5. D1-3 Akademik 6. Strata 1-3 1. Nama Ibu :
2. Pendidikan Terakhir Ibu? 1. Tidak Sekolah 2. SD
3. SLTP 4. SLTA
5. D1-3 Akademik 6. Strata 1-3
D. Pekerjaan Orangtua dan Besar Uang Jajan
1. Apa pekerjaan bapak? 1. Pegawai Negeri 2. Pegawai Swasta 3. Wiraswasta 4. Tidak bekerja
2. Apa pekerjaan ibu? 1. Pegawai Negeri 2. Pegawai Swasta 3.Wiraswasta 4. Tidak bekerja 3. Berapa besar uang jajan per hari?
E. Riwayat Keturunan
1. Apakah ibu menderita obesitas ? 1. Ya 2. Tidak
2. Apakah Ayah menderita obesitas? 1. Ya 2. Tidak
F. AKTIVITAS FISIK.
Aktivitas Ringan Durasi
Ya Tidak
Duduk naik motor
naik angkutan
antar jemput
les di sekolah
les di luar sekolah
les bahasa inggris
mengasuh adik
mencuci piring
nonton TV
main play station
main komputer
belajar di rumah
Total
Aktivitas Sedang Durasi
Ya Tidak
bermain di sekolah
Berjalan
Bersepeda
kegiatan pramuka
bermain musik
paduan suara
Menyapu
menyiram tanaman
membersihkan tempat tidur
Total
Aktivitas Berat Durasi
Ya Tidak
Menari
drum band
bela diri
sepak bola
Basket
Renang
Badminton
Taekwondo
Lari
Aerobik
Kasti
Sit up
Total
G. FREKUENSI DAN JENIS MAKANAN
1. Berapa kali Anda makan dalam sehari? 1. ≤ 3 kali/hari 2.≥ 3 kali/hari 2. Apakah Anda membawa bekal ke sekolah? 1. Ya 2. Tidak
Formulir Food Frequency
No Jenis/Bahan Makanan
Frekuensi Makan (tulis dalam berapa kali)
Keterangan
≥1 kali/hari 1-5 Kali/Ming gu
≤2
kali/bulan Tidak Pernah
11 Sumber
Karbohidrat
Nasi
Mie Roti Ubi
Kentang Jagung
Sereal
22 Sumber Protein
Sapi Ayam Telur
Ikan
Udang, Cumi, Tempe
Tahu
33 Sayur-sayuran
Bayam
Kangkung
Sawi
Wortel
Jipang
Timun
Kol
Lainnya...
44 J
Buah-buahan Nanas Pisang Pepaya
Semangka Melon
Manngga Apel Anggur
Jeruk
55 Minuman
-Soft drink -Susu
-Teh Manis
66 Fast food
Pizza
Burger
Gorengan
Bakso
Ice cream
Analisis Bivariat
For cohort statusanak = obesitas
.698 .471 1.034
For cohort statusanak = tidak obesitas
1.276 .970 1.679
Computed only f or a 2x2 table a.
0 cells (.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 26.62. b.
The standardized st at ist ic is -1. 794. c.
Jenis Kelamin dengan Status Anak
Computed only f or a 2x2 table a.
0 cells (.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 27.02. b.
Riwayat Ibu Dengan Status Anak
Computed only f or a 2x2 table a.
0 cells (.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 25.43. b.
The standardized st at ist ic is -1. 533. c.
Riwayat Ayah dengan Status Anak
Computed only f or a 2x2 table a.
0 cells (.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 28.21. b.
The standardized st at ist ic is -3. 059. c.
Riwayat Keturunan dengan Obesitas
Computed only f or a 2x2 table a.
0 cells (.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 15.50. b.
UangJajan dengan Status Anak
Computed only f or a 2x2 table a.
0 cells (.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 27.42. b.
Frekuensi Makan Karbohidrat dengan Status Anak
Computed only f or a 2x2 table a.
0 cells (.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 11.92. b.
Frekuensi Makan Protein dengan status anak
Computed only f or a 2x2 table a.
0 cells (.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 25.43. b.
The standardized st at ist ic is -1. 151. c. Odds Rat io f or skorprokat
Frekuensi Minuman dengan Status Anak
Computed only f or a 2x2 table a.
0 cells (.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 28.21. b.
Frekuensi Sayuran Dengan Status Anak
Computed only f or a 2x2 table a.
0 cells (.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 8.74. b.
Frekuensi Buah-Buahan Dengan Status Anak
Computed only f or a 2x2 table a.
0 cells (.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 26.62. b.
Frekuensi Fastfood Dengan Status Anak
% wit hin skorf astf oodkat Count
% wit hin skorf astf oodkat Count
% wit hin skorf astf oodkat tinggi
Computed only f or a 2x2 table a.
0 cells (.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 10.73. b.
Aktivitas Fisik dengan Status Anak
aktifi kat * statusanak Crosstabulation
30 22 52
Computed only f or a 2x2 table a.
0 cells (.0%) hav e expect ed count less than 5. The minimum expected count is 20.66. b.
The standardized st at ist ic is 3.257. c. Odds Rat io f or aktif ikat
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadah, Z. 2013. Hubungan antara Obesitas pada Anak terhadap Prestasi Belajar di
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Malang 1. Tugas Akhir Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Alborzimanesh, M., Kimiagar,M., Rashidkhani, B., Atefi, SS. 2011. The relation between
overweight and obesity with some lifestyle factors in the 3rd – 5th grade primary schoolgirls in Tehran City 6th district. Iranian Journal of Nutrition Sciences and
Food Technology, 6(3) p(75-84). Diakses
http://nsft.sbmu.ac.ir/browse.php?a_id=550&sid=1&slc_lang=en pada 26 April 2014 Almatsier, Sunita. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Anggrainy, S. 2008. Faktor Risiko Obesitas Pada Anak Taman Kanak Kanak Di Kota
Bogor. Skripsi Program Studi Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Ariani, A., Sembiring, T., 2007. Prevalensi Obesitas pada Anak SekolahDasar di Kota
Medan. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 2 Juni 2007.Diakses melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/18779/1/mkn-jun200740%20(2).pdf
pada 07 Februari 2014
Ariyanti, HR. 2007. Hubungan antara Obesitas dengan Tingkat Perkembangan Anak Usia
Prasekolah (4 - 6 Tahun) di TK Plus Al Kautsar Malang.Tugas akhir Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya. diakses melalui http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/ 123456789/18033/1/Hubungan-antara-Obesitasdengan-Tingkat
Perkembangan-Anak-Usia-Prasekolah-%284---6 Tahun%29-di-TK Plus-Al-Kautsar-Malang..pdf pada 11
Maret 2014
Centers for Disease Control and Prevention. 2002. Vital Health and Statistic: 2000 CDC
Growth Charts for the United States Methods and Development.
Damanik, SM. 2013. Hubungan Pola Konsumsi Pangan dengan Tingkat Kolesterol Darah
Total Pada Pegawai Negeri Sipil di Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatera Utara Kota Medan Tahun 2013. FKM USU.
Datar,A., Sturm, R., Magnabosco, L., Jennifer., 2004. Childhood Overweight and Academic
Performance: National Study of Kindergartners and First-Graders. Obesity
Research Journal Vol. 12 No. 1 Januari 2004
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2010. Gizi dan Kesehatan Masyarakat (Edisi Revisi). Jakarta: Rajawali Press.
De Onis, M., Blo¨Ssner, M., Elaine, B. 2010. Global Prevalence And Trends Of Overweight
Desky, BR. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Obesitas Lansia di Posyandu
Lansia Wilayah Kerja Puskesmas PB Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2011. FKM USU.
Dewi, MR., Sidiartha, IGL., 2013. Prevalensi Dan Faktor Risiko Obesitas Anak Sekolah Dasar Di Daerah Urban Dan Rural. Jurnal Ilmiah Kedokteran Medicina, 44(4) Januari, hal 15-21.
Dietz, WH. 1995. Critical Periods in Childhood for The Development of Obesity. The
American Journal of Clinical Nutrition hal 955-959.
