• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Upah Minimum Kota Medan Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Formulasi Upah Minimum Kota Medan Tahun 2010"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI UPAH MINIMUM KOTA (UMK) MEDAN TAHUN 2010

(Studi pada Kantor Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota Medan)

DISUSUN OLEH:

ESRY MARLIZA SOFIANA

060903060

DEPARTEMEN ILMUADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

ABSTRAK

FORMULASI UPAH MINIMUM KOTA MEDAN TAHUN 2010

Nama : ESRY MARLIZA SOFIANA

NIM : 060903060

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen : Ilmu Administrasi Negara Pembimbing : DrS. M. Ridwan Rangkuti. M,si

Penelitian ini berjudul “Formulasi Upah Minimum Kota Medan Tahun 2010”, dimana tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana mekanisme formulasi upah minimum Kota Medan tahun 2010 dan menganalisis interaksi antar aktor yang terlibat dalam proses formulasi sehingga menghasilkan kesepakatan akan usulan upah. Upah minimum kota adalah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah yang menjadi dasar bagi setiap perusahaan dalam membayar upah buruhnya. Upah minimum kota merupakan safety net bagi para buruh. Hal ini karena buruh selalu memiliki posisi tawar yang rendah jika berhadapan dengan pengusaha terutama dalam peentuan tingkat upah. Oleh karena itu kebijakan upah minimum menjadi safety net bagi para buruh.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan sumber data responden dan informan kunci. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, wawancara, dan studi dokumentasi/kepustakaan. Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa sebagaian besar responden mengatakan bahwa formulasi upah minimum Kota Medan sudah baik. Hal ini karena formulasi upah minimum kota medan sudah sesuai dengan Permenakertrans No 17 tahun 2005 tentang komponen dan pelaksanaan pencapaian kebutuhan hidup layak. Salah satu dasar dalam formulasi upah minimum kota adalah survei KHL dan untuk kota medan sendiri upah minimum kota sudah diatas KHL.

(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha

Penyayang, yang senantiasa memberikan berkat, anugerah dan hidayah-Nya dari awal hingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Formulasi Upah Minimum Kota

Medan Tahun 2010 (Studi Pada Dinas Social Dan Tenaga Kerja Kota Medan)” ditulis sebagai

salah satu persyaratan akhir, guna memperoleh gelar sarjana sosial di Universitas Sumatera

Utara.

Andil yang begitu besar telah diberikan kepada banyak pihak sejak proses perkuliahan,

penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, pengolahan data hingga rampung menjadi skripsi,

maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis menghaturkan rasa hormat

dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof M Arif Nasution selaku Dekan Fakultas Ilmu Social Dan Ilmu Politik

Sumatera Utara

2. Bapak Prof. DR. Marlon Sihombing, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi

Negara dan juga selaku dosen penasehat akademik penilis.

3. Ibu Hj. Dra. Beti Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi

Negara.

(4)

bimbingan serta pencerahan intelektual yang sangat berkesan bagi penulis, sejak proses

awal penyusunan proposal sampai penulisan skripsi.

5. Bapak/Ibu Staf Pengajar serta Pegawai Administrasi FISIP USU yang telah berjasa

mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahan, serta memudahkan

administrasi khusunya kepada Kak Mega dan Kak Dian selaku pegawai bagian

pendidikan FISIP USU.

6. Buat Bapak/Ibu Pegawai Disnaker yang telah membantu saya selama penelitian di

lapangan. Terima kasih saya yang special buat pak Robert Tambunan yang baik hati,

yang telah memberikan penulis banyak kemudahan baik dalam wawancara maupun

dalam penyebaran kuesioner. Makase buat jalan-jalannya juga ya pak! Heee….!!

7. Buat ketua SBSI Bang Usaha Tarigan yang bak hati dan murah senyum. Makasih buat

wawancara abang yang membangkitkan semangat reformasi tentang perburuhan.

Cita-cita untuk membela buruh dan memperjuangkan buruh akan selalu penulis ingat selalu.

8. Papa tercinta Edi Supeno dan Mama tersayang Sri Marliani, yang senantiasa berdoa,

dan memberikan kasih sayang yang melimpah buat penulis serta semangat untuk

keberhasilan penulis yang tidak mampu penulis membalasnya, terima kasih.

9. Nenek dan Kakek tersayang, yang telah memberikan banyak cinta dan sayang kepada penulis dari sejak kecil hingga menjadi yang sekarang ini. Doa, dukungan, dan motivasi

dari Kakek dan Nenek adalah hal terbesar yang penulis dapatkan dalam hidup ini.

10. Buat adik-adik tercinta Dek Rini, Dek Andini, Dek Yani, Dek Putri dan jagoan neon

Kak Ica Dek Kiki yang senantiasa ada disamping Kakak dan selalu memberikan

(5)

baik hati dalam menghadapi k’ica. Maaf ya k’ica sering sibuk jadi gak bisa

menyelesaikan tugas rumah tangga di kozt. Hee…

Adik-adik tercinta kalian semua adalah motivasi Kak ica untuk bisa jadi yang terbaik

buat semuanya. Makasih ya adik-adik sayang.

11. Buat all of macava’s agent yenni siska macava’s, nia laksita macava’s, santi

darwinanti macava’s, agustina muliati macava’s, rama dezani macava’s, nazlia safira macava’s aida fitrina macava’s, wira agustin macava’s, thanks buat semua support, doa, dan semua bentuk bantuan-bantuan baik yang berwujud maupun tidak

berwujud. Maaf juga kalau durian party kita tertunda.

Heeeeee……!!!

12. Dek yenni yang disebutkan diatas, makasih banyak ya dek udah mendampingi kakak

dengan setia hingga sejauh ini, udah jadi asisten kakak juga. Udah nemeni kakak mulai

dari Balitbang, Disnaker, sampe skripsi kakak terbentuk dan dapet acc. Sekali lagi terima

kasih banyak.

13. Buat anak AN ’06 rekan-rekan seperjuangan, makasih ya cess atas support dan doanya

hingga kami bisa menuntaskan tugas negara ini.

14. Buat laskar KP (Kebijakan Publik) tercinta, tersayang, terkasih Butet Dewi, Hariono,

Sonasa, Elida, Ony Yang Baik Hati, Ulfa, Kiki, Arba yang telah melewati perjuangan dalam liku-liku selama studi KP. makasih atas segala bantuan dan support kawan-kawan

semuanya. Special buat Butet Dewi rekan seperjuangan sedoping ama Pak Ridwan

semangat ya!!!

(6)

15. Buat Kelompok Magang Tobasa Ketua Kami Hariono, Dek Yeni, Nazli, Buq Tina,

Rama Dezani, Kiki, Sobirin makasih atas segala support dan doanya ya!!

16. Buat semua rekan-rekan ato sodara-sodara yang telah membantu perjuangan penulis

dalam meyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu

persatu makasih semuanya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan. Atas perhatiannya penulis

ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Medan, Maret 2010 Penulis

ESRY MALIZA SOFIANA 060903060

(7)

DAFTAR ISI

1.1 Pengambilan Keputusan ... 11

1.2 Perumusan Masalah Kebijakan ... 11

2. Formulasi Kebijakan Pengupahan ... 15

2.1 Pengertian Formulasi Kebijakan ... 15

2.2 Pengembangan Alternative Kebijakan ... 16

2.3 Kriteria Seleksi ... 19

2.4 Formulasi Kebijakan Pengupahan ... 21

2.5 Upah Minimum Kota (UMK) ... 34

2.6 Upah Minimum Kota Medan ... 39

(8)

G. Defenisi operasional ... 42

H. Sistematikan penulisan ... 45

BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian ... 47

2.2 Lokasi Penelitian ... 47

2.3 Informan Penelitian ... 47

2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 49

2.5 Teknik Analisis Data ... 49

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi unsur serikat pekerja/serikat buruh ... 51

3.2 Deskripsi unsur APINDO ... 59

3.3 Deskripsi unsur pemerintah ... 63

BAB IV PENYAJIAN DATA 4.1 Deskripsi Data-Data Responden ... 71

4.2 Deskripsi Variabel Penelitian ... 75

4.2.1 Deskripsi Data Kuesioner ... 76

4.2.2 Deskripsi Hasil Wawancara ... 96

(9)

5.2 Formulasi Upah Minimum Kota Medan Tahun 2010 ... 115

BAB VI PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 120

5.2 Saran ... 122

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 1 Keanggotaan serikat pekerja, federasi, konfederasi... 43

Tabel 2 Data responden berdasarkan perwakilan ... 72

Tabel 3 Data responden berdasarkan jenis kelamin ... 73

Tabel 4 Data responden berdasarkan usia... 74

Tabel 5 Data responden berdasarkan pendidikan terakhir ... 75

Tabel 6 Jawaban responden tentang kebijakan upah minimum kota sebagai instrumen dalam penentuan tingkat upah ... 76

Tabel 7 Jawaban responden tentang terpenuhinya tuntutan buruh Dan pengusaha akan tingkat upah dalam formulasi ... 67

