) 60,5% obes dan dibanding 39,5% remaja laki laki non obes.

c) Meninggalkan sarapan pagi

Hasil sistematik review terkini dari 16 studi di Eropa menunjukan bahwa makan pagi berhubungan dengan penurunan risiko menjadi kelebihan berat badan atau obes dan menurunkan BMI di antara anak-anak dan remaja. Penelitian di Uni Emirat Arab dijumpai 72,2% mahasiswi non obes mengkonsumsi makan pagi secara teratur dan sisanya (25,8%) overweight atau obes (Musaiger, 2011).

d) Minuman ringan yang manis

Studi epidemiologi di negara-negara barat menunjukkan suatu bukti substansial bahwa mengkonsumsi secara teratur minuman ringan manis bukan hanya berkontribusi terhadap penambahan berat badan, tetapi juga meningkatkan risiko DM tipe II dan sindrom metabolik.

(25)

13

Penelitian di kalangan orang dewasa oleh Rasheed dalam Musaiger (2011) dijumpai bahwa mengkonsumsi snack dan minum soft drink secara rutin signifikan dijumpai pada wanita obes daripada wanita non obes di Saudi.

e) Makan sambil nonton televisi

Makan sambil menonton TV merupakan faktor yang berkontribusi terhadap obesitas. Makan sambil menonton TV akan mendorong seseorang untuk makan berlebih, karena jumlah dan tipe makanan yang dikonsumsi menjadi kurang diperhatikan.

6) Stunting

Kondisi stunting dapat menyebabkan perubahan serius jangka panjang seperti energy expenditure yang lebih rendah, suseptibilitas yang lebih tinggi terhadap efek diet tinggi lemak, oksidasi lemak yang lebih rendah, dan gangguan pengaturan asupan makanan (Musaiger, 2011).

7) Waktu tidur yang pendek

Bukti bukti yang diperoleh pada dekade yang lalu mendukung peran durasi tidur yang pendek sebagai faktor risiko baru terhadap penambahan berat badan dan obesitas. Gangguan tidur kronis menyebabkan perasaan lemas yang dapat menjadikan penurunan aktivitas fisik. Gangguan juga memiliki efek neurohormonal yang meningkatkan asupan kalori.

8) Body image

Body image merupakan suatu faktor psikologis yang penting berkaitan

dengan berat badan. Keyakinan yang berlebihan untuk membentuk tubuh yang ramping di antara remaja akan menuntun kepada praktek diet yang tidak sehat dan gangguan pola makan. Sementara sikap meremehkan berat badan akan meningkatkan risiko berkembangnya kelebihan berat badan dan obesitas. Persepsi terhadap penampilan bentuk tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya.

9) Faktor budaya

(26)

14

Faktor budaya memainkan peranan yang penting terjadinya obesitas di beberapa Negara.

f. Dampak Obesitas

Gejala-gejala yang berhubungan dengan obesitas pada remaja meliputi masalah-masalah psikososial, meningkatnya faktor risiko kardiovaskuler, metabolisme glukosa abnormal, gangguan gastrointestinal, dan komplikasi ortopaedik.Obesitas pada remaja memiliki konsekuensi psikologi dan kesehatan yang serius. Beberapa dampak obesitas pada remaja adalah kesulitan sosial dan psikologis yang biasanya bertahan hingga usia dewasa. Menurut WHO (2005) pada beberapa kasus obesitas pada remaja memiliki implikasi emosional, remaja cenderung sensitif tentang body image dan sangat mudah mengalami diskriminasi sosial. Menurut WHO (2005) harga diri dan gambaran diri yang jelek sering dijumpai pada remaja yang mengalami obesitas, tetapi tidak dijumpai pada anak- anak. Hasil penelitian berdasarkan studi longitudinal di USA pada wanita obesitas pada usia remaja mempengaruhi status pernikahan dan sosial ekonomi. Masalah kesehatan jangka panjang dengan obesitas pada remaja akan menetap dalam kehidupan ketika dewasa dan berkaitan dengan risiko penyakit kardiovaskuler di dalam penyakit selanjutnya (WHO, 2005).

Kegemukan dan obesitas dapat meningkatkan risiko timbulnya pelbagai keluhan dan penyakit pada anak dan remaja.Obesitas pada anak dan remaja dikaitkan dengan kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kematian dini dan kecacatan pada saat dewasa (WHO, 2011). Anak maupun remaja yang mengalami obesitas sangat berisiko untuk berkembangnya beberapa penyakit sebagaimana yang dialami oleh orang dewasa yang obese. Studi menunjukkan bahwa kadar serum glukosa puasa, insulin, trigliserida dan prevalensi gangguan toleransi glukosa dan hipertensi sistolik meningkat secara signifikan ketika seorang anak mengalami obesitas (IMT ≥ persentil ke-95) (Spear, 2007). Secara sederhana, gangguan kesehatan yang terjadi pada anak dan remaja

(27)

15

penderita kegemukan dan obesitas terbagi tiga, yakni gangguan klinis, mental, dan sosial (Wahyu, 2009).

