POLIGAMI DAN MANDUL DALAM HUKUM ISLAM DAN UNDANG- UNDANG-UNDANG DI INDONESIA
B. Poligami dalam Undang-Undang di Indonesia a. Pengertian Poligami
Poligami berasal bahasa Yunani. Kata ini merupakan penggalan dari
dua kata yakni “poli” atau “polus” yang artinya banyak, dan “gamein”
atau “gamos” yang artinya kawin atau perkawinan. Jika digabungkan akan
berarti suatu perkawinan yang banyak. Ada istilah lain yang maknanya
mendekati makna poligami yaitu “poligini”. Kata ini berasal dari “poli”
atau “polus” artinya banyak, dan “gini” atau “gene” artinya istri, jadi
poligini beristri banyak.
Secara terminologi, poligami artinya banyak istri. Kata Poligami
berlaku bagi suami yang menikah dengan lebih dari seorang perempuan.
Istilah poligami digunakan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
atau KUHP, sebagaimana terdapat pada Pasal 3-5.23
Secara konsepsional, istilah poligami diartikan sebagai perkawinan
yang dilakukan oleh suami atau istri untuk mendapatkan pasangan hidup
lebih dari seorang. Oleh karena itu, poliandri merupakan salah satu jenis
dari poligami. apabila pernikahan dilakukan oleh seorang suami terhadap
perempuan lebih dari seorang, atau suami yang istrinya lebih dari seorang,
disebut dengan poligini. Karena dalam Undang-Undang Nomor1 Tahun
1974 dan KHI bahkan dalam PP Nomor 9 Tahun 1975 tidak dikenal dengan
istilah poligini.24
23
Beni Ahmad Saebani & Syamsul Falah, Hukum Perdata Isam, h.117. 24
b. Dasar Hukum Poligami
Semangat Undang-Undang Perkawinan adalah meminimalisasi
marjinalisasi perempuan dalam ruang lingkup perkawinan. Upaya untuk
melindungi perempuan dan anak-anak mereka secara hukum sudah nyata,
namun walaupun demikian, ada beberapa kelemahan-kelemahan yang perlu
diperbaiki.
Layaknya sebuah Undang-Undang, Undang-Undang Perkawinan di
Indonesia berdasarkan atas asas monogami, namun tetap dibuka
kemungkinan untuk poligami dengan alasan dan syarat tertentu. Klausul
kebolehan poligami di dalam Undang-Undang Perkawinan sebenarnya
hanyalah pengecualian dan untuk itu pasal-pasalnya mencantumkan
alasan-alasan yang membolehkan poligami.25
Sebelumnya, poligami juga diatur dalam Burgelijk Wetboek (BW).
Dalam Pasal 27 BW disebutkan bahwa, “ Dalam waktu yang sama seorang
laki-laki hanya dibolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya, seorang perempuan hanya satu orang laki-laki sebagai suaminya”.
Prinsip monogami ini dikuatkan dengan sanksi KUHAP yang menyatakan
bahwa perkawinan (setelah satu kali) menghalangi sahnya perkawinan
berikutnya.26
25
Amiur Nuruddin & Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 161. 26
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.220.
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan
dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, tujuan dibuatnya Peraturan
Pemerintah ini adalah dinyatakan dalam konsideran pertimbangan poin b
yakni Pegawai Negeri Sipil adalah unsur aparatur negara, abdinegara dan
abdi masyarakat yang harus menjadi teladan yang baikbagi masyarakat
dalam tingkah laku, tindakan dan ketaatan kepadaperaturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk menyelenggarakan kehidupan
berkeluarga.27
Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 berbunyi :
1. Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib
memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat;
2. Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri
kedua/ketiga/keempat.
3. Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara
tertulis;
4. Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus
dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk
beristri lebih dari seorang.28
27
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 jo Peraturan Pemeritah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
28
Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 jo Peraturan Pemeritah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
Dalam surat permintaan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat 3
harus diantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan ijin
untuk beristeri lebih dari seorang atau untuk menjadi isteri
kedua/ketiga/keempat. Permintaan ijin harus diajukan menurut saluran
hirarki.
