• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAHAP PENGOLAHAN DATA

III.7 Deskripsi Penyelenggaraan SP2000 di Propinsi DI Yogyakarta

Surat Instruksi-Daftar mitra lama-Buku Pedoman-Kuesioner-Peralatan Petugas- Surat Tugas-Peta wilayah kerja-Catatan lapangan-Laporan temuan lapangan-Lembar

rekap hasil pencacahan-Sistem pelatihan petugas-Tanda terima dokumen-Master blok- Sistem penomoran batch-Dus dokumen-Rak-rak-Gudang-scanner-suku cadang mesin-Jaringan PC, Program aplikasi verifikasi/validasi-Laporan pengolahan

III.7 Deskripsi Penyelenggaraan SP2000 di Propinsi DI Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu propinsi di wilayah Indonesia yang terletak di Pulau Jawa bagian tengah. DI Yogyakarta di bagian selatan dibatasi oleh Lautan Indonesia, sedangkan di bagian timur laut, bagian tenggara, bagian barat dan barat laut dibatasi oleh wilayah Propinsi Jawa Tengah. DI Yogyakarta terletak antara 7°33' hingga 8°12' Lintang Selatan dan 110°0' hingga 110°5' Bujur Timur.

Jumlah penduduk DI Yogyakarta berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000 adalah 3.122.268 jiwa. Dengan luas wilayah yang mencapai 3.133,15 km2, secara administratif DI Yogyakarta terbagi menjadi 4 kabupaten yaitu Kulonprogo, Bantul, Gunungkidul, Sleman, dan 1 kotamadya yaitu Yogyakarta.

BPS DI Yogyakarta bertanggung jawab terhadap seluruh data dan kegiatan statistik di wilayah Propinsi DI Yogyakarta yang meliputi daerah pantai, pegunungan dan perkotaan. Seluruh wilayah DI Yogyakarta telah terhubungkan oleh infrastruktur jalan raya yang baik (menggunakan hot mix) dan ruas jalan raya yang cukup luas. Dengan kondisi yang demikian, menurut penuturan pegawai BPS dan mantri statistik, seluruh daerah DI Yogyakarta telah dapat dicapai dengan mudah dengan menggunakan kendaraan bermotor.

Dalam pelaksanaan SP2000, BPS Propinsi DI Yogyakarta bertanggung jawab untuk menyelenggarakan seluruh kegiatan mulai dari persiapan, pelaksanaan, pengolahan data sampai pada diseminasi data hasil kegiatan SP2000. Untuk kegiatan persiapan dan pelaksanaan, baik BPS Propinsi maupun BPS Kabupaten/ Kota terlibat secara penuh. Sedangkan untuk pengolahan data, kegiatan dipusatkan di tingkat propinsi. Diseminasi data hasil kegiatan SP2000 di Propinsi DI Yogyakarta dilakukan melalui media buku publikasi, media komputer yang dapat diakses langsung secara on-line, dan juga dengan sosialisasi oleh BPS Propinsi kepada instansi-instansi di jajaran Propinsi DI Yogyakarta, sedangkan data hasil SP2000 untuk masing-masing Kabupaten/Kota di sosialisasikan oleh BPS Tingkat II masing-masing.

III.7.1 Persiapan di BPS DI Yogyakarta

Tahap persiapan pelaksanaan SP2000 BPS Propinsi DI Yogyakarta dilakukan bersama antara BPS Pusat dan seluruh BPS propinsi lainnya melalui rangkaian pertemuan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang diselenggarakan oleh BPS Pusat. Pada tanggal 13-16 Juli 1999 diadakan Rakernas yang berisi Pelatihan Teknis bagi Pimpinan Pelaksana SP2000. Rakernas Pimpinan tersebut dilanjutkan dengan Rapat Teknis yang bertujuan memberikan Pelatihan Teknis SP2000 bagi para Kepala Bidang (Kabid) yang bertanggung jawab langsung pada pelaksanaan SP 2000, yaitu Kabid. Statistik Kependudukan, Kabid. P3S, dan Kepala Bagian Tata Usaha yang diselenggarakan pada tanggal 19-21 Oktober 1999. Sedangkan untuk Kepala Bidang Produksi dan Kepala Bidang Distribusi rapat teknis nya dilaksanakan pada tanggal 17-21 Januari 2000.

