• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan upaya sadar atau upaya yang disengaja untuk mendapat kepandaian. Banyak definisi belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Cronbach (Sardiman, 2011: 20), belajar adalah suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. L.Bigge (Sardiman, 2011: 20) menyatakan bahwa belajar adalah perubahan yang menetap dalam kehidupan seseorang yang tidak diwariskan secara genetis. Perubahan terjadi pada pemahaman, perilaku, persepsi, motivasi, atau campuran dari semuanya secara sistematis sebagai akibat pengalaman dalam situasi tertentu. Perubahan perilaku ini didapatkan melalui latihan atau pengalaman, yang dikemukakan oleh Whittaker Sardiman, (2011: 20). Menurut Sartain dkk (Sardiman, 2011: 20), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu hasil perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman. Perubahan ini antara lain ialah cara merespon suatu hasil sinyal, cara menguasai, suatu ketrampilan dan mengembangkan sikap terhadap suatu objek.

Dari pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses atau usaha dari seseorang untuk menuju ke arah yang lebih baik sebagai suatu bentuk perubahan perilaku dirinya, atau suatu proses yang dialami oleh individu dalam pengalamannya yang menghasilkan perubahan tingkah laku. Salah satu tanda atau ciri kalau seorang telah belajar

adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang disebebkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, ketrampilan, atau sikapnya.

Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerja sama antara guru dan peserta didik dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada. Baik potensi yang bersumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri, seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki. Termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada di luar peserta didik seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu

Pembelajaran berarti proses, cara, dan perbuatan mempelajari menurut Agus Suprijono, dalam bukunya Cooperative Learning. Guru menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk mempelajarinya. Subyek pembelajaran adalah peserta didik, jadi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Sehingga pembelajaran dapat diartikan sebagai dialog interaktif antara guru dan peserta didik.

Pembelajaran adalah suatu proses interaksi (hubungan timbal balik) antara guru dengan peserta didik. Dalam proses tersebut, guru memberikan bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan yang mendorong peserta didik belajar, untuk memperoleh pengalaman sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tercapainya pembelajaran ditandai oleh tingkat penguasaan, kemampuan dan pembentukan kepribadian.

Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran adalah aliran

behavioristik. Aliran behavioristik menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Aplikasi teori behavioristik tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran, karakter peserta didik, media, dan fasilitas yang tersedia. Di dalam teori behavioristik

tujuan pembelajaran ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar merupakan bentuk aktivitas yang menuntut peserta didik untuk mengungkap kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis atau tes.

Dari pengertian-pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dengan sengaja dengan menciptakan berbagai kondisi tertentu yang diarahkan untuk mencapai arahan tertentu.

B. Intelegensi

Intelegensi adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata (Suparno, 2003: 17). Solso (Suharman, 2005: 346) mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan memperoleh dan menggali pengetahuan, menggunakan pengetahuan untuk memahami konsep-konsep konkret dan abstrak, dan menghubungkan diantara objek-objek dan gagasan-gagasan, menggunakan pengetahuan dengan cara yang lebh berguna atau efektif.

C. Intelegensi Ganda

Intelegensi ganda adalah sembilan kecerdasan yang ditemukan dalam diri seseorang, dimana kesembilan intelegensi itu berperan dalam keberhasilan seseorang (Suparno, 2003: 5)

Dalam penelitiannya Gardner memasukkan sembilan intelegensi yang diterima oleh masyarakat (Suparno, 2003: 24-44) yaitu :

1. Intelegensi Linguistik (Linguistic Intelligence) adalah kemampuan untuk menggunakan dan mengolah kata-kata secara efektif baik secara oral maupun secara tertulis.

2. Intelegensi Matematis-Logis (Logical-Mathematical Intelligence) adalah kemampuan yang lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif, kepekaan terhadap pola logika, abstraksi, kategorisasi dan perhitungan.

3. Intelegensi Ruang-Visual (Spatial Intelligence) adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang visual secara tepat dan mudaj membayangkan benda dalam dimensi tiga.

4. Intelegensi Kinestetik-badani (Bodily-kinesthetic Intelligence) adalah kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk mengekspresikan gagasan atau perasaan.

5. Intelegensi Musikal (Musical Intelligence) adalah kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati bentuk-bentuk music dan suara.

6. Intelegensi Interpersonal (Interpersonal Intelligence) adalah kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intens, motivasi, watak, dan temperamen orang lain.

7. Intelegensi Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence) adalah kemampuan yang berkaitan dengan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasar pada pengenalan diri itu.