Epstein, Leonard H., Rocco A. Paluch.,Hollie A. Raynor. 2001. Sex Differences in Obese Children
and Siblings in Family-based Obesity Treatment. Obesity Research Vol. 9 No. 12 December 2001
Ginting, H, Naomi, 2002. Hubungan Pengetahuan Gizi Dengan Pola Makan Pada
Mahasiswa Kesehatan Dan Non Kesehatan Yang Kost Di Kelurahan Padang Bulan Medan, Skripsi FKM USU.
Haines, J., D Neumark‐Sztainer, M Wall., M Story., 2007. Behavioral, and Environmental
Risk and Protective Factors for Adolescent Overweight. International Journal
Obesity.
Hastono, S.P., & Sabri, L. (2010). Statistik kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hidayati, NS., Irawan R., Hidayat, B., 2006. Obesitas Pada Anak. Diakses melalui
http://old.pediatrik.com /buletin/06224113652-048qwc.pdf pada 17 Februari 2014
Imtihani., N. 2013. Hubungan pengetahuan, Uang Saku, dan Peer Group dengan Frekuensi
Konsumsi Makanan Cepat Saji Pada Remaja Putri. Journal Of Nutrition College,
Volume 2 Nomor 1 Tahun 2013.
Indayati, S., 2008. Faktor Resiko Kejadian Obesitas Pada Anak Umur 10-12 Tahun (Studi
Pada Anak di Yayasan Sekolah Kristen Indonesia 3 Semarang). Skripsi, FKM
Universitas Dipenogoro.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun
2011.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian kesehatan RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Pedoman Pencegahan dan
Proper, K I.,Cerin, E., Brown,WJ.,Owen, N., Sitting time and socio-economic differences in
overweight and obesity. International Journal of Obesity published online 25 April
2006. Diakses melalui http://www.nature.com/ijo/journal/v31/n1/full/0803357a .html pada 12 Maret 2014
Lemeshow, S., 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan (Edisi Bahasa Indonesia). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Maffeis, CG., Talamini G, Tato L. 2007. Influence of diet, physical activity and parents’ obesity on children’s adiposity: a four year longitudinal study. Int. J. Obes. Relat.
Metab. Disord.; 22(8):758-764. Diakses melalui
http://www.nature.com/ijo/journal/v22/n8/pdf/0800655a.pdf?origin=publication_detail
pada 3 September 2014
Malik, M., Bakir A., 2006. Prevalence of Overweight and Obesity among Children in the
United Arab Emirates.Obesity Review.
Manuaba. 2004. Obesitas Jangan Dianggap Remeh. Diakses melalui
http://www.smallcrab.com/kesehatan/89-obesitas-jangan-dianggap-remeh pada 12 Februari 2014
Mc Laren, DS. Nutrition and Its disorders 2nd edition. 1976. Great Britain: Churchill Livingstone And New York.
Misnadiarly., 2007. Obesitas, Sebagai Faktor Resiko Berbagai Penyakit. Jakarta. Pustaka Obor Populer
Mo-suwan, L, Pongprapai, S, Junjana, C, Puetpaiboon A.1999. Effects of a controlled trial of a
school-based exercise program on the obesity indexes of preschool children.
American Journal of Clinical Nutrition diakses melalui http://ajcn.nutrition.org/content /68/5/1006.full.pdf pada 14 Maret 2014
Mustelin L, et all., 2009. Physical Activity Reduces the Influence of Genetic Effects on BMI
and Waist Circumference: a Study in Young Adult Twins.International Journal
Obesity.
Pramudita, Riksa Aditya. 2011. Faktor Risiko Obesitas pada Anak Sekolah Dasar di Kota
Bogor diakses melalui http://repository.ipb.ac.id/handle/ 123456789 /52932 12 Maret 2014
Prihatini, S., Jahari, AB., 2007. Faktor Risiko Kegemukan Pada Anak Sekolah Usia 6-18
Tahun di DKI Jakarta. Jurnal Penelitan Gizi dan Makanan 30(1) hal 32-40.
Putri, CM., 2011. Prevalensi Obesitas Pada Siswa SD Harapan 3 Medan Tahun Ajaran 2011 – 2012. Fakultas Kedokteran USU
Rakhmawati, N., 2009. Aktivitas Fisik, Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fastfood), dan
Keterpaparan Media, serta Faktor-faktor Lain yang Berhubungan dengan Kejadian Obesitas Pada Siswa SD Islam Al-Azhar I Jakarta Selatan Tahun 2009.
Skripsi FKM Universitas Indonesia.
Hamel, R.,Mayulu, N., Permatasari., 2013. Riwayat Orang Tua Sebagai Faktor
ResikoObesitas Pada Anak Sd Di KotaManado. E-journal keperawatan (e-Kp)
Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013. Diakses melalui
ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/download/2189/1747 pada 14 Maret 2014
Sartika, RAD. Faktor Risiko Obesitas Pada Anak 5-15 Tahun Di Indonesia. Makara, Kesehatan, Vol. 15, No. 1, Juni 2011
Siagian, A2010. Epidemiologi Gizi. Erlangga, Jakarta.
Simatupang, MR., 2008. Pengaruh Pola Konsumsi, Aktivitas Fisik dan Keturunan Terhadap
Kejadian Obesitas Pada Siswa Sekolah Dasar Swasta Di Kecamatan Medan Baru Kota Medan. Thesis Mahasiswa Pascasarjana USU.
Soegondo, Sidartawan. Berbagai Penyakit dan Dampaknya terhadap Kesehatan dan
Ekonomi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) IX. Jakarta, 2008.
Sugianti,Elya. 2009. Faktor Risiko Obesitas Sentral Pada Orang Dewasa Di Sulawesi Utara,
Gorontalo Dan DKI Jakarta. Skripsi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian
Bogor. Diakses melalui http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/11550 pada 20 September 2014
Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga- Aplikasi dalam Praktik. EGC. Jakarta Sutjijoso, AR. 2008. Hubungan antara harga diri dan prestasi belajar pada remaja yang
obesitas. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Wahyu, GG., 2010. Obesitas Pada Anak. PT Bentang Pustaka. Yogyakarta
Wang, Y., Liang, H., Tussing,L., Braunschweig, C. Obesity and related risk factors among
low socio-economic status minority students in Chicago. Journal Public Health
Nutrition edisi 10 Vol 4 p (927–938) diakses melalui
http://people.oregonstate.edu/~flayb/MY%20PUBLICATIONS/Multiple%20behavior s/Wang%20et%20al%2007%20Obesity%20and%20risk%20factors.pdf pada 26 April 2014
WHO. 2009. Population-Based Prevention Strategies For Childhood Obesity: Report Of A
melalui http://apps.who.int/iris/bitstream /10665/44312/1/9789241599344_eng.pdf 29 Januari 2014
WHO, 2011.Population-Based Approaches To Childhood Obesity Prevention. Diakses
http://www.who.int/dietphysicalactivity/childhood/WHO_new_childhoodobesity_PRE
VENTION_27nov_HR_PRINT_OK.pdf pada 29 Januari 2014
Winandaru, Kartikasari. 2006. Perbedaan Kebiasaan Jajan Anak Obes Dan Tidak Obes Di
Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro Diakses Melalui
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Survei Analitik menggunakan desain potong lintang (Cross
Sectional study). Desain potong lintang adalah desain penelitian yang mempelajari prevalensi,
distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati
status paparan penyakit, atau karateristik kesehatan lainnya secara serentak, pada individu-individu dari satu populasi pada satu saat (Siagian, 2010).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah SD Harapan 3 Delitua yang terletak di Jl. Karya Wisata
Ujung No. 31 Delitua, Deliserdang. Pemilihan lokasi penelitian ini karena berdasarkan penelitian pada tahun 2011 ditemukan prevalensi obesitas cukup tinggi, yaitu 19% dan belum pernah
dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi kejadian obesitas di SD Harapan 3 Delitua.