Selain pelatihan teknis bagi para pejabat, rangkaian pelatihan teknis bagi para staf BPS dan petugas mitra di propinsi dan kabupaten/kota juga dilakukan. Pelatihan teknis tersebut dilakukan secara berjenjang mulai dari pusat lalu ke daerah sampai pada petugas di lapangan. Pelatihan bagi para Instruktur Nasional (Inas) dilaksanakan oleh BPS Pusat yang diikuti oleh beberapa staf utusan dari seluruh kantor BPS di Indonesia. Pelatihan Inas ini ditujukan untuk memberikan pelatihan kepada staf-staf daerah yang bertanggung jawab untuk meneruskan pelaksanaan pelatihan (mereka akan menjadi instruktur) bagi petugas-petugas SP2000 di daerahnya. Dan beberapa staf dari BPS DI Yogyakarta pun di kirim. Salah satu staf yang mewakili BPS DI Yogyakarta adalah Siswi Harini, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Seksi Pengolahan Data di BPS Propinsi DI Yogyakarta. Menurut Siswi Harini, dalam Pelatihan Inas yang diikuti semua materi dapat diterima dengan baik. Para peserta yang dikirim umumnya adalah staf yang sudah memiliki pengalaman baik pengalaman mengolah data maupun pengalaman terlibat dengan pelaksanaan sensus. Hampir seluruh peserta sudah memahami gambaran umum pelaksanaan sensus baik dari sisi metodologi maupun dari sisi teknisnya. Hal yang asing bagi para peserta pelatihan adalah mengenai pelaksanaan pencacahan berkenaan dengan akan digunakannya scanner pada pengolahan data. Pada pelatihan ini peserta dihadapkan pada hal-hal baru seperti bentuk kuesioner baru, cara penulisan yang berbeda dan ekstra hati, penanganan kuesioner harus ekstra hati-hati sesuai dengan dengan alur dan prosedurnya.

Setelah mengikuti pelatihan Inas, para Inas tersebut kembali ke unit kerja. Tahap selanjutnya BPS DI Yogyakarta mulai mempersiapkan pelaksanaan pelatihan bagi para Instruktur Daerah (Inda) yang dalam hal ini adalah mantri-mantri statistik (KSK) dan beberapa staf daerah. Para staf dan KSK yang mengikuti pelatihan Inda ini nantinya akan memberikan pelatihan bagi para petugas lapangan yaitu PKSK, PML dan PCL tentang teknis pelaksanaan SP2000. Menurut Agus Hendriyanto, salah seorang staf BPS Kota Yogyakarta, para petugas lapangan mendapat pelatihan mengenai pelaksanaan pencacahan di lapangan. Pelatihan ini menekankan pada bagaimana agar data yang dikumpulkan dapat diolah dengan baik oleh scanner.

Pada sesi khusus para peserta dilatih untuk belajar menulis secara benar9 pada lembar kuesioner.

Selama masa persiapan pelaksanaan SP2000, para KSK melakukan rekrutmen mitra petugas pencacah lapangan (PCL) di wilayah kecamatan masing-masing. Menurut Agus Purwanto salah seorang KSK Kota Yogyakarta, dalam merekrut calon petugas ia cukup berhati-hati. Untuk itu ia meminta bantuan RT atau RW juga kelurahan agar bisa memberikan informasi siapa-siapa saja yang bisa ikut membantu pelaksanaan pencacahan pada SP2000. Sebelum merekrut para mitra baru, Agus mengumpulkan terlebih dahulu mitra-mitra yang sudah lama atau sudah terbiasa bekerja sama dengan BPS pada kegiatan-kegiatan sebelumnya. Jika jumlah yang ada masih kurang (dikarenakan pada SP2000 tenaga pencacah yang dibutuhkan cukup banyak), maka Agus baru merekrut mitra baru yang diusahakan dari daerah setempat. Mitra yang direkrut terdiri dari petugas pemerintahan setempat (staf kelurahan dan kecamatan), tokoh setempat yang berpengaruh, para mahasiswa, dan ibu rumah tangga. Berikut ungkapan Agus Hendriyanto untuk rekrutmen petugas :

“Jadi rekrutmen petugas untuk pendataan SP diusahakan adalah penduduk setempat yang mengenal wilayah dan diutamakan yang pernah menjadi mitra BPS pada pencacahan Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional), Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional), maupun survei-survei yang lain. Ada yang dari masyarakat, unsur pemerintahan setempat yaitu kecamatan dan kelurahan, mahasiswa maupun pegawai negeri lain diluar BPS. Satu orang pengawas akan mengawasi 5 orang pencacah dan pengawas pun diusahakan dari daerah setempat.”