Tabel 8 Jawaban responden tentang perlunya kesepakatan akan upah dari Masing-masing anggota perwakilan ... 78

Tabel 9 Jawaban responden tentang penerimaan usulan upah yang direkomendasikan oleh aktor lainnya………... .... 79

Tabel 10 Jawaban responden tentang kesesuaian proses formulasi UMK Tahun 2010 dengan tuntutan buruh dan pengusaha ... 80

Tabel 11 Jawaban responden tentang proses formulasi UMK dengan Permenakertrans No. 17 tahun 2005 ... 81

Tabel 12 Jawaban responden tentang Permenakertrans no 17 tahun 2005 sebagai dasar dalam mekanisme formulasi upah minimum ... 82

(11)

berlaku dalam formulasi upah ... 84

Tabel 15 Jawaban responden tentang ada tidaknya aktor yang mendominasi

dalam formulasi upah minimum Kota Medan tahun 2010 ... 85

Tabel 16 Jawaban responden tentang kesesuaian nilai KHL

tahun 2009 dengan Permenakertrans No 17 tahun 2005………86

Tabel 17 Jawaban responden tentang nilai KHL dengan tingkat

kebutuhan saat ini ... 87

Tabel 18 Jawaban responden tentang kesesuaian item yang disurvei

dengan tingkat harga kebutuhan saat ini ... 88

Tabel 19 Jawaban responden tentang adanya survei lain yang dilakukan

masing-masing aktor ... 89

Tabel 20 Jawaban responden tentang kesesuaian formulasi upah minimum

Kota Medan tahun 2010 dengan survei KHL ... 90

Tabel 21 Jawaban responden tentang kesepakatan usulan tingkat upah dalam

formulasi upah minimum Kota Medan ... 91

Tabel 22 Jawaban responden tentang perdebatan dalam pembahasan

usulan upah ... 92

Tabel 23 Jawaban responden tentang perdebatan yang terjadi adalah

karena perbedaan pandangan ... 93

Tabel 24 Jawaban responden tentang perdebatan yang terjadi juga karena

usulan upah yang direkomendasikan masing-masing aktor ... 94

Tabel 25 Jawaban responden tentang metode penyelesaian permasalahan

yang paling sesuai dengan perumusan upahminimum... 95

Tabel 26 Mekanisme formulasi upah minimum kota ... 106

(12)

Tabel 28 Survei kebutuhan hidup layak ... 112

Tabel 29 Interaksi antar aktor dalam formulasi upah minimum Kota

Medan tahun 2010 ... 115

Tabel 30 Formulasi upah minimum Kota Medan tahun 2010 ... 117

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Terbentuknya isu publik ... 12

Gambar 2 Bar chat mekanisme formulasi upah minimum kota ... 107

Gambar 3 Bar chat aturan atau regulasi yang mengatur upah

minimum kota ... 109

Gambar 4 Bar chat survei kebutuhan hidup layak ... 113

Gambar 5 Bar chat interaksi antar actor dalam formulasi upah minimum kota medan tahun

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Kuesioner serikat pekerja/serikat buruh

Lampiran 2 Daftar Kuesioner unsur pemerintah

Lampiran 3 Daftar Kuesioner unsur APINDO

Lampiran 4 Surat Permohonan Judul Skripsi

Lampiran 5 Surat Penunjukan Dosen Pembimbing

Lampiran 6 Jadwal Seminar Proposal Penelitian

Lampiran 7 Undangan Seminar Proposal Penelitian

Lampiran 8 Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Penelitian

Lampiran 9 Berita Acara Seminar Proposal Penelitian

Lampiran 10 Surat Izin Permohonan Penelitian dari FISIP USU

Lampiran 11 Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian dari kantor dinas social dan

(14)

ABSTRAK

FORMULASI UPAH MINIMUM KOTA MEDAN TAHUN 2010

Nama : ESRY MARLIZA SOFIANA

NIM : 060903060

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen : Ilmu Administrasi Negara Pembimbing : DrS. M. Ridwan Rangkuti. M,si

Penelitian ini berjudul “Formulasi Upah Minimum Kota Medan Tahun 2010”, dimana tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana mekanisme formulasi upah minimum Kota Medan tahun 2010 dan menganalisis interaksi antar aktor yang terlibat dalam proses formulasi sehingga menghasilkan kesepakatan akan usulan upah. Upah minimum kota adalah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah yang menjadi dasar bagi setiap perusahaan dalam membayar upah buruhnya. Upah minimum kota merupakan safety net bagi para buruh. Hal ini karena buruh selalu memiliki posisi tawar yang rendah jika berhadapan dengan pengusaha terutama dalam peentuan tingkat upah. Oleh karena itu kebijakan upah minimum menjadi safety net bagi para buruh.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan sumber data responden dan informan kunci. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, wawancara, dan studi dokumentasi/kepustakaan. Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa sebagaian besar responden mengatakan bahwa formulasi upah minimum Kota Medan sudah baik. Hal ini karena formulasi upah minimum kota medan sudah sesuai dengan Permenakertrans No 17 tahun 2005 tentang komponen dan pelaksanaan pencapaian kebutuhan hidup layak. Salah satu dasar dalam formulasi upah minimum kota adalah survei KHL dan untuk kota medan sendiri upah minimum kota sudah diatas KHL.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persoalan-persoalan ketenagakerjaan di Indonesia merupakan masalah nasional yang

memang sangat kompleks. Namun masalah pengupahan menjadi masalah utama yang tidak

pernah ada habisnya. Selama ini pemerintah memandang masalah ketenagakerjaan hanya pada

bagaimana menangani masalah surpus labour ataupun masalah angkatan kerja yang semakin

membludak namun kesempatan kerja yang tersedia sangatlah terbatas. Sehingga hal-hal yang

berkaitan dengan perlindungan, dan perbaikan kesejahteraan buruh ditinggalkan begitu saja.

Termasuk masalah pengupahan yang masih jauh dari concern pemerintah, hal ini dapat dilihat

dari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah belum mampu menampung dan

menyelesaikan masalah pengupahan yang dihadapi buruh.

Isu upah memang merupakan isu panas sejak dulu. Hari ini, penentuan upah di daerah (

Kabupaten/Kota) adalah medan perang paling nyata bagi para buruh. Upah jelas lebih

merupakan isu eksistensial bagi buruh, yang sungguh nyata dan sungguh penting. Setiap

tahunnya tuntutan-tuntutan dan aspirasi buruh selalu diteriakkan lewat media perjuangan mereka

yaitu melalui serikat-serikat pekerja/buruh yang mewakili kepentingan mereka. Perbaikan

kesejahteraan buruh menjadi tuntutan utama para buruh yang menginginkan adanya perubahan

kehidupan yang lebih layak demi kelangsungan hidup mereka. Hal ini akan menjadi masalah

yang komleks jika dikaitkan dengan tingkat kebutuhan buruh yang tidak sesuai dengan tingkat

(16)

Di Indonesia sendiri masalah upah masih menjadi masalah yang membutuhkan perhatian

lebih dalam penyelesaiannya, mengingat masalah upah merupakan masalah teratas yang terjadi

dalam ketenagakerjaan. Pengupahan menjadi masalah utama dalam ketenagakerjaan tidak lain

karena disebabkan masih rendahnya tingkat upah di Indonesia. Penelitian TURC (Trade Union

Rights Centre) menyebutkan pada 1997 upah minimum buruh mampu membeli 350 kg beras

(dengan harga beras Rp700 rupiah per kilogram pada tahun itu), sedangkan upah minimum

buruh 2008 hanya mampu untuk membeli beras sebanyak 160 kilogram beras (dengan asumsi

harga beras Rp 5.000 per kg di tahun ini). Ini bermakna upah riil buruh berkurang hampir 50 %.

Penelitian INDOC juga menyatakan upah buruh Indonesia kini sangat rendah, hanya berkisar 5%

sampai 6% dari biaya produksi. Data yang diperoleh dari Departemen Tenaga Kerja dan

Transmigrasi menyatakan upah buruh hanya menghabiskan 25 persen dari total komponen

pengeluaran perusahaan, yang 60 persen adalah biaya produksi, 15 persen lain uang siluman

yang terus-menerus dilakukan oknum aparat pemerintah.

Upah merupakan komponen penting dalam ketenagakerjaan, yaitu sebagai salah satu

unsur dalam pelaksanaan hubungan kerja, yang mempunyai peranan strategis dalam pelaksanaan

hubungan industrial. Upah diterima pekerja atas imbalan jasa kerja yang dilakukannya bagi

pihak lain, sehingga upah pada dasarnya harus sebanding dengan kontribusi yang diberikan

pekerja untuk memproduksi barang atau jasa tertentu. Dalam menentukan tingkat upah

pihak-pihak sebagai pelaku penerima pekerjaan (buruh) dan pemberi pekerjaan memiliki pandangan

yang berbeda. Bagi pengusaha upah merupakan bentuk biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan,

yang berdampak pada keuntungan perusahaan. Oleh karena itu dalam penetapan tingkat upah

(17)

Perbedaan pandangan mengenai penetapan tingkat upah Ini sering memicu perselisihan

antara buruh dan pengusaha. Oleh karena itu untuk mencapai kesepakatan dalam penentuan

tingkat upah maka peran dan intervensi pemerintah perlu dilibatkan. Hal ini juga sebagai bentuk

perlindungan buruh yang memang menjadi kaum inferior jika berhadapan dengan pengusaha.

