• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Deskripsi Konsep

2.2.1. Tinjauan Sistem Informasi 2.2.1.1. Pengertian Sistem

Sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hal atau kegiatan atau elemen atau subsistem yang saling bekerjasama atau yang dihubungkan dengan cara-cara tertentu sehingga membentuk suatu kesatuan untuk melaksanakan fungsi guna mencapai suatu tujuan (Sutanta, 2003:4).

Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu (Filippo dalam Paulus, 2005:23). Komponen-komponen atau subsistem dalam suatu sistem dapat berdiri sendiri-sendiri, komponen-komponen atau subsistem-subsistem tersebut saling berinteraksi dan saling berhubungan membentuk suatu kesatuan sehingga tujuan atau sasaran system tersebut dapat tercapai.

Pengembangan sistem dapat berarti menyusun suatu sistem yang baru untuk menggantikan system yang lama secara keseluruhan atau memperbaiki sistem yang telah ada. Proses pengembangan system melewati beberapa tahapan dari mulai system itu direncanakan sampai dengan sistem tersebut diterapkan, dioperasikan, dan dipelihara

2.2.1.2. Pengertian Informasi

Informasi merupakan hasil pengolahan data sehingga menjadi bentuk yang penting bagi penerimanya dan mempunyai kegunaan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang dapat dirasakan akibatnya secara langsung saat itu juga atau secara tidak langsung pada saat mendatang. Untuk memperoleh informasi, diperlukan adanya data yang akan diolah dan unit pengolah (Sutanta, 2003:10).

Informasi adalah hasil pemrosesan data yang diperoleh dari setiap elemen sistem tersebut menjadi bentuk yang mudah dipahami dan merupakan pengetahuan yang relevan yang dibutuhkan oleh orang untuk menambah informasi bagi setiap elemen akan berbeda satu sama lain sesuai dengan kebutuhannya masing-masing (Sutedjo, 2002:168)

Berdasarkan pendapat Griffin (2002:227-228), bentuk informasi yang bermanfaat adalah sebagai berikut :

a) Akurasi, informasi masih menyediakan refleksi realita yang valid dan dapat dipercaya.

b) Tepat waktu, informasi tersedia tepat pada saat pemimpin membutuhkannya untuk membuat keputusan.

c) Kelengkapan, informasi harus lengkap dan jika kurang lengkap maka cenderung akan mendapatkan gambaran realita yang tidak akurat. d) Relevansi, informasi harus relevan agar berguna bagi organisasi.

Relevansi seperti halnya ketepatan waktu, ditentukan oleh kebutuhan dan situasi organisasi.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap suatu informasi adalah fungsi, biaya, nilai, dan mutu informasi. Informasi mempunyai beberapa fungsi, anatara lain :

a) Menambah pengetahuan

Adanya informasi akan menambah pengetahuan bagi penerimanya yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang mendukung proses pengambilan keputusan

b) Mengurangi ketidakpastian

Adanya informasi akan mengurangi ketidakpastian karena apa yang akan terjadi dapat diketahui sebelumnya, sehingga menghindari keraguan pada saat pengambilan keputusan.

c) Mengurangi resiko kegagalan

Adanya informasi akan mengurangi resiko kegagalan, karena apa yang akan terjadi dapat diantisipasi dengan baik, sehingga kemungkinan terjadinya kegagalan akan dapat dikurangi dengan pengambilan keputusan.

d) Mengurangi keanekaragaman/variasi yang tidak diperlukan

Adanya informasi akan mengurangi keanekaragaman yang tidak diperlukan, karena keputusan yang akan diambil lebih terarah.

e) Memberi standar aturan-aturan, ukuran-ukuran, dan keputusan-keputusan yang menetukan pencapaian sasaran dan tujuan.

Adanya informasi akan memberikan standar, aturan, ukuran, dan keputusan-keputusan yang lebih terarah untuk mencapai sasarn dan tujuan yang telah ditetapkan secara lebih baik berdasarkan informasi yang diperoleh.