Penyeleksian para calon petugas lapangan lebih diutamakan pada kualitas dan kemampuan individu yang diketahui berdasarkan informasi yang diterima dari pejabat pemerintah setempat (kecamatan atau kelurahan). Penyeleksian secara administratif dilakukan dengan menetapkan kriteria tingkat pendidikan yang minimal berpendidikan SLTA. Selain itu, KSK juga mengutamakan kualitas tulisan petugas, dimana penyeleksiannya dilakukan dengan : calon petugas disuruh untuk

9

mengisi lembar biodata petugas dengan tulisan tangan sendiri. Dengan demikian, KSK mengetahui kualitas tulisan petugas yang direkrutnya, dan bila tulisannya jelek, petugas tersebut tidak diikutsertakan KSK pada pelaksanaan SP2000.

Para calon mitra BPS setelah dinyatakan lulus seleksi administrasi kemudian mengikuti pelatihan yang diadakan oleh BPS Propinsi Yogyakarta selama 3 hari. Setelah dinyatakan lulus pelatihan maka para mitra kemudian diminta menandatangani surat perjanjian ‘kesanggupan melaksanakan tugas’. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi petugas yang mangkir pada saat pelaksanaan pencacahan.

“Selain dengan menandatangani surat perjanjian, untuk menghindari petugas yang mangkir karena berbagai alasan, hal utama yang ditanyakan oleh para KSK kepada calon mitra adalah : “apakah pada waktu pelaksanaan kegiatan mereka dapat bekerja?”. Jadi yang menjadi dasar pertimbangan bukan kesanggupan calon mitra untuk mengikuti pelatihan yang sudah dijadwalkan tetapi kesanggupan calon mitra untuk melaksanakan tugas di lapangan pada saat kegiatan SP2000 dilaksanakan.”

Menurut Agus Purwanto dan Agus Hendriyanto, para mitra BPS khususnya mitra yang cukup lama bekerjasama dengan BPS, dapat dengan cepat menyelesaikan tugasnya. Mereka juga dapat diandalkan untuk membantu pekerjaan yang ada di luar wilayah tugasnya. Hal ini terjadi khususnya jika ada petugas pencacah lain yang secara mendadak tidak dapat melaksanakan tugas atau adanya petugas yang dianggap kurang cakap dalam pekerjaannya. Jika hal ini terjadi maka petugas tersebut akan diganti atau dibantu oleh petugas lain yang cakap dan berpengalaman.

Dalam berelasi dengan para staf BPS, menurut Agus Purwanto dan Agus Hendriyanto para mitra/petugas sering datang mengunjungi kantor BPS dengan membawa berbagai makanan dan buah-buahan yang jika dinilai nominalnya bisa melebihi honor yang mereka terima dari hasil pekerjaan mereka. Para mitra ini juga tidak memilih-milih pekerjaan berdasarkan honor yang akan diterima.10

“Mereka dengan senang hati menerima tugas-tugas itu berapapun honor yang akan mereka terima. Sebaliknya para KSK dan staf BPS pun dengan senang hati mengantarkan dan mendampingi para mitra dalam menjalankan tugasnya. Menurut Agus Purwanto dan Agus Paryadi (Kepala Seksi Jaringan BPS Kota Yogyakarta) mereka merasa hubungan yang terjalin dengan mitra bersifat sangat kekeluargaan.”

Dalam merekrut mitra, BPS Kota Yogyakarta cukup selektif. Mitra yang dianggap tidak disiplin atau tidak dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik tidak akan dilibatkan kembali dalam kegiatan-kegiatan BPS selanjutnya. Sehingga jika ada mitra yang cukup lama bekerja sama dengan BPS berarti mitra tersebut mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dan dapat menjalin komunikasi dan relasi dengan baik dengan para KSK maupun para staf BPS. Hal yang cukup unik adalah bahwa dari mitra-mitra yang cukup lama bekerja sama dengan BPS, sebagian adalah ibu-ibu rumah tangga. Menurut staf BPS Kota Yogyakarta mereka cukup dapat diandalkan untuk tugas dimanapun, bahkan dengan beban pekerjaan yang cukup banyak, dan umumnya mereka juga mampu menyelesaikan tugasnya lebih cepat dibanding dengan mitra lainnya.