Posisi tawar buruh yang rendah menyebabkan ketidakseimbangan posisi buruh jika berhadapan

dengan pengusaha. Adanya intervensi dan peran pemerintah dalam hubungan industrial adalah

bentuk penguatan terhadap posisi tawar buruh yang memang tidak seimbang antara buruh ketika

berhadapan dengan pengusaha.

Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan industrial adalah dalam

penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah minimum. Upah minimum

diartikan sebagai ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan

untuk membayar upah sekurang-kurangnya sama dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) kepada

pekerja yang paling rendah tingkatannya. Dengan kata lain, bahwa upah minimum dapat

dikatakan sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah untuk melindungi kelompok

pekerja lapisan paling bawah di setiap perusahaan agar memperoleh upah serendah-rendahnya

sesuai dengan nilai atau harga kebutuhan hidup layak.

Formulasi upah dilakukan secara tripartit antara pengusaha, pemerintah dan serikat

buruh untuk mencapai kesepakatan akan tingkat upah yang adil bagi semua pihak, terutama adil

buat buruh. Berangkat dari perbedaan pandangan antara pengusaha dan buruh tadi, maka dalam

hal penetapan tingkat upah bukanlah hal yang mudah. Masing-masing pihak memiliki

kepentingan yang berbeda, sehingga untuk mencapai kesepakatan mengenai tingkat upah tidak

(18)

berpengaruh pada keputusan-keputusan yang diambil dalam proses formulasi kebijakan UMK.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti formulasi upah minimum Kota Medan tahun 2010

dan menganalisis interaksi antara pengusaha, serikat buruh dan pemerintah dalam menentukan

tingkat upah minimum yang menjadi hasil kesepakatan dari ketiga lembaga tersebut.

Formulasi UMK haruslah berangkat dari tuntutan-tuntutan buruh akan upah yang layak

bagi mereka. Karena Formulasi yang baik adalah formulasi yang mampu merumuskan tuntutan

serta mampu dilaksanakan nantinya. Inilah kemudian yang menjadi bentuk komunikasi dan

pembahasan bersama yang dilakukan secara tripartit dalam hal perumusan tingkat upah yang

adil, yaitu mampu memenuhi standar kelayakan hidup buruh dan bagi pengusaha tentunya tidak

memberatkan dan mengancam keuntungan perusahaan.

Tuntutan-tuntutan buruh akan upah yang layak menjadi input dalam formulasi kebijakan

pengupahan. Tuntutan yang lahir dari buruh ini selanjutnya akan dikonversi dalam proses

formulasi menjadi kebijakan pengupahan nantinya. Melalui Formulasi kebijakan pengupahan

dirumuskan tingkat upah yang menjadi dasar pengupahan setiap daerah. Oleh karena itu besaran

tingkat upah masing-masing daerah kabupaten/kota berbeda. Hal ini disesuaikan berdasarkan

kemampuan ekonomi makro setiap daerah.

Persoalan lain dalam formulasi UMK (Upah Minimum Kota) adalah mengenai Survei

KHL (Kebutuhan Hidup Layak). Persoalan penentuan harga barang yang menjadi item atau

komponen KHL menjadi salah satunya, buruh menghendaki barang-barang dengan harga yang

relatif tinggi sebaliknya unsur pengusaha ingin mendapatkan data barang-barang dengan harga

(19)

rekomendasi saja dalam menentukan besaran upah dan tidak ditetapkan sepenuhnya. Inilah yang

membuat survei KHL masih sangat lemah.

Survei KHL adalah survei yang dilakukan oleh dewan pengupahan terhadap item-item

KHL yang disepakati dan yang mewakili kebutuhan buruh yang sebenarnya. Dengan

disahkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dalam pasal 88

ayat (4) diamanatkan bahwa pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan Kebutuhan

Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam

pasal 89 juga dijelaskan bahwa Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam penetapan upah minimum

dicapai secara bertahap. Kebutuhan Hidup Layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar

kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik

secara fisik, non fisik dan sosial untuk kebutuhan 1 (satu) bulan (Permenakertrans Nomor

PER-17/MEN/VIII/2005 Pasal 1) .

Survei KHL sebagai faktor intern yang mempengaruhi formulasi UMK, adalah survei

yang memperhitungkan sejumlah item-item dasar kebutuhan buruh berdasarkan survei pasar

yang dilakukan oleh dewan pengupahan. Namun, “Mengapa upah minimum masih saja rendah

padahal survei KHL telah dilakukan?”. “Apakah formulasi UMK yang selama ini sudah

mencerminkan pencapaian Kebutuhan Hidup Layak buruh ?“. Ada banyak hal yang perlu

dipertanyakan dalam hal ini. UMK sebagai safety net bagi buruh pastinya menjadi harapan buruh

untuk mendapatkan upah yang layak.

Begitu halnya untuk Kota Medan, Upah Minimum Kota (UMK) Kota Medan pada tahun

(20)

ini dinyatakan masih kurang cukup bagi buruh karena adanya peningkatan kebutuhan

berdasarkan laju inflasi.

Sejak diberlakukannya UMK Medan mulai tahun 2006, Upah Minimum Kota selalu

mengalami kenaikan. Tahun 2006 upah minimum kota medan Rp 750.000,. tahun 2007 sebesar

Rp. 820.000 naik sekitar 9,23 %. untuk tahun 2008 sebesar Rp 918.000 naik sekitar 11,9 % dari

tahun 2007, dan untuk tahun ini naik sebesar 8 % dari tahun 2009. Data diatas dapat kita

bandingkan dengan tingkat KHL nya sebagai salah satu dasar dalam penetapan UMK. Tahun

2006 sebesar Rp 799.827,66 tahun 2007 sebesar Rp 913.188,16. Tingkat KHL naik sekitar

31,6% di tahun 2007. Dan tahun 2008 sebesar Rp 1.053.231,32 turun 15,3% dari tingkat KHL

sebelumnya. Dari data diatas menunjukan bahwasanya penetapan Upah walaupun besaran upah

minimum kota selalu meningkat dari tahun ke tahun tapi tidak sesuai dengan kebutuan riil buruh.

Ini menjadi fokus kajian yang menarik bagi penulis.

Berdasarkan Berita Acara Dewan Pengupahan Kota Medan tentang Perumusan Upah

Minimum Kota Medan dan Surat Rekomendasi Wali Kota Medan No 560/ 17230 perihal

Penetapan Upah Minimum Kota Medan 2010. UMK Medan 2010 ditetapkan sebesar

Rp1.100.000 per bulan dan mulai berlaku sejak Januari. Ini berarti bahwa perusahaan-perusahaan

di Medan dilarang untuk membayar upah buruhnya dibawah harga umk yang ditetapkan tersebut.

Dan bagi perusahaan yang memberikan upah lebih tinggi dari UMK yang ditetapkan dilarang

untuk mengurangi atau menurunkan upah.

KHL sebagai dasar penetapan UMK sangatlah krusial dalam perumusan pengupahan.

(21)

belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan yang menyatakan bahwasanya UMK haruslah

sesuai dengan standar KHL, yang pencapaiannya dilakukan secara bertahap.

Melihat persoalan-persoalan yang telah dipaparkan diatas peneliti sangat tertarik untuk

melakukan penelitian tentang Formulasi Upah Minimum Kota (UMK) medan tahun 2010 dan

melihat interaksi antara pengusaha, serikat buruh dan pemerintah dalam menentukan tingkat

upah minimum sebagai hasil kesepakatan dari ketiga lembaga tersebut.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini yang

menjadi perumusan masalahnya adalah:

1. Bagaimana proses perumusan Upah Minimum Kota Medan (UMK) tahun 2009?

2. Bagaimana interaksi antara pengusaha, serikat pekerja, dan pemerintah daerah dalam

menentukan tingkat Upah Minimum Kota Medan tahun 2009?

C. Tujuan penelitian

Penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pada dasrnya memiliki tujuan

penelitian yang ingin dicapai. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses atau mekanisme formulasi UMK Kota Medan tahun 2010

2. Untuk mengetahui bagaimanakah interaksi antar aktor dalam proses formulasi kebijakan

UMK

3. Untuk mengetahui apakah besaran UMK Kota Medan tahun 2010 sudah mencerminkan

(22)

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini tentunya akan diperoleh hasil yang diharapkan dapat memberimanfaat

bagi peneliti maupun bagi pihak lain yang membutuhkan. Adapun manfaat dari penelitian ini

adalah:

1. Bagi penulis

Penelitian ini bermanfaat untuk melatih dan mengembangkan kerangka berfikir ilmiah

dan menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah, sekaligus untuk menambah bahan pengetahuan

dan pemahaman tentang pengupahan buruh khususnya melalui kebijakan Formulasi Upah

Minimum Kota.