2.2.1.3. Jenis Sistem informasi

Sistem informasi dapat didefinisikan sebagai ”Sekumpulan elemen

yang saling terkait atau terpadu berupa data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang menggunakan data tersebut yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu” Abdul kadir (2003:55)

Ada berbagai cara untuk mengelompokkan sistem informasi. Klasifikasi yang umum dipakai antara lain didasarkan pada (Abdul Kadir): menurut hirarki, menurut level organisasi, dan menurut fungsional. Beberapa istilah sistem informasi lain juga sering dijumpai dalam literatur, seperti sistem informasi strategis dan sistem informasi geografi.

a) Hirarki Sistem Informasi

Jenis-jenis sistem informasi Berdasarkan hirarkies , sistem informasi bisa di bagi menjadi (Indrajit, 87):

1. Transaksional Sistem Informasi : merupakan sistem informasi dimana proses di dalamnya berupa transaksi data (CRUD) secara berulang-ulang ke dalam database. Biasanya level ini dilakukan oleh staff EDP (Electronik Data Processing)

2. Managerial Sistem Informasi : pada level ini dalam sistem informasi sudah ada fitur untuk melihat rekapitulasi data berupa pelaporan. Informasi yang dihasilkan SI pada sistem ini dimanfaatkan oleh staff pada level manager.

3. Ekskutif Sistem Informasi : pada level ini, sistem informasi sudah bisa menjadi acuan dalam mengambil keputusan(Decision Support System). Fitur SI ini dimanfaatkan oleh level ekskutif (Direktur Utama)

b) Sistem Informasi Menurut Level Organisasi

Berdasarkan level organisasi, sistem informasi dikelompokkan Kroenke (1992) menjadi :

1. Sistem informasi departemen

(departmental information system) adalah sistem informasi yang hanya digunakan dalam sebuah departemen. Sebagai contoh, departemen SDM (Sumber Daya Manusia) memiliki sejumlah program (aplikasi). Misalnya, saiah satu aplikasi digunakan untuk memantau kinerja pegawai dan aplikasi yang lain digunakan untuk menangani peiamar. Kumpulan aplikasi ini membentuk sebuah sistem yang disebut sistem informasi SDM (human resource information system atau HRIS).

2. Sistem informasi perusahaan

(enterprise information system) merupa-kan sistem informasi yangtidak terletak pada masing-masing departemen, melainkan berupa sebuah sistem terpadu yang dapat dipakai oleh sejumlah departemen secara bersama-sama. Sebagai contoh, sistem infor¬masi perguruan tinggi mengintegrasikan bagian-bagian seperti peng-ajaran, keuangan, dan kemahasiswaan.

3. Sistem informasi antarorganisasi

(interorganizational information system atau terkadang disebut IOS / interorganization system) merupakan jenis sistem informasi yang menghubungkan dua organisasi atau lebih. Sebagai gambaran, sistem informasi reservasi pesawat terbang adalah contoh sistem informasi yang memungkinkan biro perjalanan yang menjual tiket dan maskapai penerbangan bisa berbagi informasi. Contoh yang lain yaitu sistem para pemasok yang dapat dihubungkan ke sistem infor-masi Wal-Mart (www.walmart.com), retailer terkemuka di Amerika, yang memungkinkan pihak pemasok dapat segera mengetahui sediaan yang berada di bawah level minimum sehingga pemasok dapat segera mengirimkan produk mereka ke Wal-Mart (Ebert dan Griffin, 2003). Pada awal 1990-an, perusahaan IBM, Apple, dan Motorola membentuk aliansi strategis yang dimaksudkan untuk mematahkan dominasi Intel ter-hadap pasar CPU (central processing unit). Ketiga perusahaan ini meng-gunakan IOS sebagai sarana berbagi informasi dalam pengembangan produk. Chip yang disebut PowerPC merupakan hasil dari kolaborasi