III.7.2 Pelaksanaan SP2000 di DI Yogyakarta

Tahap pelaksanaan SP2000 di BPS Kota Yogyakarta diawali dengan pembekalan bagi para PCL yang sudah mengikuti pelatihan dua bulan sebelumnya. Pembekalan ini diberikan oleh Bupati Kota Yogyakarta yang dilaksanakan di Aula Kantor Bupati Kota Yogyakarta. Pada pembekalan ini, sesungguhnya BPS Kota Yogyakarta tidak memiliki dana khusus untuk peyediaan konsumsi, penyediaan peralatan dan lain-lain. Inisiatif untuk mengadakan pembekalan disambut baik oleh Bupati sehingga akhirnya peralatan seperti kursi, sound sistem dan lain-lain dapat dipinjam dari kantor pemerintah Kota Yogyakarta, bahkan dana konsumsi diambilkan dari dana rutin Kota Yogyakarta. Pada pembekalan itu 608 PCL dikumpulkan dan diingatkan kembali tugas-tugas dan tanggung jawabnya. Dalam pesannya Bupati meminta agar

kegiatan SP2000 dapat dijalankan sebaik-baiknya oleh para petugas. Menurut Bupati, SP2000 adalah program pemerintah yang diamanatkan pada BPS.

Pada pelaksanaan pencacahan, setiap PCL mendapat tugas beberapa blok sensus untuk dicacah. Seperti yang sudah ditentukan oleh BPS, pada 10 rumahtangga pertama yang dicacah maka tiap PCL akan dievaluasi untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan dalam pencacahan di lapangan, khususnya yang berkaitan dengan cara pengisian dan penulisan di kuesioner. Dengan evaluasi 10 rumah tangga pertama maka diharapkan selanjutnya para PCL dapat melakukan tugasnya dengan baik dan benar.

Di BPS Kota Yogyakarta, evaluasi tidak hanya berhenti pada 10 rumahtangga pertama. Secara rutin dan formal diadakan pertemuan di kantor kecamatan setiap 5 hari sekali selama masa pencacahan dilaksanakan. Dalam pertemuan rutin itu, para PCL dikumpulkan untuk diskusi bersama mengenai hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan pencacahan. Para PCL dan PML dapat menceritakan pengalamannya selama melakukan pencacahan, kesulitan-kesulitan apa yang ditemui di lapangan dan bagaimana pemecahannya. Para PCL juga diminta mengisi laporan kerja mereka masing-masing, dan menuliskannya pada daftar yang sudah disiapkan oleh kantor BPS Kota Yogyakarta. Kesempatan ini sekaligus dijadikan saat monitoring oleh BPS terhadap progress kerja para PCL. Pada daftar tersebut tercatat berapa blok sensus dan blok sensus mana saja yang sudah dilakukan pencacahan. Dari daftar tersebut diketahui PCL yang cepat dan yang lambat dalam bekerja. Untuk PCL yang lambat dalam bekerja akan dibantu oleh PCL lain, namun hal ini menjadi catatan tersendiri bagi para KSK dalam menilai cara kerja dan kualitas kerja para PCL.

Pada pertemuan rutin tersebut, para KSK dan staf BPS yang hadir juga menceritakan proses pengolahan data yang akan berlangsung, mendiskusikan kaitan antara proses pengolahan data dengan kondisi hasil lapangan seperti kualitas tulisan (bentuk tulisan yang tidak dapat dibaca oleh mesin, tebal tipisnya tulisan dan lain-lain), kondisi lembar kuesioner, sampai pada kelengkapan isian kuesioner. Secara umum petugas tidak mengalami kesulitan yang berarti pada penulisan ke dalam kuesioner

baik bentuk tulisan maupun isiannya, hal ini sudah diatasi sebelumnya saat masih di lapangan dalam pertemuan informal antara PML dengan PCL, namun jika ditemukan kuesioner yang isian data nya dianggap tidak logis maka pada pertemuan ini kuesioner tersebut akan dikembalikan pada PCL untuk di cek dan diperiksa kembali ke lapangan. Dalam hal pengumpulan data, Agus Paryadi mengatakan :

”Dalam pengumpulan data, saya selalu mempunyai daftar data yang lama, jadi data yang baru selalu saya cocokkan dengan data yang lama, jika ternyata ada perbedaan yang terlalu jauh maka saya akan tanyakan kepada petugas atau KSK untuk diperiksa kembali. Yang pernah terjadi adalah ada suatu daerah yang tiba-tiba penduduk nya menurun drastis. Data semacam ini menimbulkan pertanyaan dan saya minta KSK untuk memeriksa. Ternyata setelah diperiksa di daerah tersebut terjadi penggusuran untuk pembangunan mall.”