3.2.2. Waktu penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan dari bulan Januari hingga Oktober 2014.
3.3.Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SD Harapan 3 kelas III,VI, dan V yang berjumlah 264 orang. Pemilihan populasi kelas III,VI, dan V dikarenakan pada usia
tersebut mereka bisa menentukan pilihan makanan dan aktivitasnya sendiri dan dapat diajukan pertanyaan mengenai riwayat makanan, dan aktivitas fisik. Kelas VI tidak dijadikan populasi
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SD Harapan 3 kelas III,VI, dan V yang diambil
dengan cara systematic random sampling, yaitu sampel yang diambil secara acak hanya unsur pertama, selanjutnya diambil secara sistematik sesuai langkah yang sudah ditetapkan (Hastono
dan Sabri, 2010). Adapun besar sampel sebanyak 151 orang yang diambil dengan menggunakan rumus Lemeshow,yaitu :
√ √
√ √
√ √
Keterangan :
n = jumlah sampel
α = Tingkat kepercayaan 95%, dengan z score yaitu 1,96
Po= Prevalensi obesitas di SD Harapan 3 pada tahun 2011, yaitu 19% atau 0,19 β =Tingkat kepercayaan 90%, dengan z score 1,282
Pa = Prevalens obesitas yang diharapkan di SD Harapan 3 Tahun 2014, yaitu 30%
Sampel menggunakan interval, yang dihitung dengan membagi besar sampel dengan jumlah populasi, yaitu 264/151=1,74 dibulatkan menjadi 2. Lalu diambil starting point secara acak
dengan cara mengundi atau menggunakan tabel angka acak melalui kerangka sampel yang ada. Misalnya yang terpilih nomor 007, maka dengan interval 2, responden selanjutnya adalah 009,011,013 dan seterusnya sampai mencapai jumlah 151 responden.
3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada responden dengan
berpedoman pada kuesioner penelitian yang telah dipersiapkan, meliputi karateristik anak, kebiasaan makan, dan aktivitas fisik. Selain wawancara, data primer juga diambil dengan
menggunakan timbangan berdiri (kg) dan microtoice (cm) untuk mengukur berat badan dan tinggi badan responden, digunakan untuk menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT).
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan adalah daftar nama siswa-siswi kelas III, IV, dan V yang diperoleh dari pencatatan SD Harapan 3 Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang.
3.5.Defenisi Operasional
1.`Kejadian obesitas adalah keadaan yang melebihi berat badan normal dengan ambang batas >2 Standar Deviasi IMT/U (Kemenkes, 2012)
2. Anak sekolah dasar adalah seluruh siswa kelas III,VI, dan V yang masih aktif tercatat sebagai siswa/i di SD Harapan 3 Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang.
3. Karakteristik anak adalah data yang meliputi jenis kelamin, umur, riwayat keluarga dan besar uang saku.
4. Jenis kelamin adalah perbedaan sex yang didapat pada anak sejak lahir
5. Riwayat ayah adalah ada atau tidak ayah yang mengalami masalah obesitas
6. Riwayat ibu adalah ada atau tidak ibu yang mengalami masalah obesitas
7. Riwayat keturunan adalah apabila kedua orang tua mengalami masalah obesitas.
berlangsungnya penelitian.
9. Uang saku adalah banyaknya biaya yang diberikan kepada anak untuk membeli makanan
maupun minuman di luar dari yang disediakan dari rumah
10.Frekuensi makan adalah berapa kali setiap jenis makanan, yaitu sumber karbohidrat yang
terdiri dari nasi, mie, jagung, ubi, kentang, dan sereal. Sumber protein yang terdiri dari sapi,ayam,telur,ikan,udang, tahu, dan tempe. Sayuran yang terdiri dari bayam, kangkung, sawi, wortel, kol, jipang, dan timun. Buah yang terdiri dari nanas, pisang, pepaya,
semangka, mangga, apel, anggur, jeruk. Minuman yang terdiri dari susu, teh manis, dan softdrink. Dan jajanan yang terdiri dari burger, pizza, gorengan, bakso, dan ice cream
yang dikonsumsi dalam waktu tertentu.
11.Aktivitas Fisik adalah kegiatan yang dilakukan oleh anak selama 24 jam dimulai dari bangun sampai tidur kembali.
3.6. Aspek Pengukuran
Aspek pengukuran adalah sebagai berikut:
1. Status gizi dalam pengukuran ini dibedakan menjadi:
- Obesitas, jika IMT ≥ 2 SD
- Tidak Obesitas, jika IMT ≤ 2 SD
2. Umur dibedakan menjadi:
- < 9 tahun - > 9 tahun
3. Jenis kelamin dibedakan menjadi:
- Laki-laki
- Perempuan
- Ada
- Tidak ada
5. Riwayat ibu dibedakan menjadi:
- Ada
- Tidak ada
6. Riwayat keturunan dibedakan menjadi:
- Ada, apabila kedua orang tua mengalami obesitas
- Tidak ada, jika kedua atau salah satu orang tua mengalami obesitas 7. Besar uang jajan dikelompokkan berdasarkan besar rata-rata uang jajan
8. Frekuensi makan dibagi menjadi 4 jenis, yaitu ≥1 kali/hari, 1-5 kali/minggu, ≤2 kali/bulan, dan tidak pernah sama sekali (Ginting, 2002). Dari keempat jenis pengelompokan tersebut diberi skor 1 sampai maksimal 4. Untuk sayur dan buah
semakin sering dikonsumsi maka skor semakin rendah, sedangkan untuk sumber karbohidrat, protein, minuman manis, dan jajanan semakin sering dikonsumsi maka skor
semakin tinggi. Frekuensi makan dilihat berdasarkan jenis makanannya dan dikategorikan sebagai berikut:
- Sumber karbohidrat terdiri dari tujuh jenis makanan dengan skor maksimal 28.
Kemudian dikategorikan menjadi dua kategori sebagai berikut: - Tinggi bila skor > 21
- Rendah bila skor <21
- Sumber Protein terdiri dari tujuh jenis makanan dengan skor maksimal 28. Kemudian dikategorikan menjadi dua kategori sebagai berikut:
- Rendah bila skor <21
- Sumber sayuran terdiri dari tujuh jenis makanan dengan skor maksimal 28. Kemudian
dikategorikan menjadi dua kategori sebagai berikut: - Rendah bila skor <21
- Tinggi bila skor >21
-Sumber buah terdiri dari sembilan jenis makanan dengan skor maksimal 36. Kemudian dikategorikan menjadi dua kategori sebagai berikut:
- Rendah bila skor <27 - Tinggi bila skor >27
-Minuman terdiri dari 3 jenis dengan skor maksimal 12. Kemudian dikategorikan menjadi dua kategori sebagai berikut:
- Tinggi bila skor >9
- Rendah bila skor <9
- Fastfood terdiri dari 5 jenis dengan skor maksimal 20. Kemudian dikategorikan menjadi
dua kategori sebagai berikut: - Tinggi bila skor > 15 - Rendah bila skor <15
9. Aktivitas Fisik
Data aktivitas fisik adalah jumlah waktu yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan
oleh sampel yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu aktivitas ringan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat (CDC,2000). Data tersebut lalu dikelompokkan menjadi :
- Aktivitas ringan, yaitu duduk, naik motor, naik angkutan, antar jemput, les di sekolah, les di luar sekolah, les bahasa inggris, mengasuh adik, mencuci piring, aktivitas nonton
- Aktivitas sedang, yaitu bermain di sekolah, berjalan, bersepeda, mengikuti kegiatan pramuka, bermain musik, paduan suara, menyapu, menyiram tanaman, dan
membersihkan tempat tidur.
- Aktivitas berat, yaitu menari, drum band, bela diri, sepak bola, basket, renang, badminton, taekwondo, aerobik, lari, sit up, dan kasti.
Dari tiga jenis aktivitas fisik tersebut dibagi menjadi dua kategori (Riskesdas, 2013), yaitu:
- Kurang aktif, jika tidak melakukan aktivitas fisik sedang dan berat - Aktif, jika melakukan minimal altivitas fisik sedang atau berat
3.7. Analisa Data
Data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan menggunakan komputer melalui tahapan editing, coding, entry data, cleaning, dan analyzing. Jenis analisis yang dilakukan adalah
:
3.7.1. Analisa Univariat
Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi atau besarnya
proporsi berdasarkan variabel yang diteliti.