ter-sebut (Haag, 1999). Kini, model seperti ini banyak diimplementasikan dalam perdagangan elektronis (e-Commerce) yang menghubungkan pemasok dan penjual, atau yang lebih dikenal dengan sebutan B2B atau . Business to Business

c) Sistem Informasi menurut Fungsional

Penggolongan sistem-sistem informasi fungsional sering kali didasarkan pada perspektif yang berbeda. Hall (2001) membedakan sistem infor¬masi akuntansi dengan sistem informasi lainnya. Semua informasi, selain sistem informasi akuntansi, dianggap sebagai sistem informasi mana-jemen. Jika sistem informasi akuntansi mencakup semua transaksi yang berhubungan dengan keuangan dalam perusahaan, sistem informasi manajemen mencakup semua transaksi non-keuangan. Oleh karena itu, sistem informasi akuntansi dibedakan dengan sistem informasi mana¬jemen. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa sistem informasi akuntansi sebenarnya hanyalah bagian dari sistem informasi manajemen (Gelinas, Oram, dan Wiggins, 1990). Atau, beberapa sistem fungsional sebenarnya adalah bagian atau subsistem dari sistem informasi akuntansi (Romney, Steinbart, dan Cushing, 1997). Menurut McLeod (1988), sistem informasi justru merupakan subsistem bagi sistem informasi fungsional yang lain. Pada prinsipnya, pandangan-pandangan yang telah diutarakan tak ada yang salah, karena hal itu memang tergantung pada implementasi sistem informasi itu sendiri.

2.2.2. Tinjauan Pajak 2.2.2.1. Pengertian Pajak

Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun sprituil. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Dalam suatu negara pastilah terdapat pemerintahan yang berperan mengatur seluruh kepentingan masyarakat dan dalam menjalankan roda pemerintahan diperlukan biaya yang jumlahnya sangat besar untuk memperlancar jalannya pemerintahan tersebut. Biaya itu berasal dari pendapatan pendapatan pemerintah, yang salah satunya bersumber dari pajak. Ilyas (2000 dalam Suhendi, 2008, h.33) menjelaskan bahwa penerimaan pemerintah yang digunakan dalam membiayai pembangunan berasal dari beberapa sumber yang dapat dibedakan antara penerimaan pajak dan bukan pajak. Penerimaan bukan pajak salah satunya adalah penerimaan pemerintah yang berasal dari pinjaman pemerintah, baik pinjaman dalam negeri maupun luar negeri dan penerimaan dari badan usaha milik pemerintah sedangkan sumber penerimaan yang lainnya adalah berasal dari pajak.

Masalah pajak adalah masalah masyarakat dan Negara. Dengan demikian setiap orang yang hidup dalam suatu Negara pasti dan harus berurusan dengan pajak baik mengenai pengertiannya, kegunaan dan manfaat serta mengetahui hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak. Pengertian atau definisi perpajakan sangat berbeda-beda namun perbedaan tersebut pada prinsipnya mempunyai inti atau tujuan yang sama. Beberapa pengertian mengenai pajak menurut para ahli perpajakan antara lain: Pajak adalah

prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum ( Fieldmann dalam Resmi, 2003, h.1). Menurut Prakoso pengertian Pajak adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena Undang-Undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. (Prakoso, 2005 dalam Rahmanto, 2007, h.22).

Senada dengan itu Resmi dalam bukunya berjudul “Perpajakan :Teori Dan Kasus”, mengatakan pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, dimana diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai publict investment. (Resmi, 2003, h.2).

Sedangkan pengertian pajak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa Pajak adalah pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dsb. (Kamus besar Bahasa Indonesia, 1989, h.658).

Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi

tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum (Djajadiningrat dalam Tjahjono dan Husein, 2005, h.2).

Menurut Sudarsono (1994) pajak adalah iuran kepada Negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya yang menurut peraturan dengan tidak dapat mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk penggunaannya dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Soemitro (1997,h.7) mengatakan pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir kepada sektor pemerintahan) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang langsung dan dapat ditunjuk untuk membiayai pengeluaran umum.