2. Bagi departemen Ilmu Administrasi Negara

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi bagi mahasiswa yang tertarik pada

bidang kajian ini, dan bermanfaat untuk mengembangkan minat mahasiswa terutama dalam

fokus kajian kebijakan publik.

3. Bagi Dinas sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam memformulasikan Upah Minimum

(23)

1. KEBIJAKAN PUBLIK

Menurut Dye publik policy atau kebijakan publik adalah “whatever governments choose

to do or not to do”. Disini tegas dinyatakan bahwa apa yang diputuskan oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan itulah yang merupakan public policy atau kebijakan publik.

Defenisi Dye itu didasarkan pada kenyataan bahwa banyak sekali masalah-masalah yang harus

diatasi, banyak sekali keinginan dan kehendak rakyat yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Oleh

karena itu pemerintah harus menentukan sikap atau bertindak atau tidak melakukan tindakan

sama sekali untuk itu. Karena Itu menunjukan sikap pemerintah dalam menyelesaikan suatu

masalah publik.

Dan menurut Heclo dalam buku Jones (1994: 44) mendefenisikan kebijakan adalah suatu

arah kegiatan yang tertuju kepada tercapainya beberapa tujuan. Suatu kebijakan akan lebih cocok

dilihatnya sebagai suatu arah tindakan atau tidak dilakukannya tindakan daripada sebagai

sekedar suatu keputusan atau tindakan belaka.

Begitu halnya Dalam bidang ketenagakerjaan salah satu masalah yang dihadapi buruh

dari tahun ke tahun adalah persoalan pengupahan. Oleh karena itu pemerintah menetapkan

kebijakalan upah minimum sebagai bentuk penyelesaian atas banyaknya masalah-masalah

pengupahan yang terjadi. Kebijakan pengupahan lahir atas tuntutan-tuntutan buruh yang

menuntut peran pemerintah untuk turut serta atau campur tangan dalam menyelesaikan masalah

pengupahan yang memang tidak pernah ada habisnya.

Pertentangan dan perdebatan antara buruh dan pengusaha kerap kali menjadi hal yang

beruntut pada ketidakpuasan buruh atas upah yang mereka diterima. Karenanya untuk mencapai

(24)

pemerintah berperan sebagai mediator. Inilah yang disebut dengan lembaga tripartit. Dan dalam

kebijakan pengupahan lembaga tripartit ini disebut dengan dewan pengupahan. Semua

kesepakatan tentang tingkat upah minimum yang dibuat merupakan hasil kesepakatan dari ketiga

lembaga tersebut. Bagaimana pemerintah, dunia usaha, dan serikat pekerja berinteraksi dalam

merumuskan tingkat upah minimum sehingga nantinya mencapai kesepakatan akan tingkat

upah minimum yang layak bagi buruh serta tidak merugikan perusahaan? Ini semua menjadi

tugas dan taggung jawab dewan pengupahan.

1.1 Pengambilan Keputusan Mengenai Kebijakan Pengupahan

Pengambilan keputusan Kebijakan publik tidak lain adalah bagaimana untuk

menyelesaikan masalah (issue) dan mengatasi berbagai persoalan-persoalan publik dan juga

untuk mencapai suatu tujuan demi kepentingan masyarakat (publik interest). Berhubungan

dengan itu maka tujuan-tujuan yang ditetapkan dalam keputusan kebijakan haruslah jelas.

Karena suatu kebijakan pemerintah yang baik haruslah mengandung kepentingan rakyat dalam

tujuan kebijakan tersebut. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dan memenuhi kepentingan

dan kebutuhan masyarakat maka pemerintah haruslah mengenali dan memahami apa yang

menjadi tuntutan dan kepentingan masyarakat tersebut. Proses Pengambilan keputusan kebijakan

publik untuk tahap formulasi dimulai dengan perumusan atau penentuan masalah kebijakan,

dilanjutkan dengan penyusunan agenda kebijakan, dan pengembangan alternatif atau usulan

kebijakan.

(25)

Menurut Robert Eyestone suatu masalah (issue) timbul apabila masyarakat umum

menghendaki adanya tindakan pemerintah dengan adanya masalah (problem) yang mereka

hadapi, sedang mereka tidak mempunyai kesepakatan dalam penyelesaiannya. Dalam hal ini

pememerintah dibutuhkan perannya untuk menyelesaikan masalah publik yang memang sudah

masuk dalam issue areas.

Menurut James Anderson mengatakan bahwa, suatu masalah dapat diartikan secara

formal sebagai kondisi atau situasi yang menghasilkan kebutuhan-kebutuhan atau

ketidakpuasan-ketidakpuasan pada rakyat untuk mana dicari-cari penanggulangannya. Suatu problem akan

menjadi problem-problem kebijakan apabila problem-problem tersebut dapat membangkitkan

orang banyak untuk melakukan tindakan terhadap problem tersebut.

Dan menurut Jones membedakan “problems” dengan “issue”. Jones mengartikan

“issues” itu sebagai controversial publik problems “ yaitu problem-problem yang bertentangan

satu sama lain. Dan ia juga menegaskan bahwa tidak semua problem dapat menjadi problem

umum, tidak semua problem umum dapat menjadi issues dan tidak semua isu dapat dimasukkan

ke dalam agenda pemerintahan.

Perkembangan itu dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Terbentuknya isu publik (public issue)

event

problem

public

problems

(26)

Di tengah-tengah masyarakat peristiwa atau kejadian-kejadian yang merupakan “event”

dan yang mendapat perhatian dari seseorang Nampak sebagai masalah (problem). Tidak semua

peristiwa atau kejadian dalam masyarakat berkembang menjadi problem, barulah jika seseorang

mencetuskan idenya atau tanggapan terhadap problem tersebut. Kemudian hal tersebut

diperbincangkan bersama oleh orang-orang dalam masyarakat “public problem” lalu

berkembang pula menjadi masalah bersama yang memerlukan penyelesaian (public issue).

(Soenarko, 2000: 103).

Masalah pengupahan berkembang di masyarakat sebagai bentuk ketidakpuasan buruh

akan kebijakan upah selama ini. Tuntutan-tuntutan buruh dan aspirasi buruh untuk mendapatkan

upah yang layak tidak pernah terpenuhi. Tingkat upah yang diterima buruh masih sangat rendah,

padahal tingkat kebutuhan semakin meningkat. Oleh karena itu masalah pengupahan adalah

masalah yang fundamen dan krusial dalam ketenagakerjaan.

1.1.2 Penentuan agenda (agenda setting)

Agenda setting tidak lain adalah proses bagaimana mengartikulasi dan mengagregasi

aspirasi-aspirasi dan tuntutan masyarakat agar masuk dalam agenda pemerintahan untuk

dirumuskan menjadi suatu kebijakan nantinya. Agenda setting adalah proses untuk mengubah

bagaimana isu publik menjadi isu agenda. Karena tidak semua tuntutan rakyat tersebut

dirumuskan menjadi suatu kebijakan, melainkan masalah-masalah yang berkembang menjadi

“issue” yaitu masalah yang memerlukan penyelesaian pemerintah dan harus menjadi perhatian

(27)

Dari sekian banyak masalah itu yang masuk menjadi perhatian pemerintah tidaklah

banyak, yang mendapat perhatian dan terpilih itulah yang kemudian menjadi acara dalam agenda

kebijakan (policy agenda). (Soenarko, 2000: 79)

Ada 2 macam agenda yaitu:

1. systemic agenda, yaitu bahwa dalam pembicaraan atau perbincangan masalah masih berada dalam masyarakat, yang pada umumnya oleh pemimpin-pemimpin parpol,

pemimpin kelompok kepentingan, dan pemimpin golongan masyarakat sebelum menjadi

acara atau agenda pemerintah. Agenda disini merupakan “discussion agenda”.

2. Institutional agenda, yaitu bahwa sudah menjadi acara perbincangan pemerintah serta

untuk diuruskan dalam penyelesaiannya. Di sini masalah sudah menjadi perhatian yang

lebih pasti untuk ditetapkan menjadi kebijakan (policy) atau tidak ditetapkan namun

terjadilah suatu keputusan. Agenda ini merupakan “action agenda”.

Dalam tahap agenda setting, masalah pengupahan masuk dalam agenda pemerintahan

adalah melalui serikat pekerja atau serikat buruh yang mewakili kepentingan para buruh untuk

membela dan memperjuangkan hak-hak buruh dalam menghadapi pengusaha yang menjadi

kaum superior. Ketidakpuasan buruh dan berbagai pelanggaran hak-hak buruh adalah problem

yang memang butuh penyelesaian dari pemerintah. Itulah yang menjadi dasar bagi media

perjuangan serikat buruh untuk memperjuangkan hak-hak buruh untuk menjadi agenda

pemerintah.