Dalam menjabarkan masalah poligami, KHI lebih cenderung sebagai
“tafsir” dan “bayan” bagi Undang-Undang Perkawinana, yakni poligami
sebagai dispensasi dari monogam dengan beberapa persyaratan.
Permasalahan poligami tercantum dalam Bab IX dari pasal 55 sampai
dengan pasal 59.
c. Syarat-Syarat Poligami
Dalam PerUndang-Undangan di Indonesia, syarat poligami sangat
ketat. Izin poligami hanya dapat diberikan bila memenuhi
sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan tiga syarat kumulatif. Syarat
alternatif meliputi, yaitu (a) istri tidak dapat menjalankan kewajibannya
sebagai istri, (b) istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan, atau (c) istri tidak dapat melahirkan keturunan. Syarat
kumulatif, yaitu syarat kumulatif, (a) ada persetujuan tertulis dari istri-istri,
(b) adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri
dan anak-anak mereka, dan (c) ada jaminan bahwa suami akan berlaku adil
terhadap istri dan anak-anaknya.29
29
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 memberikan
persyaratan terhadap seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang
sebagai berikut :
1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang ini harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (a) adanya persetujuan dari
isteri/isteri-isteri (b) adanya kepastian bahawa suami mampu menjamin
keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka (c) adanya
jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak
mereka.
2) Persetujuan yang dimaksud dalam padaayat (1) huruf a pasal ini tidak
diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak
mungkin dimintai persetujuan dan tidak dapat menjadi pihak dalam
perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu
mendapat penilaian dari hakim Pengadilan Agama.30
Keadilan yang dimaksud oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, terutama pada Pasal 5 adalah keadilan dari segi materi.
Keadilan materi dalam bentuk pembagian nafkah yang dapat diukur secara
matematis, sedangkan keadilan dalam bentuk batiniah sulit untuk diukur
karena menyangkut masalah perasaan atau hati, yang mengetahuinya hanya
suami yang berpoligami dan istri yang merasakannya karena dipoligami.
30
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.47.
d. Tata Cara Poligami
Mengenai prosedur atau tata cara poligami yang resmi diatur oleh
Islam memang tidak ada ketentuan secara pasti, namun di Indonesia, dengan
Kompilasi Hukum Islamnya, telah mengatur hal tersebut.31 Ada dua hal
yang harus diberikan penegasan yakni pertama, poligami hanya bisa
dilakukan apabila memperoleh izin dari pengadilan. Kedua, pengadilan
hanya akan mengeluarkan izin apabila poligami itu dikehendaki oleh
pihak-pihak yang bersangkutan. Dan yang disebut pihak-pihak-pihak-pihak yang bersangkutan
adalah isteri pertama, isteri kedua, dan atau seterusnya, dan suami.32
Pelaksanaan tidak boleh dilakukan secara liar, pengadilanlah satu-satunya
lembaga yang memberikan dispensasi poligami. Oleh sebab itu Pasal 3 ayat
2 Undang-Undang Perkawinan menyatakan:
“Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan”
Dengan ayat ini jelas sekali Undang-Undang Perkawinan telah
melibatkan Pengadilan Agama sebagai institusi yang cukup penting untuk
mengabsahkan kebolehan poligami bagi seorang. Di dalam penjelasan pasal
3 ayat 2 dinyatakan : Pengadilan dalam memberikan putusan selain
memeriksa apakah syarat tersebut pasal 4 dan 5 telah dipenuhi harus
31
H.M.A. Tihami & Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, h.369. 32
mengingat pula apakah ketentuan-ketentuan hukum perkawinan dari calon
suami mengizinkan adanya poligami.33
Berkenaan dengan pasal 4 di atas setidaknya menunjukkan ada 3
alasan yang dijadikan dasar mengajukan permohonan poligami
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri;
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. Tidak dapat melahirkan keturunan.
Tampaknya alasan-alasan ini bernuansa fisik kecuali alasan yang
ketiga. Terkesan seorang suami tidak memperoleh kepuasaan yang
maksimal dari istrinya, maka alternatifnya poligami. seperti yang termuat
dalam pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan, syarat-syarat yang di
penuhi bagi seorang suami yang ingin melakukan poligami ialah :
1. Adanya persetujuan istri;
2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup
istri-istri dan anak-anak mereka;
3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri dan
anak-anak mereka.