3.7.2. Analisa Bivariat
Analisa ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (umur, jenis kelamin, genetik, frekuensi makan, dan aktivitas fisik) dengan variabel dependen (Obesitas). Hasil analisis ini akan diketahui variabel independen yang bermakna secara statistik
Selanjutnya dihitung Ratio Prevalence, yaitu perbandingan antara proporsi subjek dengan faktor risiko {a/(a+b)} dan proporsi subjek tanpa faktor risiko {c/(c+d)}. RP dihitung dengan
menggunakan rumus:
RP
Keterangan :
a. Subjek (+) dengan faktor risiko
b. Subjek (-) dengan faktor risiko c. Subjek (+) tanpa faktor risiko
d. Subjek (-) tanpa faktor risiko
Untuk mengetahui nilai Ratio Prevalence (RP) pada level of confidence dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
√ :
Upper √
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Yayasan Pendidikan Harapan (Yaspendhar) berdiri sejak tahun 1967 dan mengasuh jenjang pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi. Yaspendhar
terbagi atas tiga kampus utama, Kampus I terletak di Jl.Imam Bonjol, Kampus II di Jl.H.M A.Joni dan Kampus III di Jl.Karya Wisata Ujung Sido Rukun, Delitua. SD Harapan 3 terletak di
Kampus III Yaspendhar. Sekolah ini ini mulai dibuka pada tahun 1999. Saat ini SD Harapan 3 dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah, dibantu oleh dua wakil dan 37 tenaga pengajar.
Pada tahun ajaran 2013-2014, jumlah siswa di SD Harapan 3 dari kelas I-VI mencapai
535 orang. Sekolah ini memiliki fasilitas belajar seperti, ruang belajar full ac, laboratorium komputer, laboratorium IPA, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, Wifi, laboratorium
multimedia, lapangan olahraga, kantin, dan perlengkapan musik.
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Prevalensi Kejadian Obesitas
Berdasarkan hasil pengukuran tinggi dan berat badan yang telah dikumpulkan dan dianalisa dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT), maka proporsi prevalensi obesitas di
SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1. Distribusi Proporsi Prevalensi Obesitas Di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014
Status f Proporsi (%)
Obesitas 60 39,7
Tidak Obesitas 91 60,3
Dari tabel di atas diketahui prevalensi obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang tahun 2014 adalah sebesar 39,7%. Sebanyak 60 dari 151 siswa
mengalami obesitas. Namun mayoritas siswa, yaitu sebanyak 91 anak (60,3%) tidak menderita obesitas.
4.2.2. Karateristik Responden
Karateristik responden yang dihimpun melalui kuisioner meliputi jenis kelamin, umur,
riwayat ayah, ibu, dan keturunan kedua orangtua, dan uang saku dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2. Distribusi Berdasarkan Karateristik Responden di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa karateristik responden menurut jenis kelamin, yaitu lebih banyak perempuan sebanyak 83 orang (55,0%) dibandingkan laki-laki 68 orang
(45,0%). Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas. Jenis kelamin merupakan faktor yang tidak bisa dikendalikan pada kejadian obesitas, sehingga
dianggap perlu diberi perhatian yang ekstra pada kelompok jenis kelamin tertentu.
Mayoritas responden berusia kurang dari Sembilan tahun yaitu 84 orang (55,6%) dan sisanya, 67 (44,4%) orang berusia lebih dari Sembilan tahun. Jika dilihat dari riwayat ibu,
sebagian besar responden yaitu 87 orang (57,6%) memiliki riwayat ibu obesitas. Dan jika melihat riwayat obesitas ayah, mayoritas responden juga memiliki ayah dengan riwayat obesitas,
yaitu sebanyak 80 orang (53,0%). Faktor genetik dari pihak ayah atau ibu merupakan faktor yang memengaruhi kejadian obesitas pada anak. Sedangkan jika dilihat dari kedua orang tua yang memiliki riwayat obesitas, maka 39 orang (25,4%) memiliki riwayat kedua orang tua yang
obesitas.
Rata-rata siswa memiliki uang saku delapan ribu lima ratus rupiah per harinya. Sebagian
besar siswa dengan uang saku dibawah rata-rata yaitu 82 orang (54,3%) dan 79 orang (45,7%) memiliki uang saku di atas rata-rata. Uang saku anak berkaitan dengan tingkat ekonomi. Semakin tinggi tingkat ekonomi, maka semakin mudah dan bebas mengonsumsi beraneka
macam makanan yang berpotensi menimbulkan obesitas.
- Tidak 112 74,2
Jumlah 151 100,0
4. Uang Saku
- ≤Rp.8500 - >Rp.8500
82
69
54,3
45,7
4.2.3 Frekuensi Makan
4.2.3.1 Jenis dan Frekuensi Makan
Dari hasil analisa terhadap frekuensi makan siswa SD Harapan 3 melalui formulir food frequency, dapat diketahui bahwa responden mengonsumsi setiap jenis bahan makanan (sumber
karbohidrat,protein,sayur,buah, jajanan dan minuman) secara bergantian dengan frekuensi makanan beragam sebagai berikut:
>1 Kali/Hari 1-5 Kali/Minggu <2 Kali/Bulan Tidak Pernah
Seluruh responden mengonsumsi nasi sebagai sumber makanan pokok dengan frekuensi lebih dari satu kali dalam sehari, yaitu sebanyak 151 orang (100%). Mie dan, roti, sering
dikonsumsi siswa dengan frekuensi kurang dari lima kali seminggu, yaitu sebanyak 53,6% dan 45,7%. Sebagian besar siswa mengonsumsi bahan makanan karbohidrat seperti ubi, kentang, dan
jagung dengan frekuensi rata-rata kurang dari dua kali per bulan.Untuk bahan makanan sereal, sebanyak 16,6% siswa tidak pernah mengonsumsi sumber karbohidrat tersebut.
Untuk bahan makanan sumber protein, 51,7% siswa mengonsumsi ayam lebih dari satu
kali per hari. Sedangkan untuk konsumsi telur, 41,7% siswa mengonsumsi lebih dari satu kali per hari dan 43,1% mengonsumsi 1-5 kali per minggu. Mayoritas siswa mengonsumsi daging
sapi kurang dari dua kali sebulan, yaitu sebanyak 39,7%. Sebanyak 4,6% siswa tidak pernah mengonsumsi ikan. Sebagian besar siswa mengonsumsi udang kurang dari dua kali sebulan. Sedangkan untuk protein nabati, yaitu tahu dan tempe, sebanyak 42,4% siswa mengonsumsi
tempe kurang dari dua kali sebulan, dan 35,1% mengonumsi tahu 1-5 kali/minggu.
Pada jenis bahan makanan sayuran, yang paling sering dikonsumsi adalah bayam dengan
frekuensi lebih dari satu kali per hari, yaitu sebanyak 64 orang (42,4%). Kemudian kangkung sebanyak 52 orang (34,4%), sawi 49 orang (32,5%), timun 39 orang (25,8%), wortel 36 orang (23,8%), jipang 31 orang (20,5%), dan kol 20 orang (13,2). Sebanyak 56 orang (37,1%) tidak
pernah mengonsumsi kol. Minuman:
- Softdrink 12 7,9 27 17,9 65 43,1 47 31,1 151 100,0
- Susu 90 59,6 36 23,8 19 12,6 6 4,0 151 100,0
- Tehmanis 63 41,7 49 32,5 27 17,9 12 7,9 151 100,0
Fastfood:
- Pizza 4 2,6 40 26,5 91 60,3 16 10,6 151 100,0
- Burger 13 8,6 55 36,4 74 49,0 9 6,0 151 100,0
- Gorengan 24 15,9 52 34,4 64 42,4 11 7,3 151 100,0
- Bakso 15 9,9 44 29,1 77 51,0 15 9,9 151 100,0
Untuk jenis bahan makanan buah,proporsi terbesar responden mengonsumsi pisang lebih dari satu kali per hari yaitu sebanyak 34 orang ( 22,4%). Untuk frekuensi makan 1-5
kali/minggu, sebagian besar responden,yaitu sebanyak 64 orang (42,4%) mengonsumsi buah mangga, sedangkan pepaya 59 orang (39,1%), dan pisang 48 orang (38,4%). Buah anggur,
merupakan yang paling jarang dikonsumsi. Sebanyak 114 orang (75,5%) tidak pernah mengonsumsi anggur.
