BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Aktivitas Industri Manufaktur
Karakteristik utama industri manufaktur adalah mengolah sumber
daya menjadi barang jadi melalui suatu proses pabrikasi. Aktivitas
perusahaan yang tergolong dalam kelompok industry manufaktur
mempunyai tiga kegiatan utama yaitu (Surat Edaran Ketua Badan Pengawas
Pasar Modal, Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan keuangan
Emiten atau Perusahaan Publik, 2002) :
1. Kegiatan utama untuk memperoleh atau menyimpan input atau bahan
baku
2. Kegiatan pengolahan atau pabrikasi atau perakitan atas bahan baku
menjadi bahan jadi
3. Kegiatan menyimpan atau memasarkan barang jadi
Ketiga kegiatan utama tersebut harus tercermin dalam laporan
keuangan perusahaan pada perusahaan industri manufaktur. Dari segi
produk yang dihasilkan, aktivitas industri manufaktur mencakup berbagai
jenis usaha antara lain :
1. Aneka industri yang terdiri dari :
c. Perakitan (assembling) d. Tekstik dan garmen
e. Sepatu dan alas kaki lain
f. Kabel
g. Barang elektronika
2. Industri barang konsumsi :
a. Rokok
b. Farmasi
c. Kosmetika
3. Industri dasar dan kimia :
a. Semen b. Keramik c. Porselen d. Kaca e. Logam f. Kimia
g. Plastik dan kemasan
4.1.2. Kondisi Industri Manufaktur tahun 2009
Industri manufaktur pada tahun 2009 mengalami banyak hambatan,
seperti pasar ekspor yang melemah, persaingan yang ketat di pasar domestik,
harga bahan baku yang tinggi, infrastruktur yang tidak memadai. Akibatnya
pada tiga kwartal pertama 2009 hampir semua sektor industri manufaktur
merosot.
Baik industri yang berorientasi ekspor maupun pasar dalam negeri,
mengalami penurunan kinerja. Termasuk diantaranya industri otomotif yang
pada tahun 2008 merupakan sektor industri pengolahan dengan tingkat
pertumbuhan PDB tertinggi. Pada tahun 2009 sektor ini menurun lebih dari
5% padahal pada tahun sebelumnya tumbuh hampir 10%. Hanya beberapa
sektor yang tetap tumbuh pesat yaitu sektor industri makanan dan minuman
yang meningkat sekitar 15%.
Demikian juga kinerja ekspor sektor industri manufaktur terpuruk
karena selama tiga kwartal pertama tahun 2009 turun hampir 20%. Kondisi
ini sebenarnya sudah diramalkan semenjak akhir tahun 2008 yang lalu,
karena krisis finansial global memang sedang berlangsung. Akibatnya pasar
ekspor terutama menurun drastis karena permintaan dinegara tujuan ekspor
utama menurun drastis.
Memasuki kwartal IV, sejalan dengan mulai pulihnya ekonomi
dunia maka industri manufaktur juga mulai bergairah kembali. Industri
ribu unit atau turun 20% dari penjualan tahun 2008, padahal diperkirakan
penjualan akan turun sampai 30% jika melihat perkembangan dalam paruh
pertama 2009. Demikian juga penjualan barang elektronika bisa kembali
meningkat dalam tiga bulan terakhir sehingga secara keseluruhan penjualan
tahun 2009 melebihi tahun 2009.
Sejalan dengan membaiknya ekonomi dunia pada kwartal III 2009,
maka ekspor kembali meningkat. Berbagai produk industri manufaktur juga
mulai pulih dalam kwartal ke IV sehingga secara keseluruhan kinerja ekspor
membaik dibandingkan tiga kwartal pertama 2009.
Diperkirakan dengan kecenderungan membaiknya ekonomi dunia
maka sektor industri manufaktur akan tumbuh lebih baik pada tahun 2010
dibanding tahun 2009.
Apabila pasar ekspor kembali sehat pada tahun 2010 dan pasar
domestik masih bisa tumbuh positif karena daya beli masyarakat yang
masih berkembang, maka pada tahun 2010 diperkirakan sektor industri
manufaktur bisa tumbuh sekitar 5%. (Indonesian Commercial Newsletter,
Outlook Industri Manufaktur Indonesia 2010, Desember 2009, hal 2)
4.1.3. Kondisi Industri Manufaktur tahun 2010
Setelah terpuruk pada tahun 2009, sektor industri manufaktur
kembali bangkit pada tahun 2010. GDP sektor industri manufaktur pada
sebesar 5,09 %, sedangkan sektor industri pengolahan migas turun sebesar
-2,31 %.