Menyangkut prosedur melaksanakan poligami aturannya dapat dilihat
di dalam PP No 9 Tahun 1975. Pada pasal 40 dinyatakan apabila seorang
suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang maka ia wajib
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan.34
33
Sedangkan tugas Pengadilan diatur dalam Pasal 41 PP No 9 Tahun
1975 sebagai berikut :
Pengadilan kemudian memeriksa mengenai :
a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkn seorang suami kawin lagi;
b. Ada atau tidaknya persetujuan dari istri, baik persetujuan lisan maupun
tertulis, apabila persetujuan merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu
harus diucapkan di depan sidang Pengadilan.
c. Ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin keperluan
hidup istri-istri dan anak-anak, dengan memperlihatkan :
1. Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang di tanda tangani
oleh bendahara tempat bekerja;
2. Surat keterangan pajak penghasilan;
3. Surat keterangan lain yang dapat di terima oleh Pengadilan.
d. Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap
istri-istri dan anak-anak mereka dengan persyaratan atau janji dari suami
yang di buat dalam bentuk yang di tetapkan untuk itu.35
Berikutnya dijelaskan pada Pasal 42 keharusan Pengadilan memanggil
para istri untuk memberikan penjelasan atau kesaksian. Di dalam pasal ini
juga dijelaskan bahwa Pengadilan diberi waktu 30 hari untuk memeriksa
permohonan poligami setalah diajukan oleh suami lengkap dengan
persyaratan.
34
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 40.
35
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 41.
Kemudian, dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan kepada
suaminya untuk beristri lebih dari seorang, berdasarkan salah satu alasan
tersebut diatas, maka pengadilan Agama dapat menetapkan pemberian izin
setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan
Pengadilan Agama dan terhadap penetapan ini, istri atau suami dapat
mengajukan banding atau kasasi.36 Apabila keputusan hakim yang
mempunyai kekuatan hukum tetap, izin Pengadilan tidak diperoleh maka
menurut Pasal 44 PP Nomor 9 Tahun 1975, Pegawai Pencatat dilarang
untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristri
lebih dari seorang sebelum adanya izin Pengadilan.37
Ketentuan hukum yang mengatur tentang pelaksanaan poligami
mengikat semua pihak, pihak yang akan melangsungkan poligami dan
pegawai pencatat perkawinan. Apabila mereka melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan pasal-pasal di atas dikenakan sanksi pidana.
KHI memuat masalah poligami ini pada bagian IX dengan judul,
Beristri Lebih dari Satu Orang, yang di ungkap dari pasal 55 sampai 59.
Pada pasal 55 dinyatakan :
1. Beristri lebih dari seorang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai
empat orang istri;
2. Syarat utama beristri lebih dari satu orang, suami harus mampu berlaku
adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya;
36
H.M.A. Tihami & Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, h.370. 37
3. Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin di
penuhi, suami dilarang beristri lebih dari satu orang.
Lebih lanjut dari KHI pasal 56 dijelaskan
1. Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari
Pengadilan Agama;
2. Pengajuan permohonan izin dimaksudkan pada ayat 1 dilakukan menurut
tata cara sebagaimana diatur dalam bab VIII PP No. 9 Tahun 1975;
3. Perkawinan yang dilakukan istri kedua, ketiga, keempat tanpa izin dari
Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum tetap.38
Dari pasal-pasal di atas, KHI sepertinya tidak berbeda dengan
Undang-Undang Perkawinan bahkan dengan semangat Fiqih. Kendatipun
pada dasarnya UUP dan KHI menganut asas monogami, namun sebenarnya
peluang yang diberikan untuk poligami juga terbuka lebar. Dikatakan
demikian, kontribusi UUP dan KHI hanya sebatas tata cara prosedur
poligami.39
Pada pasal 57 dijelaskan :
Pengadilan Agama hanya memberi izin kepada suami yang akan
beristri lebih dari seorang apabila :
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri;
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
38
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 55-56. 39
Tampak pada pasal 57 KHI diatas, Pengadilan Agama hanya
memberikan izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila
terdapat alasan-alasan sebagaimana disebutkan dalam pasal 4
Undang-Undang Perkawinan. Jadi pada dasarnya Pengadilan hanya memberi izin
kepada seorang suami untuk beristri lebih dari satu apabila dikehendaki oleh
pihak-pihak yang bersangkutan.
