• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Dewan Pengupahan Daerah Dalam Formulasi Kebijakan Upah Minimum Daerah (Studi Pada Formulasi Kebijakan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Dewan Pengupahan Daerah Dalam Formulasi Kebijakan Upah Minimum Daerah (Studi Pada Formulasi Kebijakan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara )"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Peranan Dewan Pengupahan Daerah Dalam Formulasi Kebijakan

Upah Minimum Daerah

(Studi Pada Formulasi Kebijakan Upah Minimum

Provinsi Sumatera Utara )

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Oleh

Nama

: Melki S. Naibaho

NIM

: 040903029

Departemen

: Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu politik

Universitas Sumatera Utara

(2)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih karunia

serta berkat yang berlimpah tiada berkesudahan, yang memberikan penulis petunjuk serta

kesehatan sehingga sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagaimana adanya.

Adapun yang menjadi judul dalam skrispsi ini adalah “Peranan Dewan Pengupahan

Daerah Dalam Formulasi Kebijakan Upah Minimum Daerah (Studi Pada Formulasi

Kebijakan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara). Skripsi ini ingin melihat bagaimana

peran Dewan Pengupahan Daerah yang dibentuk untuk membantu memformulasikan

kebijakan pada bidang pengupahan melaksanakan tugasnya. Tetapi sebagai manusia biasa

yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi

ini jauh dari kata sempurna. Diperlukan lebih banyak lagi kritik dan masukan dari berbagai

pihak guna memperkaya dan lebih menyempurnakan lagi isi tulisan ini. Demikianlah

seharusnya dianamika intelektual kita senantiasa semakin disempurnakan dengan saling

memberikan koreksi dan masukan demi perbaikan bangunan intelektual yang kita bangun

bersama.

Penulis juga tidak lupa hendak mengucapkan banyak terima kasih kepada semua

pihak yang dengan sabar dan murah hati memberikan bantuan baik secara moril maupun

materil guna penyelesaian skripsi ini.

Medan, 17 Desember 2010

(3)

Abstarksi

Relasi antara pengusaha dengan buruh memiliki potensi yang senantiasa dapat

memicu konflik antara kedua pihak. Salah satu masalah krusial dalam relasi tersebut adalah

bagaimana distribusi keuntungan perusahan dilakukan. Pemenuhan rasa keadilan menjadi

menjadi titik penting terjadinya kompromi antara pengusaha dan buruh. Dimana besaran upah

yang ditetapkan merupakan perwujudan kompromi diantara kedua pihak. Pada titik ini

terdapat persoalan sudut pandang keadilan antara kedua pihak mengenai besaran upah yang

ditetapkan. Pada satu sisi untuk kepentingan efisiensi perusahaan maka upah harus ditekan

serendah mungkin. Di lain pihak buruh berharap melalui upah yang diterimanya dapat

memenuhi kesejahteraan hidupnya dan bila memungkinkan meningkatkannya. Persoalan

inilah yang harus diselesaikan agar perusahaan tetap dapat berjalan dan kesejahteraan hidup

buruh tidak diabaikan.

Pemerintah sebagai pengelola negara tentunya berusaha agar stabilitas dalam proses

produksi selain itu sesuai dengan amanat UUD 1945 bahwa pemerintah bertanggung jawab

untuk menciptakan kesejahteraan ditengah-tangah warganya. Maka pemerintah juga harus

mengabil peran dalam menyelesaikan persoalan antara relasi buruh dan pengusaha. Untuk

memediasi persolan upah tersebut maka pemerintah mengeluarkan kebijakan upah minimum.

Dimana perumusan kebijakan upah tersebut dilakukan melalui suatu lembaga non struktural

yang bersifat tripartit. Pemerintah, pengusaha dan buruh menjadi unsur didalam lembaga

tersebut ditambah pakar dari perguruan tinggi. Pada dasarnya kebijakan upah minimum

merupakan jaring pengaman agar harga upah tidak turun terlalu rendah. Maka melalui proses

formulasi yang dilakukan oleh lembaga tersebut dapat menghasilkan kebijakan yang dapat

diterima oleh semua pihak. Sehingga ketika kebijakan tersebut diberlakukan tidak terjadi

gejolak di masyarakat.

(4)

Daftar Isi

Kata Pengantar ... i

Abstraksi ... ii

Daftar Isi ... iii

BAB I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Masalah ... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 8

I.3. Tujuan Penelitian ... 9

I.4. Manfaat Penelitian ... 9

I.5. Kerangka Teori ... 10

I.5.1. Peranan... 10

I.5.2. Dewan Pengupahan Daerah ... 11

I.5.3. Formulasi Kebijakan ... 11

I.5.4. Upah Minimum ... 17

I.6. Defenisi Konsep ... 30

I.7. Defenisi Operasional ... 30

I.8. Sistematika Penulisan ... 32

BAB II Metodologi Penelitian II.1. Metode Penelitian ... 33

II.2. Lokasi Penelitian ... 33

II.3. Informan ... 33

II.4. Teknik Pengumpulan Data ... 34

II.5. Teknik Analisa Data ... 34

BAB III Deskripsi Lokasi Penelitian III. 1 Kondisi Geografis Daerah ... 35

III. 2 Demografi ... 37

(5)

III. 4 Kondisi Ketenagakerjaan di Sumatera Utara... 43

BAB IV Penyajian Data ... 50

BAB V Analisa Data V. 1 Mengetahui Preferensi Publik... 60

V. 2 Menemukan Pilihan-pilihan Kebijakan ... 61

V. 3 Menilai Konsekuensi Masing-masing Pilihan Kebijakan ... 63

V. 4 Menilai Ratio Sosial Yang Dikorbankan... 64

V.5 Memilih Alternatif Kebijakan Yang Paling Efisien... 65

BAB VI Penutup Kesimpulan Dan Saran VI. 1 Kesimpulan ... 67

VI. 2 Saran ... 68

Daftar Isi ...

(6)

Abstarksi

Relasi antara pengusaha dengan buruh memiliki potensi yang senantiasa dapat

memicu konflik antara kedua pihak. Salah satu masalah krusial dalam relasi tersebut adalah

bagaimana distribusi keuntungan perusahan dilakukan. Pemenuhan rasa keadilan menjadi

menjadi titik penting terjadinya kompromi antara pengusaha dan buruh. Dimana besaran upah

yang ditetapkan merupakan perwujudan kompromi diantara kedua pihak. Pada titik ini

terdapat persoalan sudut pandang keadilan antara kedua pihak mengenai besaran upah yang

ditetapkan. Pada satu sisi untuk kepentingan efisiensi perusahaan maka upah harus ditekan

serendah mungkin. Di lain pihak buruh berharap melalui upah yang diterimanya dapat

memenuhi kesejahteraan hidupnya dan bila memungkinkan meningkatkannya. Persoalan

inilah yang harus diselesaikan agar perusahaan tetap dapat berjalan dan kesejahteraan hidup

buruh tidak diabaikan.

Pemerintah sebagai pengelola negara tentunya berusaha agar stabilitas dalam proses

produksi selain itu sesuai dengan amanat UUD 1945 bahwa pemerintah bertanggung jawab

untuk menciptakan kesejahteraan ditengah-tangah warganya. Maka pemerintah juga harus

mengabil peran dalam menyelesaikan persoalan antara relasi buruh dan pengusaha. Untuk

memediasi persolan upah tersebut maka pemerintah mengeluarkan kebijakan upah minimum.

Dimana perumusan kebijakan upah tersebut dilakukan melalui suatu lembaga non struktural

yang bersifat tripartit. Pemerintah, pengusaha dan buruh menjadi unsur didalam lembaga

tersebut ditambah pakar dari perguruan tinggi. Pada dasarnya kebijakan upah minimum

merupakan jaring pengaman agar harga upah tidak turun terlalu rendah. Maka melalui proses

formulasi yang dilakukan oleh lembaga tersebut dapat menghasilkan kebijakan yang dapat

diterima oleh semua pihak. Sehingga ketika kebijakan tersebut diberlakukan tidak terjadi

gejolak di masyarakat.

(7)

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah

Sudah menjadi sesuatu yang alami dan naluriah bagi manusia untuk berusaha

bertahan hidup. Fakta inilah yang mendorong manusia untuk senantiasa kreatif dan bekerja

keras untuk melakukan proses produksi. Yaitu menghasilkan barang-barang yang dapat

menunjang kehidupan manusia itu sendiri.Untuk hidup, manusia harus memproduksi alat-alat

penyambung hidupnya (makanan dan lain sebagainya). Untuk melakukannya mereka harus

bekerja sama di dalam suatu pembagian kerja1

Pada setiap tingkat perkembangan produksi adalah merupakan hasil dari

perkembangan sejarah dan merupakan pencapaian generasi sebelumnya. Tentunya perubahan

tingkatan produksi akan memberikan pengaruh pada struktur sosial dalam masyarakat itu

sendiri. Perkembangan produksi mengharuskan keterlibatan bentuk-bentuk kerja sama,

pembagian kerja, dan karenanya juga organisasi kemasyarakatan. Dimana masyarakat

mengalami perubahan dalam serentetan tingkatan yang ditandai dengan berbagai bentuk

kepemilikan modal.Pemilikan komunal masyarakat kuno didasarkan pada peranan budak . Hal inilah yang mendorong terjadinya

perubahan dalam tingkatan proses produksi.