Sepanjang tahun 2010, hampir semua sektor industri pengolahan
mengalami peningkatan, kecuali industri barang kayu yang menurun. Hal
ini disebabkan industri barang dari kayu masih terus menghadapi kesulitan
pasok bahan baku karena hutan alam sudah habis diproduksi sementara
hutan tanaman industri masih belum berkembang untuk bisa memenuhi
kebutuhan industri pengolahannya.
Sektor industri alat angkut yang juga sempat terpuruk pada tahun
2009, telah pulih kembali pada tahun 2010 dan mampu meningkat sebesar
10,3 %. Kondisi industri alat angkut yang membaik pada tahun 2010
ditunjukkan dengan terjadinya rekor baru penjualan mobil yang menembus
700 ribu unit.
Sektor industri pengolahan yang stabil pertumbuhannya selama
lima tahun terakhir adalah sektor industri pupuk, kimia dan barang olahan
karet. Sektor ini terus tumbuh positif bahkan ketika krisis finansial sedang
mencapai puncaknya pada tahun 2009. Dalam lima tahun terakhir industri
ini rata-rata tumbuh diatas 4% kecuali tahun 2009 yang hanya tumbuh
sebesar 1,6%. Permintaan yang kontinyu terhadap pupuk dan harga barang
karet yang tinggi membantu mempertahankan tingkat pertumbuhan sektor
2009, karena pasar dalam negeri yang menyusut akibat menurunnya sektor
konstruksi dan properti, juga karena kalah bersaing dengan produk impor.
Sementara itu harga baja juga turun akibat turunnya permintaan baja dunia.
Namun pada tahun 2010 industri baja mulai bangkit kembali sejalan dengan
bergairahnya sektor insutri kostruksi dan properti dan juga meningkatnya
permintaan baja dunia semenjak ekonomi dunia beranjak pulih. Akibatnya
harga baja pada tahun 2010 telah meningkat kembali.
Secara umum pertumbuhan PDB sektor industri pengolahan
menunjukkan kondisi yang membaik pada tahun 2010. Ekonomi dunia yang
mulai pulih dari krisis sudah mulai mendorong peningkatan permintaan.
Demikian juga ekonomi nasional yang membaik membantu
mempertahankan daya beli di pasar domestik. Walaupun persaingan tetap
tinggi dengan produk impor tetapi berbagai industri seperti tekstil dan alas
kaki ternyata mampu berkembang. (Indonesian Commercial Newsletter,
Outlook Manufaktur Indonesia 2011, Desember 2010, hal 1)
4.2. Deskripsi Data Penelitian 4.2.1. Audit Delay (Y)
Audit Delay yaitu lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari
tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diterbitkannya laporan audit
(tanggal opini). Variabel ini diukur dengan skala ukur rasio menggunakan
dilihat di Lampiran 1.
Berikut ini deskriptif data audit delay pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2009 – 2010 :
Tabel 4.1 : Deskriptif Audit Delay Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Dari Tahun 2009 – 2010
Variabel Thn Minimum Maximum Mean Std. Deviation 2009 33 111 73.30 13.99 audit delay
2010 31 119 75.23 13.20 Sumber : Lampiran 1
Dari 90 sampel perusahaan manufaktur pada tahun 2009-2010 yang
digunakan dalam penelitian ini, menunjukkan rata-rata audit delay sebesar 74,3 hari. Perusahaan yang memiliki audit delay tercepat adalah PT. Holcim Indonesia Tbk (SMCB) sebesar 33 hari di tahun 2009 dan 31 hari di tahun
2010. Sedangkan perusahaan yang mempunyai audit delay terlama adalah PT. Apac Citra Centertex Tbk (MYTX) sebesar 111 hari di tahun 2009 dan
PT. Tiga Pilar Sejahtera Tbk (AISA) sebesar 119 hari di tahun 2010.
Nilai rata-rata audit delay tahun 2009 sebesar 73,30 dan tahun 2010
sebesar 75,23. Berdasarkan deskriptif data audit delay tersebut, menyimpulkan bahwa rata-rata audit delay perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Dari Tahun 2009 – 2010 cenderung
hari.
