• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Hasil Wawancara

Dalam dokumen Formulasi Upah Minimum Kota Medan Tahun 2010 (Halaman 103-130)

BAB IV PENYAJIAN DATA

4.2 Deskripsi Variabel Penelitian

4.2.2 Deskripsi Hasil Wawancara

Deskripsi hasil wawancara dengan beberapa informan diuraikan dibawah ini. Diantaranya adalah wawancara dengan perwakilan unsur pemerintah, dan wawancara dengan salah satu perwakilan unsur serikat pekerja/serikat buruh dalam dewan pengupahan.

a. Keterwakilan serikat pekerja/serikat buruh dalam dewan pengupahan Kota Medan

Keterwakilan serikat pekerja/serikat buruh dalam dewan pengupahan Kota Medan, terdiri dari 5 serikat pekerja/serikat buruh yaitu SBSI, SBMI, PPMI, SBSI 1992 dan SPSI. Masing-masing serikat pekerja/serikat buruh memiliki 1 orang perwakilan dalam dewan pengupahan, hanya SPSI yang memiliki 3 orang perwakilan di dalam dewan pengupahan. Hal ini karena SPSI merupakan organisasi serikat/pekerja/serikat buruh yang tertua di Indonesia.

Keterwakilan serikat pekerja/serikat buruh di dalam dewan pengupahan dilakukan dengan verifikasi oleh dinas sosial dan tenaga kerja dengan syarat adalah jumlah keanggotaan dari serikat pekerja/serikat buruh tersebut. Syarat keanggotaan yang harus dipenuhi oleh SP/SB adalah memiliki 10 unit kerja, dan 5 ribu anggota yang tergabung di dalamnya. Berdasarkan verifikasi tersebut maka Tidak dipungkiri lagi bahwa SPSI memiliki keterwakilan yang lebih

besar karena memang SPSI adalah serikat pekerja yang pertama dan tertua di Indonesia tentunya memiliki kenggotaan yang lebih besar dari yang lainnya, oleh karena itu keterwakilan SPSI di dalam dewan pengupahan Kota Medan juga ada 3 orang.

Salah satu fungsi Serikat pekerja/serikat buruh adalah mengakomodir aspirasi dan tuntutan para buruh dan memperjuangkan hak-hak dasar buruh. Termasuk dalam hal pengupahan, keterwakilan serikat pekerja/serikat buruh di dalam dewan pengupahan adalah sebagai perpanjangan tangan buruh dalam memperjuangkan hak mereka untuk mendapatkan upah yang layak. Serikat pekerja/serikat buruh yang ada di Kota Medan ada 18, sementara yang masuk dalam dewan pengupahan hanya 5 serikat pekerja/serikat buruh. Oleh karena itu perlu koordinasi antar serikat pekerja/serikat buruh dalam mengakomodir tuntutan buruh akan usulan upah. Serikat pekerja/serikat buruh yang masuk anggota dewan pengupahan dianggap sudah representative/mewakili semua tuntutan buruh di Kota Medan akan usulan upah.

b. Tuntutan buruh dan keinginan pengusaha dalam hal pengupahan

Buruh dan pengusaha adalah 2 kelompok kepentingan yang sangat bertolak belakangs namun saling ketergantungan satu sama lain. Keduanya memiliki pandangan yang berbeda dalam hal upah. Upah bagi buruh adalah segalanya, yaitu sebagai sumber kehidupan bagi mereka. Oleh karena itu Tuntutan buruh dalam hal upah adalah untuk mendapatkan upah yang layak sesuai dengan tingkat kebutuhan mereka. Sedangkan upah bagi pengusaha adalah sebagai cost atau biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk membayar upah buruh. Sehingga pengusaha selalu saaja menekan pengeluaran perusahaan melalui upah buruhnya. Perbedaan pandangan antara buruh dan pengusaha ini kerapkali yang membentuk persepsi tuntutan buruh adalah upah

Tuntutan buruh dan keinginan pengusaha menurut serikat pekerja/serikat buruh yaitu, Buruh selalu menginginkan terpenuhinya tingkat kesejahteraannya yaitu dengan upah yang tinggi, sementara pengusaha menginginkan tingkat upah dibawah dari tuntutan buruh dengan alasan profit perusahaan. Di dewan pengupahan perdebatan memang selalu sengit tentang usulan upah yang diinginkan oleh serikat buruh dan APINDO, keduanya punya pandangan masing-masing. Namun perdebatan tersebut terjadi karena penerapan system, tidak semata-mata karena buruh mau upah segini, dan pengusaha menginginkan segini juga. Walaupun Perdebatan tersebut terjadi namun tetap ada rambu-rambu yang mengaturnya.