Sejarah peradaban manusia tidak terlepas pada proses perubahan tingkat

perkembangan produksi manusia itu sendiri. Pada awalnya kegiatan produksi manusia hanya

dilakukan melalui pengumpulan bahan-bahan makanan langsung dari alam.Kemudian pola

tersebut mengalami perubahan ke pola agraris yaitu menanam tanaman untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari.Revolusi industri yang ditandai dengan penemuan mesin uap di

Inggris oleh James Watt membawa manusia ke era baru. Era baru tersebut adalah zaman

Industrilisasi, dimana proses produksi manusia ditandai dengan penggunaan mesin-mesin.

1

Anthony Brewer, A Guide to Marx’s Capital , diterjemahkan oleh Joebaar Ajoeb dengan judul Kajian kritis

(8)

.Pemilikan feodal (tanah) atas pemerasan hamba.Dan pemilikan perorangan borjuis

(kapitalis) atas eksploitasinya terhadap proletariat dari pekerja upahan yang tidak memiliki

apa-apa2

Berkaitan dengan hal tersebut, maka salah satu persoalan utama dalam hubungan

kerja antara pekerja dan pemilik modal/pengusaha adalah bagaimana pendistribusian hasil

produksi dapat memuaskan kedua belah pihak. Sehingga terjadi kompromi antara kedua

belah pihak dan tidak terjadi benturan.Salah satu aspek yang sangat menetukan baik dan

buruknya hubungan pekerja dan pemilik modal/pengusaha adalah upah.Hingga saat ini

persoalan nominal upah yang layak masih banyak diperdebatkan. Hal ini terjadi antara lain

karena pekerja dan pemilik modal memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat upah

tersebut. Dalam pendekatan (paradigma) kapitalis, pekerja/buruh dipandang sebagai faktor

ekonomi saja sehingga nilai buruh diserahkan pada mekanisme pasar .

Perkembangan ini di pandang merupakan keniscayaan dalam sejarah perjalanan

manusia.Tetapi ada konskuensi yang harus di tanggung disini yaitu timbulnya pertentangan

antara kelas pekerja dan kelas pemodal. Dimana Marx meramalkan bahwa pertarungan ini

akan dimenangkan oleh pekerja. Yang pada akhirnya akan tercipta sebuah masyarakat tanpa

kelas yaitu masyarakat komunis. Ramalan Marx tersebut tidaklah dilahirkan begitu saja tanpa

melihat realitas yang terjadi.Terlepas dari benar atau tidaknya ramalan tersebut, dari ramalan

tersebut terlihat bahwa hubungan antara pekerja dan pemilik modal/pengusaha memiliki

sebuah titik kritis yang berpotensi untuk meledakkan konflik terbuka antara kedua kelas

tersebut.

3

2

ibid., h. 11

3

KPS, Hak-Hak Buruh (Edisi I, Medan:Kelompok Pelita Sejahtera, 2005) hal. 45

.Pandangan seperti ini

memberikan mekanisme pasar sebagi faktor dominan dalam penentuan upah buruh/pekerja

dibandingkan faktor tenaga, skill atau waktu yang di korbankan buruh kepada

(9)

permintaan pengusaha di pasar tidaklah seimbang, artinya tingkat angkatan kerja selalu lebih

tinggi dari permintaan pengusaha.

Faktor inilah yang memberikan posisi kuat bagi pengusaha untuk menekan upah

pekerja/buruh serendah-rendahnya dan mengabaikan kewajibannya pada buruh/pekerja.Dan

hal tesebut merupakan salah satu bagian dari kepentingan pengusaha.Kepentingan dari

pemilik modal ini bertentangan dengan kepentingan orang-orang yang bekerja pada

mereka.Kelas pekerja berkepentingan terhadap meningkatnya upah, meningkatnya

kesejahteraan.Sedangkan kepentingan pengusaha adalah untuk meningkatkan keuntungan.

Pengusaha akan selalu berusaha untuk mempertahankan keuntungannya, dan para pengusaha

biasanya menyiasatinya dengan cara4

1. Menekan serendah mungkin upah buruh/pekerja ini adalah hal yang biasa dilakukan

pengusaha.

:

2. Meningkatkan setinggi mungkin kuantitas (jumlah) produksi, ini berarti pekerja/buruh

dituntut untuk bekerja lebih keras.

3. Meningkatkan harga produk.

Agar kepentingan masing-masing pihak tercapai, maka masing-masing pihak harus

mengorbankan kepentingan pihak lain. Dan biasanya pihak buruh/pekerja sering kali yang

menjadi korban. Hal ini ditunjukkan selain jumlah upah yang masih di bawah standar, juga

sama sekali tidak memenuhi prinsip utama pengupahan itu sendiri, yaitu pembagian atas

keuntungan didasarkan pada nilai lebih barang yang di hasilkan pekerja5

Hal inilah yang sering melahirkan konflik vertikal antara buruh/pekerja dengan

pemilik modal/pengusaha.Sering terdengar dalam beberapa pemberitaan media masa,

kelompok buruh melakukan aksi unjuk rasa bahkan mogok kerja di beberapa tempat.

Fenomena ini menunjukkan bahwa persoalan upah masih menyimpan potensi konflik yang

4

Ibid, hal. 46

5

Saut Kristianus, “Kebijakan Perburuhan Di Masa Krisi”, dalam Indrasari Tjandraningsih, Jurnal Anlisis

(10)

tinggi yang akan senantiasa menunggu waktu untuk meledak. Dan apabila persoalan ini tidak

dapat di tangani oleh pemerintah melalui institusi terkait dengan baik, maka stabilitas Negara

dapat terganggu.Untuk itulah pemerintah sebagai institusi pengambil kebijakan harus turut

serta dan berperan aktif untuk menyelesaikan persoalan ini.Karena, selain berkepentingan

untuk menjaga stabilitas Negara, sesuai konstitusi pemerintah juga mempunyai tugas dan

tanggung jawab untuk memberikan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi warga

negaranya.

Hal tersebut tercermin dalam Pasal 27 UUD 1945 ayat 2 yang berbunyi: “Tiap-tiap

warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”6

Untuk mengatasi problema upah, pemerintah saat ini mengambil kebijakan dengan

membuat batas minimal upah yang harus di bayarkan oleh perusahaan kepada .

Demikian juga halnya dalam Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia (DUHAM)

diisyaratkan hidup layak sebagai salah satu cerminan masyarakat adil dan makmur adalah

Hak Azasi Manusia.Pasal 25-nya mengenai pengertian hidup layak menyebutkan “layak

untuk kesehatan dan kesejahteraan diri dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian,

perumahan dan perawatan medis dan pelayanan sosial yang diperlukan.Manusia lebih

membutuhkan sekedar kebutuhan dasar seperti pangan, pakaian dan perumahan agar bisa

menjalani kebutuhan hidup bermasyarakat”.

Sebab dalam memberikan kehidupan yang layak pada rakyatnya faktor upah

mempunyai peranan yang penting dalam pencapaian tujuan tersebut.Maka persoalan

perburuhan yang dalam hal ini masalah upah buruh, pemerintah harus melakukan intervensi

dalam bentuk pembuatan kebijakan. Karena tanpa adanya pihak ketiga yang menengahi

konflik kepentingan buruh/pekerja dan pengusaha/pemilik modal maka akan sulit terjadi

kesepakatan antara kedua belah pihak.

6

(11)

pekerja/buruh.Penetapan upah minimum dimaksudkan sebagai jaring pengaman agar upah

pekerja/buruh tidak terus turun semakin rendah sebagai akibat tidak seimbangnya pasar

kerja7

Ketentuan upah minimum dikeluarkan oleh menteri tenaga kerja RI berdasarkan hasil

kerja Dewan Penelitian Pengupahan nasional maupun daerah (DPPN/DPPD).DPPN dibentuk

pemerintah oleh pemerintah Orde baru pada pertengahan 1969 melalui Keputusan Presiden

No. 58/1969 yang diikuti dengan pembentukan DPPD pada 1970.DPPN bertugas

memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada pemerintah tentang kebijakan dan

prinsip-prinsip pengupahan.Secara struktural DPPN bertanggungjawab kepada menteri tenaga kerja.