8. Intelegensi Lingkungan/natural (Naturalis Intelligence) adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat membuat distingsi konsekuensial lain dalam alam natural, kemampuan untuk memahami dan menikmati alam, dan menggunakan kemampuan itu secara produktif dalam berburu, bertani, dan mengembangkan pengetahuan akan alam.

9. Inteligensi Eksistensial (Existensial Intelligence) adalah kemampuan seseorang menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia.

D. Intelegensi Matematis-Logis

Kecerdasan logis matematis adalah kemampuan seseorang untuk menangani bilangan dan perhitungan, pola dan pemikiran logis dan ilmiah. Kecerdasan ini juga mencakup kemampuan untuk mengolah angka, matematika, dan juga hal-hal lain yang berhubungan dengan angka.

Menurut Gardner (Suparno, 2003) logis matematis mempunyai ciri-ciri antara lain :

1. Menghitung problem aritmatika dengan cepat

2. Menikmati penggunaan bahasa komputer atau program logika 3. Suka menanyakan pertanyaan logis

4. Menjelaskan masalah secara logis

5. Merancang eksperimen untuk menguji hal – hal yang tidak dimengerti 6. Mudah memahami sebab akibat

Kekurangan kecerdasan logis matematis mengakibatkan sejumlah besar problema individu dan budaya. Tanpa kepekaan terhadap bilangan, seseorang kemungkinan besar tertipu oleh harapan – harapan tidak realistis akan memenangkan sebuah undian atau membuat keputusan keuangan yang keliru, dia juga cenderung gagal dalam berbagai tugas yang memerlukan matematika praktis.

Menurut Gardner (Suparno, 2003) ada kaitan antara kecerdasan matematik dan kecerdasan linguistik. Pada kemampuan matematika, anak menganalisa atau menjabarkan alasan logis, serta kemampuan mengkonstruksi solusi dari persoalan yang timbul. Kecerdasan linguistik diperlukan untuk mengurutkan dan menjabarkannya dalam bentuk bahasa.

Ciri-ciri siswa dengan kecerdasan Logika-Matematika di antaranya : 1. Biasanya mempunyai kemampuan yang baik dalam bidang matematika

2. Mereka menggunakan penalaran dan logika serta angka angka dengan baik.

3. Mereka berpikir secara konseptual dalam kerangka pola pola angka dan mampu membuat hubungan hubungan antara berbagai ragam informasi yang didapat.

4. Mereka selalu ada rasa ingin tahu tentang dunia di sekeliling mereka dan selalu menanyakan banyak hal serta mau mengerjakan eksperimentasi. 5. Selalu mempermasalahkan dan menanyakan kejadian-kejadian yang ada,

sehingga tak jarang mereka agak tak disukai atau membosankan karena terlalu banyak bertanya.

Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat belajar khas jika dibandingkan dengan ilmu yang lain. Kegiatan pembelajaran matematika sebaiknya tidak disamakan begitu saja dengan ilmu yang lain, karena setiap siswa yang belajar matematika itu berbeda-beda kemampuannya. Maka kegiatan pembelajaran matematika haruslah diatur sekaligus memperhatikan kemampuan siswa. Salah satu aspek dalam matematika adalah berhitung. Berhitung pada matematika terdapat dihampir sebagian besar cabang matematika seperti aljabar, geometri, dan statistika.

Menurut Aisyah, dkk (2007: 5-6) kemampuan hitung mengungkapkan bagaimana seseorang memahami ide-ide yang diekspresikan dalam bentuk angka-angka dan bagaimana jenisnya seseorang dapat berpikir serta menalar angka-angka. Kemampuan hitung merupakan salah satu kemampuan yang

penting dalam kehidupan sehari-hari, dapat dikatakan bahwa dalam semua aktivitas kehidupan manusia memerlukan kemampuan hitung.

Menurut Slameto (2007: 14) kemampuan numerik mencakup kemampuan standar tantang bilangan, kemampuan hitung yang mengandung penalaran dan keterampilan aljabar. Kemampuan mengoperasikan bilangan meliputi operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.

Kemampuan hitung dalam penilitian ini mengenai kemampuan numerik siswa, karena numerik adalah kemampuan hitung menghitung dengan bilangan-bilangan. Kemampuan ini dapat menunjang cara berpikir yang cepat, tepat dan cermat yang sangat mendukung ketrampilan siswa dalam memahami simbol-simbol dalam matematika. Jadi kemampuan hitung adalah kemampuan untuk menalar dan mengoperasikan bilangan-bilangan dengan cepat dan tepat.