Sedangkan Tuntutan buruh dan keinginan pengusaha menurut unsur pemerintah yaitu Tuntutan buruh dan pengusaha adalah 2 hal yang berbeda, mereka mempunyai pandangan masing-masing dalam hal upah. APINDO menginginkan upah dibawah KHL, sebaliknya serikat pekerja/serikat buruh menginginkan diatas KHL. Begitu juga dalam mengusulkan usuan upah, buruh pasti menawarkan usulan upah diatas APINDO, sedangkan APINDO menawarkan tingkat upah dibawah dari yang diusulkan Serikat pekerja/serikat buruh. Ini sudah hukum alam, perbedaan pandangan diantara keduanya memang sudah seperti itu. Tetapi dalam menentukan tingkat upah unsur pemerintah tidak semata-mata harus mengacu pada kedua kepentingan tadi, tapi sudah ada angka riil yang hampir pasti yaitu KHL, disesuaikan dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Disinilah peran pemerintah untuk menetralisir perbedaan kepentingan kedua pihak.

Contohnya saja: UMK tahun 2010 kemaren, buruh menginginkan Rp 1.270.000 APINDO menginginkan Rp 1.070.000,- namun akhirnya disepakati tingkat upah Rp 1.100.000,- dengan sikap APINDO yang deadlock dari rapat.

c. Aturan/regulasi yang mengatur upah minimum (Permenakertrans No 17 Tahun 2005 tentang pelaksanaan dan komponen kebutuhan hidup layak.

Salah satu dasar yang mengatur tentang penentuan upah minimum adalah Permenakertrans No 17 tahun 2005 tentang komponen dan pelaksanaan pencapaian kebutuhan hidup layak. Dalam Permen tersebut mengatur bahwasanya upah minimum harus sesuai dengan KHL, dan pencapaian KHL dillakukan secara bertahap.

Menurut unsur serikat pekerja/serikat buruh Permen tersebut belum baik sebagai dasar/aturan yang mengatur upah minimum kota, karena dalam Permenakertrans ada beberapa item/komponen KHL yang berubah nilainya. Perubahan ini semakin merugikan buruh karena nilainya yang semakin berkurang. Contohnya saja Kalau di dalam Kepmen 81 tahun 1995 tentang kebutuhan hidup minimum sebelumnya, item beras yang disurvei adalah 12 kg sedangkan di Permen 17 beras hanya tinggal 10 kg. dulu item sewa rumah sedangkan di Permen 17 itemnya berubah menjadi sewa kamar. Jelas sekali Permen 17 Tahun 2005 ini semakin merugikan buruh, dan inilah yang menyebabkan upah buruh rendah. Oleh Karena itu harus diperbaharui system yang mengatur upah minimum ini, yaitu Perbaiki Permen 17 Tahun 2005.

Namun menurut unsur pemerintah Permen tersebut sudah sesuai untuk mengatur upah minimum namun, masih perlu diperbaharui lagi. Ada beberapa item yang memang tidak jelas aplikasinya di situ. Lebih baik lah upah maksimal daripada diberlakukannya upah minimum. Upah minimum kan hanya untuk buruh lajang yang bekerja diatas 1 tahun, ini sudah tidak sesuai lagi dengan dunia kerja sekarang. Upah minimum haruslah disesuaikan dengan besar/kecil perusahaan jangan disamakan semua. Upah buruh di Carefour haruslah beda dengan yang

upah pekerja dengan Hotel Melati. Inilah yang masih kurang sesuai dari Permen tersebut. Oleh karena itu Permen ini harus masih diperbaiki, yaitu menyesuaikannya dengan kemampuan perusahaan, modal perusahaan, jumlah karyawan.

d. Survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan proses atau mekanisme formulasi

Survei KHL adalah salah satu dasar dalam formulasi upah minimum kota. Survei KHL dilakukan untuk menjadi dasar dalam usulan upah dan dalam merumuskan besaran upah yang akan direkomendasikan kepada kepala daerah nantinya. Survei dilakukan oleh 12 tim di 21 Kecamatan Kota Medan. Harga-harga komponen per item dijumpai di pasar bukan dari Permen. Permen hanya mengatur komponen/item yang disurvei. Dan untuk tim yang melakukan survei ditentukan oleh secretariat dewan pengupahan.