Pada jenis minuman yang dikonsumsi, sebanyak 43,1% anak minum softdrink kurang
dari dua kali sebulan. Sebagian besar responden, yaitu 59,6% mengonsumsi susu lebih dari satu kali sehari. Sedangkan 41,7% reseponden memiliki kebiasaan mengonsumsi teh manis lebih dari
satu kali per hari. Pada jenis makanan fastfood, mayoritas siswa mengonnsumsi makanan seperti burger,pizza, gorengan, ice cream, dan bakso pada frekuensi kurang dari dua kali sebulan.
4.2.3.2. Kebiasaan Membawa Bekal
Dari hasil penelitian yang dilakukan gambaran distribusi responden berdasarkan kebiasaan membawa bekal di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun
2014 dijelaskan pada Tabel 4.3 di bawah:
Tabel 4.4. Distribusi Proporsi Berdasarkan Kebiasaan Membawa Bekal di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014
Dari tabel di atas diketahui sebagian besar responden memiliki kebiasaan membawa
bekal ke sekolah, yaitu sebanyak 107 orang (70,9%) dan 44 orang (29,1%) tidak memiliki
Bekal F Proporsi (%)
Ya 107 70,9
Tidak 44 29,1
kebiasaan membawa bekal ke sekolah. Artinya selain diberi uang saku, sebagian besar siswa juga membawa bekal ke sekolah. Selain jajan makanan di kantin sekolah, anak juga membawa
makanan yang disiapkan dari rumah.
4.2.4. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik siswa SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014 ditetapkan berdasarkan nilai rata-rata jam baik aktivitas fisik ringan, sedang, dan berat yang digunakan. Berdasarkan perhitungan data yang terkumpul diperoleh nilai rata-rata pemanfaatan
waktu untuk aktivitas fisik ringan sebesar 11 jam/hari; rata-rata untuk aktivitas fisik sedang sebesar 3
jam/hari dan aktivitas berat sebesar 2,5 jam/hari. Kemudian setelah itu dikategorikan menjadi
aktivitas fisik aktif dan kurang aktif. Dikatakan aktif jika melakukan minimal aktivitas fisik sedang
atau aktivitas fisik berat dan tidak aktif jika tidak melakukan kegiatan aktivitas fisik sedang dan
aktivitas fisik berat di atas waktu rata-rata. Distribusi berdasarkan aktivitas fisik siswa Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014 dijelaskan pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.5. Distribusi Berdasarkan Aktifitas Fisik di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui sebagian besar anak memiliki aktivitas fisik aktif,
yaitu sebanyak 99 orang (65,6%). Sedangkan sisanya, 52 orang anak memiliki aktivitas fisik kurang
aktif.
Aktivitas Fisik f Proporsi (%)
Kurang aktif 52 34,4
Aktif 99 65,6
4.2.5. Hubungan Karateristik Anak dengan Obesitas
Hubungan karateristik anak yang meliputi jenis kelamin,umur, riwayat orangtua, serta
uang saku dengan kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah:
Tabel 4.6 Tabulasi Silang Karateristik Anak dengan Obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014
Berdasarkan tabel di atas diketahui proporsi kejadian obesitas terjadi lebih tinggi pada murid perempuan, yaitu 50,6% dibandingkan pada murid laki-laki yang hanya 26,5%. Hasil
analisis dengan uji chi square didapat nilai p = 0,003, yang menunujukkan terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan
Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014. Ratio Prevalence (RP) kejadian obesitas pada anak perempuan dibandingkan dengan obesitas pada anak laki-laki adalah 2,846 dengan 95% CI (1,428 – 5,670). Artinya anak perempuan 2,846 kali perkiraan resikonya mengalami obesitas
dibandingkan dengan anak laki-laki.
Pada kelompok umur ≤9 tahun proporsi kejadian obesitas adalah 33,3%, sedangkan
pada kelompok umur >9 tahun proporsi obesitas adalah 47,8%. Hasil analisis statistik diperoleh nilai p = 0,072, yaitu menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014.
Proporsi kejadian obesitas terjadi lebih tinggi pada anak yang mempunyai ibu tanpa riwayat obesitas adalah 46,9%. Hasil analisis statistik diperoleh nilai p = 0,124 yang
menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat ibu dengan kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014.
Sedangkan proporsi obesitas pada anak yang memiliki ayah dengan riwayat obesitas
sebesar 26,8% .Hasil analisis statistik diperoleh nilai p = 0,002 yang menunjukkan terdapat hubungan antara riwayat ayah dengan kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua
Proporsi kejadian obesitas terjadi lebih banyak pada anak dengan kedua orangtua yang memiliki riwayat obesitas, yaitu 59%. Sedangkan pada anak dengan orang tua yang tidak
memiliki riwayat obesitas proporsi obesitas lebih kecil, yaitu 33,0%. Hasil analisis menunjukkan nilai p= 0,004.Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keturunan
kedua orang tua dengan kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014. RP anak dengan riwayat kedua orang tua menderita obesitas adalah 2,914 dengan 95% CI (1,317-6,167), artinya anak dengan kedua orang tua memiliki riwayat obesitas
2,914 kali perkiraan resiko mengalami obesitas dibandingkan dengan anak yang kedua orang tua tidak
memiliki riwayat obesitas.
Proporsi kejadian obesitas lebih besar pada anak dengan uang saku lebih dari Rp.8500 per hari, yaitu 47,8%. Hasil analisis statistik diperoleh nilai p = 0,062. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara uang saku dengan kejadian obesitas di SD Harapan 3
Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014.
4.2.6. Hubungan Frekuensi Makan dengan Kejadian Obesitas
Dari hasil analisa frekuensi makan siswa dengan menggunakan kuisioner food frequency kemudian dilakukan scoring sesuai jenis makanan dan dikategorikan berdasarkan masing-masing skor maksimal, maka hubungan frekuensi makan meliputi jenis bahan makanan karbohidrat,
Tabel 4.7. Tabulasi Silang Frekuensi Makan dengan Obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014
No Jenis Makanan Obesitas Tidak Obesitas Total p RP
karbohidrat terhadap kejadian obesitas. Nilai RP adalah 0,334 yang menunjukkan bahwa anak dengan frekuensi makan sumber karbohidrat tinggi 0,334 kali perkiraan resikonya menderita
obesitas jika dibandingkan dengan anak yang frekeunsi makan sumber karbohidrat rendah. Sedangkan pada sumber protein, minuman, dan fastfood proporsi anak obesitas lebih
besar terjadi pada kelompok anak yang konsumsi protein, minuman, dan fastfood rendah, yaitu masing-masing 43,7%, 46,2%, dan 41,1%. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat
hubungan antara sumber protein,minuman, dan fastfood dengan nilai p berturut-turut 0,248,
0,082, dan 0,453.
Pada kelompok makanan sayur, proporsi obesitas lebih banyak terjadi pada kelompok
anak dengan konsumsi sayur rendah, yaitu 50,0%. Hasil uji statistik menunujukkan tidak terdapat hubungan antara frekuensi makan sayur dengan kejadian obesitas, dengan nilai p=0,287. Sedangkan pada kelompok makanan buah, sebagian besar anak yang tingkat konsumsi buah
buahan tinggi tidak mengalami obesitas, yaitu sebanyak 59,7%. Hasil analisis juga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara konsumsi buah-buahan dengan kejadian obesitas, dengan nilai
p=0,899.
4.2.7. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas
Hubungan aktivitas fisik, baik aktivitas kurang aktif maupun aktivitas fisik aktif dengan
Tabel. 4.8. Tabulasi Silang Aktivitas Fisik dengan Obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014
No Aktivitas Fisik Obesitas Tidak
Dari tabel 4.8 di atas, ditemukan proporsi obesitas terjadi lebih besar pada anak dengan aktivitas fisik kurang aktif, yaitu sebesar 57,7%. Sedangkan pada anak yang aktivitas fisik aktif,
prevalensi obesitas terjadi lebih rendah, yaitu hanya 30,3%. Anak yang memiliki aktivitas fisik aktif, yaitu yang memiliki kegiatan fisik sedang dan berat di atas rata-rata memiliki kecenderungan tidak mengalami obesitas, dengan proporsi sebanyak 69,7%.