Komposisi keanggotaan DPPN terdiri dari 17 unsur yang 11 diantaranya mewakili berbagai

instansi pemerintah (Departemen Tenaga kerja, Departemen Keuangan, Departemen

Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan,

Departemen Pertambangan, Departemen Pekerjaan umum, Departemen Dalam Negeri, Bank

Sentral dan Bappenas), satu dari unsur perguruan tinggi (Universitas Indonesia), satu unsur

asosiasi pengusaha Indonesia (APINDO), satu dari unsur serikat buruh (SPSI) ditambah

dengan perwakilan perwakilan panitia penyelesaian perselisihan perburuhan pusat (P4P)

yaitu Departemen tenaga Kerja (DEPNAKER), asosiasi pengusaha (APINDO), dan serikat .Penetapan batas minimal upah dilakukan oleh pemerintah melalui kebijakan Upah

Minimum.Upah minimum pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal 1970-an. Sejak

akhir 1980-an, seiring dengan berbagai perubahan dalam pasar tenaga kerja, peranan upah

minimum berubah menjadi sangat penting.Dalam paruh pertama tahun 1990-an, pemerintah

meningkatkan upah minimum riil lebih dari dua kali lipat.Dalam paruh kedua 1990-an, secara

nominal upah minimum masih terus meningkat, tetapi dalam hitungan riil kenaikannya

kecil.Bahkan pada tahun 1998 nilai riil upah minimum jatuh cukup besar karena tingginya

inflasi pada tahun tersebut akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

7

(12)

buruh (SPSI). Jadi keseluruhan wakil pemerintah yang terlibat dalam DPPN adalah 12 orang,

asosiasi pengusaha 2 orang, serikat buruh 2 orang, dan unsur perguruan tinggi 1 orang.

DPPD berkedudukan dibawah gubernur dan bertanggungjawab kepada Menteri

Tenaga Kerja.DPPD bertugas memebrikan rekomendasi dan pertimbangan kepada Menaker

tentang kebijakan dan prinsip-prinsip pengupahan di daerah untuk jangka waktu pendek

ataupun panjang dengan memperhatikan factor-faktor ekonomi, sosial, tenaga kerja, dan

perkembangan ekonomi dalam arti luas.Funsi DPPD adalah untuk menyusun upah minimum

untuk daerahnya.DPPD memberikan rumusan usulan upah minimum untuk tingkat propinsi

dan kabupaten/kota.

Unsur-unsur DPPD terdiri dari wakil-wakil kantor wilayah dan dinas tenaga kerja,

pemerintah daerah, badan pusat statistik (BPS), dinas perindustrian, kantor pajak, wakil

pengusaha (APINDO) dan wakil buruh (SPSI). Komposisi keanggotaan di DPPN/D

memperlihatkan dominasi pemerintah demikian kuat yang membuat serikat buruh tidak

mempunyai kekuatan untuk bernegoisasi baik dalam proses pembahasan dan pengambilan

keputusan. Selai itu posisi serikat buruh yang berada dibawah kendali pemerintah

memperlihatkan keberadaan serikat buruh hanya sebagai formalitas untuk menunjukkan

bahwa di Indonesia juga terdapat serikat buruh.Akibatnya, pada prakteknya di dewan

pengupahan era orde baru kepentingan buruh kurang tersalurkan.

Kenaikan upah minimum pada tahun 2001 sangat dipengaruhi oleh nuansa oronomi

daerah dan kebebasan berserikat.Kedua hal tersebut mendorong beberapa perubahan dalam

kebijakan pengupahan dan institusi perumus upah minimum. Berdasarkan Keputusan Menteri

No. 226 Tahun 2000, terjadi pelimpahan kewenangan ketetapan upah minimum provinsi dan

kabupaten/kota dari Menteri Tenaga kerja kepada Gubernur. Hal ini berarti Gubernur

(13)

perubahan dalam penulisan dan penyebutan istilah yang berkaitan dengan kebijakan otonomi

daerah, yaitu :

Istilah “ Upah minimum regional tingkat I (UMR Tk. I)” diubah menjadi “ Upah

minimum provinsi”, istilah “ upah minimum regional tingkat II (UMR Tk. II)” diubah

menjadi upah “minimum kabupaten/kota”8

Pada tingkat nasional lembaga ini disebut Dewan Pengupahan Nasional (Depenas),

untuk propinsi bernama Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov) dan untuk kabupaten/kota

disebut Dewan Pengupahan Kabupaten/Dewan Pengupahan Kota (Depekab/Depeko). Yang

nantinya lembaga inilah yang akan memberikan saran dan pertimbangan pada pemerintah

mengenai kebijakan upah. Dewan Pengupahan Nasional bertugas memberikan saran dan

pertimbangan kepada pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan pengupahan dan

pengembangan sistem pengupahan nasional .

Dari sisi institusi perumusan upah minimumpun mengalami perubahan, yaitu dalam

komposisi keanggotaan yang menggunakan model keterwakilan berimbang.Hal ini

dimaksudkan agar dalam penetapan upah minimum kepentingan semua pihak dapat

terakomodir dan tidak ada pihak yang merasa di rugikan.

Sebagai pengganti dari DPPN dan DPPD dibentuklah lembaga non-struktural yang

bersifat tripartit.Dimana keanggotaan lembaga ini terdiri atas unsur pemerintah, Organisasi

Pengusaha, Serikat pekerja/ Serikat buruh dan di tambah dari pakar dan perguruan tinggi

sesuai dengan kebutuhan.Hal ini nampaknya memberikan peluang bagi serikat buruh untuk

berpartisipasi baik dalam proses pembahasan maupun pengambilan keputusan

9

Penentuan upah minimum merupakan keputusan politik yang banyak dipengaruhi

oleh kekuatan lobby daripada kekuatan institusi. Ketika serikat buruh masih dibawah tekanan .Dan untuk daerah, Dewan Pengupahan bertugas

memberikan saran dan pertimbangan sesuai dengan ruang lingkup masing-masing.

8

Republik Indonesia, Keputusan Menteri No. 226, Tahun 2000.

9

(14)

pemerintah, dapat dimengerti jika keputusan upah minimum yang dihasilkan masih belum

sesuai dengan kebutuhan hidup buruh. Namun, seiring dengan perubahan yang terjadi,

muncul harapan yang memungkinkan buruh dapat memanfaatkan kesempatan yang ada

secara optimal dalam upaya perbaikan kondisinya

Penentuan Upah Minimum merupakan proses pengambilan kebijakan yang dilakukan

oleh pemerintah. Dimana pada prinsipnya setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah

harus berorientasi pada pencapaian kesejahteraan masyarakat banyak. Sehingga dalam

perumusan kebijakan publik dibutuhkan adanya proses yang akomodatif dengan kepentingan

semua pihak dalam rangka pencarian alternatif rumusan kebijakan yang dapat diterima semua

pihak untuk pencapaian kesejahteraan bersama. Maka dalam hal ini tentunya akan ada

interaksi antara aktor-aktor kepentingan. Dimana masing-masing kepentingan akan saling

berebut pengaruh agar kebijakan yang dikeluarkan nantinya berpihak pada kepentingan yang

dibawanya.

Dengan sedikit deskripsi diawal maka penulis merasa tertarik dan tertantang untuk

mengangkat skripsi ini yang berjudul “ Peranan Dewan Pengupahan Daerah Dalam

Formulasi Kebijakan Upah Minimum Daerah” I.2 Perumusan Masalah

Arikunto10

10

Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian: suatu pendekatan paraktek,edisi 3 (Jakarta: Rineka cipta, 1996), h. 19

Menyatakan bahwa dalam suatu penelitian, agar dapat dilaksanakan

dengan sebaik-baiknya maka peneliti haruslah merumuskan masalah dengan jelas, sehingga

akan jelas darimana harus mulai, kemana harus pergi dan dengan apa. Perumusan masalah

juga diperlukan untuk mempermudah menginterpretasikan data dan fakta yang diperlukan

(15)

Berdasarkan latar belakang dan fakta yang telah dikemukakan diatas, maka yang

menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah BagaimanaPeranan Dewan

PengupahanDaerah Dalam Formulasi Kebijakan Upah Minimum ? I. 3 Tujuan Penelitian

Hadi menyatakan setiap penelitian tentu memiliki sasaran yang hendak dicapai atau

target yang ingin diraih11

1. Secara Subyektif. Sebagai suatu sarana untuk melatih dan mengembangkan

kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan metodologis penulis dalam menyusun

berbagai kajian literatur untuk menjadikan satu wacana baru dalam memperkaya

khazanah kognitif.

. Satu riset khusus dalam ilmu pengetahuan yang empiris pada

umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu

pengetahuan.

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

BagaimanaPeranan Dewan Pengupahan Daerah Dalam Formulasi Kebijakan Upah Minimum

tersebut dijalankan?

I. 4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut :

2. Secara Strategis. Memberikan data dan informasi yang berguna bagi semua kalangan

terutama yang secara serius mengamati dan mengawal proses kebijakan upah

minimum.

3. Secara Akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara

langsung atau tidak bagi kepustakaan jurusan ilmu administrasi negara dan bagi

11

(16)

kalangan penulis lainnya yang tertarik untuk mengeksplorasi kembali kajian tentang

formulasi kebijakan khususnya mengenai penetapan upah minimum.

4. Secara Prinsipil. Memberi motivasi kepada mahasiswa atau pihak tertentu untuk

meneliti hal yang sama sebagai kajian terhadap proses formulasi kebijakan upah

minimum.