Setelah survei KHL disepakati, maka dihasilkan nilai KHL yang menjadi dasar dalam perumusan upah minimum. Menurut Usaha Tarigan proses atau mekanisme formulasi belum bisa dikatakan baik. Karena memang aturan yang menjadi dasar dalam perumusan upah minimum belum baik, aturannya dulu diperbaiki, Siapa pun yang melakukan survei KHL hasilnya pasti baik jika aturannya sudah siperbaiki.

Proses kesepakatan tingkat upah sebesar Rp 1.100.000,- cukup panjang. Sebelumnya buruh mengusulkan angka Rp 2.700.000,- sedangkan APINDO mengusulkan angka dibawah KHL yaitu Rp 1.070.00,-. Perumusan upah tetap harus mengacu kepada hasil KHL sebagai dasar dalam perumusan upah. Dan akhirnya dilakukanlah voting karena APINDO tidak mau menaikkan angka untuk upah. Dan disepakatilah angka dari pemerintah yaitu Rp 1.100.000,-

Peran pemerintah dalam dewan pengupahan adalah sebagai mediator dalam menengahi perbedaan kepentingan buruh dan pengusaha. Pemerintah selalu berada di tengah-tengah. Pemerintah berperan untuk melindugi kedua belah pihak tidak hanya salah satu. Yang paling penting adalah keterbukaan antara kedua belah pihak yaitu antara serikat pekerja/serikat buruh dengan APINDO. Selain itu juga pemerintah harus bisa menempatkan opini tentang kedua kepentingan, Jadi tidak boleh terbawa arus.

Dalam menengahi kedua kepentingan tentang perdebatan tingkat upah, pemerintah selalu mengambil jalan tengah. Pastinya dengan pendapat dewan pakar yang mengetahui angka pasti inflasi dan pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat diusulkan angka yang tepat dari para ahli. Unsur pemerintah haruslah bicara faktor ilmiah, tidak saja berdasarkan tuntutan buruh dan keinginan pengusaha. Unsur pemerintah mempunyai tim ahli dari ekonomi USU juga dari BPS yang mengetahui pastinya inflasi dan pertumbuhan ekonomi. selain itu usulan tingkat upah minimum kota juga harus memperhatikan upah minimum daerah sekitarnya. Untuk Kota Medan maka usulan upah minimum kota harus disesuaikan dengan upah minimum Langkat, Deli Serdang, juga harus memperhatikan Upah Minimum Provinsi, dan DKI Jakarta sebagai perbandingan dalam menentukan tingkat upah. Itulah yang diigodok oleh tim ahli, sehingga didapat angka yang tepat.

Bagi unsur serikat pekerja/serikat buruh sikap pemerintah diatas masih kurang tegas. Pemerintah dalam melaksanakan peranannya masih tergantung arah angin. Yaitu tergantung bagaimana pendekatan masing-masing pihak terhadap pemerintah.

BAB V ANALISA DATA

Pada bab ini seluruh data yang disajikan pada bab sebelumnya akan dianalisis sesuai dengan kelompok masalah yang dikaji penulis dari indicator-indikator yang digunakan. Data tersebut diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan, pembagian kuesioner, dan wawancara. Dari hasil analisa data ini akan diperoleh kesimpulan mengenai masalah yang dapat mempengaruhi formulasi upah minimum Kota Medan tahun 2010.

Upah adalah salah satu faktor yang selama ini kerap menjadi problema dalam hubungan industrial antara buruh dan pengusaha. Buruh dan pengusaha mempunyai pandangan yang berbeda akan upah, bagi buruh upah adalah segalanya yang merupakan sumber kehidupan bagi dirinya dan keluarganya, sedangkan bagi pengusaha upah merupakan biaya (cost) yang harus

dikeluarkan perusahaan dan sebisa mungkin pengusaha akan menekan cost tersebut agar tidak membebani pengeluaran perusahaan. Perbedaan pandangan tersebutlah yang sering memicu perselisihan antara buruh dan pengusaha dalam hal penentuan tingkat upah. Oleh karena diberlakukan kebijakan upah minimum sebagai safety net (jaring pengaman) dalam pengupahan. Kebijakan upah minimum diberlakukan berdasarkan wilayah administrative, untuk tingkat prov ditetapkan UMP, untuk tingkat kabupaten/kota ditetapkanUMK.