Konsekuensi atau morbiditas medis yang diakibatkan oleh obesitas pada anak meliputi: (Subardja, 2004)

1) Pertumbuhan

Anak berat badan lebih cenderung lebih tinggi dan mengalami proses maturasi lebih cepat dibanding dengan anak yang berat badannya normal. 2) Hiperlipidemia

Peningkatan lipid darah terjadi pada remaja obes. Pola karakteristik yang didapatkan berupa peningkatan kolesterol lipoprotein densitas rendah (LDL) dan trigliserida dan penurunan kadar kolesterol lipoprotein densitas tinggi (HDL).

3) Intoleransi glukosa

Meskipun sedikit data tersedia mengenai frekuensi intoleransi glukosa pada anak dan remaja obes, suatu observasi mengenai kasus diabetes melitus di Amerika Serikat tahun 1996 menunjukkan bahwa sepertiga dari kasus baru sedikit banyak merupakan efek peningkatan prevalensi obesitas pada remaja. Insiden Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) pada remaja ini tampaknya meningkat 10 kali lipat dari angka kejadian pada tahun 1982.Rata-rata IMT pada penderita remaja dengan diagnosis NIDDM ini adalah 37.

4) Hipertensi

Hipertensi terjadi pada anak dengan frekuensi relatif rendah.Penelitian berdasarkan populasi masyarakat yang cukup representatif menunjukkan bahwa hanya 1% dari anak sekolah berumur 5-8 tahun secara persisten menderita peninggian tekanan darah.Meskipun demikian, hampir 60% anak dengan peningkatan tekanan darah persisten memiliki berat badan relatif > 120% median untuk jenis kelamin, tinggi, dan umur.tampaknya merupakan dua prediktor yang paling kuat untuk nilai tekanan darah pada masa dewasa.

(28)

16

5) Stroke

Overweight dan obes dapat berisiko untuk terbentunya plak di arteri.

Kadang-kadang area plak dapat mengalami ruptur menyebabkan pembentukan bekuan darah.Jika bekuan darah terjadi di jaringan otak dapat menutup aliran darah dan oksigen yang menuju ke otak dan menyebabkan stroke.Risiko terkena stroke meningkat seiring dengan meningkatnya BMI. (NHLBI, 2012)

6) Gangguan pernafasan

Sleep apnea merupakan gangguan yang umum terjadi di mana seseorang mengalami henti nafas ketika tidur. Seseorang yang biasa mengalami sleep apnea tersebut biasanya karena simpanan lemak atau timbunan lemak di sekitar leher yang menyebabkan penyempitan jalan nafas, sehingga mengakibatkan kesulitan bernafas. Apnea pada saat tidur merupakan konsekuensi gangguan pernafasan pada obes yang karena mortalitasnya cukup tinggi memerlukan terapi agresif. Diperkirakan prevalensi apnea saat tidur pada anak dan remaja obes ini berkisar sekitar 7%.

Obesity Hypoventilation Syndrom (OHS) adalah gangguan pernafasan yang terjadi pada beberapa orang yang mengalami obesitas. Akibat pernafasan yang jelek tersebut adalah terlalu banyak CO2 (hipoventilasi) dan terlalu sedikit oksigen di dalam darah (hipoksemia). OHS dapat menyebabkan masalah kesehatan serius dapat menyebabkan kematian.

7) Komplikasi ortopedik

Karena adanya keterbatasan kekuatan tulang dan kartilago pada seorang anak untuk dibebani kelebihan berat badan tertentu, maka pelbagai komplikasi ortopedik dapat menyertai obesitas, baik pada anak maupun remaja. Komplikasi ortopedik ini misalnya hipertropi dan hiperplasi bagian medial metafisis tibia proksimal yang dikenal sebagai penyakit Blount ataubergesernya kaput femur dari sendi panggul. Osteoarthritis merupakan

(29)

17

suatu permasalahan umum pada persendian terutama pada lutut, panggul dan punggung bawah.

8) Gangguan reproduksi

Obesitas dapat menyebabkan masalah menstruasi dan infertile pada wanita.