(28)

2.1 Pengertian Formulasi Kebijakan

Menurut Islamy (2001: 92) perumusan kebijakan adalah kegiatan menyusun dan

mengembangkan serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah. Yang termasuk

dalam kegiatan tersebut adalah: bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan atau

alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah tersebut. Serta siapa saja yang berpartisipasi dalam

formulasi kebijakan.

Menurut Soekarno (2003:132) Perumusan kebijaksanaan adalah merupakan kegiatan

perencanaan (policy planning) dengan meletakkan keputusan-keputusan hasil analisa masalah

dalam rancangan kebijaksanaan pemerintah. Sejauh mana kebijakan berhasil dalam masyarakat,

sangat ditentukan oleh perumusan kebijakan itu. Banyak kebijakan yang secara umum

dipandang para ahli cukup baik, tetapi tidak berhasil diterapkan dalam masyarakat sehingga

tidak berhasil mencapai tujuan yang diharapkan. Sebaliknya ada kebijakan yang kelihatannya

kurang bermutu dilihat dari substansinya, namun diterima masyarakat karena mewakili

aspirasinya, sekalipun dalam pencapaian tujuan terdapat banyak kekurangan.

Formulasi merupakan turunan dari formula yang berarti untuk pengembangan metode,

rencana untuk tindakan dalam suatu masalah. Ini merupakan permulaan dari kebijakan

pengembangan fase atau tahap dalam kebijakan publik. Dan yang paling khas dalam tahap ini

adalah bagaimana menyatukan persepsi seseorang tentang kebutuhan dan kepentingan

masyarakat tentang kebutuhan yang muncul di masyarakat, bagaimana dilaksanakan, siapa yang

terlibat, dan siapa yang dapat manfaat atau keuntungan dari issue tersebut. Formulasi merupakan

(29)

Menurut Jones (1994: 150) bahwa formulasi adalah suatu aktifitas yang mengandung

unsur politik, walau ini tidaklah dilakukan seorang anggota parpol. Dengan menggunakan

perencanaan yang lebih netral pun tidak dapat menghindari dan mengubah hal yang demikian.

Saling mempengaruhi persepsi seseorang dalam merumuskan kebijakan pastilah tidak dapat

dihindari. Masing-masing pembuat kebijakan yang memiliki persepsi berbeda akan menyarankan

Bagaimana agar ide atau perencanaan dan rancangan miliknya tersebut dapat ditetapkan.

2.2 Pengembangan Alternatif Kebijakan

Salah satu tahap dalam perumusan kebijakan publik adalah tahap pengembangan

alternatif kebijakan dan menentukan kriteria seleksi terhadap berbagai alternatif yang

ditawarkan. Kebijakan yang dipilih adalah kebijakan yang telah lolos dari proses seleksi karena

dipandang lebih unggul daripada alternatif kebijakan yang lain.

Menurut Islamy (2001: 92-95) Setelah beberapa masalah umum dapat masuk dalam

agenda pemerintah, maka langkah selanjutnya adalah perumusan usulan-usulan kebijakan publik

(policy agenda). Perumusan kebijakan adalah kegiatan menyusun dan mengembangkan

serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah. Yang termasuk ke dalam kegiatan

ini adalah: mengidentifikasi alternatif, mendefenisikan dan merumuskan alternatif, dan memilih

alternatif yang “memuaskan” atau paling memungkinkan untuk dilaksanakan”.

1. Mengidentifikasi alternatif

Problem-problem umum yang telah jelas dirumuskan oleh pembuat kebijakan dan telah

disepakati untuk memasukkannya ke dalam agenda pemerintah berarti siap untuk dibuatkan

usulan kebijakan untuk memecahkan masalah tadi. Sebelum pembuat kebijakan merumuskan

(30)

untuk kepentingan pemecahan masalah tersebut. Alternatif-alternatif kebijakan itu tidak begitu

saja tersedia. Terhadap problem yang hampir sama maka pembuat kebijakan dapat menggunakan

alternatif-alternatif kebijakan yang pernah dipilih namun untuk problem-problem baru pembuat

kebijakan dituntut untuk secara kreatif menemukan alternatif-alternatif kebijakan yang baru.

2. Mendefenisikan dan merumuskan alternatif kegiatan

Mendefenisikan dan merumuskan alternatif ini bertujuan agar masing-masing alternatif yang

telah dikumpulkan oleh pembuat kebijakan tersebut. Nampak dengan jelas pengertiannya.

Semakin jelas alternatif itu diberi pengertian maka akan semakin mudah pembuat kebijakan

menilai dan mempertimbangkan aspek positif dan negative dari masing-masing alternatif

tersebut. Sebaliknya, alternatif yang tidak dapat didefenisikan atau dirumuskan dengan baik

maka tidak akan dapat dipakai secara baik sebagai alternatif kebijakan untuk memecahkan

masalah. Selain itu persamaan persepsi sebagai hasil dari proses berfikir yang empatik pada

setiap pembuat kebijakan sangat diperlukan sehingga dapat mendefenisikan alternatif kebijakan

dengan baik. Hal ini karena alternatif kebijakan yang telah didefenisikan dengan baik dan jelas

akan mempermudah proses penilaian terhadap masing-masing alternatif tersebut.

3. Menilai alternatif

Menilai alternatif adalah kegiatan pemberian bobot (nilai) pada setiap alternatif, sehingga

nampak dengan jelas bahwa setiap alternatif mempunyai nilai bobot kebaikan dan

kekurangannya masing. Dengan mengetahui bobot positif dan negative dari

(31)

bobot positif yang lebih bersar dibandingkan bobot negatifnya, maka apabila dipakai sebagai

alternatif kebijakan akan memberikan dampak atau akibat yang positif juga.

Untuk dapat melakukan penilaian terhadap alternatif dengan baik maka diperlukan

kriteria tertentu, misalnya adalah sampai seberapa jauh alternatif tersebut dapat dilaksanakan dan

diterima semua pihak sehingga menghasilkan dampak yang positif. Kriteria ini tidak hanya

bermakna bahwa pemilihan alternatif kebijakan mempunyai resiko tenaga, biaya, dan waktu,

tetapi jauh lebih penting dari itu adalah bahwa alternatif yang dipilih tersebut benar-benar

berfungsi dengan baik (pragmatis) dan menguntungkan semua pihak.

4. Memilih alternatif kebijakan yang “memuaskan”

Proses pemilihan alternatif kebijakan yang memuaskan atau yang paling memungkinkan

untuk dilaksanakan barulah dapat dilakukan setelah pembuat kebijakan berhasil dalam

melakukan penilaian terhadap alternatif-alternatif kebijakan. Kegiatan memilih alternatif

kebijakan yang memuaskan tidaklah semata bersifat rasional tetapi juga emosional, dalam artian

bahwa pembuat kebijakan para pembuat kebijakan akan menilai alternatif-alternatif kebijakan

sebatas kemampuan rasionya dengan mengantisipasikan dampak positif dan negatifnya, dan

selanjutnya membuat pilihan alternatif tersebut bukan hanya untuk kepentingan dirinya tetapi

juga untuk kepentingan pihak-pihak yang akan memperoleh pengaruh, akibat, dan konsekuensi

dari pilihan alternatif tersebut. Dengan kata lain pemilihan alternatif kebijakan yang memuaskan

itu bersifat obyektif dan subyektif.

(32)

Menurut Patton dan Sarwicki dalam Subarsono (2005: 58) Dalam hubungannya dengan

kriteria yang berfungsi sebagai standar penilaian mengajukan beberapa kriteria sebagai berikut:

a. Kelayakan teknis, ini mencakup dua sub-kriteria yaitu efektivitas dan kecukupan.

Efektifitas menyangkut, apakah alternatif yang dipilih dapat mencapai tujuan yang

diinginkan. Sedangkan kecukupan mencakup seberapa jauh alternatif yang dipilih mampu

memecahkan problem.

b. Kemungkinan ekonomi dan finansial, kriteria ini menyangkut sub-kriteria efisiensi

ekonomi yang mempersoalkan apakah dengan menggunakan resource yang ada dapat

diperoleh manfaat yang maksimal, profitability (keuntungan) mempersoalkan

perbandingan antara input dengan output kebijakan dan efisiensi biaya yaitu

mempersoalkan apakah tujuan dapat dicapai dengan biaya yang minimal.

c. Kelayakan politik kriteria ini mencakup sub-kriteria tingkat penerimaan yaitu apakah

alternatif kebijakan yang bersangkutan dapat diterima oleh para aktor dan masyarakat,

kepantasan yaitu mempersoalkan apakah kebijakan yang bersangkutan tidak bertentangan

dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, daya tanggap yang mempersoalkan

apakah kebijakan tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan aspek keadilan yaitu

mempersoalkan pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.

d. Kelayakan administratif, kriteria ini mencakup sub-kriteria otoritas mempersoalkan

apakah organisasi pelaksana kebijakan cukup memilik otoritas, komitmen institusi

menyangkut komitmen dari para administrator, dan dukungan organisasi adalah ada

(33)

2.4 Formulasi Kebijakan Pengupahan

2.4.1 Aktor-Aktor Dalam Formulasi UMK

Dalam formulasi upah minimum ada aktor-aktor yang terlibat di dalamnya, yang bertugas

untuk merumuskan dan menentukan besaran tingkat upah setiap tahunnya. Aktor-aktor tersebut

merupakan lembaga tripartit yang tergabung dalam suatau lembaga perumusan kebijakan

pengupahan yang disebut dengan dewan pengupahan. Dewan pengupahan adalah lembaga yang

terdiri dari unsur pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah serta akademisi yang

bersifat non-struktural yang memiliki tugas dan fungsi dalam perumusan kebijakan pengupahan

yaitu memberikan saran dan pertimbangan akan tingkat upah minimum.