I. 5. Kerangka Teori

Sebagai titik tolak atau landasan berpikir dalam menyoroti atau memecahkan masalah

perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu.Untuk itu perlu disusun kerangka teori

yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana maslah tersebut

disoroti.

Menurut Arikunto12

Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status).Apabila seseorang

melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan

perannya

kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti

memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variable pokok, sub

variable atau pokok masalah yang ada dalam penelitiannya.

I. 5. 1 Peranan

13

Selain itu peranan dapat pula dipandang sebagai fungsi dan wewenang yang dimilki

oleh orang atau lembaga yang lahir karena kedudukannya.Peranan meliputi hak dan

kewajiban yang muncul serta merta karena kedudukan dan tanggungjawabnya.Menurut .Sehingga peranan dapat dipandang sebagai landasan persepsi yang digunakan

setiap orang yang berinteraksi dalam suatu kelompok atau organisasi untuk melakukan suatu

kegiatan mengenai tugas dan kewajibannya.

12

Arikunto, Op. Cit., h. 75

13

(17)

Purwadarminta peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan

yang terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa14

Pada tingkat nasional lembaga ini disebut Dewan Pengupahan Nasional (Depenas),

untuk propinsi bernama Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov) dan untuk kabupaten/kota

disebut Dewan Pengupahan Kabupaten/Dewan Pengupahan Kota (Depekab/Depeko). Yang

nantinya lembaga inilah yang akan memberikan saran dan pertimbangan pada pemerintah

mengenai kebijakan upah. Dewan Pengupahan Nasional bertugas memberikan saran dan

pertimbangan kepada pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan pengupahan dan

pengembangan sistem pengupahan nasional

.Dari pengertian diatas dapat

disimpulkan bahwa peranan merupakan fungsi dan wewenang yang berpengaruh terhadap

suatu peristiwa.

I. 5. 2. Dewan Pengupahan Daerah (Depeda)

15

Formulasi kebijakan adalah turunan dari formula dan berarti untuk pengembangan

rencana, metode, resep, dalam hal ini untuk meringankan suatu kebutuhan, untuk tindakan

dalam suatu masalah

.Dan untuk daerah, Dewan Pengupahan

bertugas memberikan saran dan pertimbangan sesuai dengan ruang lingkup masing-masing.

Adapun keanggotaan pada Dewan Pengupahan Daerah (DEPEDA) terdiri dari unsur

tripartit plus dengan komposisi 2:1:1 ditambah pakar dari perguruan tinggi.

I. 5. 3. Formulasi Kebijakan

16

Woll berpendapat bahwa formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah

mekanisme untuk menyelesaikan masalah public, dimana pada tahap para analis kebijakan

public mulai menerapakan beberapa teknik untuk menjustifikasi bahwa sebuah pilihan .

14

W.J.S. Purwadarminta, KBI (Jakarta, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Balai Pustaka, 1978) h. 755

15

Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004, BAB II, Pasal 4

16

(18)

kebijakan merupakan pilihan yang terbaik dari kebijakan yang lain17

Mengenai apa yang dilakukan dalam perumusan kebijakan ini,

Budiwinarnomenyatakan bahwa masalah yang telah masuk kedalam agenda kebijakan

kemudian akan dibahas oleh para pembuat kebijakan

. Dalam menentukan

pilihan kebijakan pada tahap ini dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis

keputusan, dimana keputusan yang harus diambil pada posisi tidak menentu dengan informasi

serba terbatas.

18

Di lingkuangan para pembelajar perumus kebijakan publik terdapat sejumlah model.

Thomas R. Dyemerumuskan model-model secara lengkap dalam Sembilan model formulasi

kebijakan yaitu

. Masalah-masalah tadi didefenisikan

untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik.Pemecahan masalah tersebut berasal dari

berbagai alternatif yang ada.Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk

kedalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif

bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk pemecahan masalah. Pada

tahap ini masing-masing aktor akan bermain untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

Model-Model Formulasi Kebijakan

19

1. Model Kelembagaan

:

Formulasi kebijakan model kelembagaan secara sederhana bermakna bahwa tugas

membuat kebijakan publik adalah pemerintah. Jadi apapun yang dibuat pemerintah

dengan cara apapun adalah kebijakan publik. Model ini mendasar kepada

fungsi-fungsi kelembagaan pemerintah, di setiap sektor dan tingkat di dalam formulasi

kebijakan20

17

Nogi dkk, Kebijakan Publik Yang Membumi, konsep, Strategi dan kasus, (Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia dan Lukman Offset) h. 8

18

Budi Winarno, Teori Dan Proses Kebijakan Publik, (MED Press, 2002) h. 29

19

Dian Nugroho, Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, (Jakarta, PT. Elex Media komputindo, 2003) h. 108.

20

Ibid,

(19)

bahwa pemerintah memang sah membuat kebijakan publik, fungsi tersebut bersifat

universal dan memang pemerintah memonopoli fungsi pemaksaan (koersi) dalam

kehidupan bersama21

2. Model Proses

.

Didalam model ini para pengikutnya menerima asumsi bahwa politik merupakan

suatu aktifitas sehingga mempunyai proses. Untuk itu, kebijakan publik merupakan

juga proses politik yang menyertakan rangkaian kegiatan :

Tahapan Aktifitas

Identifikasi Masalah Mengemukakan tuntunan agar pemerintah

mengambil tindakan

Menata agenda formulasi kebijakan Memutuskan isu apa yang dipilih dan

permasalahan apa yang hendak dikemukakan

Perumusan proposal kebijakan Mengembangkan proposal kebijakan untuk

menangani masalah tersebut

Legitimasi Kebijakan Memilih satu buah proposal yang dinilai terbaik

untuk kemudian dicari dukungan politik agar

dapat diterima sebuah hokum

Implementasi Kebijakan Mengorganisir birokrasi, menyediakan pelayanan

dan pembayaran, dan pengumpulan pajak

Evaluasi Kebijakan Melakukan studi program, melaporkan out put

nya, mengevaluasi pengaruh (impact) dan

kelompok sasaran dan non-sasaran dan

memberikan rekomendasi penyempurnaan

kebijakan

21

(20)

3. Model Teori Kelompok

Model pengmbilan kebijakan teori kelompok mengandaikan kebijakan sebagai titik

keseimbangan (equilibrium). Inti gagasannya adalah interaksi di dalam kelompok

akan menghasilkan keseimbangan, dan keseimbangan adalah yang terbaik. Di sini

individu di dalam kelompok-kelompok kepentingan berinteraksi secara formal

maupun informal, secara langsung atau melalui media massa menyampaikan tuntutan

kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan publik yang diperlukan.

4. Model Teori Elit

Model teori elit berkembang dari teori politik elit massa yang melandaskan diri pada

asumsi bahwa didalam setiap masyarakat pasti terdapat dua kelompok, yaitu

pemegang kekuasaan atau elit dan yang tidak memiliki kekuasaan atau massa. Teori

ini mengembangkan diri pada kenyataan bahwa sedemokratis apapun, selalu ada bias

dalam formulasi kebijakan, karena pada akhirnya kebijakan-kebijakan yang dilahirkan

merupakan preferansi dari pada elit tidak lebih.

5. Model Teori Rasionalisme

Model ini mengedepankan gagasan bahwa kebijakan publik sebagai maximum social

gain berarti pemerintah sebagai pembuat kebijakan yang memberikan manfaat

optimum bagi masyarakat.Model ini merupakan model yang paling banyak dicontoh

didunia.Dengan asumsi bahwa model ini lebih menekankan pada aspek ekonomis dan

efisiensi.

Cara-cara formulasi kebijakan disusun dalam urutan :

• Mengetahui preferensi publik dan kecenderungannya

• Menemukan pilihan-pilihan

• Menilai konsekunsi masing-masing pilihan

(21)

• Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien

6. Model Inkrementalis

Model inkrementalis pada dasarnya merupakan kritik terhadap model rsional.

Dikatakannya, para pembuat kebijakan tidak pernah melakukan proses seperti yang

disyaratkan oleh pendekatan rasional karena mereka tidak memiliki cukup waktu,

intelektual, maupun biaya, ada kekhawatiran muncul dampak yang tidak diinginkan

akibat kebijakan yang belum pernah dibuat sebelumnya, adanya hasil-hasil dari

kebijakan sebelumnya yang harus dipertahankan, dan menghindari konflik.

7. Model Pengamatan Terpadu (Mixed Scanning)

Model ini merupakan upaya menggabungkan antara model rasional dengan model

inkremental. Model ini memperkenalkan suatu pendekatan terhadap formulasi

keputusan-keputusan pokok inkremental, menetapkan proses formulasi kebijakan

pokok dan urusan tinggi yang menentukan ptunjuk dasar, proses-proses yang

mempersiapkan keputusan-keputusan pokok, dan menjalankan setelah keputusan itu

tercapai. Model ini ibaratnya pendekatan dua kamera: wide angle untuk melihat

keseluruhan dan zoom untuk melihat detailnya.