Upah minimum kota adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang mengharuskan perusahaan membayar upah buruhnya serendah-rendahnya sesuai dengan KHL. Dalam formulasi upah minimum kota juga tidak dipungkiri terjadinya perbedaan pandangan dan perselisihan antar aktor-aktor didalamnya. UMK (Upah Minimum Kota) dirumuskan secara tripartit antar serikat pekerja/serikat buruh, pengusaha, dan pemerintah. Masing aktor mewakili kepentingan yang berbeda dan pemerintah adalah pihak yang diharapkan bisa menjadi penengah dalam perumusan tingkat upah ini.

Serikat pekerja/serikat buruh mewakili kepentingan buruh akan menuntut tingkat upah yang tinggi, APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) mewakili kepentingan para pengusaha akan mengusulkan tingkat upah dibawah dari upah yang diusulkan oleh serikat pekerja/serikat buruh. Usulan tingkat upah dari masing-masing aktor tersebutlah yang dibahas dalam perumusan upah minimum kota dan dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, kemampuan usaha marginal, UMP, dan upah minimum daerah sekitar hingga mencapai kesepakatan mengenai rumusan usulan upah yang akan direkomendasikan kepada kepala daerah nantinya.

Untuk mengetahui dan menganalisis formulasi upah minimum kota dan interaksi interaksi antar aktor di dalamnya dapat dilihat dari indikator formulasi upah minimum Kota Medan tahun 2010 di bawah ini:

5.1 Deskripsi Hasil Rekapitulasi Tabel

1. Mekanisme Formulasi Upah Minimum Kota

Mekanisme formulasi upah minimum kota adalah tahapan-tahapan atau proses dalam perumusan upah minimum kota, mulai dari adanya tuntutan buruh dan keinginan pengusaha yang diwakili oleh masing-masing aktor dalam dewan pengupahan, melakukan survei KHL (Kebutuhan Hidup Layak), dan sampai pada pembahasan usulan upah dalam rapat-rapat dewan pengupahan. Mekanisme formulasi upah minimum kota terlebih dahulu dengan melakukan survei KHL. Dari hasil tersebut maka akan didapat nilai KHL. Pembahasan KHL dilakukan dalam rapat-rapat dewan pengupahan. Nilai KHL yang didapat tersebut menjadi dasar bagi masing-masing aktor dalam mengusulkan nilai upah. Usulan upah dari masing-masing aktor dibahas dengan mempertimbangkan faktor inflasi, pertumbuhan ekonomi, kemampuan usaha marginal, UMP, dan upah minimum daerah sekitar. Adanya tim ahli dari akademik juga BPS akan memberikan proyeksi tentang pertimbangan inflasi dan kondisi ekonomi daerah sehingga dapat diperoleh angka yang tepat nantinya.

Formulasi upah minimum Kota Medan tahun 2010 juga diawali dengan survei KHL yang dilakukan oleh tim anggota dewan pengupahan ke 21 tradisional di 12 kecamatan yang ada di Kota Medan. Hasil survei tersebut dibahas dan ditentukan nilai rata-rata KHLnya. Dan akhirnya disepakati nilai KHL kota medan tahun 2009 adalah Rp 1.094.213,-. Nilai KHL yang telah

disepakati tersebutlah yang nantinya menjadi dasar bagi setiap aktor dalam mengajukan usulan upah dalam rapat pembahasan rumusan upah minimum kota medan tahun 2010.

Dalam pembahasan usulan upah minimum kota masing-masing aktor mengajukan usulan upah yang berbeda-beda karena mereka juga mewakili kepentingan yang berbeda. Unsure serikat pekrja/serikat buruh mengusulkan upah Rp 1.270.000,- APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) mengusulkan tingkat upah dibawah KHL yaitu Rp 1.071.000,-. Setelah melalui rapat pembahasan dewan pengupahan juga lonbi-lobi yang dilakukan tidak juga menghasilkan kesepakatan, buruh menawarkan upah sebesar Rp 1.145.000,- dan APINDO Rp 1.080.000,- hanya naik Rp 10,- sungguh kenaikan upah yang tidak layak bagi buruh. Dan akhirnya pemerintah mengajukan angka Rp 1.100.000,- yang dianggap sebagai angka tengah, setelah mempertimbangkan tingkat inflasi 5 %. Angka tersebut mendapat penolakan dari APINDO karena terlalu berat bagi mereka. Namun hasil voting memutuskan bahwa usulan upah minimum kota adalah Rp 1.100.000,-.

Berdasarkan rekapitulasi data variabel tunggal tabel 6-9, dan tabel 11 dapat dilihat bagaimana mekanisme formulasi upah minimum Kota Medan tahun 2010.

