• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Umum Kabupaten Sinjai Sebagai Daerah Penelitian 1. Sejarah Kabupaten Sinjai

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

A. Deskripsi Umum Kabupaten Sinjai Sebagai Daerah Penelitian 1. Sejarah Kabupaten Sinjai

Kabupaten Sinjai adalah salah satu daerah tingkat II yang ada di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.ibu kota kabupaten ini terletak di Balangnipa atau di kota Sinjai, dengan luas wilayah 819,96 km2 dan memiliki jumlah penduduk sebanyak 269.908 jiwa (2021).

Kabupaten Sinjai merupakan salah satu Kabupaten yang secara Geografis terletak dibagian pantai Timur selatan jazira Sulawesi Selatan, yangterdiri dari 9 kecamatan, 67 desa dan 13 kelurahan. Kabupaten Sinjai Terletak di bagian Timur Provinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 223 km dari kota Makassar. Dan berada pada posisi 5ᵒ2’56” - 5 ᵒ21’16” Lintang Selatan dan antara 119ᵒ 56’30” - 120ᵒ 25’33” Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Sinjai 819,96 Km2 (81.996 Ha).

Kabupaten sinjai yang kita kenal sekarang, Dahulu terdiri dari beberapa kerajaan-kerajaan, seperti kerajaan-kerajaan yang tergabung dalam federasi TELLU LIMPOE dan kerajaan-kerajaan yang tergabung dalam PITU LIMPOE. TELLU LIMPOE terdiri dari kerajaan-kerajaan yang berada dekat pesisir pantai yaitu kerajaan Tondong, Bulo-bulo, dan Lamatti, sedangkan PITU LIMPOE adalah kerajaan-kerajaan yang berada di dataran yaitu kerajaan Turungeng, Manimpahoi, Terasa, Pao, Manipi, Suka, dan Bala Suka.

Dalam lontara susunan raja-raja yang ada di Sinjai pada masa lampau, bahwa yang pertama menjadi Raja dan Arung ialah Manurung Tanralili, yang kemudian dikena dengan gelar TIMPAE TANA atau TO PASAJA. Keturunan Puatta Timpae Tana atau To PASAJA merupakan cikal bakal dan pendiri kerajaan Tondong, Bulo-Bulo dan Lamatti.

Adapun kerajaan yang pertama berkembang di wilayah PITU LIMPOE adalah kerajaan Turungeng, Rajanya adalah seorang wanita yang diperistrikan oelh Putra Raja Tallo.Salah seorang wanita kawin dengan seorang putra Raja Bone, dari perkawinan itu lahirlah tujuh orang anak, yaitu seorang anak wanita dan enam orang laki-laki.Anak yang kemudian ibunya memerintah di Turungeng, sementara yang lain ada di Manimpahoi, Terasa, Pao, Manipi, Suka dan Bala Suka.

Bila ditelusuri hubungan antara kerajaan-kerajaan yang ada di Kabupaten Sinjai dimasa lalu, maka akan terlihat dengan jelas bahwa ia memiliki hubugan yang terjalin dengan erat oleh tali kekeluargaan yang dalam bahasa bugis disebut SIJAI artinya sama jahitannya. Hal ini lebih diperjelas dengan adanya gagasan dari LAMASSIAJENG Raja Lamatti X untuk memperkokoh bersatunya antara kerajaan Bulo-bulo dengan Lamatti dengan ungkapannya PASAJAI SINGKURENNA LAMATTI BULO-BULO artinya satukan keyakinan Lamatti dengan Bulo-bulo, sehingga setelah meninggal dunia beliau diberi gelar PUATTA MATINROE RISIJAINA tanggal 22 Ramadhan 1066 Hijriah, karena rakyat Sinjai tetap berpegang teguh pada perjanjian Topekkong.

28

Tahun 1824 Gubernur Jendral Hindia Belanda Van der Capellen datang dari Batavia membujuk I Cella Arung Bulo-bulo XXI agar menerima perjanjian Bongaya dan mengizinkan Belanda menyerang Sinjai dibawah pimpinan Andi Mandasini dan Baso Kalaka berhasil memukul mundur pasukan Belanda.

Tahun 1859 Belanda dengan pimpinan Jendral Van Swiaten kembali mengadakan serangan besar-besaran ke Sinjai, baik melalui laut maupun darat.Oleh karena kekuatan yang tidak seimbang maka akhirnya Sinjai direbut oleh Belanda.