E. Interaksi Sosial

1. Pengertian Interaksi Sosial

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia pasti akan membutuhkan orang lain untuk bisa berkembang, saling membutuhkan, dan saling mempengaruhi. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial merupakan proses komunikasi diantara orang-orang untuk saling mempengaruhi perasaan, pikiran, dan tindakan.

Interaksi sosial akan berlangsung apabila seorang individu melakukan tindakan dan menimbulkan reaksi individu yang lain.

Menurut H. Bonner (Gerungan, 2009: 62), interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, dan memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Interaksi sosial merupakan hubungan yang tersusun dalam bentuk tindakan berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Apabila sesuai dengan norma dan nilai sosial tersebut, interaksi sosial akan berjalan dengan baik. Begitu pula sebaliknya, apabila interaksi sosial yang dilakukan kurang atau tidak sesuai dengan norma dan nilai dalam masyarakat, interaksi yang terjadi tidak akan berlangsung dengan baik (Sitorus, dalam Khairulmaddy 2008)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia dimana individu yang satu dengan yang lain saling mempengaruhi, mengubah, dan memperbaiki tingkah laku individu tersebut.

2. Syarat-Syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Terjadinya interaksi sosial sebagaimana yang dimaksud, karena adanya saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing pihak dalam suatu hubungan sosial. Menurut Rouceck dan Warren (Gerungan, 2009) interaksi adalah satu masalah pokok karena merupakan dasar segala proses sosial. Interaksi merupakan proses timbal balik, dimana satu

kelompok dipengaruhi tingkah laku reaktif pihak lain. Dengan demikian, interaksi mempengaruhi tingkah laku orang lain melalui kontak. Kontak ini mungkin berlangsung melalui obrolan, pendengaran, melakukan gerakan pada beberapa bagian badan, melihat dan lain-lain lagi, atau secara tidak langsung melalui tulisan, atau dengan cara berhubungan dari jauh.

Dalam proses sosial, baru dapat dikatakan terjadi interaksi sosial, apabila telah memenuhi persyaratan sebagai aspek kehidupan bersama, yaitu kontak sosial dan komunikasi sosial (Gerungan, 2009).

a. Kontak sosial

Kontak sosial adalah hubungan antara satu orang atau lebih, melalui percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing dalam masyarakat. Kontak sosial dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung antara satu pihak dengan pihak yang lainnya. Kontak sosial tidak langsung adalah kontak sosial yang menggunakan alat sebagai perantara; misalnya ; melalui telepon, radio, surat, dan lain-lain. Sedangkan kontak sosial secara langsung, adalah kontak sosial melalui suatu pertemuan dengan bertatap muka dan berdialog diantara kedua belah pihak tersebut. Hal yang paling penting dalam interaksi sosial tesebut adalah saling mengerti antara kedua belah pihak, sedangkan kontak fisik bukan lagi merupakan syarat utama dalam kontak sosial, oleh karena hubungan demikian belum tentu terdapat saling pengertian. Kontak sosial tejadi tidak

semata-mata oleh karena adanya aksi belaka, akan tetapi harus memenuhi syarat pokok kontak sosial, yaitu reaksi (tanggapan) dari pihak lain sebagai lawan kontak sosial.

Dalam kontak sosial, dapat terjadi hubungan yang positif dan hubungan negatif. Kontak sosial positif terjadi karena hubungan antara kedua belah pihak terdapat saling pengertian, disamping menguntungkan masing-masing pihak tersebut, sehingga biasanya hubungan dapat berlangsung lama, atau mungkin dapat berulang dan mengarah kepada suatu kerja sama. Sedangkan kontak negatif terjadi karena hubungan antara kedua belah pihak tidak melahirkan sikap saling pengertian, mungkin merugikan masing-masing kedua belah pihak atau salah satu pihak, sehingga mengakibatkan suatu pertentangan atau perselisihan. Dalam pengertian yang sama, Soedjono membedakan kontak sosial menjadi dua macam, yaitu kontak sosial primer dan skunder. Kontak sosial primer adalah kontak sosial dalam bentuk tatap muka, bertemu, jabatan tangan, berkomuniasi antara pihak-pihak yang melakukan kontak sosial. Kontak sosial sekunder adalah kontak yang tidak langsung, yaitu suatu kontak sosial yang membutuhkan perantara. Hal ini sama halnya dengan hubungan secara tidak langsung, misalnya; melalui telepon, radio, surat, dan lain-lain. b. Komunikasi sosial