Untuk pertemuan rutin yang diadakan 5 hari sekali, dibutuhkan dana untuk penyediaan konsumsi. Dana tersebut terkadang ditanggung oleh kantor kecamatan. Sesekali para petugas yang merupakan mitra BPS, secara sukarela memberikan sebagian honornya untuk dikumpulkan bersama-sama dan digunakan untuk penyediaan konsumsi. Kebersamaan dalam melaksanakan pekerjaan telah menumbuhkan rasa kekeluargaan di antara para mitra yang bukan pegawai BPS dengan para KSK serta staf BPS.

Dalam melaksanakan pencacahan, para petugas lapangan di DI Yogyakarta memiliki berbagai pengalaman. Untuk pencacahan di daerah pedesaan, mereka seringkali disambut hangat oleh penduduk, bahkan sering disuguh makanan dan minuman. Dalam pengalaman ini KSK Agus Purwanto mengatakan :

”Wah ya seringkali kalau kita pas mencacah itu, disuguh. Satu dua rumah tidak apa-apa tapi kalau semuanya ya bisa kembung nanti. Lagi pula satu harian bisa cuma dapat lima rumah.” (Pak Agus bercarita sambil tertawa)

Namun untuk daerah kota sering kali mereka perlu menjelaskan terlebih dahulu tujuan pencacahan, karena penduduk yang akan dicacah (khususnya warga keturunan Cina) merasa takut identitas mereka terbuka dan dapat disalah gunakan untuk pemerasan terhadap mereka.

Untuk wilayah pengawasan, setiap KSK mengawasi satu kecamatan yang dibantu satu sampai dua PKSK. KSK dan PKSK mengawasi PML dan PCL di seluruh desa dalam satu kecamatan secara berglir, dan PML mengawasi dan mendampingi PCL di lapangan. Untuk wilayah Propinsi DI Yogyakarta, jarak tiap-tiap kecamatan tidak terlalu jauh. Rata-rata hanya antara 7 sampai 8 kilometer. Yang terjauh hanya di Kabupaten Gunung Kidul, yang berjarak 70 km. Hal ini dijelaskan oleh Agus Paryadi sebagai berikut :

”Sebenarnya kami juga diuntungkan dengan jarak yang tidak terlalu jauh dalam satu wilayah kecamatan. Ya rata-rata hanya 7 sampai 8 km. Yang terjauh dan pernah saya kunjungi ada di wilayah Kabupaten Gunung Kidul yang berjarak 70 km dari Kota Yogya, tetapi tidak lebih dari 100 km. Waktu saya tanya kecamatan berikutnya, mereka bilang : ”mung kaleh puntuk saking mriki” (hanya dua gundukan dari sini), ternyata dua gundukan bukit. Tapi masih terjangkau juga karena jalannya bagus.”

Setelah pencacahan selesai, tahap selanjutnya adalah pengumpulan kuesioner yang berisi hasil pencacahan PCL. Masing-masing PCL akan mengumpulkan kuesioner pada PML, kemudian oleh PML setiap lembar kuesioner diperiksa kelengkapan isian dan melakukan perbaikan petugas. Dari tangan PML, kuesioner selanjutnya diserahkan pada PKSK dan KSK. Kemudian KSK juga melakukan pemeriksaan, menata dan merekap seluruh dokumen sebelum dikirim ke kantor BPS Tingkat II. Kuesioner yang sudah dikumpulkan diperiksa kembali. Pemeriksaan ini lebih mengarah pada kelengkapan kuesioner (yaitu identitas kuesioner dan lain-lain), tahap pemeriksaan ini merupakan saat proses batching dan receiving.

Menurut Agus Paryadi dan Agus Hendriyanto, walaupun yang dilakukan sebenarnya adalah proses batching, namun mereka juga memeriksa tulisan yang ada pada lembar kuesioner. Jika ada tulisan yang terlalu tipis atau bentuk huruf tidak sesuai dengan contoh yang ada di lembar kuesioner, maka kuesioner akan langsung diperbaiki oleh staf BPS. Bagi mereka walaupun mereka hanya dibayar untuk honor proses batching, namun editing kuesioner juga mereka lakukan. Hal ini untuk

menghindari dikembalikannya kuesioner, karena tidak bisa diolah oleh scanner. Mereka lebih berfikir bagaimana keseluruhan sensus ini dapat berjalan lancar. Hal ini diungkapkan oleh Agus Hendriyanto sebagai berikut :

”Ya kita itu mikirnya bagaimana semua ini lancar sampai selesai. Walaupun tanggung jawabnya dan honornya batching, tapi ya editing kita juga lakukan. Kalau kita yang sudah terbiasa melihat data, terus ada yang tidak beres ya rasanya bagaimana ya kalau itu didiamkan, tidak bisa sepertinya.”