1. Pengusaha (APINDO)

Di dalam Undang-Undang No 13 tahun 2003 dinyatakan bahwa pengusaha adalah:

a. Orang-perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan

milik sendiri.

b. Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri

menjalankan suatu perusahaan bukan miliknya.

c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili

perusahaan milik sendiri atau badan hukum yang berkedudukan di luar wilayah

Indonesia.

Pada prinsipnya pengusaha adalah pihak yang menjalankan perusahaan milik sendiri

maupun bukan. Secara umum istilah pengusaha adalah orang yang menjalankan suatu usaha

(34)

Menurut Husni ( 2003: 35) wadah bagi pengusaha untuk menjamin usahannya disebut

dengan APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) yang keberadaanya mulai dari tingkat pusat,

provinsi, dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia. APINDO memiliki peran dan fungsi strategis

untuk memberikan perlindungan kepada para anggota-anggotanya demi perkembangan dan

peningkatan usaha secara maksimal. Beberapa peran dan fungsi APINDO antara lain adalah:

membantu dalam hal pembuatan kesepakatan kerja bersama yang dilakukan oleh anggotanya,

membantu menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, ikut mengusulkan penetapan upah

minimum baik regional maupun sektoral, dan ikut aktif dalam dewan penelitian pengupahan

daerah atau pusat.

2. Serikat pekerja atau serikat buruh

Ada begitu banyak kepentingan dan aspirasi yang muncul dalam masyarakat. Pemenuhan

atas kebutuhan dan aspirasi mereka menjadi tuntutan utama yang menjadi dasar perjuangan

sekelompok orang yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama. Berbagai kepentingan yang

muncul, bisa dilihat dari keberadaan kelompok kepentingan yang jumlahnya memang sangat

banyak dan bervariasi. Kelompok kepentingan mengumpulkan dan mengubah

kepentingan-kepentingan yang tercerai-berai di massyarakat,menjadi satu kesatuan untuk kemudian

diperjuangkan, agar menjadi bagian dari kebijakan publik yang member manfaat bagi

kelompoknya.

Menurut Truman, kelompok kepentingan adalah sebuah kelompok pembagi sikap yang

membuat klaim-klaim tertentu atas kelompok-kelompok dalam masyarakat dengan

(35)

Ramlan Surbakti mengatakan bahwa kelompok kepentingan adalah sejumlah orang yang

memiliki kesamaan sifat, sikap, kepercayaan dan atau tujuan yang sepakat mengorganisasikan

diri untuk melindungi dan mencapai tujuan

Menurut Almond kelompok kepentingan adalah setiap organisasi yang berusaha

mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah tanpa, pada waktu yang sama, berkehendak

memperoleh jabatan publik

Fungsi utama kelompok kepentingan

Menurut Almond, yang menekankan pada aspek struktur dan fungsi

komponen-komponen dalam system politik, kelompok kepentingan merupakan salah satu dari struktur yang

terdapatd alam system politik, sebagai bagian dari infrastruktur politik. Fungsi utama kelompok

kepentingan yaitu melakukan artikulasi politik. Artikulasi politik adalah salah satu fungsi yang

dijalankan dalam proses pembuatan kebijakan publik, yang di dalamnya terdapat kegiatan

penggabungan berbagai kepentingan dan tuntutan masyarakat yang akan diubah menjadi

alternatif-alternatif kebijakan. Menurut model proses demokrasi formal dari Dieter Fuchs, fungsi

kelompok kepentingan bersama-sama media massa adalah dalam proses pembuatan dan

implementasi kebijakan publik, yaitu dalam hal pengungkapan berbagai tuntutan. (Faturohman

Deden, dan Wawan Sobari, 2004: 168)

Dari begitu banyak, kelompok kepentingan salah satunya adalah serikat pekerja/serikat

buruh. Yaitu sebuah Kelompok kepentingan yang memperjuangkan hak-hak buruh dalam bidang

ketenagakerjaan. Bagaimana serikat buruh untuk mengubah kepentingan-kepentingan para buruh

menjadi tuntutan-tuntutan yang siap diperjuangkan menjadi salah satu agenda kebijakan publik

(36)

Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk

pekerja/buruh baik dari perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka,

mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi

hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan

keluarganya. Serikat pekerja/serikat buruh memiliki pandangan sendiri akan tingkat upah yang

akan diusulkan nantinya. Yang terpenting dan menjadi tuntutan utama serikat pekerja/serikat

buruh adalah adanya tingkat upah yang layak bagi para buruh. Serikat buruh yang tergabung

dalam dewan pengupahan merupakan perwakilan bagi para buruh, oleh karena itu sebagai

lembaga perjuangan hak-hak buruh maka tuntutan upah yang layak demi peningkatan

kesejahteraan buruh adalah dasar bagi lembaga ini untuk menuntut tingkat upah yang tinggi

dalam forum dewan pengupahan.

Tujuan didirikannya serikat pekerja/serikat buruh adalah untuk memberikan

perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

Menurut Maimun (2004: 24) Untuk mencapai tujuan tersebut, serikat pekerja/serikat buruh

mempunyai fungsi:

a. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan

industrial

b. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerjasama di bidang ketatakerjaan sesuai

tingkatannya.

c. Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(37)

e. Sebagai perencana, pelaksana dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pemerintah daerah

Dalam PP No 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah bahwa Pemerintahan

Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam

sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD

1945. Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas bupati atau walikota dan perangkat

daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. Dan perangkat pemerintah daerah

kabupaten/kota adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan

daerah yang terdiri dari secretariat daerah, secretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis

daerah, kecamatan dan kelurahan.

Pemerintah selaku penguasa negara berkepentingan agar roda perekonomian nasional dan

pendistribusian penghasilan dapat berjalan dengan tertib dan lancar sehingga tidak

membahayakan keamanan negara. Begitu halnya di tingkat kabupaten/kota demi menjamin

keberlangsungan perekonomian daerah menjadi tanggung jawab pemerintahan daerah. Salah

satunya adalah dalam bidang ketenagakerjaan, sebagai sector yang bersentuhan langsung dengan

nasib dan hak dasar golongan masyarakat tertentu yaitu buruh dan dunia usaha. Maka,

pemerintah berkewajiban agar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat

(38)

Untuk menjamin peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dengan adil

diperlukan campur tangan pemerintah melalui instansi/departemen khusus yang menangani

masalah ketenagakerjaan yaitu Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja. Dinas sebagai lembaga

penyelenggara urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Untuk tingkat Kabupaten/Kota maka pemerintah daerah yang dimaksud adalah semua elemen

pemerintah daerah yang terlibat dalam perumusan upah minimum yaitu anggota dinas tenaga

kerja dan transmigarasi yang bertugas dalam bidang pengupahan, perwakilan dari BPS, dan

perwakilan dari Bappeda kota, dan perwakilan Sekdakot . Dalam bidang ketenagakerjaan,

pemerintah melalui dinas tenaga kerja mempunyai fungsi pembinaan, pengawasan dan

penyidikan. (Husni, 2003: 47)

a. Pembinaan, pembinaan yang dilakukan pemerintah terhadap unsur-unsur dan

kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dan

terkoordinasi dengan mengikutsertakan organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh

dan organisasi profesi terkait, baik melalui kerjasama nasional maupun internasional.

b. Pengawasan, pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja dimaksudkan

untuk menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Pengawasan biasanya dilakukan di tempat kerja dengan melihat dan memerikasa secara

langsung syarat-syarat kerja, waktu kerja, waktu lembur, upah minimum, serta aspek-aspek

keselamatan dan kesehatan kerja. Bagi pekerja/buruh pengawasan menjamin terlaksananya

hak-hak pekerja/buruhyang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, dan bagi

penguaha pengawasan merupakan sarana untuk memperoleh penjelasan dari pihak yang

(39)

c. Penyidikan, peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan memuat

ketentuan-ketentuan pidana bagi pihak yang melanggarnya. Guna mengetahui apakah telah terjadi

pelanggaran pidana di bidang keetenagakerjaan maka ditunjuk pegawai atau badan yang

berwenang dan kompeten melakukan penyidikan.