Dalam perspektif metedologis, pengaturan ketentuan hukum mengenai
poligami yang boleh dilakukan atas kehendak yang bersangkutan melalui
izin Pengadilan Agama, setelah dibuktikan izin istri atau istri-istri,
dimaksudkan untuk merealisasikan kemaslahatan. Yaitu terwujudnya
cita-cita dan tujuan perkawinan rumah tangga, yang kekal dan abadi diridhai
Allah SWT berdasarkan cinta dan kasih sayang. Karena itu segala persoalan
yang mungkin akan menjadi penghalang bagi terwujudnya tujuan
perkawinan tersebut harus dihilangkan atau setidaknya dikurangi. Ini sejalan
dengan kaidah :
ﺢﻠﺼﳌﺍ ﺐﻠﺟ ﻰﻠﻋ ﻡﺪﻘﻣ ﺪﺳﺎﻔﳌﺍﺀﺭﺩ
“Menghindari madharat (kerusakan) harus didahulukan daripada
mengambil manfaat (kemaslahatan).”40
C. Mandul
40
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 144.
a. Pengertian Mandul
Menurut Ensiklopedia Indonesia, pengertian Sterilitet (kemandulan)
adalah terdapat baik pada laki-laki maupun pada perempuan. Biasanya
disebabkan pada kelainan alat kelamin. Ada kelainan bawaan dan ada
kelainan yang timbul di kemudian hari.41
Infertilitas (mandul) adalah kegagalan pasangan untuk hamil setelah
satu tahun memiliki hubungan seksual yang teratur tanpa kontrasepsi.
Infertilitas bisa primer atau sekunder. Infertilitas primer adalah istilah yang
menggambarkan pasangan yang belum pernah hamil, sedangkan infertilitas
sekunder mengacu pada pasangan yang telah mencapai kehamilan di masa
lalu tapi tidak mampu mendapatkannya lagi. Ada beberapa perbedaan dalam
evaluasi dan pengobatan, karena secara teoritis, pasangan yang sebelumnya
mencapai kehamilan memiliki semua komponen dasar dari sistem
reproduksi mereka yang utuh. Hal ini menyiratkan kemungkinan jauh lebih
besar bahwa salah satu atau kedua pasangan baru mengembangkan masalah
yang menyebabkan infertilitas mereka saat ini.42
Mandul terbagi dua yaitu mandul primer dan mandul sekunder.
Mandul primer yaitu istri belum hamil walaupun bersenggama tanpa usaha
kontrasepsi dan dihadapkan pada kemungkinan kehamilan selama dua belas
41
Tim Penyusun, Ensiklopedia Indonesia, h. 1279.
42
http://kamuskesehatan.com/arti/infertilitas. diakses pada tanggal 21 oktober 2015 pukul 15.04.
(12) bulan. Mandul sekunder yaitu istri pernah hamil, namun kemudian
tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama tanpa usaha kontrasepsi
dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama dua belas (12)
bulan.43
Menurut ilmu kedokteran, presentase kemungkinan terjadinya
kehamilan adalah 3,27% hamil dalam satu bulan pertama, 57,0% dalam tiga
bulan, 72,1% dalam 6 bulan, 85,4% dalam 12 bulan, dan 93,4% dalam
waktu 24 bulan. Dan waktu median yang diperlukan untuk menghasilkan
kehamilan ialah 2.3 bulan sampai 2,8 bulan. Ini berarti, semakin lama
pasangan itu kawin tanpa kehamilan, makin turun kejadian kehamilannya.
Oleh karena itu, kebanyakan dokter baru menganggap ada masalah
kemandulan jika pasangan yang ingin punya anak itu dihadapkan kepada
kemungkinan kehamilan lebih dari 12 bulan.44
b. Faktor-Faktor Terjadinya Kemandulan
Faktor terjadinya kemandulan pada wanita adalah :
a. Penyakit kista
Kista adalah penyakit tumor jinak yang terbungkus oleh selaput
semacam jaringan di organ reproduksi perempuan yang paling sering
ditemui. Bentuknya kistik, berupa cairan kental, dan ada pula yang yang
43
http://raramidy.blogspot.com/2011/11/mandul-dalam-pandangan-islam.html. diakses pada tanggal 7 April 2015 pukul 10.59.