Komunikasi sosial adalah syarat pokok lain daripada proses sosial. Komunikasi sosial mengandung pengertian persamaan

pandangan antara orang yang berinteraksi terhadap sesuatu. Menurut Soerdjono Soekanto, komunikasi sosial adalah bahwa seseorang memberikan pengertian pada perilaku orang lain, seperti pembicaraan, gerak fisik, perasaan, sikap, yang ingin disampaikan oleh seseorang, kemudian orang tersebut memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Dengan adanya komunikasi, maka sikap dan perasaan disatu pihak orang atau sekelompok orang dapat diketahui dan dipahami oleh pihak orang atau sekelompok lainnya. Hal ini berarti, apabila suatu hubungan sosial tidak terjadi komunikasi atau saling mengetahui dan tidak saling memahami maksud masing-masing pihak, maka dalam keadaan demikian tidak terjadi kontak sosial. Dalam komunikasi sosial masing-masing orang yang sedang berhubungan, misalnya jabatan tangan dapat diartikan sebagai kesopanan, persahabatan, kerinduan, sikap kebanggaan dan lain-lain.

Menurut Soekanto (2001: 75) lebih memfokuskan, komunikasi adalah pengertian seseorang terhadap kelakuan orang lain baik berupa pembicaraan, gerak-gerik badan maupun sikap guna menyampaikan pesan yang diinginkannya. Orang tersebut kemudian memberi reaksi terhadap perasaan orang lain tersebut.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial

Menurut Soetarno (1989: 21-24) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yaitu:

a. Imitasi

Dalam kehidupan sehari-hari imitasi berarti peniruan. Imitasi terbagi menjadi dua, yaitu imitasi positif dan imitasi negatif. Imitasi positif berarti peniruan perilaku terhadap tokoh atau figur yang bersifat baik. Sedangkan imitasi negatif berarti peniruan perilaku terhadap tokoh atau figur yang bersifat tidak baik. Imitasi negatif dapat menghambat.

Imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun demikian, imitasi mungkin pula mengakibatkan terjadinya hal-hal yang negatif misalnya yang ditiru adalah tindakan-tindakan yang menyimpang. Selain itu, imitasi juga dapat melemahkan atau mematikan pengembangan daya kreasi seseorang.

b. Sugesti

Sugesti dapat dirumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara pengelihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. (Gerungan, 2009: 65)

c. Identifikasi

Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain (Gerungan, 2009: 72). Pada awalnya, anak mengidentifikasi dirinya dengan orang tuanya, tetapi lambat laun, setelah ia berkembang di sekolah menjadi seorang remaja, tempat identifikasi dapat beralih dari orang tuanya ke orang-orang yang dianggapnya terhormat atau bernilai tinggi, misalnya guru. Identifikasi dilakukan orang kepada orang lain yang dianggapnya ideal dalam suatu segi, untuk memperoleh sistem norma, sikap, dan nilai yang dianggapnya ideal, dan masih merupakan kekurangan pada dirinya. d. Simpati

Simpati adalah perasaan tertarik orang yang satu terhadap yang lain (Gerungan, 2009: 75-76). Simpati hanya dapat berkembang dalam suatu kerja sama antar dua atau lebih orang, yang menjamin terdapatnya saling mengerti. Justru karena adanya simpati itu dapat diperoleh saling mengerti yang mendalam. Jadi faktor simpati dan hubungan kerjasama yang erat itu saling melengkapi yang satu dengan yang lainnya. Tujuan simpati baru terlaksana apabila terdapat hubungan kerjasama tadi.

4. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Beberapa bentuk interaksi sosial yang terjadi (Gerungan, 2009) adalah: a. Kerjasama

Kerjasama disini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara seseorang atau kelompok dalam mencapai satu tujuan yang sama.

b. Akomodasi

Akomodasi menunjuk pada usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan, yaitu usaha untuk mencapai kestabilan. Menurut Gillin, akomodasi sama artinya dengan pengertian adaptasi. Dari pengertian ini, dimaksudkan bahwa pada awalnya orang saling bertentangan menyesuaikan diri untuk mengatasi ketegangan.

c. Asimilasi

Asimilasi merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia. Proses asimilasi dapat dengan mudah terjadi melalui beberapa cara, antara lain dengan sikap toleransi, sikap saling menghargai orang lain dan kebudayaannya, sikap terbuka dari penguasa, dan lain-lain.

Ketiga proses ini merupakan proses asosiatif yang terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang melakukan suatu interaksi sosial yang memiliki kesamaan pandangan dan tindakan sehingga mengarah kepada kesatuan pandangan.

F. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar dipandang sebagai perwujudan nilai-nilai yang diperoleh siswa melalui proses belajar dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal ini prestasi belajar merupakan penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program belajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Prestasi belajar mencerminkan keberhasilan proses belajar yang dikembangkan. Artinya bahwa siswa telah mampu menguasai materi pelajaran yang dijelaskan oleh guru selama proses belajar berlangsung sehingga siswa dapat meningkatkan prestasi belajar mereka.

Menurut Catharina (2006: 84), prestasi belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajaran setelah mengalami aktivitas belajar. Tidak semua perubahan tingkah laku dapat diartikan sebagai hasil belajar. Ada beberapa persyaratan, sehingga suatu proses perubahan tingkah laku baru dapat diartikan sebagai hasil belajar. Persyaratan itu adalah bahwa hasil belajar itu merupakan pencapaian dari suatu tujuan belajar. Hasil belajar itu merupakan usaha dari kegiatan yang disadari, belajar itu sendiri merupakan proses latihan yang berfungsi efektif untuk jangka waktu tertentu dan hasil belajar itu perlu.

Sistem pendidikan nasional menggunakan klasifikasi hasil belajar Benjamin Bloom yang secara garis besar dibagi menjadi :

1. Aspek kognitif

Aspek kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual. Aspek kognitif memiliki enam jenjang tujuan belajar, yaitu:

a. Mengingat: meningkatkan ingatan atas materi yang disajikan dalam bentuk yang sama seperti yang diajarkan.

b. Mengerti: mampu membangun arti dari pesan pembelajaran, termasuk komunikasi lisan, tulisan maupun grafis.

c. Memakai: menggunakan prosedur untuk mengerjakan latihan maupun memecahkan masalah.

d. Menganalisis: memecah bahan-bahan ke dalam unsur-unsur pokok dan menentukkan bagaimana bagian-bagian saling terhubung satu sama lain.

e. Menilai: membuat pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar tertentu.

f. Mencipta: membuat suatu produk yang baru dengan mengatur kembali unsur-unsur ke dalam suatu pola.

2. Aspek afektif

Aspek afektif merupakan hasil belajar yang berhubungan dengan perasaan, sikap, minat dan perilaku.

3. Aspek psikomotorik

Prestasi belajar dalam aspek psikomotorik menunjukkan adanya kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan saraf, manipulasi objek dan koordinasi saraf.

Dalam penelitian ini, prestasi belajar yang diukur adalah indikator prestasi belajar pada aspek kognitif. Prestasi belajar aspek ini dapat dilihat dari hasil tes yang diberikan di akhir pembelajaran. Dari hasil tes tersebut akan diketahui sejauh mana peserta didik menguasi materi pembelajaran yang telah diajarkan

G. Prestasi Belajar Matematika

Hasil belajar matematika merupakan hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar matematika. Hasil ini dapat dilihat dari evaluasi yang merupakan nilai yang menunjukkan keberhasilan siswa dalam memahami matematika dan materi di dalamnya.

Setiap siswa memiliki hasil belajar yang berbeda antara satu siswa dengan siswa lainnya. Perbedaan tingkat hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Wina Sanjaya (2008: 15), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah guru, siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta lingkungan. 1. Faktor Guru

Keberhasilan suatu sistem pembelajaran, guru merupakan komponen yang menentukan. Hal ini disebabkan guru merupakan orang

yang secara langsung berhadapan dengan siswa. Dalam pembelajaran guru bisa berperan sebagai perencana (planer) atau desainer (designer) pembelajaran, sebagai implementator dan atau mungkin keduanya. Sebagai perencana guru dituntut untuk memahami secara benar kurikulum yang berlaku, karakteristik siswa, fasilitas dan sumber daya yang ada, sehingga semua dijadikan komponen-komponen dalam menyusun rencana dan desain pembelajaran.

Dalam melaksanakan perannya sebagai implementator rencana dan desain pembelajaran guru bukanlah hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarkannya akan tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning). Dengan demikian efektivitas proses keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru.

2. Faktor Siswa

Siswa memiliki kemampuan yang unik dan berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi perkembangan anak, disamping karateristik lain yang melekat pada diri anak.

Sikap dan penampilan siswa dalam pembelajaran juga merupakan aspek lain yang dapat mempengaruhi sistem pembelajaran. Adakalanya ditemukan siswa yang sangat aktif dan ada pula yang pendiam, tidak

Dokumen terkait