9) Gangguan perkemihan

Gallstone atau batu kandung kemih terjadi karena adanya sedimentasi

material yang menyerupai batu yang biasanya terbentuk sebagian besar dari kolesterol.Seseorang yang obes dan overweight mempuyai risiko tinggi terbentuknya batu.Obesitas, diet tinggi purin, kebiasaan konsumsi alkohol diketahui sebagai faktor risiko gout (WHO, 2005).

Bukti bukti menunjukkan bahwa gaya hidup sedentary dan diet yang tinggi lemak hewani dan rendah dalam konsumsi lemak nabati dan serat juga merupakan faktor risiko yang signifikan untuk pembentukan batu kandung kemih.

3. Remaja

Remaja adalah periode antara pubertas dan kedewasaan, usia yang diperkirakan 12-21 tahun untuk anak gadis dan 13-22 tahun untuk laki laki. (Chaplin, 2005).Masa remaja merupakan periode transisi secara bertahap dari anak-anak menuju dewasa yang secara normal dimulai dengan munculnya tanda- tanda pubertas. Masa remaja dapat dibagi menjadi 3 tahap perkembangan yang berdasarkan perubahan fisik, psikologis dan social: 1) Remaja awal 10 atau 13 sampai 14 atau 15 tahun; 2) Remaja tengah 14 atau 15 sampai 17 tahun; 3) Remaja akhir 17 sampai 21 tahun. Remaja merupakan masa dengan pertumbuhan yang cepat: pertumbuhan tulang hingga 45%, dan 15-25% tinggi badan orang dewasa dicapai masa remaja (WHO, 2005).

(30)

18

B. Kerangka berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Hubungan Kebiasaan makan jajanan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih Gizi Lebih (Obesitas dan

Kelebihan Berat Badan) Kebiasaan Makan di Luar

Rumah

Faktor Internal -Genetik -Jenis Kelamin -Stunting

-Aktfitas Fisik/hari -Kebiasaan Makan

Snack

-Tidak Sarapan Pagi -Sedentary life style -Waktu tidur pendek -Body Image

-Kebiasaan Pesta

Meningkatnya Asupan Total Energi Faktor

-Sosial Ekonomi -Budaya Makan

-Ketersediaan Makanan Siap Saji

-Pola makan

(31)

19

C. Hipotesis Penelitian

1. Semakin sering frekuensi makan di luar rumah, semakin tinggi risiko kejadian gizi lebih pada mahasiswi di Surakarta.

2. Semakin banyak jumlah uang jajan, semakin tinggi risiko kejadian gizi lebih pada mahasiswi di Surakarta.

3. Semakin lengkap jenis makanan yang dikonsumsi di luar rumah, semakin tinggi risiko kejadian gizi lebih pada mahasiswi di Surakarta.

(32)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan desain cross sectional. Desain cross sectional merupakan rancangan penelitian yang

pengukurannya atau pengamatannya dilakukan secara simultan pada satu saat (Hidayat, 2007). Metode observasional analitik ini digunakan untuk menggambarkan hubungan antara kebiasaan makan jajanan di luar rumah dengan status gizi lebih pada mahasiswi.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta yang memiliki tiga prodi kesehatan, yaitu DIII Keperawatan, D III Kebidanan dan S1 Ilmu Gizi. Alasan pemilihan lokasi ini adalah: 1) Mahasiswa yang kuliah di STIKES PKU Muhammadiyah Suarakarta berasal dari daerah di wilayah Surakarta, 2) Pola pembelajaran yang diterapkan menggunakan waktu dari pagi hingga sore hari dan memiliki jadwal praktik lapangan dengan menggunakan penjadwalan sistim shift, sehingga kemungkinan untuk makan di luar rumah cukup tinggi, 3) Pengukuran prevalensi gizi lebih di kalangan mahasiswa STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta 20,8% dan selama ini belum pernah dilakukan penelitian sejenis. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April sampai dengan Mei 2015.

C. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua mahasiswi STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta sejumlah 448 mahasiswi.

D.Sampel dan cara pemilihan sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswi STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta, yang telah memenuhi kriteria sampel yang ditetapkan. Pengambilan

(33)

21

sampel menggunakan teknik consecutive sampling, yaitu setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi (Nursalam dan siti, 2000). Adapun kriteria responden adalah:

a. Kriteria inklusi

1) Mahasiswi yang berumur 18 – 23 tahun dan tercatat aktif 2) Tidak sedang dalam terapi diet.