4.2.2. Ukuran Perusahaan (X1)
Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya perusahaan yang
diukur dengan menggunakan indikator total asset. Total asset merupakan
penjumlahan aktiva lancar dan aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan
dalam jangka waktu satu tahun buku. Data ukuran perusahaan pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari
tahun 2009 – 2010 selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 1
Berikut ini deskriptif data ukuran perusahaan pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2009 –
2010 :
Tabel 4.2 : Deskriptif Ukuran Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Dari Tahun 2009 – 2010
Variabel Thn Minimum Maximum Mean Std. Deviation 2009 901 88938000 3455969 10522309.35 Ukuran
Perusahaan 2010 22043 112857000 4067212 13101683.32 Sumber : Lampiran 1
Dari 90 sampel perusahaan manufaktur pada tahun 2009-2010 yang
digunakan dalam penelitian ini mempunyai rata-rata total asset sebesar Rp. 3.761.590.000.000. Perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan terendah
adalah PT. Hanson International Tbk (MYRX) sebesar Rp. 901.000.000,- di
ukuran perusahaan tertinggi adalah PT. Astra International Tbk (ASII)
sebesar Rp.88.938.000.000.000,- di tahun 2009 dan
Rp.112.857.000.000.000,- di tahun 2010.
Nilai rata-rata ukuran perusahaan tahun 2009 sebesar
Rp.3.455.969.000.000,- dan tahun 2010 sebesar Rp. 4.067.212.000.000.
Dilihat dari nilai rata-rata ukuran perusahaan tersebut, terdapat peningkatan
ukuran perusahaan di tahun 2010 sebesar 17,69% dari
Rp.3.455.969.000.000,- naik menjadi Rp. 4.067.212.000.000.
4.2.3. Insider Ownership (D2)
Insider ownership dalam penelitian ini merupakan variabel dummy. Untuk Perusahaan yang mempunyai struktur kepemilikan oleh pihak dalam
diberi kode dummy 1, dan untuk perusahaan yang tidak memiliki struktur kepemilikan oleh pihak dalam diberi kode dummy 0. Data insider ownership pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
dari tahun 2009 – 2010 selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 1
Berikut ini frekuensi insider ownership pada perusahaan manufaktur
Tabel 4.3 : Frekuensi Insider Ownership Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Dari Tahun 2009 –
2010
Uraian Tahun Jumlah Prosentase (%) tidak memiliki struktur
kepemilikan pihak dalam (skor 0) 47 52.22 memiliki struktur kepemilikan
pihak dalam (skor 1)
2009
43 47.78
tidak memiliki struktur
kepemilikan pihak dalam (skor 0) 51 56.67 memiliki struktur kepemilikan
pihak dalam (skor 1)
2010
39 43.33 Sumber : Lampiran 1
Dari 90 perusahaan manufaktur yang digunakan dalam penelitian ini,
menjelaskan bahwa tahun 2009 terdapat 52,22% perusahaan yang tidak
memiliki struktur kepemilikan oleh pihak dalam dan 47,78% perusahaan
memiliki struktur kepemilikan oleh pihak dalam. Sedangkan tahun 2010,
terdapat 56,67% perusahaan yang tidak memiliki struktur kepemilikan oleh
pihak dalam dan 43,33% perusahaan memiliki struktur kepemilikan oleh
pihak dalam.
4.2.4. Outsider Ownership (X2)
Outsider ownership (Kepemilikan pihak luar) dalam penelitian ini
diukur dengan prosentase kepemilikan saham terbesar yang dimiliki oleh
pihak luar perusahaan (Outsider Ownership). Data Outsider Ownership pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2009 –
2010 :
Tabel 4.4 : Deskriptif Outsider Ownership Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Dari Tahun 2009 –
2010
Variabel Thn Minimum Maximum Mean Std. Deviation 2009 10.17 99.74 53.06233 23.36536475 Outsider
Ownership 2010 10.17 99.14 52.98822 24.09704451 Sumber : Lampiran 1
Dari 90 perusahaan manufaktur yang digunakan dalam penelitian ini,
menjelaskan bahwa Outsider Ownership terendah adalah 10,17% dan
tertinggi sebanyak 99,74% di tahun 2009. Sedangkan Outsider Ownership di
tahun 2010, terendah sebanyak 10,17% dan tertinggi sebanyak 99,14%.
Nilai rata-rata Outsider Ownership tahun 2009 sebesar 53,06% dan tahun
2010 sebesar 52,99%. Dilihat dari nilai rata-rata Outsider Ownership
tersebut, terdapat penurunan di tahun 2010 sebesar 0,14% dari 53,06233%
turun menjadi 52,98822%.
4.3. Analisis Regresi Linier Berganda