MANDUL, IZIN POLIGAMI, DAN UNDANG-UNDANG
A. Deskripsi Perkara Izin Poligami 0023/Pdt.G/2014/PJS
Ahmad bin Saliya, umur 45 tahun sebagai Pemohon. Ety Suprihatin
binti M. Tauhid, umur 42 tahun sebagai Termohon. Bahwa pemohon dengan
surat permohonannya tertanggal 03 Januari 2014 yang telah terdaftar di
Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor
0023/Pdt.G/2014/PA.JS.
Pada tanggal 08 Januari 2007 Pemohon dengan Termohon
melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah
Kantor Urusan Agama Kecamatan Kramat Jati Jakarta Selatan dengan
kutipan Akta Nikah Nomor 107/107/I/2007. Pernikahan Pemohon dan
Termohon sudah dikaruniai dua orang anak yang masing-masing bernama,
Clara Firstya Afivadila, Perempuan, yang lahir di Jakarta pada tanggal 07
Mei 1995, dan Clarence Daffa Ananta, Laki-laki, yang lahir di Jakarta pada
tanggal 18 Desember 1998.
Rumah tangga Pemohon dengan Termohon berjalan rukun dan
harmonis dan saat ini tinggal di Jalan M. Kahfi I No. 26 Rt 04/02 Gang
Damai I, Kelurahan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Pemohon hendak menikah lagi (poligami) dengan seorang perempuan
bernama Annisya binti Djaenalih, umur 23 tahun. Pernikahan antara
dan dicatatkan menurut ketentuan hukum yang berlaku, karena diantara
Pemohon dengan calon istri kedua Pemohon tersebut telah tumbuh rasa
saling cinta dan saling percaya serta hendak membangun rumah tangga
sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku dan karenanya Pemohon
khawatir akan menjadi perbuatan yang dilarang oleh norma agama. Apabila
Pemohon tidak menikah dengan calon istri kedua Pemohon tersebut.
Pemohon mampu memenuhi kebutuhan hidup istri-istri Pemohon
beserta anak-anak dikarenakan Pemohon memiliki pekerjaan yang mapan.
Selain itu dalam perkawinan antara Pemohon dengan Termohon juga telah
memiliki harta bersama.
Pemohon sanggup berlaku adil terhadap istri-istri Pemohon.
Termohon telah menyatakan menyetujui Pemohon untuk menikah lagi
dengan calon istri kedua Pemohon. Calon istri kedua Pemohon menyatakan
tidak akan menganggu gugat harta benda yang sudah ada selama ini dan
akan tetap utuh sebagai harta bersama perkawinan antara Pemohon dengan
Termohon tersebut.
Antara Pemohon dengan calon istri Pemohon tidak ada larangan
melakukan perkawinan baik menurut syariat Islam maupun peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan dalil-dalil di atas karenanya Pemohon mohon agar Ketua
Pengadilan Agama Jakarta Selatan segera memanggil pihak-pihak dalam
perkara ini, selanjutnya memeriksa dan mengadili perkara ini dengan
P RIMAIR
Mengabulkan permohonan Pemohon
Menetapkan memberikan izin kepada Pemohon untuk menikah lagi yang
kedua dengan seorang perempuan bernama Annisya binti Djaenalih
Menetapkan harta bersama antara Pemohon dan Termohon
Membebankan biaya perkara kepada Pemohon
SUBSIDAIR
Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon Putusan
seadil-adilnya.
B. Pertimbangan Hakim memberikan Izin Poligami dalam perkara nomor 0023/Pdt.G/2014/PA.JS
Menimbang bahwa majelis hakim telah menasehati Pemohon tentang
konsekuensi poligami bahkan telah dilakukan mediasi di luar persidangan
akan tetapi tidak berhasil. Bahwa dalil-dalil permohonan Pemohon dapat
disimpulkan bahwa Pemohon ingin menikah lagi dengan seorang
perempuan yang bernama Annisa Binti Djaenalih dengan alsan bahwa
Pemohon masih menginginkan anak karena anak Pemohon baru dua,
sementara Termohon pasca operasi kista sudah trauma melahirkan, lagi pula
Pemohon telah menjalin hubungan dengan calon isteri Pemohon dan takut
Bahwa yang menjadi pokok masalah dalam perkara ini adalah apakah
permohonan Pemohon untuk berpoligami ini telah memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh hukum dan peraturan perundang-undangan ?