3) Berdomisili di Kota Surakarta

4) Dalam keadaan sehat tiga bulan terakhir

5) Mahasiswa yang tidak makan menggunakan jasa katering b) Kriteria eksklusi

1) Pindah tempat tinggal di luar Kota Surakarta 2) Menderita sakit dalam masa penelitian

3) Keluar sebagai mahasiswa STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta.

Besar sampel dalam penelitian ini adalah 55 orang, dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan: n: Besar sampel

N: Besar populasi = 448

Z(1-α/2) : Nilai sebaran normal baku TK 95% = 1,96

P : Proporsi kejadian =0,21 (didapat dari hasil survey awal) d : Besar penyimpangan : 0,1

448 x (1,96)2 x 0,21(1-0,21) ______________________

448 x (0,1)2 + (1,96)2 x 0,21 (1-0,21) 448 x 3,842 x 0,166

--- (448 x 0,01) + 3,842 x 0,166

(34)

22

285,72

--- 4,48 + 0,64 285,72

--- = 55 5,12

E. Protokol Penelitian

Penelitian ini menggunakan responden mahasiswi STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta yang terdiri dari 3 program studi dengan total mahasiswa sebanyak 448 dan akan diambil sampel sebanyak 55. Pengambilan sampel di awali dengan penentuan kriteria inklusi dan ekslusi dilanjutkan dengan pengambilan sampel secara proporsional random sampling untuk masing masing program studi.

Adapun protokol penelitian secara skematis dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Protokol Penelitian Hubungan Frekuensi Makan di Luar Rumah dan Jumlah Uang Jajan dengan Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswi di Surakarta

Mahasiswi STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta (N=448)

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Subjek Penelitian (n=55)

1. Pengukuran Antropometri (BB, TB)

2. Kuesioner Kebiasaan makan di luar rumah dan sosial ekonomi

Pengolahan dan analisis data

(35)

23

F. Identifikasi variabel penelitian

a. Variabel bebas : Frekuensi makan di luar rumah Jumlah uang jajan

b. Variabel tergantung : Kejadian gizi lebih

c. Variabel pengganggu/perancu: 1) Sedentary life style

2) Genetik

G. Definisi Operasional

1. Frekuensi makan di luar rumah

Adalah tingkat keseringan dalam makan di luar rumah yang dikategorikan menjadi 6 menurut Steyn et al.(2011)

1) Tidak pernah 2) 2-3 kali per bulan 3) Sekali seminggu 4) 2-3 kali per minggu 5) Hampir setiap hari 6) Setiap hari

Skala: ordinal

2. Jenis Makanan di luar rumah

Adalah pengelompokkan makanan di luar rumah dikategorikan menjadi:

1) Makanan Lengkap yakni: makanan yang mengenyangkan dan dijual dalam bentuk porsi seperti nasi, bakso, gado- gado, dan lain- lain

2) Makanan kudapan yakni: makanan berupa makanan tunggal yang dibeli dalam bentuk satuan sperti kue, gorengan, dan lain- lain.

3) Minuman yakni: makanan dalam bentuk cair yang dijual dalam satuan gelas, botol atau kemasan lainnya.

(36)

24

3. Gizi Lebih

Adalah suatu keadaan kuantitas fraksi jaringan lemak tubuh dibandingkan berat badan total lebih besar dari normal. Dalam penelitian ini penentuan gizi lebih dilakukan dengan pengukuran antropometri Indeks Massa Tubuh. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan Klasifikasi IMT yang diusulkan untuk penduduk Asia (IOTF, WHO 2000)

Kalsifikasi Status Gizi Indeks Masa Tubuh (IMT) (Kg/m2)

1. Kurus (Underweight) 2. Normal

3. Berat Badan Lebih (Overweight) 4. Obesitas I

Adalah kebiasaan hidup yang dicirikan dengan tingkat aktivitas fisik yang rendah (Ackley dan Ladwig, 2011). Aktivitas Sedentary Life style diukur dengan kuesioner dikategorikan menjadi: (Riskesdas, 2013)

1) Kurang dari 3 jam 2) 3-6 jam

3) > 6 jam 6. Genetik

Adalah faktor yang diturunkan dari gen orang tua. Diukur dengan menggunakan kuesioner yang dikategorikan menjadi 2.

(37)

25

1) Orang tua obesitas 2) Orang tua tidak obesitas Skala: nominal

H. Instrumen Penelitian

1. Alat pengumpul data berupa kuesioner.

2. Timbangan berat badan injak untuk mengukur berat badan dengan kapasitas 150 kg dan ketelitian 0,1 kg dengan merek Tanita.