44
Hanifa Wiknjosastro dkk, Ilmu Kandungan, (Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999), h. 498.
berbentuk anggur. Kista juga ada yang berisi udara, cairan, nanah, ataupun
bahan-bahan lainnya.45
Berdasarkan tingkat keganasannya, kista terbagi menjadi dua, yaitu
non-neoplastik dan neoplastik. Kista non-neoplastik sifatnya jinak dan
biasanya akan mengempis sendiri setelah 2 hingga 3 bulan. Sementara kista
neoplastik umumnya harus dioperasi, namun hal itu pun tergantung pada
ukuran dan sifatnya.46
Pada penderita kista yang sudah parah akan menimbulkan
kemandulan. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan menalurkan sel
telur dengan baik. Selain itu, ada beberapa masalah lain yang menyebabkan
wanita sulit mendapatkan keturunan seperti adanya kegagalan yang
disebabkan karena pengangkatan kista yang dilakukan berulang-ulang.
Operasi berulang-ulang akan menyebabkan ovarium rusak dan adanya
infeksi pada folikel yang tidak matang.47
b. Penyakit Miom (mioma uteri)
Miom adalah pertumbuhan di dalam atau di sekitar uterus (rahim)
yang tidak bersifat kanker atau ganas. Miom dikenal juga dengan nama
nama mioma, uteri fibroid, atau leiomioma. Miom berasal dari sel otot
45
http://penyakitkista.org diakses pada tanggal 11 September 2015 pukul 09.52. 46
http://penyakitkista.org. 47
http://bidanku.com/waspada-penyakit-kista-sebabkan-kemandulan. di akses pada tanggal 13 September 2015 pukul 18.10.
rahim yang mulai tumbuh secara abnormal. Pertumbuhan inilah yag akhinya
membentuk tumor jinak.48
Pengaruh miom pada kehamilan dan persalinan, mengakibatkan
hal-hal sebagai berikut :
1. Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada mioma
uteri submukosum;
2. Kemungkinan abortus bertambah;
3. Kelainanan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar
dan letak subserus;
4. Menghalang-halangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya
di serviks;
5. Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di
dalam dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma;
6. Mempersulit lepasnya placenta, terutama pada mioma submukus dan
intramural.49
Sekitar 75% wanita pernah memiliki miom, terkadng kondisi ini tidak
diketahui oleh sebagian yang mengalami karena tidak muncul gejala. Gejala
yang muncul akibat miom adalah :
1. Masa menstruasi menyakitkan atau berlebih;
2. Rasa sakit atau nyeri pada bagian perut atau punggung bawah;
48
http://www.alodokter.com/miom. di akses pada tanggal 13 September 2015 pukul 18.17.
49
3. Keguguran, mengalami kemandulan, atau bermasalah pada masa
kehamilan.50
Faktor terjadinya kemandulan pada pria adalah :
a. Adanya efek pada spermatogenesis yang menyebabkan kelainan. Kelainan
bentuk sperma atau jumlah sperma terlalu sedikit sehingga tidak dapat
menembus ovum
b. Motilitas sperma yang mungkin terganggu akibat infeksi dan pembentukan
jaringan parut di testis, epididimis, vas deferen, atau uretra
c. Infeksi sistematik misalnya parotitis, dapat menyebabkan pembengkakan
testis, dan kerusakan tubulus seminiferus
d. Sumbatan pembuluh darah yang memperdarahi testis dapat menyebabkan
hipoksia dan kegagalan sperma untuk tumbuh dan bertahan hidup
e. Adanya otoantibodi yang dibentuk terhadap sperma, ini akan mengurangi
jumlah dan kualitas sperma.51
50
http://www.alodokter.com/miom. 51
http://www.berkatherbal.com/2012/12/faktor-menyebabkan-kemandulan-pada-pria.html. diakses pada tanggal 13 September 2015 pukul 19.00.
41