Tanggal 15 November 1861 berdasarkan surat keputusan Gubernur Sulawesi dan daerah, takluknya wilayah Tellu Limpoe Sinjai dijadikan satu wilayah pemerintahan dengan sebutan GOSTER DISTRICTEN.

Tanggal 24 Februari 1940 , Gubernur Grote Gost menetapkan pembagian administratif untuk daerah timur termasuk Residensi Celebes, dimana Sinjai bersama-sama beberapa Kabupaten lainnya berstatus sebagai Onther Afdeling Sinjai terdiri dari beberapa Adats Gemenchap, yaitu cost Bulo-bulo, Tondong, Manimpahoi, Lamatti West, Bulo-bulo, Manipi, dan Turungeng.

Pada masa kependudukan Jepang, struktur pemerintahan dan namanya ditata sesuai kebutuhan bala tentara Jepang yang bermarkas di Gojeng.Dalam kancah perjuang kemerdekaan menegakkan Proklamasi 17 Agustus 1945, para rakyat Kabupaten Sinjai membentuk berbagai organisasi perlawanan seperti sumber darah Rakyat atau SUDARA, kris Muda dan lain-lain. Pantai-pantai yang

ada di Sinjai menjadi transit bagi para pejuang kemerdekaan yang akan ke Jawa dan sebaliknya.

Tanggal 20 Oktober 1959 Sinjai resmi menjadi Kabupaten berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1959 dan tanggal 27 Februari 1960 Abdul Latif dilantik menjadi kepala Daerah Tingkat II Sinjai yang pertama.

Budaya masyarakat dikabupaten Sinjai masih sangat kental dengan adat istiadatnya misalnya saja Mabarasanji, kegiatan ini dilakukan disetiap acara misalnya perkawinan serta acar-acara besar lainnya, Tahapan upacara Kematian, upacara ini dilakukan ketika ada masyarakat yang meninggal dunia, keluarga ataupun kerabat datng dan menghadirinya, selain itu para pelayat yang hadir biasanya membawa sidekka (sumbangan kepada keluarga yang ditinggalkan) Marrima Salo, yaitu tradisi ini dilakukan oleh masyarakat yang bertempat tinggal dipesisir pantai untuk merayakan panen hasil laut.

2. Kondisi Geografis dan Iklim

Kabupaten Sinjai secara Geografis berada pada posisi :5ᵒ2’56” - 5 ᵒ21’16” Lintang Selatan dan antara 119ᵒ 56’30” - 120ᵒ 25’33” Bujur Timur..dan mempunyai batasan wilayah, sebagai berikut:

a. Utara: Kabupaten Bone b. Timur: Teluk Bone

c. Selatan: Kabupaten Bulukumba d. Barat: Kabupaten Gowa

30

Kabupaten Sinjai merupakan salah satu Kabupaten yang secara Geografis terletak dibagian pantai Timur bagian selatan jazira Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 223 km dari kota Makassar( ibu kota Propinsi Sulawesi Selatan ),Luas wilayahnya sekitar 819,96 Km2 (81.996 Ha). Kabupaten Sinjai memiliki garis pantai Dengan panjang pantai kurang lebih 28 km. Wilayah administratif terbagi atas 9 Kecamatan, 13 kelurahan, 67 desa, dan 259 lingkungan atau dusun dengan luas wilayah 819,96 Km2, atau 1,29 persen dari luas wilayah yang ada didaratan Propinsi Sulawesi Selatan. Ibu kota Kabupaten Sinjai adalah Sinjai.

Berdasarkan situasi Geografis, daerah Kabupaten Sinjaitermasuk beriklim Sub Tropis. Kelembapan udara rata-rata berkisar antara 64-87 persen, dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 21,1 C – 32,4 C.wilayah Kabupaten Sinjai memilki curah hujan rata-rata 2.772 sampai 4.847 milimeter dengan 120 Deep rain pertahun. Adapun Musim Hujan dimulai Februari s/d Juli dan musim panas mulai Agusutus s/d Oktober dan kelembaban mulai November s/d Januari.