Setelah proses batching selesai, maka kuesioner-kuesioner yang ada (dalam dus-dus

batch) dikirim ke Pusat Pengolahan di BPS propinsi.

III.7.3 Pengolahan data SP2000 di DI Yogyakarta

Pelaksanaan pengolahan data SP2000 di BPS DI Yogyakarta dipusatkan di Kantor BPS Propinsi. Hal ini sesuai dengan scanner yang dialokasikan oleh BPS Pusat untuk DI Yogyakarta hanya satu buah. Alokasi scanner oleh BPS Pusat untuk pengolahan data disesuaikan dengan jumlah kuesioner yang akan diolah.

Penanggungjawab pelaksanaan pengolahan adalah Bidang Pengolahan, Penyajian dan Pelayanan Statistik (P3S). Tugas dari Bidang P3S meliputi penyediaan tempat penampungan kuesioner yang akan diolah dengan scanner (dokumen SP2000-L2 dan SP2000-KBL2), pengolahan data sampai dengan penyerahan data clean ke Direktorat SIS di BPS Pusat Jakarta. Untuk melaksanakan pengolahan data, BPS DI Yogyakarta membentuk suatu tim khusus pengolahan yang terdiri dari para staf BPS DI Yogyakarta. Dalam melaksanakan pengolahan data SP2000, BPS DI Yogyakarta tidak menggunakan tenaga mitra, proses pengolahan dijalankan sepenuhnya oleh para staf yang ada mulai dari proses editing sampai dengan validasi dan tabulasi. Khusus untuk pengoperasian scanner, Kepala Seksi Pengolahan sekaligus penanggungjawab pengolahan, yang saat itu dijabat oleh Siswi Harini, menunjuk tiga orang staf yang sebelumnya sudah mengikuti pelatihan pengolahan SP2000 untuk mengoperasikan mesin scanner pada tahapan scanning kuesioner. Tiga orang staf tersebut bertanggung jawab terhadap pengoperasian mesin scanner yang bekerja dalam tiga shift; pagi-siang, siang-sore, dan sore sampai malam. Selain tiga orang

petugas ini, orang lain tidak diijinkan untuk mengoperasikan mesin scanner. Hal ini menurut Siswi dimaksudkan agar tidak terlalu banyak orang yang mengoperasikan mesin scanner, sehingga jika ada permasalahan pada mesin dapat dengan mudah ditelusuri sumber-sumber masalahnya. Dengan diberlakukannya aturan demikian diharapkan mesin scanner tidak sampai mengalami kerusakan yang parah yang dapat mengganggu jalannya proses pengolahan. Untuk proses recognize, verifikasi dan validasi dilakukan oleh staf-staf BPS lainnya.

Proses pengolahan data dimulai dengan penerimaan kuesioner dari BPS Tingkat II ke Bagian TU BPS Tingkat I. Kuesioner yang sudah diterima (dalam bentuk batch) kemudian disimpan di dalam gudang I (gudang Tata Usaha). BPS DI Yogyakarta membuat peraturan bahwa tidak setiap orang diijinkan keluar masuk gudang, sehingga di pintu gudang diberi tulisan: ‘yang tidak berkepentingan dilarang masuk’. Petugas yang bertugas mengambil dan mengembalikkan kuesioner dari dan ke dalam gudang hanya orang tertentu (staf Bagian Tata Usaha) yang telah ditunjuk dan diberi tanggug jawab. Hal ini dimaksudkan untuk mengawasi sirkulasi kuesioner selama masa pengolahan agar rapi dan aman.

Di dalam gudang, dus-dus dokumen yang berisi kuesioner disusun secara horisontal, kemudian Bagian Pengolahan menuliskan pada sisi bawah (sisi yang terlihat dari depan) nomor batch dokumen seperti nomor yang ada di cover muka kotak, sehingga dengan cukup dilihat, maka identitas nomor batch bisa diketahui dan hal ini mempermudah dalam pengambilan kotak kuesioner yang diinginkan.

Perintah pengambilan kuesioner dari dalam gudang I dilakukan oleh Kepala Seksi Pengolahan. Kuesioner diambil sesuai dengan nomor urut batch. Petugas gudang harus mengambil kuesioner sesuai dengan nomor urut yang diminta, jika tidak maka

Dokumen terkait