Dalam hal penetapan upah minimum maka ketiga aktor tersebut memiliki posisi, peran

dan fungsi yang sama. Hal ini dikarenakan lembaga tripartit tersebut tergabung dalam suatu

lembaga nonstruktural yang disebut dengan dewan pengupahan. Namun kenyataan yang sering

di dapat bahwa pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah memberikan pengaruh

dan tekanan yang berbeda dalam mempengaruhi isi kebijakan pengupahan. Kelompok pengusaha

memberikan tekanan dan pengaruh yang dominan dibandingkan serikat pekerja/serikat buruh

terhadap pembuat kebijakan atau pemerintah. Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh

memiliki kepentingan yang sangat besar dalam hal ini, karena kedua lembaga tersebut berdiri di

atas dua kepentingan yang bertentangan. Oleh karena itu pertentangan dan perdebatan untuk

saling mempertahankan persepsi dan pandangan tentang upah selalu mewarnai forum diskusi

penentuan tingkat upah minimum.

2.4.2 Formulasi kebijakan pengupahan

Formulasi kebijakan pengupahan adalah kegiatan menyusun dan mengembangkan

serangkaian alternatif-alternatif tindakan dalam menentukan tingkat upah yang dilakukan

lembaga tripartit yang terdiri dari unsur pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah

daerah.

(40)

Dalam pengembangan alternatif kebijakan pengupahan pemerintah daerah, serikat

pekerja/serikat buruh, dan dunia usaha memiliki pandangan dan persepsi masing-masing.

Masing-masing lembaga mengusulkan atau merekomendasikan tingkat upah yang berbeda-beda

karena mereka melihat dari sudut pandang dan kepentingan yang berbeda-beda juga. Serikat

pekerja/serikat buruh selalu menghendaki tingkat upah yang lebih tinggi dari perwakilan

pengusaha, sedangkan untuk perwakilan pemerintah berperan sebagai stabilisator.

Permasalahan yang sering muncul dalam penentuan upah minimum adalah perbedaan

persepsi tentang nilai kebutuhan hidup layak (KHL) hasil survei yang akan dijadikan dasar

pertimbangan dalam merumuskan usulan penetapan upah minimum. Hampir dapat dipastikan

bahwa nilai KHL hasil survei dalam persepsi pihak serikat pekerja/serikat buruh cenderung lebih

tinggi dibanding nilai KHL dalam persepsi pengusaha, hal ini sangat terkait dengan kepentingan

masing-masing pihak.

a. Perumusan upah minimum menurut pengusaha (APINDO)

Perumusan upah minimum oleh pengusaha adalah serangkaian tindakan yang dilakukan

oleh pengusaha dalam mengembangkan berbagai alternatif tindakan dalam menentukan tingkat

usulan upah yang nantinya menjadi dasar pertimbangan untuk mencapai kesepakatan tingkat

upah minimum.

Pengusaha sebagai pemberi kerja memiliki pengaruh yang dominan, sehingga dalam hal

penentuan tingkat upah yang akan diusulkan menjadi upah minimum pengusaha akan burusaha

menekan bagaimana agar tingkat upah yang berlaku rendah dan tidak sampai mengurangi

(41)

Sebelum menentukan usulan tingkat upah minimum unsur pengusaha melakukan survei

KHL bersama dengan tim survei yang tergabung dalam dewan pengupahan. Hasil survei inilah

yang nantinya menjadi dasar bagi setiap aktor termasuk APINDO (Asosiasi Pengusaha

Indonesia) dalam menyampaikan usulan upah yang mewakili kepentingan pengusaha. Walaupun

hasil survei KHL telah disepakati nantinya, namun tidak serta merta dunia usaha akan

mengusulkan tingkat upah sesuai dengan hasil survei KHL tersebut, hal ini karena dunia usaha

harus mempertimbangkan kemampuan perusahaan. Walau bagaimanapun juga dunia usaha

menghendaki tingkat upah yang rendah demi mempertahankan tingkat keberlangsungan

perusahaan.

Usulan upah yang disepakati oleh APINDO akan mewakili keinginan mereka, dan inilah

nantinya yang diajukan ke forum dewan pengupahan untuk dibahas bersama dan diperdebatkan

dengan usulan upah yang diajukan oleh aktor lainnya.

b. Perumusan tingkat upah minimum oleh serikat pekerja/serikat buiruh

Perumusan tingkat upah minimum oleh serikat pekerja/serikat buruh adalah kegiatan

yang dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh dalam menyusun dan mengembangkan

berbagai alternatif akan tingkat upah yang nantinya menjadi usulan serikat pekerja/serikat buruh

dalam mencapai kesepakatan akan tingkat upah minimum.

Buruh sebagai pihak penerima kerja sangatlah mengharapkan tingkat upah yang tinggi

agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan keluarga mereka. Oleh karena itu Serikat

pekerja/serikat buruh menghendaki agar tingkat upah sesuai dengan tingkat kebutuhan riil saat

(42)

acuan buruh dalam mengusulkan tingkat upah. Dalam perumusan tingkat upah minimum

pastinya buruh akan mengusulkan besaran upah diatas nilai KHL.

Usulan upah yang disepakati oleh serikat pekerja/serikat buruh tersebut akan dibawa ke

dalam rapat/forum dewan pengupahan untuk diperdebatkan dan disepakati besaran upah

minimum kota yang akan diusulkan kepada kepala daerah.

c. Perumusan upah minimum oleh pemerintah daerah

Perumusan upah minimum yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah serangkaian

tindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan menyusun dan merumuskan tingkat

upah yang nantinya menjadi dasar pertimbangan dalam penetapan tingkat upah minimum.

Pemerintah daerah yang diwakili oleh Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja disini berperan

sebagai stabilisator dan penengah dalam menengahi kedua kepentingan lembaga di atas. Canpur

tangan pemerintah ini adalah dalam rangka terciptanya hubungan ketenagakerjaan yang adil

khususnya dalam hal pengupahan.

Dalam merumuskan usulan upah minimum pemerintah tidak hanya mengacu pada hasil

survei KHL saja, tetapi factor-faktor lain yang mempengaruhi formulasi upah minimum kota

juga yaitu inflasi pertumbuhan ekonomi daerah, UMP, dan tingkat upah daerah sekitar.

Pemerintah daerah mengusulkan tingkat upah yang memang menjadi penengah dari tingkat upah

yang diusulkan oleh dunia usaha dan serikat pekerja/serikat burruh. Dengan hadirnya campur

tangan pemerintah diharapkan maka kemungkinan terjadinya perselisihan dan ketimpangan yang

(43)

Untuk mencapai kesepakatan akan tingkat upah yang menjadi dasar pertimbangan dalam

penetapan upah minimum maka lembaga tripartit yang terdiri dari unsur pengusaha, serikat

pekerja/serikat buruh, dan pemerintah daerah harus melakukan rapat dan forum musyawarah

yang membahas, mengkaji, dan menganalisis tingkat upah yang diusulkan oleh masing-masing

lembaga. Upah minimum yang nantinya menjadi rekomendasi yang disepakati bersama oleh

ketiga lembaga tripartit tersebut haruslah berdasarkan hasil survei Kebutuhan Hidup Layak

(KHL) yang menjadi dasar perumusan upah minimum.

Dalam forum diskusi dan musyawarah yang dilakukan oleh lembaga tripartit tersebut

tidak dapat dihindari terjadinya pertentangan dan perdebatan tentang tingkat upah yang menjadi

usulan nantinya. Masing-masing lembaga akan mempertahankan pandanganya tentang tingkat

upah yang mereka usulkan. hal ini karena masing-masing lembaga memiliki usulan upah yang

berbeda sesuai dengan kepentingan yang mereka wakili. Inilah yang menjadi salah satu

permasalahan dalam perumusan tingkat upah, oleh karena itu tidaklah mudah untuk mencapai

kesepakatan akan tingkat upah minimum.

Sebelum formulasi kebijakan pengupahan Terlebih dahulu lembaga tripartit tersebut

melakukan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di pasar-pasar tradisional. Dengan survei

KHL ini maka dewan pengupahan dapat menyesuaikan tingkat harga kebutuhan buruh saat ini

dengan usulan upah yang nantinya di rumuskan. KHL bukan satu-satunya faktor yang

dipertimbangkan dalam penetapan upah minimum, masih ada 4 faktor lain, yaitu: produktivitas,

pertumbuhan ekonomi, kemampuan usaha marginal dan kondisi pasar kerja. Namun keempat

faktor tersebut masih bersifat kualitatif. KHL merupakan faktor yang bersifat kuantitatif, oleh

(44)

Hasil survei KHL tersebut nantinya akan menjadi dasar perumusan tingkat upah oleh

pemerintah daerah, serikat pekerja/serikat buruh dan juga dunia usaha. Ketiga lembaga tripartit

tersebut mewakili kepentingan masing-masing. Sehingga mereka mengusulkan tingkat upah

yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan kepentingan yang melatar belakangi mereka.

Hanya pemerintah lah yang menjadi penengah antara kedua kelompok kepentingan tersebut.