Bahwa untuk meneguhkan dalil-dalilnya, Pemohon telah mengajukan
bukti P.1 sampai dengan P.12 dan saksi-saksinya yang bernama 1. Amin
Santoso bin Alwi dan 2. Fitriyani binti Djaenalih. Bahwa surat bukti P.1
dimana bukti tersebut telah dicocokkan dengan yang aslinya dan telah
bermaterai cukup. Oleh karena itu majelis hakim mengkualifisir bahwa surat
tersebut merupakan bukti autentik adanya hubungan hukum antara
Pemohon dengan Termohon yang kini masih terikat ikatan suami isteri.
Bahwa P.2 sampai dengan P.12 merupakan bukti yang ada kaitannya
dengan permohonan Pemohon, baik bukti tentang persyaratan berpoligami
maupun bukti tentang kepemilikan harta yang telah diperoleh selama
Pemohon dan Termohon menikah maka majelis hakim dapat menilai
sebagai bukti yang kuat dan patut dipertimbangkan sebagai berikut.
Bahwa saksi-saksi yang diajukan oleh Pemohon telah memenuhi
syarat formil dan materiil yang ditetapkan oleh hukum dan keterangannya
yang satu dengan yang lainnya saling bersesuaian yang intinya bahwa
Pemohon dan Termohon suami isteri hingga kini, Pemohon dan calon
isterinya tidak memiliki hubungan keluarga atau sedarah yang
mengharamkannya untuk menikah. Sepengetahuan saksi Pemohon sanggup
Bahwa melihat kemampuan secara material di mana Pemohon bekerja
di dua perusahaan dan mempunyai penghasilan perbulannya di PT
Pancamulia Esa Andalan Mandiri sebesar lebih kurang Rp 10.000.000-,
(sepuluh juta rupiah), dan di PT Tripatra Esa Andalan Mandiri setiap bulan
sebesar Rp. 55.000.000-, (lima puluh lima juta rupiah), Pemohon telah
menyatakan bersedia berlaku adil dalam menggauli kedua isterinya, maka
dari kenyataan yang demikian majelis hakim berpendapat bahwa
permohonan Pemohon telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal
41 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 57 Kompilasi
Hukum Islam, sehingga permohonan Pemohon untuk menikah lagi dengan
wanita yang bernama Annisa binti Djaenalih dapat dipertimbangkan.
Bahwa apabila permohonan Pemohon tidak dikabulkan maka akan
membuat mudharat bagi kedua belah pihak, karena sesuai dengan kaedah
fiqhiyyah yang artinya “Menolak mafsadat untuk menjaga kemaslahatan
lebih diutamakan”. Bahwa permohonan Pemohon tersebut sesuai pula
dengan Firman Allah SWT dalam surah An-Nisa, ayat 3 yang artinya
“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu tidak akan dapat berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja”.
Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka
permohonan Pemohon untuk melakukan poligami dapat dikabulkan. Bahwa
harta bersama Pemohon dan Termohon, dan Pemohon telah menyanggupi
bahwa harta tersebut tidak akan bercampur dengan harta yang diperoleh
apabila nanti Pemohon menikah lagi.
Bahwa perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan, maka
berdasarkan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan diubah lagi
dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama
biaya perkara dibebankan kepada Pemohon.