Tabel 26. Mekanisme Formulasi Upah Minimum Kota Medan tahun 2010 No Jawaban Score Frekuensi Persentase

1 Sangat sesuai 5 8 34,8

2 Sesuai 4 8 34,8

3 Cukup sesuai 3 6 26,1

Jumlah 23 100,00

Dari tabel 26 diatas dapat dilihat bahwa, dari 30 responden 8 responden mengatakan bahwa mekanisme formulasi upah minimum Kota Medan tahun 2010 sudah sangat sesuai, 8 orang responden mengatakan bahwa mekanisme formulasi juga sudah sesuai dengan aturan yang ada. 6 orang responden mengatakan bahwa mekanisme formulasi cukup sesuai dengan aturan yang ada. Dan hanya 1 orang responden yang mengatakan bahwa mekanisme formulasi upah minimum Kota Medan tidak sesuai dengan aturan yang ada. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden mengatakan bahwa formulasi upah minimjum Kota Medan sudah sesuai dengan aturan yang ada. Hal tersebut dapat dilihat dari bar chat dibawah ini:

Namun hal diatas berbeda dengan hasil wawancara dengan perwakilan serikat pekerja/serikat buruh yang mengatakan bahwa proses atau mekanisme formulasi upah minimum kota belum bisa dikatakan baik. Karena memang aturan yang menjadi dasar dalam perumusan upah minimum belum baik, oleh karena itu aturannya terlebih dahulu harus diperbaiki, Siapa pun yang melakukan survei KHL hasilnya pasti baik jika aturannya sudah diperbaiki”. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa formulasi upah minimum kota memang sudah sesuai dengan aturan yang ada, karena sudah mengacu pada KHL yang menjadi dasar dalam formulasi upah minimum kota. Namun aturannya yang masih harus diperbaiki agar sesuai dengan tuntutan buruh dan kondisi saat ini.

2. Aturan Atau Regulasi Yang Mengatur Upah Minimum Kota (Permenakertrans No 17 Tahun 2005)

Salah satu dasar hukum atau Aturan yang mengatur upah minimum kota adalah Permenakertrans No 17 tahun 2005 tentang komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak. Permen tersebut menyatakan bahwa kebutuhan hidup layak (KHL) adalah salah satu dasar dalam formulasi upah minimum kota yang tahapan pencapaiannya dilakukan secara bertahap. Komponen/item yang menjadi dasar penilaian dalam melakukan survei KHL ada pada 46 item. Berdasarkan rekapitulasi data variabel tunggal tabel 12-14 dapat dilihat bagaimana Aturan Atau Regulasi (Permenakertrans No 17 Tahun 2005) dalam Mengatur Upah Minimum Kota.

Tabel.27 Aturan Atau Regulasi Yang Mengatur Upah Minimum Kota No Jawaban Score Frekuensi Persentase

1 Sangat baik 5 7 30,4

2 Baik 4 11 47,8

3 Cukup baik 3 4 17,4

4 Tidak baik 2 1 4,3

5 Sangat tidak baik 1 - -

Jumlah 23 100,00

Berdasarkan tabel 27 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mengatakan bahwa aturan atau regulasi yang mengatur upah minimum kota sudah baik. Dari 23 responden 11 responden mengatakan bahwa Permenakertrans No 17 tahun 2005 tentang komponen dan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sudah baik dalam mengatur upah minimum kota. 7 orang responden mengatakan bahwa aturan atau regulasi tersebut sudah baik dalam mengatur upah minimum kota. 4 orang responden mengatakan bahwa Permenakertrans No 17 tahun 2005 cukup baik dalam mengatur upah minimum kota. Namun 1 orang responden mengatakan bahwa aturan atau regulasi yang mengatur upah minimum kota tidak baik. Dapat disimpulkan bahwa data kuesioner menunjukan bahwa aturan atau regulasi yang mengatur upah minimum kota sudah baik. Data diatas dapat dilihat dari bar chat dibawah ini:

Gambar 3. Bar chat aturan atau regulasi yang mengatur upah minimum kota

Data diatas berbeda oleh hasil wawancara dengan unsur serikat pekerja/serikat buruh bahwa Permenakertrans No 17 tahun 2005 belum baik sebagai dasar/aturan dalam mengatur upah minimum kota, karena dalam Permen tersebut ada beberapa item/komponen KHL yang berubah nilainya. Perubahan ini semakin merugikan buruh karena nilainya yang semakin berkurang. Contoh: Kalau di dalam Kepmen sebelumnya tentang kebutuhan hidup minimum, item beras yang disurvei adalah 12 kg sedangkan di Permen 17 beras hanya tinggal 10 kg. Dulu item sewa rumah sedangkan di Permen17 itemnya berubah menjadi sewa kamar. Jelas sekali Permen 17 Tahun 2005 ini semakin merugikan buruh, dan inilah yang menjadi penyebab upah buruh rendah. Oleh karena itu harus diperbaharui system yang mengatur upah minimum, yaitu Perbaiki Permen 17 Tahun 2005.