3. Microtoise untuk mengukur tinggi badan dengan kapasitas 200 cm dan ketelitian 0,1 cm.

4. Food model dan makanan setempat untuk membantu estimasi besar porsi yang dikonsumsi oleh responden.

5. Nutri survey

I. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan atas persetujuan responden dengan cara menandatangani informed consent yang diajukan oleh peneliti, setelah sebelumnya mendapat penjelasan mengenai tujuan dan manfaat dari penelitian tersebut. Penelitian dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Ketua STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta.

J. Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, dilakukan editing untuk meneliti kembali semua daftar pertanyaan sudah terisi semua dan betul penulisannya sesuai dengan keadaan saat pengumpulan data dilaksanakan.Kemudian dilakukan koding dan pemasukan data dalam perangkat lunak komputer. Pengolahan data antopometri dan data hasil food recall menggunakan program Nutrisurvey.

Analisis data dilakukan secara bertahap dengan bantuan software SPSS versi 16, diawali dengan analisis univariat pada variabel penelitian untuk mengeksplorasi data hasil pengukuran berupa mean, median, standar deviasi, nilai minimum dan nilai

(38)

26

maksimum. Hasil analisis univariat akan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan grafik.

Berikutnya dilakukan analisis bivariat untuk menghubungkan variabel status gizi lebih sebagai variabel terikat dengan kebiasaan makan di luar rumah sebagai variabel bebas dengan menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95%,

α = 5. Selanjutnya dilakukan analisis multivariat untuk mengetahui hubungan variabel terikat dengan variabel bebas secara bersama sama yang dipengaruhi variabel lain, dengan menggunakan analisis regresi logistik ganda.

(39)

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

Pengambilan data penelitian mengenai “Hubungan frekuensi makan di luar rumah dan jumlah uang jajan dengan kejadian gizi lebih pada mahasiswi di Surakarta” dilaksanakan pada tanggal 15 April 2015 sampai dengan 8 Mei 2015. 1. Deskripsi Lokasi Penelitian

STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta yang beralamatkan di Kadipiro Banjarsari Surakarta saat ini mengelola tiga program studi, yaitu D3 Keperawatan, D3 Kebidanan, dan S1 Ilmu Gizi dengan total mahasiswa sebanyak 524 mahasiswa. Mahasiswa STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta mayoritas berasal dari SMU Negeri maupun swasta dari wilayah se eks Karesidenan Surakarta.

Subyek dalam studi ini adalah mahasiswa STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta yang berjenis kelamin perempuan sejumlah 55 orang. Keseluruhan subjek tersebut telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia mengisi informed consent untuk menjadi subyek dalam penelitian ini.

Keikutsertaan subyek dalam penelitian ini tergolong sangat baik.Keseluruhan tahap tahap penelitian dilalui oleh seluruh subyek penelitian dengan baik, yang meliputi pengisian informed consent, mengisi biodata, mengerjakan kuesioner, pengukuran berat badan dan tinggi badan, serta menjawab pertanyaan recall konsumsi makan 24 jam.

2. Karakteristik Subyek Penelitian

Setelah dilakukan pengambilan data dengan menggunakan wawancara recall konsumsi 24 jam dan lembar kuesioner pada setiap responden sebanyak 55 mahasiswi, hasil analisa univariatnya dapat disajikan dalam bentuk sebagai berikut

(40)

28

Tabel 3 Distribusi Karakteristik Responden

Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa rata-rata responden berumur 19 tahun, rata-rata berat badan 57,11 kg, rata-rata tinggi badan 156,42 cm, dan rata-rata indeks massa tubuhnya 23,29. Rata-rata responden dalam penelitian ini berada pada tahapan remaja akhir, rentang 17 – 21 tahun (WHO, 2005). Adapun dari IMT menunjukkan rata-rata berada pada kategori overweight untuk penduduk Asia (WHO, 2000).

3. Karakteristik Variabel a. Status gizi mahasiswi

Tabel 4 Karakteristik Status Gizi Responden

Status Gizi Frekuensi Prosentase

Kurus 4 7,3%

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa responden dengan Status Gizi lebih yang merupakan gabungan dari overweight, obese 1 dan obese 2 adalah 56,4%. Hal ini menunjukkan bahwa separoh dari responden penelitian ini berada pada status gizi lebih.