3. Topologi, Geologi, dan Hidrologi

Topologi wilayah Kabupaten Sinjai terdiri terdiri dari wilayah laut atau pantai, wilayah dataran rendah dan wilayah dataran tinggi.Secara morfologi kondisi topografi wilayah di Kabupaten Sinjai sangatlah bervariasi,mulai dari area dataran hingga area pegunungan. Sekitar 38,26 persen atau seluas 31.370 Ha adalah kawasan dataran hingga landai dengan kemiringan 0 -15 persen.sedangkan Area perbukitan hingga bergunung memiliki kemiringan diatas 40 persen, yang diperkirakan seluas 25.625 Ha atau 31,25 persen.

Berdasarkan kondisi Geologi di Kabupaten Sinjai, terdapat beberapa persebaran batuan yang berada di Kabupaten Sinjai yang di golongkan menjadi 5 kelompok seperti : Batuan vulkanik atau beku, Batuan Endapan,Batuan Mikan atau metamorf, Batuan Allvial, serta Batuan Organik. Adapun jenisSpesifikasi batuan yang ada di Kabupaten Sinjai adalah batuan yang termuda serta berumur Plesistosen yang tersusun dari batuan induk, lava, Breksi, endapan lahar dan Tufa.Yang pada umumnya terdiri dari bahan batuan yang kurang kompak dan mudah tergeser, hal tersebut menindih endapan alluviun yang berupa pasir dan kerikil, lempung dan lahar yang pada umumnya masih sangat mudah terlepas. Di kawasan pantai biasanya terdapat hamparan pasir laut yang cukup tebal yang mempunyai struktur tanahyang keras sertaberada pada kedalaman 1,5 -2 meter dari permukaan lapisan pasir ataupun tanah.

Ada dua kategori hidrologi yang mencakup wilayah di Kabupaten Sinjai, seperti : Jenis air permukaan, Jenis air tanah dangkal serta air tanah dalam. Kedua jenis air tersebut diperoleh dari air hujan yang sebagian mengalir di permukaan (run-off) dan sebagian yang lain meresap ke dalam tanah. Adapun beberapa Jenis air yang berada dipermukaan sungai-sungai yang mengalir melalui wilayah ini yaitu: Sungai Tangka, Sungai Mangottong, Sungai Kalamisu, Sungai Bua, Sungai Lolisang dan Sungai Balangtieng, adapun beberapa sungai kecil lainnya yang sebagian besar bermuara ke Teluk Bone.

32

2. Kondisi Demografis

Penduduk merupakan faktor utama dalam perkembangan suatu wilayah atau daerah.Wilayah yang dihuni penduduk yang peduli, cerdas dan kreatif dalam memikirkan dan merencanakan perkembangan suatu wilayah secara sistematis sampai kepada tahap implementasi serta menjunjung nilai-nilai suatu budaya itu dapat menciptakan kependudukan yang harmonis dalam suatu wilaya.apalagi dengan jumlah kependudukan yang terus bertumbuh, dalam artian rantai atau regenerasi pemikir (penduduk) dalam perkembangan suatu wilayah itu terus ada dan berkembang.Jumlah pertumbuhan dan perkembangan penduduk dalam suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor kelahiran dan kematian, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor migrasi penduduk baik berpindah ke wilayah lain atau masuk dalam suatu wilayah.

Penduduk yang ada di Kabupaten Sinjai ditahun 2014 adalah sebesar 236.497 jiwa, dengan laju pertumbuhan pendudukan 0,83% selama sepuluh tahun terakhir, yang terdiri dari 114,383 jiwa. Dengan jumlah penduduk laki-laki 122.114 jiwa penduduk perempuan yang dipresentasekan menjadi perempuan : 52% dan laki-laki 48%. Kepadatan penduduk kabupaten sinjai adalah 288 jiwa per km2, adapun kecamatan Sinjai Utara menjadi daerah yang memiliki kepadatan terbesar yaitu 1.471 jiwa per km2.

Pada tahun 2015 penduduk di Kabupaten Sinjai sebesar 238.099 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 0,77% selama sepuluh tahun terakhir terdiri dari 115.202 jiwa penduduk laki-laki dan 122.897 jiwa penduduk perempuan, yang dipresentasekan menjadi perempuan 52% dan laki-laki 48%, kepadatan

penduduk kabupaten Sinjai adalah 290 jiwa per km2. Serta kecamatan Sinjai utara menjadi daerah dengan kepadatan terbesar yaitu 1.561 jiwa per km2.