Pernyataan di atas juga didukung oleh hasil wawancara dengan unsur pemerintah bahwa Permen tersebut masih perlu diperbaiki lagi, karena Ada beberapa item yang memang tidak jelas aplikasinya. Lebih baik diberlakukannya upah maksimal daripada diberlakukannya upah minimum. Upah minimum berlaku hanya untuk buruh lajang yang bekerja diatas 1 tahun, ini sudah tidak sesuai lagi dengan dunia kerja sekarang. Upah minimum haruslah disesuaikan dengan besar/kecil perusahaan jangan disamakan semua.

Dari data kuesioner dan hasil wawancara sangatlah berbeda. Permen 17 tahun 2005 tentang komponen dan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagai aturan main atau dasar dalam formulasi upah minimum kota masih sarat akan permasalahan dan keterpaksaan.

Dari hasil wawancara dapat dilihat bahwa memang 46 item yang jadi acuan dalam survei KHL bebarapa diantaranya tidak lagi sesuai dengan kondisi saat ini, selain itu Permen tersebut hanya berlaku untuk buruh lajang sedangkan kebanyakan buruh adalah buruh yang sudah berkeluarga. Namun tidak ada dasar hukum yang mengatur tentang pencapaian kebutuhan hidup layak buruh berkeluarga. Oleh karena itu Permenakertrans No 17 tahun 2005 masih harus diperbaiki lagi agar lebih riil dan sesuai dengan tingkat kebutuhan buruh saat ini.

3. Survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

KHL merupakan standar kebutuhan yang harus dipenuhi seorang buruh lajang untuk dapat hidup layak, baik secara fisik maupun nonfisik dalam kurun waktu satu bulan. Nilai kebutuhan hidup layak (KHL) diperoleh melalui survei harga yang dilakukan oleh tim tripartit ( untuk pemerintah diwakili oleh badan pusat statistik (BPS), perwakilan pengusaha dan perwakilan serikat buruh). KHL adalah salah satu dasar dalam formulasi upah minimum kota, nilai KHL yang didapat menjadi acuan bagi setiap perwakilan dalam memberikan usulan upah

dalam rapat dewan pengupahan nantinya. Upah yang diusulkan harus diatas nilai KHL, hal ini sesuai dengan Permen 17 Tahun 2005 dalam pasal 23 bahwa tingkat usulan upah haruslah diatas KHL. Berdasarkan rekapitulasi data variabel tunggal tabel 16-20 dapat dilihat bagaimana survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Tabel 28. Survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

No Jawaban Score Frekuensi Persentase

1 Sangat sesuai 5 14 60,9

2 Sesuai 4 3 13,0

3 Cukup sesuai 3 3 13,0

4 Tidak sesuai 2 3 13,0

5 Sangat tidak sesuai 1 - -

Jumlah 23 100,00

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 23 responden 14 responden mengatakan bahwa survei KHL sangat sesuai dengan Permen No 17 tahun 2005 tentang komponen dan pelaksanaan pencapaian kebutuhan hidup layak. 3 orang responden mengatakan survei KHL tahun 2009 yang digunakan sebagai dasar dalam penetapan upah tahun 2010 sudah sesuai dengan Permen No 17

bahwa survei KHL tidak sesuai dengan Permen No 17 tahun 2005. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden mengatakan bahwa survei KHL tahun 2009 sangat sesuai dengan Permen No 17 tahun 2005. Data diatas dapat dilihat dari bar chat dibawah ini:

Gambar 4. Bar chat survei kebutuhan hidup layak

Survei KHL adalah dasar dalam perumusan upah. Survei KHL dilakukan untuk menjadi dasar dalam usulan upah dan dalam merumuskan besaran upah yang akan direkomendasikan

Dalam dokumen Formulasi Upah Minimum Kota Medan Tahun 2010 (Halaman 103-130)

Dokumen terkait