8. Model Demokratis

Merupakan model baru yang dikembangkan yang berasumsi bahwa dalam perumusan

kebijakan itu harus sebanyak mungkin mengelaborasi suara dari

stakeholders.Dikatakan sebagai model demokratis karena menghendaki agar setiap

“pemilih hak demokrasi” diikutkan serta sebanyak-banyaknya.

9. Model Strategis

Intinya adalah pendekatan ini menggunakan rumusan tuntutan perumusan strategi

sebagai basis perumusan kebijakan.Bryson merumuskan makna perencanaan strategis

(22)

yang membentuk dan memandu bagaimana menjadi organisasi (atau entitas lainnya),

dan mengapa organisasi (entitas lainnya) mengerjakan hal seperti itu22

Dari berbagai model dalam perumusan kebijakan penulis melihat kecenderungan

bahwa pendekatan model Rasionalisme lebih tepat untuk melihat proses formulasi kebijakan

upah minimum. Mengenai model proses ini berikut dikutip pendapat Anderson

. Perencanaan

strategis mensyaratkan pengumpulan informasi secara luas, eksplorasi alternatif, dan

menekankan implikasi masa depan dengan keputusan sekarang.

23

Kemudian Anderson menjelaskan

”Public policy may be viewed as the response of political system to demands arising

from its environment. The political system, as defined by Easton, is composed of those

indefinitable and interrelated institutions and activities in a society that make authoritive

decision (or allocations of values) that are binding on society.

Terjemahan bebasnya bermakna sebagai berikut: Kebijakan publik dapat dilihat

sebagai jawaban sistem politik atas tuntutan-tuntutan dari lingkungan. Sistem politik

sebagaiman didefenisikan Easton terdiri atas lembaga-lembaga yang tidak dapat berdiri

sendiri dan aktivitasnya saling ketergantungan di dalam masyarakat yang membentuk otoritas

kebijakan (atau alokasi-alokas nilai) yang mengikat masyarakat.

24

Input into political system from the environment consist of demands and supports. The

Environment consists of all those conditions and events external to the bounderies of

the political system. Demands are the claim made by individuals and groups on the

political system for action to satisfy their interest. Support is rendered when groups

and individuals abide by elections results, pay taxes, obey laws, and otherwise accept

the decisions and actions of the authorative political system made response to

demands

:

22

Ibid., h. 127

23

James E. Anderson, Public policy Making (III, Hongkong, University of Hongkong, 1979 ) h. 13

24

(23)

Terjemahan bebasnya bermakna :

Input dari lingkungan terjadap sistem politik terdiri atas tuntutan dan dukungan.

Lingkungan terdiri atas seluruh peristiwa-peristiwa dari luar sistem yang memasuki batas dan

sistem politik.Tuntutan adalah keluhan yang diungkapkan oleh individu-individu atau

kelompok terhadap sistem politik untuk memberikan keuntungan bagi mereka.Dukungan

terjadi ketika kelompok-kelompok atau individu-individu yang diabaikan hasil pemilihan,

membayar pajak, mematuhi peraturan dan namun demikian menerima keputusan dan

tindakan dari otoritas sistem politik yang dilakukan untuk menjawab tuntutan-tuntutan.

These authoritive allocations of values constitute publik policy. The concept of feed

back indicates that publik policy (out put) may subsequently alter the environment

and demands generated therein, as well as the character of political system itself.

Policy outputs may produce new demands, which lead to further policy outputs, and

so on in a continuing, never ending flow of public policy25

Upah adalah kata atau terminologi yang sangat populer di masyarakat kita secara

keseluruhan. Secara awam, upah dapat diartikan sebagai salah satu imbalan yang diterima

.

Terjemahan bebasnya bermakna :

Otoritas-otoritas pengalokasian nilai-nilai merupakan kebijakan publik.Konsep dari

umpan balik mengindikasikan bahwa kebijakan publik (out put/hasil) mungkin pada akhirnya

mengatasi lingkungan politik dan tuntutan-tuntutan yang berada didalamnya seperti karakter

sistem politik itu sendiri.Buah kebijakan mungkin saja membentuk tuntutan baru, demikian

juga dengan hasilnya (out put) dan demikianlah seterusnya berlangsung secara kontiniu, arus

kebijakan publik yang tak berujung.

I. 5. 4. Upah minimum Pengertian Upah

25

(24)

oleh seseorang yang telah melakukan kegiatan atau pekerjaan.Upah adalah salah satu unsur

dalam pelaksanaan hubungan kerja, yang mempunyai peranan strategis dalam pelaksanaan

hubungan industrial. Upah diterima pekerja atas imbalan jasa kerja yang dilakukannya bagi

pihak lain. Sehingga upah pada dasarnya harus sebanding dengan kontribusi yang diberikan

pekerja untuk memproduksi barang atau jasa tertentu. Kaitannya dengan bidang

ketenagakerjaan, pengertian pengupahan adalah imbalan yang diterima pekerja atas jasa kerja

yang diberikannya dalam proses memproduksi barang atau jasa di perusahaan. Dengan

demikian, maka pengusaha dan pekerja adalah 2 pihak yang paling berkepentingan dengan

hal-hal yang berkaitan dengan pengupahan.

Pekerja berikut keluarganya, mempunyai ketergantungan terhadap besarnya nilai upah

yang diterima dalam rangka membiayai pemenuhan kebutuhannya sehari-hari, mulai dari

kebutuhan pangan, sandang, pangan dan beragam kebutuhan lainnya. Itulah sebabnya,

pekerja atau serikat pekerja senantiasa mengharapkan bahkan sering menuntut kenaikan upah

kepada pihak pengusaha. Demikian sebaliknya, pihak pengusaha juga mempunyai

kepentingan yang besar dengan upah karena upah merupakan komponen penting pengeluaran

biaya perusahaan. Tidak jarang pengusaha mempunyai anggapan bahwa upah hanya

merupakan biaya semata, sehingga mengakibatkan kehati-hatian yang berlebihan dalam

mengalokasikan anggaran untuk upah.

Selain kedua pihak tersebut di atasyakni pemberi upah dan penerima upah, pihak lain

yang sangat terkait adalah pemerintah sebagai institusi yang mewakili negara dan masyarakat

dalam menjaga dan memelihara kondisi kehidupan sosial, ekonomi dan politik yang sehat.

Pemerintah mempunyai kepentingan untuk menetapkan kebijakan pengupahan guna

menjamin kelangsungan kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya dan

meningkatkan daya beli masyarakat sekaligus menjamin peningkatan produktivitas kerja. Di

(25)

barang dan jasa di masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan

kesempatan kerja.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, upah

adalah hak pekerja/ buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan

dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh, yang ditetapkan dan dibayarkan

menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan yang

berlaku, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan

jasa yang telah atau akan dilakukan26

Penghasilan upah komponennya terdiri atas .

Defenisi upah yang ditetapkan oleh DPPN tahun 1970 adalah suatu penerimaan

sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atas jasa

yang dilakukan, berfungsi sebagai jaminan kelangsungan hidup yang layak bagi kemanusiaan

dan produksi dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang, yang ditetapkan menurut suatu

persetujuan undang-undang dan peraturan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara

pemberi kerja dengan penerima kerja.

Komponen upah

Penghasilan pekerja /buruh yang didapat dari pengusaha ada yang berupa upah dan

bukan upah.Menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja R.I. No.SE-07/MEN/1990,

penghasilan tersebut terdiri dari upah dan non upah.

27

a. Upah pokok yaitu imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja/buruh menurut

tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan. :

b. Tunjangan tetap yaitu suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan

yang diberikan secara bertahap untuk pekerja/buruh dan keluarganya serta dibayarkan

dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok seperti tunjangan

26

Republik Indonesia, Undang-undang No. 13 Tahun 2003, Pasal 1 ayat 3

27

(26)

istri, tunjangan anak, tunjangan jabatan dan lain-lain. Tunjangan tetapa

pembayarannya dilaukuakan secara teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran

pekerja atau suatu pencapaian suatu prestasi kerja tertentu.

c. Tunjangan tidak tetap yaitu suatu pembayaran yang secra langsung maupun tidak

langsung berkaitan dengan pekerja/buruh dan keluarganya diberikan serta dibayarkan

menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok seperti

tunjangan transport atau tunjangan makan apabila diberikan berdasarkan kehadiran

pekerja/buruh

Penghasilan yang bukan upah terdiri atas28

a. Fasilitas yaitu kenikmatan dalam bentuk nyata yan diberikan perusahaan oleh karena

hal-hal khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh seperti fasilitas

kendaraan, pemberian makan secara Cuma-Cuma, sarana ibadah, tempat penitipna

bayi, koperasi, kantin dan lain-lain. :

b. Bonus yaitu pembayarean yang diterima pekerja dari hasil keuntungan perusahaan

atau karena pekerja menghasilkan hasil kera lebih besar dari target produksi yang

normal atau karena peningkatan produktivitas, besarnya pembagian bonus diatur

berdasarkan kesepakatan.

c. Tunjangan Hari Raya ( THR ), gartifikasi dan pembagian keuntungan lainnya.

Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupaan

yang layak bagi kemanusiaan, oleh karena itu pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan

yang melindung pekerja/buruh yang meliputi:

a. Upah minimum

b. Upah kerja lembur

c. Upah tidak masuk kerja Karena berhalangan

28

(27)

d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaan

e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya

f. Bentuk dan cara pembayaran upah

Pengertian Upah minimum

Jaminan hukum atas upah yang layak tercantum dalam UUD 1945 pasal 28D dan

pasal 27 ayat 2 menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan upah dan penghidupan

yang layak bagi kemanusiaan. Juga UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, di mana

dalam pasal 88 menyebutkan bahwa setiap buruh berhak memperoleh penghasilan yang layak

bagi kemanusiaan dan untuk mewujudkannya pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan

yang melindungi buruh29

Menurut Soedarjadi

. diantaranya yaitu upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup

layak (KHL), upah lembur, struktur dan skala upah yang proporsional, dan upah untuk

pembayaran pesangon.

Dalam hubungan industrial, kedudukan upah minimum merupakan persoalan

prinsipil.Upah minimum harus dilihat sebagai bagian sistem pengupahan secara

menyeluruh.Menurut ILO dalam Report of the Meeting of Experts of 1967, Upah minimum

didefinisikan sebagai upah yang memperhitungkan kecukupan pemenuhan kebutuhan makan,

pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan hiburan bagi pekerja serta keluarganya sesuai

dengan perkembangan ekonomi dan budaya tiap negara. Pengertian upah minimum menurut

Permenaker Nomor Per-01/MEN/1992 tentang upah minimum pada pasal 1 ayat 1 yang

menyatakan: upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok

termasuk tunjangan tetap.

30

29

Republik Indonesia, Undang-undang No. 13 Tahun 2003, Pasal 88

30

Soedarjadi, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Edisi Revisi (cet-V; Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2008) h. 75 , upah minimum adalah ketetapan yang dikeluarkan oleh

(28)

dengan Kebutuhan Hidup Layak pekerja (KHL) kepada pekerja yang paling rendah

tingkatannya.

Pada prinsipnya, sistem penetapan upah minimum dilakukan untuk mengurangi

eksploitasi atas buruh.Ini sesungguhnya berisi kewajiban pemerintah memproteksi

buruh.Intervensi dan peran pemerintah dalam hubungan industrial adalah bentuk penguatan

terhadap posisi tawar yang memang tidak seimbang antara buruh ketika berhadapan dengan

pengusaha.Dengan kata lain, bahwa upah minimum dapat dikatakan sebagai salah satu

instrumen kebijakan pemerintah untuk melindungi kelompok pekerja lapisan paling bawah di

setiap perusahaan agar memperoleh upah serendah-rendahnya sesuai dengan nilai atau harga

kebutuhan hidup minimum.

Pihak-pihak terkait dalam penetapan upah minimum

a. Kepala daerah

Kepala daerah menetapakan upah minimum dengan memperhatikan rekomendasi dari

dewan pengupahan dan berdasarkan usulan komisi penelitian pengupahan dan jaminan sosial

dewan ketenagakerjaan daerah.

b. Dewan pengupahan

Dewan pengupahan adalah lembaga nonstruktural yang bertugas untuk memberikan

rekomendasi kepada kepala daerah dalam menetapkan upah minimum. Dewan

pengupahanberkedudukan di tingkat nasioanal, provinsi, kabupaten/kota. Untuk

kabupaten/kota disebut dengan dewan pengupahan kabupaten/kota yang diangkat dan

diberhentikan oleh bupati/walikota. Anggota dewan pengupahan berasal dari unsur

pemerintah, buruh, dan pengusaha dengan komposisi 2:1:1, dimana suara pemerintah menjadi

mayoritas. Untuk tingkat kabupaten/kota dewan pengupahan mempunyai tugas untuk

melakukan survei KHL setiap bulannya. Hasil surveiini akan dijadikan acuan untuk

(29)

c. Komisi penelitian pengupahan dan jaminan sosial dewan ketenagakerjaan daerah

Untuk UMSProp dan UMSKab, komisi penelitian dan jaminan sosial dewan

ketenagakerjaan daerah, mengadakan penelitian serta menghimpun data dan informasi

mengenai: homogenitas perusahaan, jumlah perusahaan, jumlah tenaga kerja, devisa yang

dihasilkan, kemampuan perusahaan, asosiasi perusahaan, dan serikat buruh terkait.

Tujuan kebijakan upah minimum

Penetapan kebijakan upah minimum adalah sebagai jaring pengaman (sosial safety

net) dimaksudkan agar upah tidak terus merosot sebagai akibat dari ketidakseimbangan pasar

kerja (disequilibrium labour market). Juga untuk menjaga agar tingkat upah pekerja pada

level bawah tidak jatuh ke tingkat yang sangat rendah karena rendahnya posisi tawar tenaga

kerja di pasar kerja. Agar pekerja pada level bawah tersebut masih dapat hidup wajar dan

terpenuhi kebutuhan gizinya, maka dalam penetapan upah minimum mempertimbangkan

standar kehidupan pekerja.

Kebijakan penetapan upah minimum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Nomor 13 tahun 2003 diarahkan untuk mencapai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) selain

memberi jaminan pekerja/buruh penerima upah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Program

pencapaian upah minimum terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menunjukan perbaikan

nyata. Hal ini dimaksudkan bahwa pemenuhan kebutuhan hidup akan dicapai secara

bertahap.

Di lain pihak upah minimum juga diharapkan harus dapat mendorong kemajuan usaha

dan daya saing sehingga menaikkan tingkat produktivitas. Di sisi lain dalam penetapan upah

minimum juga perlu mempertimbangkan kemampuan membayar upah dari usaha-usaha

mikro dan kecil yang paling tidak mampu (marginal) untuk tetap hidup yang nantinya

usaha-usaha tersebut diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dalam upaya mengurangi

(30)

Penetapan upah minumum dipandang perlu sebagai salah satu bentuk perlindungan

upah, dengan tujuan :

1. Menghindari atau mengurangi persaingan yang tidak sehat sesama pekerja dalam kondisi

pasar kerja yang surplus, yang menyebabkan pekerja menerima upah di bawah tingkat

kelayakan.

2. Menghindari atau mengurangi kemungkinan eksploitasi pekerja yang memanfaatkan

kondisi pasar untuk akumulasi keuntungannya.

3. Sebagai jaring pengaman untuk menjaga tingkat upah

4. Menghindari terjadinya kemiskinan absolut pekerja melalui pemenuhan kebutuhan dasar

pekerja.

Upah minimum di Indonesia diperkenalkan tahun 1996, peran upah minimum

semakin penting. Hingga tahun 2000, tingkat upah minimum ditetapkan oleh Menteri Tenaga

Kerja untuk tiap propinsi di Indonesia. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, mulai tahun

2000 tanggung jawab menetapkan upah minimum terletak di pundak pemerintah propinsi dan

pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu setiap daerah harus membentuk dewan

pengupahan sebagai lembaga non struktural yang bertugas dalam perumusan upah minimum

kota.

Jenis-jenis upah minimum

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 jo.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 jangkauan

wilayah upah minimum meliputi:

a. Upah minimum provinsi (UMP) adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh

(31)

b. Upan minimum kabupaten/kota (UMK) adalah upah minimum yang berlaku di daerah

kabupaten/kota.

c. Upah minimum sektoral provinsi (UMPProp) adalah upah minimumyang berlaku

secara sektoral di seluruh kabupaten/kota da satu provinsi

d. Upah minimum sektoral kabupaten/kota(UMSKab) adalah upah minimum yang

berlaku secara sektoral di daerah kabupaten/kota.

Menurut Hardijan Rusli upah minimum dapat terbagi atas31

a. Upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten/kota. Besar upah yang

untuk tiap wilayah propisi dan kabupaten/kota tidaklah sama tergantung dari nilai

kebutuhan minimum di daerah yang bersangkutan. Setiap kabupaten/kota tidak boleh

menetapkan upah minimum di bawah upah minimum propinsi yang bersangkutan. :

b. Upah minimum berdasarkan sektor/subsektor pada wilayah provinsi atau

kabupaten/kota. Upah minimum sektoral ditetapkan berdasarkan kelompok usaha

tertentu misalnya kelompok usaha manufaktur dan non faktur. Upah minimum

sekotoral ini tidak boleh lebih rendah dari upah minimum di daerah yang

bersangkutan.