C. Putusan perkara nomor 0023/Pdt.G/2014/PA.JS ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Positif.
1. Ditinjau dari hukum Islam
a. Menurut Al-Qur’an
Di tinjau dari Hukum Islam, putusan perkara nomor
0023/Pdt.G/2014/PA.JS sesuai dengan firman Allah dalam Surah
An-Nissa : 3 :
ﻢﹸﻜﹶﻟ ﺏﺎﹶﻃ ﺎﻣ ﺍﻮﺤﻜﻧﺎﹶﻓ ﻰﻣﺎﺘﻴﹾﻟﺍ ﻲﻓ ﺍﻮﹸﻄِﺴﹾﻘﺗ ﻻﹶﺃ ﻢﺘﹾﻔﺧ ﹾﻥﹺﺇﻭ
ِﺀﺎﺴّﹺﻨﻟﺍ ﻦﻣ
ﺖﹶﻜﹶﻠﻣ ﺎﻣ ﻭﹶﺃ ﹰﺓﺪﺣﺍﻮﹶﻓ ﺍﻮﹸﻟﺪﻌﺗ ﻻﹶﺃ ﻢﺘﹾﻔﺧ ﹾﻥﹺﺈﹶﻓ ﻉﺎﺑﺭﻭ ﹶﺙﻼﹸﺛﻭ ﻰﻨﹾﺜﻣ
ﺍﻮﹸﻟﻮﻌﺗ ﻻﹶﺃ ﻰﻧﺩﹶﺃ ﻚﻟﹶﺫ ﻢﹸﻜﻧﺎﻤﻳﹶﺃ
)
ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ
۳
(
Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. An-Nisa: 3)
Ayat tersebut merupakan ayat yang memberikan pilihan kepada kaum
laki-laki untuk menikahi yatim dengan rasa takut tidak berlaku adil karena
keyatimannya atau menikahi perempuan yang disenangi hingga jumlahnya
empat istri. Akan tetapi, jika dihantui oleh rasa takut tidak berlaku adil,
lebih baik menikah dengan seorang perempuan atau hamba sahaya, karena
hal itu menjauhkan diri dari berbuat aniaya. Pandangan normatif al-Qur’an
yang selanjutnya diadopsi oleh ulama-ulama fikih setidaknya menjelaskan
dua persyaratan yang harus dimiliki suami. Pertama, seorang laki-laki
yang akan berpoligami harus memiliki kemampuan dana yang cukup
untuk membiayai berbagai keperluan dengan bertambahnya istri yang
dinikahi. Kedua, seorang suami harus memperlakukan semua istrinya
dengan adil. Tiap istri harus diperlakukan sama dalam memenuhi hak
perkawinan serta hak-hak lain
b. Menurut Qawaid Fiqhiyah
Putusan perkara nomor 0023/Pdt.G/2014/PA.JS ini di tinjau dari kaidah
fiqhiyyah sesuai dengan kaidah berikut:
ﺢﻠﺼﳌﺍ ﺐﻠﺟ ﻰﻠﻋ ﻡﺪﻘﻣ ﺪﺳﺎﻔﳌﺍﺀﺭﺩ
Artinya : menolak mafsadat untuk menjaga kemaslahatan itu lebih di utamakan.
Penjelasan dari kaidah di atasa yaitu, bahwa pembentukan hukum itu
Artinya mendatangkan keuntungan bagi mereka dan menolak madharat
serta menghilangkan kesulitan daripadanya.1
2. Di tinjau dalam Hukum Positif
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pada pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 di jelaskan bahwa
syarat bagi suami yang ingin beristri lebih dari seorang yaitu, dapat
mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang ini harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut : (a) adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri (b) adanya
kepastian bahawa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup
isteri-isteri dan anak-anak mereka (c) adanya jaminan bahwa suami akan
berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka. Persetujuan yang
dimaksud dalam pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi
seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai
persetujuan dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila
tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun,
atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim
Pengadilan Agama.2 Keadilan yang dimaksud oleh Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, terutama pada Pasal 5 adalah keadilan
dari segi materi. Keadilan materi dalam bentuk pembagian nafkah yang
dapat diukur secara matematis, sedangkan keadilan dalam bentuk batiniah
1
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), cet ke-6, h. 126.
2
sulit untuk diukur karena menyangkut masalah perasaan atau hati, yang
mengetahuinya hanya suami yang berpoligami dan istri yang merasakannya
karena dipoligami