Adapun di tahun 2016 penduduk di Kabupaten Sinjai sebesar 239.689 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 4,40 persen selama enam tahun terakhir, yang terdiri dari 115.962 jiwa penduduk laki-laki dan 123.727 jiwa penduduk perempuan. Kepadatan penduduk yang terjadi di Kabupaten Sinjai adalah 292 jiwa per km2.Dan Kecamatan Sinjai Utara menjadi daerah yang memiliki kepadatan penduduk terbesar yaitu 1.577 jiwa per km2.

Di tahun 2017 laju pertumbuhan meningkat menjadi 5,06% menjadi 241.208 jiwa. Dengan kepadatan penduduk Kabupaten Sinjai adalah 294 jiwa per km2. Selanjutnya pada tahun 2018 laju pertumbuhan kembali meningkat 5,70% menjadi 242.672 jiwa. Dengan kepadatan penduduk kabupaten Sinjai adalah 296 jiwa per km2. Pada catatan terakhir jumlah penduduk Kabupaten Sinjai pada tahun 2021 mencapai 269.908 jiwa yang terdiri dari 133.788 laki-laki dan 136.120 perempuan.

3. Sejarah Singkat Desa Alenangka

Sejarah Pemerintahan pada tahun 1600 pemerintah saat itu dipimpin oleh seorang wanita yang bernama Arung Besse Nangka, wilayahnya yaitu di bagian Timur gunung Bawah Karaeng yang pengelolaan sumber daya alam yaitu lahan secara berpindah-pindah.

Besse Nangka pada saat itu tidak mampu mengamankan Daerahnya dari penculukan orang-orang dari Gowa,maka datanglah ke Bone, ( Raja Bone ) meminta untuk ditugaskan seseorang di Nangka untuk menjalankan roda

34

pemerintahan, pada saat itu Arung tetap Besse Nangka tetapi yang menjalankan pemerintahan adalah Lafatosa Dg Mangunrawa dimana pada masa itu adalah zaman Belanda. Setelah Lafatosa Dg Mangunrawa meninggal, maka Arung diserahkan kembali kepada anakanya Besse Nangka yang bernama Arung Tabongkang Dg Siajeng dimana wilayahnya dibagi menjadi dua yaitu Nangka dan Serri pada masa itu pengelolaan lahan sudah menetap dan menggunakan alat tradisional.

Setalah Tabongkang Dg Siajeng meninggal, maka Arung digantikan oleh anaknya yang bernama Arung Jollo Dg Riolo, setelah Arung Jollo Dg Riolo meninggal maka digantikan oleh Arung Nangka bernama H.Syasyo yaitu sekitar tahun 1958.

Kemudian pada tahun 1960 istilah Arung untuk Desa dan Distrik untuk Kecamatan yang terakhir, yang kemudian dipimpin oleh Arung bernama Petta Sakki, pada tahun 1961 wilayah Nangka dan Serri dijadikan satu menjadi Desa dengan nama Sangiaserri yang pada saat itu pemimpinnya disebut kepala Desa, dimana wilayahnya, Batas Timur Sungai Apareng, Batas Selatan Bontopedda, Batas Barat Sungai Gofa, dan Utara sungai Dada.

Pada tahun 1980 desa dirubah statusnya menjadi Kelurahan karena merupakan kota Kecamatan dengan nama Kelurahan Sangiaserri, yang dipimpin oleh seorang lurah. Pada tahun 1982 pemerintah menerapkan satu program yang bertujuan untuk meningkatkan produksi khususnya di bidang pertanian, program tersebut bernama Lappoase.

Pada tahun 1990 kelurahan Sangiaserri di mekarkan menjadi dua kelurahan yakni Kelurahan Bikeru dan Kelurahan Sangiaserri, wilayahnya yaitu melalui pasar Bikeu ke Utara adalah Kelurahan Bikeru dan Pasar Bikeru ke selatan dan Barat adalah Sangiaseer. Kelurahan Bikeru berlangsung sampai terjadinya pemekaran kembali.

Pada tahun 2003 Kelurahan Bikeru berubah status menjadi Desa sekaligus dimekarkan menjadi dua Desa yakni Alenangka dan Gareccing, yang pada masa itu dipimpin oleh Kepala Desa.

B. Kondisi Umum Desa Alenangka