Mekanisme Perumusan Upah Minimum Provinsi

Dalam perumusan Upah Minimum Provinsi (UMP) Pemeritah Daerah membentuk

dewan pengupahan Provinsi yang beranggotakan dari wakil pemerintah, kantor/dinas, unit

terkait, organisasi serikat pekerja, organisasi pengusaha, dan akademisi. Dewan pengupahan

Provinsi berfungsi melakukan survei dan pendataan harga-harga bahan pokok di daerah

sekitarnya, dalam komponen kelompok-kelompok kebutuhan hidup layak yang antara lain

meliputi komponen sandang, pangan, perumahan, kesehatan, transportasi, rekreasi, dan

tabungan.

31

(32)

Setelah data terhimpun kemudian dikaji, dihitung, dan dianalisa apakah

perusahaan-perusahaan mampu membayar kenaikan yang akan ditetapkan. Kebijakan diambil

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan inflasi, dan faktor-faktor lain. Biasanya

masing-masing perwakilan menghitung kenaikan berbeda-beda karena mereka melihat sudut pandang

dan kepentingan yang berbeda.Organisasi serikat pekerja selalu minta lebih tinggi dari wakil

pengusaha, sedangkan untuk wakil pemerintah berperan sebagai stabilisator.

Hasil survei yang dilakukan oleh tim peneliti nantinya akan dibawa dalam forum

musyawarah dewan pengupahan untuk dibahas dan disepakati besaran nilai KHL yang akan

diajukan kepada kepala daerah nantinya, sebagai bentuk bahan pertimbangan dalam

menetapkan UMP. Masing-msaing perwakilan pastinya mengahendaki hasil survei mereka

yang disepakati ataupun yang paling mendekati untuk menjadi pertimbangan yang akan

diajukan kepada kepala daerah.

Upah minimum berlaku terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berjalan dan ditetapkan 60

hari sebelumnya (untuk UMP), dan 40 hari sebelumnya (untuk UMK).

60 hari 40 hari UPAH MINIMUM

UMP UMK

Untuk mencapai kesepakatan akan tingkat upah yang menjadi dasar pertimbangan

dalam penetapan upah minimum maka lembaga tripartit yang terdiri dari unsur pengusaha,

serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah daerah harus melakukan rapat dan forum

musyawarah yang membahas, mengkaji, dan menganalisis tingkat upah yang diusulkan oleh

(33)

disepakati bersama oleh ketiga lembaga tripartit tersebut haruslah berdasarkan hasil survei

Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang menjadi dasar perumusan upah minimum.

Dalam forum diskusi dan musyawarah yang dilakukan oleh lembaga tripartit tersebut

tidak dapat dihindari terjadinya pertentangan dan perdebatan tentang tingkat upah yang

menjadi usulan nantinya. Masing-masing lembaga akan mempertahankan pandanganya

tentang tingkat upah yang mereka usulkan. hal ini karena masing-masing lembaga memiliki

usulan upah yang berbeda sesuai dengan kepentingan yang mereka wakili. Inilah yang

menjadi salah satu permasalahan dalam perumusan tingkat upah, oleh karena itu tidaklah

mudah untuk mencapai kesepakatan akan tingkat upah minimum.

Sebelum perumusan kebijakan pengupahan Terlebih dahulu lembaga tripartit tersebut

melakukan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di pasar-pasar tradisional. Dengan survei

KHL ini maka dewan pengupahan dapat menyesuaikan tingkat harga kebutuhan buruh saat

ini dengan usulan upah yang nantinya di rumuskan. KHL bukan satu-satunya faktor yang

dipertimbangkan dalam penetapan upah minimum, masih ada 4 faktor lain, yaitu:

produktivitas, pertumbuhan ekonomi, kemampuan usaha marginal dan kondisi pasar kerja.

Namun keempat faktor tersebut masih bersifat kualitatif. KHL merupakan faktor yang

bersifat kuantitatif, oleh karena itu dalam menetapkan nilai KHL yang akan dijadikan sebagai

dasar pertimbangan dalam penetapan upah minimum haruslah tepat dan akurat.

Hasil survei KHL tersebut nantinya akan menjadi dasar perumusan tingkat upah oleh

pemerintah daerah, serikat pekerja/serikat buruh dan juga dunia usaha. Ketiga lembaga

tripartit tersebut mewakili kepentingan masing-masing.Sehingga mereka mengusulkan

tingkat upah yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan kepentingan yang melatar

belakangi mereka.Hanya pemerintah lah yang menjadi penengah antara kedua kelompok

kepentingan tersebut.Tidak lah mudah untuk mencapai kesepakatan dalam menentukan

(34)

belakang kepentingan yang berbeda tentang upah.Keinginan untuk mempertahankan

pandangan atau pun kepentingannya pasti ada. Setiap perbedaan dan perdebatan tentang

tingkat upah yang diusulkan oleh masing-masing lembaga akan dirapatkan dan

dimusyawarahkan.

Hal yang menjadi perdebatan dalam forum atau rapat dewan pengupahan adalah

usulan akan tingkat upah minimum yang akan disepakati nantinya. Serikat pekerja/serikat

buruh akan mengusulkan tingkat upah yang tinggi dan diatas dari nilai KHL, namun

sebaliknya tingkat upah yang diusulkan dunia usaha cenderung rendah dan dibawah nilai

KHL. Dan pemerintah daerah sendiri sebagai penengah juga akan mengusulkan tingkat upah

yang dinilai mampu menengahi kedua kepentingan dari serikat pekerja dan pengusaha.

Perdebatan dan perbedaan usulan antara serikat pekerja dan pengusaha ini harus dibahas

bersama dan di musyawarahkan demi mencapai kesepakatan.Jika musyawarah tidak

menghasilkan kesepakatan maka dewan pengupahan melakukan voting tentang tingkat upah

yang menjadi hasil kesepakatan bersama.Hasil kesepakatan rapat diputuskan dengan syarat

2/3 kuorum. Bagaimana pun juga kesepakatan akan tingkat upah yang nantinya menjadi dasar

penetapan upah minimum haruslah diputuskan.

Melalui rapat dewan pengupahan maka semua perbedaan hasil survei dibahas, dikaji,

dihitung, dan dianalisa untuk mendapatkan besaran upah yang menjadi usulan bagi

pertimbangan penetapan upah minimum yang nantinya diputuskan oleh kepala

daerah.Meskipun ada perbedaan dari masing-masing lembaga dapat dimusyawarahkan atau

mungkin tidak, maka jumlah nominal tetap diusulkan kepada kepala daerah. Oleh karena itu

interaksi lembaga tripartit tersebut akan menentukan tercapai tidaknya kesepakatan akan

tingkat upah yang menjadi usulan dewan pengupahan nantinya sebagai dasar pertimbangan

(35)

Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

Dalam tataran normatif, KHL merupakan standar kebutuhan yang harus dipenuhi

seorang buruh lajang untuk dapat hidup layak, baik secara fisik maupun nonfisik dalam kurun

waktu satu bulan.Setiap pekerja berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan

pengembangan diri secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.Upah minimum dipandang

sebagai sumber penghasilan bersih (take home pay) sebagai jaring pengaman (Safety net)

KHL.Sebab itu, upah minimum diharapkan dapat memenuhi kebutuhan seorang buruh

terhadap pendidikan, kesehatan, transportasi, dan rekreasi.Bahkan, bila dimungkinkan dapat

disisihkan untuk menabung.

Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,

dalam pasal 88 ayat (4) diamanatkan bahwa pemerintah menetapkan upah minimum

berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan

pertumbuhan ekonomi. Dalam pasal 89 juga dijelaskan bahwa Kebutuhan Hidup Layak

(KHL) dalam penetapan upah minimum dicapai secara bertahap.Sebagai tindak lanjut dari

amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 seperti tersebut diatas, maka diterbitkanlah

Permenakertrans Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan

Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.

Nilai kebutuhan hidup layak (KHL) diperoleh melalui survei harga yang dilakukan

oleh tim tripartit ( untuk pemerintah diwakili oleh badan pusat statistic (BPS), perwakilan

pengusaha dan perwakilan serikat buruh).

Pokok-pokok pikiran yang mendasari perumusan komponen KHL adalah sebagai

berikut :

(36)

2. Semakin banyaknya angkatan kerja wanita yang memasuki pasar kerja, sehingga perlu

mengakomodir kebutuhan khusus pekerja wanita.

3. Kondisi masyarakat Indonesia yang religius, sehingga perlu mengakomodir kebutuhan

perlengkapan ibadah yang juga memerlukan biaya.

4. Perlunya menambahkan beberapa jenis kebutuhan yang secara riil digunakan oleh

masyarakat pada semua lapisan.