Pajak juga dapat diartikan penyerahan sebagian kekayaan kepada Negara karena suatu keadaan tertentu, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman tetapi menurut pemerintah hal ini dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa timbal balik secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.

Pajak adalah suatu cara Negara untuk membiayai pengeluaran secara umum disamping kewajiban suatu warga Negara. Secara politik pajak merupakan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dan pertahanan menuju masyarakat yang berkeadilan. Oleh karena itu pajak merupakan alat yang paling efektif dari kebijakan fiskal untuk menggerakkan partisipasi rakyat kepada Negara.

Pajak juga dapat dipandang dari berbagai aspek, dari sudut pandang ekonomi pajak merupakan alat untuk menggerakkan ekonomi yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pajak juga digunakan sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi rakyat. Dari sudut pandang hukum pajak adalah masalah keuangan Negara, sehingga diperlukan peraturan-peraturan pemerintah untuk mengatur permasalahan keuangan Negara. Dari sudut pandang keuangan pajak dipandang sebagai bagian yang sangat penting.

Dari pengertian-pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah :

a) Iuran masyarakat kepada negara, dimana swasta atau pihak lain tidak boleh memungut.

b) Berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dimana mempunyai kekuatan hokum.

c) Tanpa balas jasa (prestasi) dari negara yang dapat langsung ditunjuk. d) Untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Sebagaimana telah diketahui bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu: a). Fungsi anggaran (budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang di peruntukan bagi pembiayaan pengeluaranpengeluaran pemerintah. Contoh : di masukannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

b). Fungsi mengatur (regular)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu di kenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minimum keras sehingga konsumsi minuman keras dapat di tekan. Demikian pula terhadap barang mewah.

2.2.2.2 Pengelompokan Pajak

Pajak dapat di kelompokkan ke dalam beberapa kelompok yaitu: a). Menurut golongan

1. Pajak langsung, adalah pajak yang dikenakan pada wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan pada orang lain. Dalam arti ekonomis ialah pajak yang beban pembayarannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak bersangkutan dan tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Pajak langsung dalam arti administratif ialah pajak yang dipungut secara berkala. Contoh: pajak penghasilan (PPh)

2. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau ilimpahkan kepada orang lain. Dalam pengertian ekonomis adalah pajak yang beban pembayarannya dapat dilimpahkan kepada orang lain, yang menanggung beban pajak pada akhirnya adalah konsumen. Dalam pengertian administratif adalah pajak uang dipungut setiap terjadi peristiwa yang menyebabkan terhutangnya pajak. Misal saat penyerahan penjualan dari produsen pada konsumen, saat pembuatan akta, surat persetujuan (sewa menyewa, jual beli, pinjam meminjam), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bea materai (pajak atas dokumen), bea balik nama, pajak tontonan dan sebagainya.

2,2,2,3, PPh pasal 21 a). Pengertian

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabata, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Subyek pajak dalam negri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan.

b). Pemungut & Objek PPh Pasal 21

Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya

3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan

penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran lain sejenis

4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan

5. Imbalan kepada pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan

6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

c). Tarif PPh Pasal 21

Pada tanggal 29 Juni 2015 melaui Peraturan Menteri Keuangan nomor 122/PMK.010/2015, tata cara perhitungan pajak penghasilan telah dirubah. mengganti Peraturan Menteri Keuangan nomor 122/PMK.010/2015. Perubahan tersebut diberlakukan untuk tarif PPh pribadi dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Diubahnya tarif PPh serta PTKP mengacu pada UU No.36 Tahun 2008, dengan rincian:

Tabel 2.1 Penyesuaian Batasan PTKP 2015 WP Tidak Kawin Kode Tarif 1-1-2013 s.d. 31 Desember 2014 Tarif mulai 1-1-2015 Wajab Pajak TK 24.300.000 36.000.000 0 Tanggungan K/0 26.325.000 39.000.000 1 Tanggungan K/1 28.350.000 42.000.000 2 Tanggungan K/2 30.375.000 45.000.000 3 Tanggungan K/3 32.400.000 48.000.000

Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Denpasar Timur d). Menurut Sifat

Pembagian pajak menurut sifat terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya di cari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib pajak. Contoh: PPh.

2. Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaaan diri wajib pajak contoh: PPN dan PPnBM.

e). Menurut Pemungutan

1. Pajak pusat adalah pajak yang di pungut oleh pemerintah pusat dan di gunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh: PPh, PPN, PPnBM, PBB dan bea Materai.

2. Pajak daerah adalah pajak yang di pungut oleh pemerintah daerah dan di gunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak Hotel dan Pajak Restaurant

2.2.2.4. Tarif Pajak

Struktur tarif yang berhubungan dengan pola persentase tarif pajak di kenal dengan empat macam tarif, yaitu :

a) Tarif Pajak Proporcional/sebanding

Tarif pajak proporcional yaitu tarif pajak yang berupa presentase tetap terhadap jumlah berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak. Contoh: di kenakan PPN 10% atas penyerahan Barang kena pajak.

b). Tarif Pajak Progresif

Tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar. Sebagai contoh : Tarif PPh yang berlaku di Indonesia untuk Wajib Pajak Badan yaitu :

1. Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 tarifnya 10%.

2. Di atas Rp. 50.000.000,00 s/d Rp. 250.000.000,00 tarifnya 15%. 3. Di atas Rp 250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00 tarifnya 25%. 4. Di atas Rp 500.000.000,00 tarifnya 30%

Dengan memperhatikan kenaikan tarifnya, tarif progresif dapat dibagi menjadi :

1. Tarif progresif yaitu kenaikan pajaknya semakin besar. 2. Tarif progresif tetap yaitu kenaikan persentasenya tetap.

3. Tarif progresif degresif adalah kenaikan persentasenya semakin kecil.

c). Tarif Pajak Degresif

Tarif Pajak degresif adalah persentase tarif pajak yang semakin menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi semakin besar.

d). Tarif Pajak Tetap

Tarif Pajak ini tarif berupa jumlah yang tetap terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak.

2.2.2.5. Subyek Pajak

Menurut UU No 7 Tahun 1983 sebagaimana telah di ubah dengan UU No 7 Tahun 1991, UU No 10 Tahun 1994 dan UU No 17 Tahun 2000 pada pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah : 1. Orang Pribadi dan warisan yang belum terbagi satu kesatuan menggantikan

yang berhak. 2. Badan.

3. Bentuk Usaha Tetap. Subjek Pajak terdiri atas :

1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

b). Subjek Pajak Luar Negeri adalah :

1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak di dirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk badan usaha tetap di Indonesia.

2. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak di dirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk badan usaha tetap di Indonesia.

Yang tidak termasuk Subjek Pajak adalah : 1. Badan perwakilan Negara asing.

2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari Negara asing dan orang-orang yang di perbantukan kepada

mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbale balik.

3. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri

Keuangan dengan syarat :

1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut

2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

2.2.2.6. Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Sesuai dengan Pasal 6 UU Pajak Penghasilan besarnya PKP bagi wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap di tentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi :

1. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaaan atau jasa yang termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang di berikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.

2. Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri di berikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagaimana di maksud dalam pasal 7 yaitu :

a. Penghasilan Tidak Kena Pajak di berikan sebesar : 1. Rp 36.000.000;untuk diri Wajib Pajak orang pribadi. 2. Rp 3.000.000;tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.

3. Rp Rp 36.000.000 tambahan untuk seorang istri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau dari pekerjaaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga

4. Rp. 3.000.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

b. Penerapan ayat (1) di tentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.

c. Penyesuaian besarnya PTKP sebagaimana di maksud dalam ayat (1) di tetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. Sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf g

Dokumen terkait