Tidak lah mudah untuk mencapai kesepakatan dalam menentukan tingkat upah minimum

tersebut, karena masing-masing pihak memiliki pandangan dan latar belakang kepentingan yang

berbeda tentang upah. Keinginan untuk mempertahankan pandangan atau pun kepentingannya

pasti ada. Setiap perbedaan dan perdebatan tentang tingkat upah yang diusulkan oleh

masing-masing lembaga akan dirapatkan dan dimusyawarahkan.

Hal yang menjadi perdebatan dalam forum atau rapat dewan pengupahan adalah usulan

akan tingkat upah minimum yang akan disepakati nantinya. Serikat pekerja/serikat buruh akan

mengusulkan tingkat upah yang tinggi dan diatas dari nilai KHL, namun sebaliknya tingkat upah

yang diusulkan dunia usaha cenderung rendah dan dibawah nilai KHL. Dan pemerintah daerah

sendiri sebagai penengah juga akan mengusulkan tingkat upah yang dinilai mampu menengahi

kedua kepentingan dari serikat pekerja dan pengusaha. Perdebatan dan perbedaan usulan antara

serikat pekerja dan pengusaha ini harus dibahas bersama dan di musyawarahkan demi mencapai

kesepakatan. Jika musyawarah tidak menghasilkan kesepakatan maka dewan pengupahan

melakukan voting tentang tingkat upah yang menjadi hasil kesepakatan bersama. Hasil

kesepakatan rapat diputuskan dengan syarat 2/3 kuorum. Bagaimana pun juga kesepakatan akan

tingkat upah yang nantinya menjadi dasar penetapan upah minimum haruslah diputuskan.

(45)

penetapan upah minimum yang nantinya diputuskan oleh kepala daerah. Meskipun ada

perbedaan dari masing-masing lembaga dapat dimusyawarahkan atau mungkin tidak, maka

jumlah nominal tetap diusulkan kepada kepala daerah. Oleh karena itu interaksi lembaga tripartit

tersebut akan menentukan tercapai tidaknya kesepakatan akan tingkat upah yang menjadi usulan

dewan pengupahan nantinya sebagai dasar pertimbangan dalam penetapan tingkat upah

minimum oleh kepala daerah.

2.5 Upah Minimum Kota (UMK)

2.5.1 Pengertian Upah Minimum

Jaminan hukum atas upah yang layak tercantum dalam UUD 1945 pasal 28D dan pasal

27 ayat 2 menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan upah dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan. Juga UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, di mana dalam

pasal 88 menyebutkan bahwa setiap buruh berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi

kemanusiaan dan untuk mewujudkannya pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang

melindungi buruh. Diantaranya yaitu upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL),

upah lembur, struktur dan skala upah yang proporsional, dan upah untuk pembayaran pesangon.

Dalam hubungan industrial, kedudukan upah minimum merupakan persoalan prinsipil.

Upah minimum harus dilihat sebagai bagian sistem pengupahan secara menyeluruh. Menurut

ILO (International Labour Organization) dalam Report of the Meeting of Experts of 1967, Upah

minimum didefinisikan sebagai upah yang memperhitungkan kecukupan pemenuhan kebutuhan

makan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan hiburan bagi pekerja serta keluarganya sesuai

dengan perkembangan ekonomi dan budaya tiap negara. Pengertian upah minimum menurut

(46)

menyatakan: upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok

termasuk tunjangan tetap.

Menurut Soedarjadi ( 2008: 75), upah minimum adalah ketetapan yang dikeluarkan oleh

pemerintah mengenai keharusan perusahaan untuk membayar upah sekurang-kurangnya sama

dengan Kebutuhan Hidup Layak pekerja (KHL) kepada pekerja yang paling rendah

tingkatannya.

Pada prinsipnya, sistem penetapan upah minimum dilakukan untuk mengurangi

eksploitasi atas buruh. Ini sesungguhnya berisi kewajiban pemerintah memproteksi buruh.

Intervensi dan peran pemerintah dalam hubungan industrial adalah bentuk penguatan terhadap

posisi tawar yang memang tidak seimbang antara buruh ketika berhadapan dengan pengusaha.

Dengan kata lain, bahwa upah minimum dapat dikatakan sebagai salah satu instrumen kebijakan

pemerintah untuk melindungi kelompok pekerja lapisan paling bawah di setiap perusahaan agar

memperoleh upah serendah-rendahnya sesuai dengan nilai atau harga kebutuhan hidup

minimum.

Upah minimum di Indonesia diperkenalkan tahun 1996, peran upah minimum semakin

penting. Hingga tahun 2000, tingkat upah minimum ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja untuk

tiap propinsi di Indonesia. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, mulai tahun 2000 tanggung

jawab menetapkan upah minimum terletak di pundak pemerintah propinsi dan pemerintah

Kabupaten/Kota.

(47)

Penetapan kebijakan upah minimum adalah sebagai jaring pengaman (sosial safety net)

dimaksudkan agar upah tidak terus merosot sebagai akibat dari ketidakseimbangan pasar kerja

(disequilibrium labour market). Juga untuk menjaga agar tingkat upah pekerja pada level bawah

tidak jatuh ke tingkat yang sangat rendah karena rendahnya posisi tawar tenaga kerja di pasar

kerja. Agar pekerja pada level bawah tersebut masih dapat hidup wajar dan terpenuhi kebutuhan

gizinya, maka dalam penetapan upah minimum mempertimbangkan standar kehidupan pekerja.

Kebijakan penetapan upah minimum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13

tahun 2003 diarahkan untuk mencapai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) selain memberi jaminan

pekerja/buruh penerima upah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Program pencapaian upah

minimum terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menunjukan perbaikan nyata. Hal ini

dimaksudkan bahwa pemenuhan kebutuhan hidup akan dicapai secara bertahap.

Di lain pihak upah minimum juga diharapkan harus dapat mendorong kemajuan usaha dan

daya saing sehingga menaikkan tingkat produktivitas. Di sisi lain dalam penetapan upah

minimum juga perlu mempertimbangkan kemampuan membayar upah dari usaha-usaha mikro

dan kecil yang paling tidak mampu (marginal) untuk tetap hidup yang nantinya usaha-usaha

tersebut diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dalam upaya mengurangi pengangguran dan

penciptaan lapangan kerja baru.

Penetapan upah minumum dipandang perlu sebagai salah satu bentuk perlindungan upah,

(48)

1. Menghindari atau mengurangi persaingan yang tidak sehat sesama pekerja dalam kondisi

pasar kerja yang surplus, yang menyebabkan pekerja menerima upah di bawah tingkat

kelayakan.

2. Menghindari atau mengurangi kemungkinan eksploitasi pekerja yang memanfaatkan kondisi

pasar untuk akumulasi keuntungannya.

3. Sebagai jaring pengaman untuk menjaga tingkat upah

4. Menghindari terjadinya kemiskinan absolut pekerja melalui pemenuhan kebutuhan dasar

pekerja.

2.5.4. Jenis-jenis upah minimum

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 Jo. Keputusan

Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 jangkauan wilayah upah

minimum meliputi:

a. Upah minimum provinsi (UMP) adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh

kabupaten/kota di satu provinsi.

b. Upah minimum kabupaten/kota (UMK) adalah upah minimum yang berlaku di daerah

kabupaten/kota.

c. Upah minimum sektoral provinsi (UMPProp) adalah upah minimumyang berlaku secara

sektoral di seluruh kabupaten/kota da satu provinsi

d. Upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSKab) adalah upah minimum yang berlaku

Gambar

Tabel 1. Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi, dan konfederasi.
Tabel 2. Data responden berdasarkan perwakilan/unsur
Tabel 3. Data responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4. Data responden berdasarkan usia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa peneliti tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang performance test dalam produksi pompa seperti head pada pompa, kapasitas pompa,

1. Saat awal musim bunga lebah ratu umur satu tahun dengan jumlah sisiran eram lima mempunyai bobot anggota koloni terbanyak. Selama musim bunga umur lebah ratu tiga

Hasil penelitian ini didapat faktor utama kekuatan PT Perkebunan Tambi yaitu terdapat pemotivasian kepada karyawan secara teratur, dengan nilai skor 0,269, faktor

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat diketahui kemampuan menulis cerpen berdasarkan pengalaman siswa kelas IX A SMP Negeri 17 Kota Jambi dalam menulis

Berdasarkan hasil tes unjuk kerja yang telah dilaksanakan di kelas XII SMAN 2 Ciamis kemampuan menulis cerpen setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think

observasi adalah catatan atau lembar pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang nampak dalam suatu gejala pada objek penelitian". Pada lembar

Perencanaan, Pada siklus I, peneliti mempersiapkan kegiatan dengan langkah- langkah sebagai berikut : 1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sesuai dengan

selaku SekretarisKPRI/KPN Pelita Kecamatan Stabat/Wampu, saksi Hadi Pranoto, S.Pd selaku Wakil Sekretaris KPRI/KPN Pelita Kecamatan Stabat/Wampu dan saksi Marli