Hasil analisis chi-square ditemukan nilai p=0,001. Artinya, aktivitas fisik anak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian obesitasdi SD Harapan 3 Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. RP anak dengan aktivitas fisik kurang aktif jika
dibandingkan dengan anak yang aktivitas fisik aktif, adalah 3,136 dengan 95% CI (1,562-6,300). Hal tersebut menunjukkan jika anak dengan aktivitas fisik kurang aktif 3,136 kali perkiraan
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Prevalensi Kejadian Obesitas
Berdasakan data berat badan dan tinggi badan anak yang telah dihimpun dan dihitung prevalensi kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang tahun
2014 adalah 39,7%, sedangkan sisanya 60,3% tidak obesitas. Sebanyak 60 dari 151 siswa SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang tahun 2014 menderita obesitas, dan
sisanya yaitu 91 siswa memiliki tidak menderita obesitas.
Jika dibandingkan dengan angka nasional, prevalensi obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang tahun 2014 termasuk tinggi, yaitu hampir lima kali prevalensi
obesitas nasional anak usia sekolah, yaitu sebesar 8,8% (Riskesdas, 2013). Sumatera Utara juga termasuk dalam provinsi yang memiliki prevalensi obesitas anak usia sekolah di atas angka
prevalensi nasional (Riskesdas, 2013). Di kota Medan, prevalensi obesitas pada anak sekolah pada tahun 2007 mencapai 17,75% (Ariani, 2007).
Prevalensi obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang pada tahun
2011 adalah 19% (Putri, 2011). Artinya terjadi peningkatan prevalensi obesitas yang sangat siginifikan, yaitu 19% pada tahun 2011 menjadi 39,7% pada tahun 2014. Peningkatan
prevalensi obesitas tersebut terjadi hampir lebih dari dua kali lipat dalam kurun waktu tiga tahun. Prevalensi obesitas di SD Harapan 3 yang tinggi merupakan masalah serius karena akan memengaruhi produktivitas dan kesehatan anak.
Dampak obesitas pada anak umumnya mungkin masih terbatas pada gangguan psikososial, yaitu keterbatasan dalam pergaulan, aktivitas fisik, lebih suka menyendiri, dan memuaskan
terhadap prestasi belajar anak. Anak yang obesitas cenderung memiliki nilai yang kurang dibandingkan dengan anak yang tidak obesitas dengan nilai efektivitas 45,7% (Ahmadah, 2013).
Penelitian di Jepang menunjukkan satu dari tiga anak yang mengalami obesitas akan tumbuh menjadi orang dewasa yang juga mengalami obesitas (WHO, 2011). Obesitas merupakan
masalah yang serius karena akan berlanjut hingga usia dewasa dan merupakan faktor risiko terjadinya berbagai penyakit metabolik dan degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, kanker, osteoartritis, dan sebagainya (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Obesitas merupakan gangguan kesehatan kompleks karena penyebab diantaranya terkait faktor hereditas, pilihan makanan, aktivitas fisik, dan pengaruh media (Haines et al, 2007).
Faktor genetik meskipun diduga juga berperan tetapi tidak dapat menjelaskan terjadinya peningkatan prevalensi obesitas (Kemenkes, 2012). Ketidakseimbangan antara pola makan, perilaku makan dan aktivitas fisik terutama yang berkaitan dengan perubahan gaya hidup yang
mengarah pada sedentary life style juga memengaruhi kejadian obesitas pada anak. Dalam penelitian ini, faktor yang memiliki hubungan terhadap kejadian obesitas di SD Harapan 3
Delitua Kabupaten Deliserdang tahun 2014 adalah jenis kelamin, riwayat ayah, riwayat keturunan dari kedua orang tua, frekuensi makan karbohidrat, dan aktivitas fisik yang kurang aktif.
5.2. Hubungan Karateristik Anak dengan Obesitas
Hubungan karateristik anak yang dianalisis meliputi jenis kelamin,umur, riwayat
orangtua, dan uang saku dengan kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
Proporsi tertinggi kejadian obesitas terjadi pada anak dengan kelompok umur lebih dari sembilan tahun, yaitu 47,8%, dan terendah pada kelompok umur kurang dari sembilan tahun
yaitu 33,3%. Hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh nilai p= 0,072. Artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian obesitas. Hal ini
disebabkan karena tidak terdapat perbedaan proporsi obesitas yang signifikan baik pada anak umur kurang dari sembilan tahun maupun lebih dari sembilan tahun.
Menurut Wang (2007) umur anak tidak memiliki hubungan terhadap kejadian obesitas
di Chicago dengan nilai p=0,820. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Rahmawati (2009) yang menyatakan proporsi obesitas di SD Al Azhar Jakarta tahun 2009 terjadi paling
besar pada kelompok anak >10 tahun. Umur anak tidak memiliki hubungan terhadap kejadian obesitas dengan nilai p=0,193.
Kelompok anak, baik pada usia pertengahan 5-10 tahun maupun remaja awal yaitu
sekitar 10-14 tahun merupakan kelompok usia yang berisiko mengalami masalah gizi baik masalah gizi kurang maupun gizi lebih (Sartika, 2011). Meskipun begitu anak usia 6-12 tahun
mengalami masa perkembangan dan pertumbuhan yang lebih stabil dibandingkan bayi dan balita. Pertumbuhan fisiknya terlihat lebih lambat, tetapi perkembangan motorik, kognitif dan emosi sosial mulai matang.
Sedangkan menurut Dietz (1995) terdapat tiga titik kritis usia perkembangan yang memengaruhi kerentanan seseorang terhadap obesitas, yaitu pada awal kelahiran, usia 5-7
tahun, dan usia dewasa. Pada anak usia 5-7 tahun terjadi perkembangan jaringan lemak yang cukup pesat, sehingga jika terjadi obesitas pada usia tersebut akan cenderung menetap dan menimbulkan komplikasi yang lebih jauh lagi. Sedangkan pada usia 8-15 tahun, jaringan lemak
5.2.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Obesitas
Proporsi tertinggi kejadian obesitas terjadi pada anak berjenis kelamin perempuan yaitu
50,6%, dan terendah pada anak berjenis kelamin laki-laki yaitu 49,4%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p = 0,003. Hal ini menunjukkan terdapat
hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014. Ratio Prevalence (RP) kejadian obesitas pada anak berjenis kelamin perempuan dibanding dengan anak berjenis kelamin
laik-laki adalah 2,846 dengan 95% CI (1,428-5,670) artinya anak berjenis kelamin perempuan 2,846 kali perkiraan resikonya mengalami obesitas bila dibandingkan dengan anak berjenis kelamin
laik-laki.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Malik & Bakir di United Arab Emirates pada tahun 2006 yang menyatakan proporsi kelebihan berat badan pada anak perempuan (5-17
tahun) lebih tinggi dibanding anak laki-laki. Wang (2001) juga menyatakan prevalensi obesitas di Amerika Serikat, China, dan Rusia juga lebih tinggi terjadi pada anak perempuan
dibandingkan pada anak laki-laki.
Menurut WHO (2011), perempuan cenderung mengalami peningkatan penyimpanan lemak. Perempuan memiliki kecenderungan mengonsumsi sumber karbohidrat yang lebih sering
sebelum masa pubertas,sementara laki-laki lebih cenderung mengonsumsi makanan yang kaya protein. Selain itu, perempuan mengontrol kelebihan energi sebagai lemak simpanan, sedangkan
laki-laki menggunakan kelebihan energinya untuk mensintesis protein (Sugianti, 2009)
Jenis kelamin memengaruhi respon terhadap aktivitas fisik yang dilakukan (Eipstein, 2001). Pada studi yang dilakukan di New York tahun 2001 tersebut, anak laki-laki obesitas
yang signifikan, sedangkan pada anak perempuan dengan latihan aktivitas yang sama tidak terjadi penurunan berat badan yang signifikan.
Namun beberapa penelitian menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian Sartika pada anak usia 5-15 tahun di Indonesia tahun 2011 menyatakan anak laki-laki lebih beresiko 1,390
kali lebih besar menderita obesitas dibanding anak perempuan. Ariani (2007) menyatakan proporsi kejadian obesitas pada anak usia sekolah dasar di Kota Medan lebih besar pada anak laki-laki, yaitu sebesar 10,75% dan pada anak perempuan hanya sebesar 7,5%. Penelitian
Prihartini (2007) juga menyatakan proporsi kejadian obesitas pada anak laki-laki lebih besar, yaitu 7,4% sedangkan anak perempuan hanya 4,4%.