I. 6. Defenisi Konsep

Defenisi Konsep32

1. Formulasi Kebijakan, yaitu dapat diartikan pengembangan sebuah mekanisme untuk

menyelesaikan masalah publik, dimana pada tahap para analis kebijakan public mulai

menerapakan beberapa teknik untuk menjustifikasi bahwa sebuah pilihan kebijakan

merupakan pilihan yang terbaik dari kebijakan yang lain.

adalah istilah yang digunakan dalam menggambarkan secara

abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu

sosial.Tujuannya adalah untuk mendapatkan pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang

diteliti, maka berdasarkan pada judul yang dipilih oleh peneliti, maka yang menjadi konsep

dalam penelitian ini adalah :

2. Peranan, yaitu dapat diartikan merupakan fungsi dan wewenang yang berpengaruh

terhadap suatu peristiwa

I. 7. Defenisi Operasional

Defenisi Operasional33

32

Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survey, (Jakarta, LP3S, 1995) h. 37

33

Ibid., h. 47

adalah suatu batasan yang diberikan pada suatu variabel

dengan cara memberikan memberikan atau mempersiapkan, memberikan suatu petunjuk

(37)

Konsep operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya

mengukur suatu variabel. Konsep operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah

dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator sehingga akan lebih memudahkan

operasionalisasi dari suatu penelitian. Defenisi operasional dari varibel adalah sebagai berikut

:

1. Formulasi Kebijakan, dengan Indikator :

• Mengetahui preferensi publik dan kecenderungannya

• Menemukan pilihan-pilihan kebijakan

• Menilai konsekunsi masing-masing pilihan kebijakan

• Menilai ratio nilai sosial yang dikorbankan

• Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien

2. Peranan Dewan Pengupahan Daerah, dengan indikator :

(38)

I. 8. Sistematika Penulisan BAB I: Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan.

BAB II: Metode Penelitian

Bab ini berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, Populasi dan sampel, teknik

pengumpulan data, dan teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB III:Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini berisikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian sebagai objek

penelitian yang relevan dengan topic penelitian.

BAB IV: Penyajian Data

Bab ini berisikan hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokemnetasi yang

akan dianalisis

BAB V: Analisi Data

Bab ini berisikan pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan dan

diperoleh dari lokasi penelitian.

BAB VI: Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan penelitian dan saran-saran dari hasil penelitian yang

(39)

BAB II Metode Penelitian II.1.Bentuk Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang bertujuan membuat

deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,

sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki34. Telaah deskriptif merupakan

sebuah teknik pengkajian yang dilakukan dengan cara menganalisis beberapa parameter yang

dipandang sebagai determinan bagi sebuah topik35

Menurut Moleong informan adalah orang yang dapat memberikan keterangan atau

informasi mengenai masalah yang sedang ditelitidan dapat berperan sebagai narasumber

selama proses penelitian

.

II. 2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di pemerintah Provinsi Sumatera Utara khususnya

pada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara

II. 3. Informan

Untuk dapat memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai masalah yang sedang

dibahas, maka dipergunakan teknik informan. Informan adalah seseorang yang benar-benar

mengetahui suatu persoalan atau permasalahan tertentu yang darinya dapat diperoleh

informasi yang jelas, akurat dan terpercaya baik berupa pernyataan, keterangan atau data-data

yang dapat membantu dalam memahami persoalan atas permasalahan tersebut.

36

1. Unsur Depeda : 3 orang (serikat buruh 1 orang, pengusaha 1 orang,

pemerintah 1 orang) .

Berdasarkan uraian diatas maka ditentukanlah informan untuk penelitian ini adalah :

34

Moh Nazir, Metode penelitian,cet-3,(Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988) h. 63

35

Sarundajang,Arus balik kekuasaan pusat ke daerah,(Jakarta, Sinar Harapan, 1999) h. 3

36

(40)

2. Akademisi : 1 orang

II. 4. Teknik Pengumpulan data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik

pengumpulan data primer dan sekunder,

1. Pengumpulan data primer, yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian

langsung kelokasi penelitian (field research) untuk mencari data-data yang lengkap

dan berkaitan dengan masalah yang diteliti dan dilakukan melalui :

• Wawancara, yaitu dilakukan untuk memperoleh data yang lengkap dan

mendalam dari objek penelitian.

2. Pengumpulan data sekunder

• Penelitian kepustakaan yaitu buku, tulisan, dan karya ilmiah yang

berhubungan

• Studi dokumentasi yaitu catatan tertulis yang ada di lokasi penelitian

II. 5. Teknik Analisa Data

Data-data akan dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif yaitu,

yaitu analisa terhadap data yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam

menghubungkan fakta, data dan informasi. Dimana data yang diperoleh akan dikumpulkan

untuk kemudian diolah, disusun dan diperinci secara sistematis sehingga diperoleh suatu

(41)

BAB III

Deskripsi Lokasi Penelitian GAMBARAN UMUM PROVINSI SUMATERA UTARA III. 1 Kondisi Geografis Daerah

1. Luas Wilayah

Provinsi Sumatera Utara terletak diantara 1 0

Timur. Luas wilayah Provinsi Sumatera Utara mencapai 71.680,68 km 2

atau 3,72% dari luas

Wilayah Republik Indonesia, dengan posisi geografis antara 1 0

Provinsi Sumatera Utara memiliki 162 pulau, yaitu 6 pulau di Pantai Timur dan 156 pulau di

Pantai Barat.

Batas wilayah Provinsi Sumatera Utara meliputi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

di sebelah Utara, Provinsi Riau dan Sumatera Barat di sebelah Selatan, Samudera Hindia di

sebelah Barat, serta Selat Malaka di sebelah Timur.Letak geografis Provinsi Sumatera Utara

berada pada jalur strategis pelayaran Internasional Selat Malaka yang dekat dengan

Singapura, Malaysia dan Thailand.

2. Topografis

Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi

serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur ditengah-tengah dari Utara ke Selatan.

Kemiringan tanah antara 0 - 12 % seluas 65,51% seluas 8,64 % dan diatas 40 % seluas 24,28

%, sedangkan luas Wilayah Danau Toba 112.920 Ha atau 1,57 %.

Berdasarkan Topografi Daerah Sumatera Utara dibagi atas 3 (tiga) bagian yaitu

bagian Timur dengan keadaan relatif datar, bagian tengah bergelombang sampai berbukit dan

bagian Barat merupakan dataran bergelombang.Wilayah Pantai Timur yang merupakan

dataran rendah seluas 24.921,99 Km 2

(42)

adalah Daerah yang subur, kelembaban tinggi dengan curah hujan relatif tinggi pula. Wilayah

ini memiliki potensi ekonomi yang tinggi sehingga cenderung semakin padat karena arus

migrasi dari wilayah Pantai Barat dan dataran tinggi.Banjir juga sering melanda wilayah

tersebut akibat berkurangnya pelestarian hutan, erosi dan pendangkalan sungai.Pada musim

kemarau terjadi pula kekurangan persediaan air disebabkan kondisi hutan yang kritis.

Wilayah dataran tinggi dan wilayah Pantai Barat seluas 46.758,69 Km 2

atau 65,23

persen dari luas wilayah Sumatera Utara, yang sebagian besar merupakan pegunungan,

memiliki variasi dalam tingkat kesuburan tanah, iklim, topografi dan kontur serta daerah yang

struktur tanahnya labil. Beberapa danau, sungai, air terjun dan gunung berapi dijumpai di

wilayah ini serta sebagian wilayahnya tercatat sebagai daerah gempa tektonik dan vulkanik.

3. Iklim

Iklim di Sumatera Utara termasuk iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin Passat dan

angin Muson.Kelembaban udara rata-rata 78%-91%, Curah hujan (800-4000) mm / Tahun

dan penyinaran matahari 43%.

4. Batas Administrasi

Wilayah Sumatera Utara berada pada jalur perdagangan Internasional, dekatdengan

dua Negara Asean, yaitu Malaysia dan Singapura serta diapit oleh 3(tiga) Provinsi, dengan

batas sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

• Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka.

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia

5. Pembagian wilayah Administrasi Pemerintahan

Seiring dengan laju perkembangan pemekaran wilayah Kabupaten / Kota di wilayah

Gambar

Tabel.2.2
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai penjelasan tersebut, penulis mengamati pelaksanaan yang dilakukan oleh guru dalam mengajarkan materi menentukan pokok-pokok berita, menarik kesimpulan isi

Perencanaan, Pada siklus I, peneliti mempersiapkan kegiatan dengan langkah- langkah sebagai berikut : 1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sesuai dengan

Fasilitas pelengkap jalan pada area Black Spot ini sudah termasuk baik, namun masih ada terdapat beberapa rambu lalu lintas yang tidak terlihat dengan jelas

1. Saat awal musim bunga lebah ratu umur satu tahun dengan jumlah sisiran eram lima mempunyai bobot anggota koloni terbanyak. Selama musim bunga umur lebah ratu tiga

1. Pengadilan Militer Pertempuran.. Tempat kedudukan Pengadilan Militer Utama berada di Ibukota Negara RI, sementara Pengadilan Militer yang lainnya tempat kedudukannya

Hasil penelitian ini didapat faktor utama kekuatan PT Perkebunan Tambi yaitu terdapat pemotivasian kepada karyawan secara teratur, dengan nilai skor 0,269, faktor

123 Berdasarkan diagram diatas, telah terjadi peningkatan prosentase pada tingkat kemampuan penyesuaian diri siswa yang baik, hal ini berarti bahwa siswa yang

Berdasarkan hasil pembahasan masalah dalam penulisan hukum yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Tari