(41)

29

b. Frekuensi makan

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Makan Responden

Frekuensi makan Frekuensi %

1 x sehari 1 1.8%

2 x sehari 26 47.3%

3 x sehari 28 50.9%

Jumlah 55 100,0

Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa proporsi terbesar frekuensi makan responden adalah 3 kali (50,9%).

c. Frekuensi makan di Luar Rumah

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Makan Responden di Luar Rumah

Frekuensi makan Frekuensi %

Tidak pernah 1 1.8%

2 – 3 kali per bulan 3 5.5%

Sekali seminggu 7 12.7%

2-3 kali perminggu 14 25.5%

Hampir setiap hari 24 43.6%

Setiap hari 6 10.9%

Jumlah 55 100,0%

Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa proporsi terbesar frekuensi makan di luar rumah responden adalah hampir setiap hari (43,6%). Hal ini semakin menguatkan asumsi bahwa makan di luar rumah cenderung menjadi trend masyarakat perkotaan. Makanan jalanan mewakili bagian penting dari konsumsi pangan di perkotaan untuk jutaan konsumen masyarakat menengah ke bawah setiap harinya. Makanan jalanan merupakan cara yang paling murah dan paling mudah untuk mendapatkan makanan di luar rumah (FAO, 2015).

(42)

30

d. Tempat Membeli makanan Respondendi Luar Rumah

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Tempat Membeli makan di luar rumah

Tempat Membeli Frekuensi %

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa proporsi terbesar frekuensi tempat membeli makan di luar rumah responden adalah warung makan (89,1%). Mengingat jadwal perkuliahan yang cukup padat, rata-rata responden memanfaatkan fasilitas penjual makanan yang berada di sekitar kampus, yaitu warung makan.

e. Jenis Makanan yang Dibeli di Luar Rumah

Tabel 8 Distribusi Frekuensi Jenis Makanan yang Dibeli di luar rumah

Jenis Makanan Frekuensi %

Makanan lengkap 30 54.5%

Berdasarkan Tabel 8 distribusi bahwa proporsi terbesar frekuensi jenis makan yang dibeli di luar rumah oleh responden adalah makanan lengkap (54,5%).

f. Waktu Membeli Makanan di Luar Rumah

Tabel 9 Distribusi frekuensi waktu membeli makan di luar rumah

Waktu Membeli Frekuensi %

(43)

31

Berdasarkan Tabel 9 distribusi diketahui bahwa proporsi terbesar frekuensi waktu membeli makan di luar rumah adalah semua waktu makan (40 %). g. Asupan Makan

Tabel 10 Asupan Makan Responden/Orang/Hari

Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan Tabel 10 distribusi diketahui bahwa proporsi rata rata asupan energi responden adalah 1694.44 kkal, asupan protein 52,65 g, asupan lemak 54,35 g, asupan karbohidrat 249,24 g. Menurut Hardinsah et al. (2012) pada perempuan kelompok umur 19-29 th, angka kecukupan energinya adalah 2250 kkal, kecukupan protein 56 g, kecukupan lemak 55 g, dan karbohidrat 309 g. Apabila dibandingkan dengan jumlah asupan responden, dapat disimpulkan rata-rata responden belum memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Hal ini bisa dimungkinkan karena recall 24 jam dilakukan hanya satu hari.

h. Hubungan Frekuensi Kebiasaan Makan di Luar Rumah dengan Kejadian Gizi Lebih

(44)

32

Berdasarkan Tabel 11 distribusi diketahui bahwa pada responden dengan status gizi normal atau kurus proporsi frekuensi makan di luar rumah 2-3 kali per Minggu atau Jarang (60 %) lebih besar dari proporsi frekuensi hampir atau setiap hari (30 %). Adapun responden dengan status gizi Overweight atau Obese I/II proporsi frekuensi makan di luar rumah 2-3 kali per Minggu atau Jarang (40.0%) lebih kecil dari proporsi frekuensi hampir atau setiap hari (70 %). Dari uji Chi Square diperoleh nilai p 0,025, yang berarti ada hubungan yang signifikan antara frekuensi kebiasaan makan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih. Adapun nilai OR 3,5 berarti peluang untuk makan di luar rumah hampir setiap hari atau setiap hari pada responden kelompok overweight/obese I dan II adalah 3,5 kali dari kelompok responden normal atau kurus.

i. Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Gizi Lebih

Tabel 12 Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Gizi Lebih Asupan Energi Mean

Berdasarkan tabel 12 distribusi diketahui bahwa pada responden dengan status gizi normal atau kurus proporsi asupan energi < 2269 kkal(48,9 %) lebih besar dari proporsi ≧ 2269 kkal (12,5 %). Adapun responden dengan status gizi overweight atau obese I/II proporsi asupan energi < 2269 kkal (51,1%) lebih kecil dari proporsi ≧ 2269 kkal (87,5%). Jadi ada kecenderungan semakin tinggi asupan energinya maka semakin mendekati status gizi overweight atau obese. Dari penghitungan nilai Odds ratio