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kejadian obesitas pada anak. Namun, seberapa jauh hubungan antara jenis kelamin berhubungan dengan obesitas masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
5.2.3. Hubungan Riwayat Keturunan dengan Obesitas
Dari hasil olah data yang dilakukan, obesitas lebih banyak terjadi pada anak dengan ibu yang tidak memiliki riwayat obesitas, yaitu 46,9%, dan terendah pada anak dengan ibu obesitas, yaitu 34,5%. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p =
0,124. Ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat ibu dengan kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014.
Juga sebaliknya tidak terdapat proporsi perbedaan yang signifikan pada anak IMT normal dengan riwayat ibu obesitas, yaitu 65,5% dan ibu tanpa riwayat obesitas 53,1%.
Penelitian Anggrainy (2008) pada siswa TK di Bogor juga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara riwayat obesitas pada ibu terhadap kejadian obesitas pada anak dengan nilai p =
0,123. Dari 41 anak yang mengalami obesitas, hanya 7 orang yang memiliki ibu dengan riwayat obesitas sedangkan sisanya 34 anak dengan ibu tanpa riwayat obesitas.
Sedangkan bila dilihat dari riwayat ayah, proporsi tertinggi kejadian obesitas terjadi pada
anak dengan ayah yang tidak obesitas, yaitu 51,3%. Dan terendah pada anak dengan ayah obesitas, yaitu 26,8% Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai
p = 0,002. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat ayah dengan
kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014. Meski terdapat hubungan, RP kejadian obesitas pada anak dengan ayah yang memiliki riwayat
obesitas dibandingkan dengan anak dengan ayah tanpa riwayat obesitas sangat kecil, yaitu 0,348 dengan 95% CI (0,175-0,689). Artinya anak dengan ayah yang memiliki riwayat obesitas 0,348
kali perkiraan resikonya mengalami obesitas dibandingkan dengan siswi dengan status gizi normal.
Jika dilihat dari kedua orang tua yang sama sama memiliki riwayat obesitas, maka
ditemukan terdapat 23 orang anak obesitas yang memiliki ayah dan ibu yang juga obesitas. Hasil analisis menunjukkan nilai p= 0,004 yang artinya terdapat hubungan antara riwayat keturunan
orang tua memiliki perkiraan resiko 2,914 kali lebih besar mengalami obesitas dibandingkan anak yang kedua orang tua tidak memiliki riwayat obesitas.
Penelitian Sartika (2011) menemukan anak yang memiliki ayah dengan riwayat obesitas berpeluang 1,2 kali lebih besar menderita obesitas dibandingkan dengan anak yang memiliki
ayah tidak obesitas. Sedangkan Haines et al menyatakan kelebihan berat badan pada orangtua memiliki hubungan positif dengan kelebihan berat badan anak. Jika ayah dan/atau ibu menderita overweight (kelebihan berat badan) maka kemungkinan anaknya memiliki kelebihan berat badan
sebesar 40-50% (Maffeis, 2007).
Obesitas merupakan penyakit yang kompleks karena diantaranya terkait faktor
hereditas, pilihan makanan, aktivitas fisik, dan pengaruh media (Haines et al, 2007). Faktor genetik meskipun diduga juga berperan tetapi tidak dapat menjelaskan terjadinya peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas (Kemenkes, 2012).
5.2.4. Hubungan Uang Saku dengan Obesitas
Uang saku menggambarkan tingkat ekonomi anak. Semakin tinggi tingkat ekonomi,
maka semakin mudah dan bebas bagi anak mengonsumsi beraneka macam makanan yang berpotensi menimbulkan obesitas. Dari hasil penelitian, diketahui proporsi tertinggi kejadian obesitas terjadi pada anak dengan uang saku lebih dari Rp. 8500,00 yaitu sebesar 47,8% dan
terendah yaitu 32,9% pada anak dengan uang saku kurang dari Rp. 8500,00. Hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh nilai p= 0,06. Artinya tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara uang saku dengan kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014.
Hal tersebut disebabkan karena baik anak dengan uang saku lebih dan kurang dari Rp.
uang saku kurang dari Rp. 8500,00 tidak mengalami obesitas, dan 52,2% anak dengan uang saku lebih dari Rp. 8500,00 juga tidak mengalami obesitas.
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru wali kelas didapati bahwa siswa SD Harapan 3 Kecamatan Delitua memiliki tabungan kelas. Sehingga uang saku mereka tidak hanya
dihabiskan untuk membeli makanan. Besar uang yang ditabung tergantung kepada siswa. Namun penelitian ini tidak bisa menjelaskan berapa banyak uang saku tersebut dihabiskan untuk membeli makanan dan berapa untuk ditabung.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Winandaru (2006) di Semarang yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara besar uang saku dengan kejadian obesitas, dengan
rata-rata uang saku anak Rp. 6494,00. Selain itu, juga tidak terdapat perbedaan antara konsumsi jajan anak obesitas dengan anak tidak obesitas.
5.3. Hubungan Frekuensi Makan dengan Kejadian Obesitas
5.3.1. Hubungan Frekuensi Makan Karbohidrat dengan Kejadian Obesitas
Dari hasil penjumlahan skor yang kemudian dikategorikan, sebanyak 20% responden
yang mengalami obesitas memiliki frekuensi makan karbohidrat yang tinggi. Frekuensi makan karbohidrat tinggi, yaitu frekuensi nasi, mie, roti, ubi,kentang, dan sereal. Proporsi obesitas lebih besar terjadi pada kelompok anak dengan konsumsi karbohidrat rendah yaitu 44,6%. Meski
begitu hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,014 yang artinya terdapat hubungan antara frekuensi makan sumber karbohidrat terhadap kejadian obesitas. Nilai RP adalah 0,310 yang
Karbohidrat merupakan sumber utama energi. Makanan pokok seperti nasi dianggap paling penting dalam susunan hidangan pada masyarakat Indonesia dan jumlahnya biasanya
paling banyak. Sediaoetama dalam Damanik (2013) mengatakan bahan makanan pokok dianggap penting, karena jika suatu susuanan makanan tidak mengandung bahan makanan
pokok, tidak dianggap lengkap, dan orang sering mengatakan belum makan, meskipun ia sudah kenyang.
Konsumsi energi dari karbohidrat yang tidak seimbang akan menyebabkan
keseimbangan positif atau negatif. Obesitas terjadi akibat adanya keseimbangan positif, dimana intake energi lebih besar dari kebutuhan (Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM
UI,2010). Karbohidrat memiliki kontribusi 45-50% menyediakan energi dalam makanan yang dikonsumsi (Almatsier, 2010). Kebutuhan karbohidrat sendiri adalah 55-75 persen dari total konsumsi energi yang diutamakan berasal dari karbohidrat kompleks dan 10 persen dari gula
sederhana (Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM UI,2010).
Dari hasil analisis pada food frequency, seluruh responden mengonsumsi nasi
sebagai sumber makanan pokok dengan frekuensi lebih dari satu kali dalam sehari, yaitu sebanyak 151 orang (100%). Mie, roti, kentang, merupakan jenis karbohidrat yang juga paling sering dikonsumsi siswa setelah nasi, dengan frekuensi kurang dari lima kali seminggu, yaitu
sebanyak 53,6%, 45,7%, dan 43,1%. Sebagian besar siswa mengonsumsi bahan makanan karbohidrat seperti ubi, dan jagung dengan frekuensi rata-rata kurang dari dua kali per bulan.
Untuk bahan makanan sereal, sebanyak 31,8% mengonsumsi kurang dari lima kali seminggu, dan 16,6% siswa tidak pernah mengonsumsi sumber karbohidrat tersebut.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitan yang dilakukan Sartika pada tahun 2011
di Indonesia melebihi kebutuhan energi per hari. Kelebihan asupan karbohidrat dan protein berhubungan dengan kejadian obesitas pada anak usia 5-15 tahun di Indonesia. Anggrainy
(2008) juga menyatakan konsumsi nasi pada anak obesitas lebih banyak dibandingkan anak normal sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dengan
status gizi obesitas anak.