(45)

33

diperoleh angka 6,7 yang bermakna peluang asupan energy ≥ 2269 kkal pada kelompok overweight/obes I dan II 6,7 kali dari kelompok normal atau kurus. Dari uji Chi Square diperoleh nilai p 0,055, yang berarti ada hubungan yang mendekati signifikan antara asupan energi dengan kejadian gizi lebih.

j. Hubungan Asupan Lemak dengan Kejadian Gizi Lebih

Tabel 13 Hubungan Asupan Lemak dengan Kejadian Gizi Lebih Asupan Lemak

Berdasarkan tabel 13 diketahui bahwa pada responden dengan status gizi normal atau kurus proporsi asupan lemak dengan mean+SD < 78 g (47,8 %) lebih besar dari proporsi ≧ 78 g (22,3 %). Adapun responden dengan status gizi overweight atau obese I/II proporsi asupan lemak mean+SD < 78 g (52,2 %) lebih kecil dari proporsi ≧ 78 g (77,8 %). Dari penghitungan nilai Odds ratio diperoleh angka 3,2 yang bermakna peluang asupan lemak mean+SD ≥ 78 g pada kelompok overweight/obes I dan II 3,2 kali dari kelompok normal atau kurus. Dari uji Chi Square diperoleh nilai p 0.157, yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan kejadian gizi lebih.

k. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Gizi Lebih

Tabel 14 Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Gizi Lebih

(46)

34

Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa pada responden dengan status gizi normal atau kurus proporsi asupan karbohidrat < 337 g (44,7%) lebih besar dari proporsi ≧ 337 g (37,5 %). Adapun responden dengan status gizi overweight atau obese I/II proporsi asupan karbohidrat < 337 g (55,3%) lebih kecil dari proporsi ≧ 337 g (62,5 %). Dari penghitungan nilai Odds ratio diperoleh angka 1,3 yang bermakna peluang asupan karbohidrat dengan mean+SD ≥ 337 g pada kelompok overweight/obes I dan II 1,3 kali dari kelompok normal atau kurus. Dari uji Chi Square diperoleh nilai p 0,705, yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat dengan kejadian gizi lebih.

l. Hubungan Jumlah Uang Jajan dengan Kejadian Gizi Lebih

Tabel 15 Hubungan Jumlah Uang Jajan dengan Kejadian Gizi Lebih

Sumber: Data Primer (2015)

Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa proporsi rata rata IMT 23,29, dan rata-rata uang Jajan responden adalah Rp.13.809. Dari hasil uji Pearson Product Moment P value 0,001, hal ini berarti ada hubungan yang signifikan

antara jumlah uang jajan dengan kejadian gizi lebih. Adapun nilai koefisien korelasi r =0.489 menunjukkan hubungan yang cukup kuat.

Asupan Min Max Mean SD r p

value

IMT 16 31 23,29 3,80 0.489 0.001

Uang Jajan 5000 25000 13809 4954.88

(47)

35

m. Hubungan jenis makanan jajan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih Tabel 16 Hubungan jenis makanan jajan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih

(48)

36

1. Hubungan Frekuensi Kebiasaan Makan di Luar Rumah dengan Kejadian Gizi Lebih

Dari uji Chi Square diperoleh nilai p 0,025, sehingga Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti ada hubungan yang signifikan antara frekuensi kebiasaan makan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih. Menurut Steyn, Demetre, Johanna (2011) Status sosial ekonomi berkaitan dengan kebiasaan makan di luar rumah karena mempunyai peranan penting dalam konsumsi makanan jajan. Karyawan pekerja memiliki asupan makanan siap saji yang lebih tinggi yang merefleksikan gaya makanan barat. Jarak rumah para karyawan pekerja dan tempat bekerja yang mempunyai jarak tempuh jauh menyebabkan kecenderungan untuk makan di luar rumah dikarenakan mudah di dapat, siap saji, biaya relatif murah untuk bisa memenuhi kebutuhan.

Seorang yang mempunyai kebiasaan makan di luar rumah yang sering, maka semakin meningkat kejadian terjadinya obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Appelhans, dkk (2012) juga diperoleh hasil bahwa pada wanita yang mengalami overweight dan obesitas memiliki hubungan yang erat dengan tingginya asupan energy yang diperoleh dari makan di luar rumah dan makanan siap saji.