5.3.2. Hubungan Frekuensi Makan Protein dengan Kejadian Obesitas
Protein merupakan zat gizi yang memiliki fungsi khas yang tidak bisa digantikan oleh zat
gizi lain, yaitu sebagai zat pembangun dan pemelihara tubuh. Sebagai sumber energi, protein ekivalen dengan karbohidrat namun cukup mahal baik dari segi harga maupun jumlah energi
yang dibutuhkan untuk metabolisme energi (Almatsier, 2010).
Kekurangan protein berkontribusi terhadap terjadinya masalah gizi kurang seperti marasmus, dan kwashiorkor di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia. Namun,
konsumsi protein berlebihan juga tidak menguntungkan bagi tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya juga tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas (Almatsier, 2010).
Dari hasil analisis pada food frequency ditemukan untuk konsumsi makanan protein, yaitu sebagai lauk cukup tinggi dan bervariasi. 51,7% siswa mengonsumsi ayam >1 kali/hari, 39,7% mengonsumsi 1-5 kali/minggu, 7,3% mengonsumsi <2 kali/bulan, dan hanya 2%
responden yang menyatakan tidak pernah mengonsumsi ayam. Sedangkan untuk konsumsi telur, 41,7% siswa mengonsumsi lebih dari satu kali per hari dan 43% mengonsumsi 1-5 kali per
minggu. Protein hewani seperti daging sapi, ayam, ikan, telur, dan sebagainya merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi (Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM UI,2010).
Dari hasil penjumlahan skor yang kemudian dikategorikan, diketahui sebanyak 64
memiliki frekuensi makan protein yang tinggi. Kelebihan konsumsi protein disimpan dalam bentuk cadangan lemak apabila aktivitas fisik anak rendah (Almatsier,2010).
Dari hasil olah data juga ditemukan 34,4% anak yang tingkat frekuensi proteinnya tinggi mengalami obesitas. Sebaliknya, proporsi obesitas lebih besar terjadi pada anak dengan frekuensi
protein rendah, yaitu 43,7%. Hasil uji statistik menunjukkan p= 0,248 yang artinya tidak terdapat hubungan antara frekuensi makan sumber protein dengan kejadian obesitas di SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang Tahun 2014.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Pramudita (2011) di SD se Kota Bogor pada tahun 2011 yang juga menyatakan tidak terdapat hubungan antara konsumsi protein
berlebih dengan kejadian obesitas, yaitu dengan p= 0,761. Pada penelitian tersebut juga ditemukan kecenderungan anak obesitas memiliki konsumsi protein yang berlebih dibandingkan anak dengan status gizi normal.
5.3.3. Hubungan Frekuensi Makan Sayuran dengan Kejadian Obesitas
Sayuran merupakan penghasil zat pengatur yang menjalankan proses metabolisme tubuh
(Almatsier, 2010). Selain itu, sayuran juga kaya akan serat. Serat dapat mengontrol berat badan tubuh dengan cara membuat kenyang dan menurunkan konsumsi energi (Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM UI,2010). Umumnya, tiap individu membutuhkan serat kurang
lebih 27 hingga 40 gram serat setiap hari.
Dari hasil analisis pada food frequency ditemukan bayam merupakan jenis sayuran yang
paling sering dikonsumsi, yaitu dengan frekuensi lebih dari satu kali per hari, sebanyak 64 orang (42,4%). Kemudian untuk kangkung dan sawi, masing-masing sebanyak 52 orang (34,4%), dan 49 orang (32,5%) mengonsumsi lebih dari satu kali per hari. Untuk sayuran kol, sebanyak 56
Dari hasil penjumlahan skor yang kemudian dikategorikan, diketahui bahwa kecenderungan siswa yang konsumsi sayuran tinggi mengalami obesitas, yaitu sebanyak 50,0%
Hasil uji statistik menunujukkan tidak terdapat hubungan antara frekuensi makan sayur dengan kejadian obesitas, dengan nilai p=0,534. Meskipun frekuensi makan sayuran tinggi, namun perlu
dicermati dengan frekuensi zat makanan yang lain, yaitu protein, dan minuman bergula tinggi yang juga bisa memicu terjadinya obesitas.
Sayur bersama buah merupakan sumber serat yang penting bagi anak dalam masa
pertumbuhan, khususnya berhubungan dengan obesitas. Berdasarkan PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang), konsumsi sayur dan buah minimal 3 porsi/hari. Pola konsumsi sayur dan buah
pada penduduk Indonesia memang masih rendah daripada jumlah yang dianjurkan (Soegondo,2008). Hasil penelitian Sartika (2011) menunjukkan bahwa sekitar 90% anak usia 5-15 tahun di Indonesia mengkonsumsi sayur dan buah dengan ukuran <3 porsi/hari.
5.3.4. Hubungan Frekuensi Makan Buah-buahan dengan Kejadian Obesitas
Selain sayuran, buah juga merupakan penghasil zat pengatur yang menjalankan proses
metabolisme tubuh (Almatsier, 2010). Kekurangan zat pengatur dalam waktu yang lama dapat menyebabkan masalah defisiensi gizi (Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM UI,2010). Dari hasil penelitian Sartika (2011) menunjukkan bahwa sekitar 90% anak usia 5-15 tahun di
Indonesia mengkonsumsi sayur dan buah kurang dari porsi yang dianjurkan, yaitu dengan ukuran <3 porsi/hari.
orang (31,8%). Buah anggur, merupakan buah yang paling jarang dikonsumsi. Sebanyak 114
orang (74,4%) tidak pernah mengonsumsi anggur.
Sebagian besar siswa, yaitu sebanyak 63,5% memiliki frekuensi makan buah-buahan yang tinggi. Proporsi obesitas pada siswa yang frekuensi makan buah rendah, yaitu 39,3%. Pada siswa dengan frekuensi makan buah tinggi sebanyak 40,3% mengalami obesitas. Hasil analisis
menunjukkan tidak terdapat hubungan antara konsumsi buah-buahan dengan kejadian obesitas,
dengan nilai p=0,899.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sartika (2011) yang menemukan tidak terdapat hubungan antara konsumsi buah dengan obesitas. Konsumsi buah baik lebih maupun kurang dari tiga porsi per hari tidak berhubungan dengan kejadian obesitas pada anak usia 5-15
tahun di Indonesia. Prihatini (2007) juga menemukan bahwa konsumsi buah yang sering maupun jarang pada anak usia sekolah dasar di DKI Jakarta tidak memiliki hubungan yang
bermakna dengan kejadian obesitas, dengan nilai p=0,124.
5.3.5. Hubungan Frekuensi Sumber Minuman dengan Kejadian Obesitas
Jenis minuman yang dianlisis dari formulir food frequency, yaitu susu, teh manis, dan soft
drink merupakan jenis minuman dengan kandungan gula tinggi. Dari hasil analisis ditemukan
tingkat konsumsi Siswa SD Harapan 3 Kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang tahun 2014
terhadap minuman cukup tinggi. Sebagian besar responden, yaitu 59,6% mengonsumsi susu lebih dari satu kali sehari. Ditambah lagi, ada sebanyak 41,7% reseponden memiliki kebiasaan
mengonsumsi teh manis lebih dari satu kali per hari. Sedangkan untuk softdrink sebanyak 43% anak minum kurang dari dua kali sebulan.
Dari hasil penjumlahan skor yang kemudian dikategorikan, diketahui sebagian besar
Sedangkan sisanya, 46,3% siswa yang tingkat konsumsi minuman rendah mengalami obesitas. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara frekuensi minuman yang rendah
atau tinggi terhadap kejadian obesitas dengan nilai p = 0,082.
Prihatini (2007) juga menemukan bahwa konsumsi minuman manis yang sering maupun
jarang pada anak usia sekolah dasar di DKI Jakarta tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian obesitas, dengan nilai p=0,346
5.2.2.4 Hubungan Frekuensi Makan Fastfood dengan Kejadian Obesitas
Hasil penelitian ini menunjukkan, 17,9% responden mengonsumsi es krim lebih dari satu kali per hari. Sedangkan 15,9% mengonsumsi gorengan juga lebih dari satu kali per hari. Jenis
camilan seperti es krim dan gorengan memiliki kandungan lemak yang tinggi. Makanan berlemak mempunyai kandungan energi lebih besar dan mempunyai efek pembakaran dalam tubuh yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat
(Almatsier, 2010).
Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera
makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dan karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas.
Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak (Pramuditya, 2011).