Menurut Musaiger (2011) di banyak Negara jumlah makanan yang dijual di luar rumah mengalami peningkatan. Di Syria sebagai contoh diperoleh hasil penelitian 67,4% remaja laki laki usia 13-18 tahun biasa makan di luar rumah sedangkan pada wanita 54,5%. Tidak ada perbedaan yang signifikan diantara yang tinggal di perkotaan (60,1%) dan pedesaan (58,9%). Makanan yang dimakan di luar rumah sebagian besar tinggi kalori, tinggi dalam total kalori, total lemak, lemak jenuh, kolesterol, dan natrium tetapi sedikit calcium dan serat.

Pola konsumsi makanan tinggi lemak dan kalori dan gaya hidup sedentary memainkan peranan penting dalam peningkatan kejadian obesitas. Adanya tren konsumsi makanan siap saji terutama di kalangan anak dan remaja, turut

(49)

37

berkontribusi dalam meningkatkan intake energi dan konsekuensinya adalah peningkatan resiko kelebihan berat badan.

Makanan yang dimakan di luar rumah sebagian besar tinggi energi, tinggi dalam total energi, total lemak, lemak jenuh, kolesterol, dan natrium tetapi sedikit calcium dan serat. Peningkatan frekuensi makan di luar rumah seperti di rumah makan kemungkinan dipengaruhi beberapa faktor diantaranya

(1) Banyak wanita yang bekerja sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk menyiapkan makan di rumah.

(2) Peningkatan income perkapita

(3) Kurangnya tempat tempat untuk rekreasi menjadikan restoran sebagai alternatif favorit untuk menghabiskan waktu di akhir pecan dan hari libur bersama keluarga.

Hubungan frekuensi kebiasaan makan di luar rumah dengan kejadian gizi Lebih yang signifikan juga didukung hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa semakin tinggi asupan energi yang berlebih ada kecenderungan semakin mendekati status gizi overweight atau obese, dengan hasil uji Chi Square diperoleh nilai p 0,055. Apapun penyebab dasarnya, faktor etiologi primer dari obesitas adalah konsumsi energi yang berlebihan dari energi yang dibutuhkan dalam waktu lama (Hanim, 2004). Menurut Steyn et al.(2011), makanan di luar rumah secara umum sangat terjangkau dan memiliki energi yang tinggi sehingga merupakan pilihan utama bagi masyarakat dengan ekonomi lemah dalam memenuhi kebutuhan makannya.

Di seluruh dunia ukuran porsi makanan jajanan yang dijual di luar rumah telah mengalami peningkatan baik pada jenis makanan kemasan yang siap dimakan maupun makanan yang dijual di warung atau rumah makan, sebagai contoh pada tahun 1916 botol soft drink dijual dalam kemasan 5-6 oz. Pada tahun 1950 meningkat menjadi 10-12 oz. Sekarang soft drink untuk konsumsi individu dijual dalam kemasan botol 20 atau 32 oz. Restoran restoran fast food biasanya ditawarkan dalam ukuran porsi yang beragam. Mulai dari ukuran kecil sampai

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Hubungan Kebiasaan Makan di Luar Rumah
Tabel 1. Karakteristik Perbedaan Berbagai Taksiran Kompisisi Tubuh
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Hubungan Kebiasaan makan jajanan di luar rumah dengan kejadian gizi lebih
Gambar 3.1 Protokol Penelitian Hubungan Frekuensi Makan di Luar Rumah dan Jumlah Uang Jajan dengan Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswi di Surakarta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sektor perikanan merupakan suatu komoditas yang bernilai bagi suatu negara, mengingat konsumsi ikan di merupakan suatu komoditas yang bernilai bagi suatu negara,

Reduksi data merupakan langkah awal dalam menganalisis data, kegiatan yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul. Kumpulan data hasil kerja

(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf a, sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan Rencana Tata

Mulia, 2012), 29.. Hal ini terjadi karena salah dalam pola asuh sejak kecil, atau karena pergaulan yang salah. Untuk jenis yang pertama ini, penanganannya bukan dengan cara

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat lima nilai pendidikan karakter yang termuat dalam buku kumpulan dongeng suku Mbojo di antaranya: (1) peduli sosial;

Hal tersebut yang menjadi pertimbangan penulis untuk mengembangkan sistem registrasi KRS yang memanfaatkan teknologi wireless yaitu teknologi J2ME, untuk memudahkan mahasiswa

Hasil Wawancara dengan Ibu Nur Azizah Selaku pembeli atau pelangan hasil budidaya ikan tambak, wawancara dilakukan tgl.. Indramanyu, Subang, Sumedang, Bandung, Sukabumi, Bogor

Sifat penata yang senang menyendiri, tidak percaya diri dan suka memendam perasaan merupakaan watak yang terdapat pada watak melankolis yang sempurna dan