• Tidak ada hasil yang ditemukan

55 Kabupaten Subang

Kecamatan Tanjungsiang dan Cisalak adalah dua dari 30 kecamatan yang berada di daerah pegunungan dan merupakan daerah bagian Selatan Kabupaten Subang. Kecamatan Tanjungsiang mempunyai luas wilayah 7532 Ha dengan rata- rata ketinggian 671 m dpl. Rata-rata jumlah curah hujan tahunan di Kecamatan Tanjungsiang ± 3296 mm dengan suhu udara 21 – 270C. Jarak Kecamatan Tanjungsiang dari ibukota kabupaten dan provinsi sekitar 38 km dan 65 km. Secara administratif kecamatan ini terbagi atas 11 desa dimana desa Cikawung dan desa Sindanglaya termasuk beberapa desa sentra produksi padi sawah dan juga produksi ternak sapi. Jumlah sapi berturut-turut di dua desa tersebut pada tahun 2011 adalah 300 dan 236 ekor sapi. Produksi padi sawah di kedua desa tersebut adalah 1583 dan 2985 ton dengan produktivitas 59.3 dan 60.2 ku/Ha (Kecamatan Tanjungsiang dalam Angka, 2012). Penggunaan lahan sebagian besar digunakan untuk usaha pertanian dengan komoditas utama padi. Pola tanam yang dilakukan adalah beragam tergantung jenis pengairan sawah. Kecamatan Tanjungsiang umumnya sawah irigasi setengah teknis seluas 615 Ha dan sawah irigasi sederhana 1073 Ha (Kabupaten Subang dalam Angka, 2012). Sawah irigasi setengah teknis dapat ditanami padi dua kali setahun bahkan ada yang tiga kali tergantung pasokan air.

Tabel 5.1. Produksi, produktivitas sawah dan jumlah ternak pada lokasi penelitian Kecamatan Sawah Ternak Luas Panen (Ha) Produktifitas (ku/Ha) Prod.

(ton) Sapi Kambing Domba

Tanjungsiang 3376 54.1 18259 1220 5940 4972 Cisalak 4057 66.4 26921 946 1700 20910 Tanjungmedar 1942 65.24 12670 2330 872 4628 Tanjungkerta 3171 64.99 20608 2509 3314 3938 Pagerageung 4048 59.88 24339 2275 9697 2593 Sukaresik 2687 64.45 17318 237 4492 215

Sumber: BPS Kecamatan Subang, Sumedang, Tasikmalaya 2012

Kecamatan Cisalak mempunyai luas wilayah 7248 Ha dengan rata-rata ketinggian 665 m dpl. Curah hujan pada tahun 2011 di Kecamatan Cisalak ± 3032 mm dengan suhu udara 20 – 280C. Jarak Kecamatan Cisalak dari ibukota kabupaten dan provinsi sekitar 26 km dan 60 km. Secara administratif kecamatan ini terbagi atas 9 desa dimana desa Pakuhaji dan desa Cimanggu termasuk beberapa desa yang mempunyai produktivitas padi sawah yang tinggi masing-masing 73.8 dan 66.5 ku/Ha. Kecamatan Cisalak umumnya sawah irigasi setengah teknis seluas 1099 Ha dan irigasi sederhana seluas 577 Ha. Pola tanam adalah 2 sampai 3 kali penanaman padi dan juga padi-padi-palawija.

56

Kecamatan Tanjungmedar dan Tanjungkerta adalah 2 dari 26 Kecamatan yang berada di sebelah Barat Laut Kabupaten Sumedang. Topografi Kecamatan Tanjungmedar bervariasi dari daerah yang landai sampai berbukit-bukit dengan luas wilayah 6514 Ha dengan rata-rata ketinggian 583 m dpl. Jumlah curah hujan di Kecamatan Tanjungmedar ± 2400 mm dengan suhu udara 18 – 25 0C. Jarak

Kecamatan Tanjungmedar dari ibukota kabupaten dan provinsi sekitar 15 km dan 50 km. Secara administratif kecamatan ini terbagi atas 9 desa dimana desa Sukamukti dan Kertamukti termasuk sentra produksi padi sawah dan produksi ternak sapi. Produksi padi sawah di kedua desa tersebut adalah 1722 dan 1414 ton dengan produktivitas 74.87 dan 74.81 ku/Ha (Kecamatan Tanjungmedar dalam Angka, 2012). Sebagian besar sawah yang ada di wilayah Kecamatan Tanjungmedar memiliki pengairan irigasi sederhana dan sawah tadah hujan, sedang sawah dengan pengairan irigasi teknis dan setengah teknis tidak ada. Penggunaan lahan sebagian besar digunakan untuk usaha pertanian dengan komoditas utama padi dengan pola tanam adalah 2 sampai 3 kali penanaman padi seluas 880 Ha, sedangkan pola tanam satu kali seluas 178 Ha.

Kecamatan Tanjungkerta mempunyai kondisi wilayah berbukit dan juga berupa dataran dengan luas wilayah 4014 Ha dimana sebagian mempunyai rata- rata ketinggian 100 - 500 m dpl seluas 2125 Ha dan 500-1000 m dpl seluas 1889 Ha. Jumlah curah hujan di Kecamatan Tanjungkerta ± 2448 mm dengan suhu udara 18 – 25 0C. Jarak Kecamatan Tanjungkerta dari ibukota kabupaten dan provinsi sekitar 25 km dan 60 km. Secara administratif kecamatan ini terbagi atas 11 desa dimana desa Awilega dan desa Kertaharja termasuk beberapa desa yang mempunyai produktivitas padi sawah yang tinggi masing-masing 80.16 dan 76.79 ku/Ha (Kecamatan Tanjungkerta dalam Angka, 2012). Kecamatan Tanjungkerta umumnya sawah irigasi setengah teknis/setengah teknis seluas 296 Ha, irigasi sederhana PU seluas 983, irigasi desa 11 Ha dan sawah tadah hujan 330 Ha. Pola tanam adalah 2 sampai 3 kali penanaman padi, padi-padi-palawija seluas 1296 Ha dan 1 kali penanaman padi adalah sawah tadah hujan seluas 330 Ha (Kabupaten Sumedang dalam Angka, 2012).

Kabupaten Tasikmalaya

Kecamatan Pagerageung dan Sukaresik adalah 2 dari 39 Kecamatan yang berada di sebelah utara Kabupaten Tasikmalaya. Topografi Kecamatan Pagerageung sebagian besar berbukit dengan luas wilayah 6674 Ha dan ketinggian 500 – 700 m dpl. Jumlah curah hujan di Kecamatan Pagerageung ± 2929 mm dengan suhu udara 26 – 270C. Jarak Kecamatan Pagerageung dari

ibukota kabupaten dan provinsi sekitar 38 km dan 89 km. Secara administratif kecamatan ini terbagi atas 10 desa dimana desa Tanjungkerta dan Puteran termasuk sentra produksi padi sawah. Produksi padi sawah di kedua desa tersebut adalah 2019 dan 1242 ton dengan produktivitas 61 dan 60.3 ku/Ha. Sementara jumlah sapi di dua desa ini cukup kecil 41 dan 22 ekor (Kecamatan Pagerageung dalam Angka, 2012). Sebagian besar sawah yang ada di wilayah Kecamatan Pagerageung adalah sawah irigasi setengah teknis seluas 340 Ha, irigasi sederhana 540 Ha, irigasi desa/ non PU 597 Ha serta sawah tadah hujan seluas 75 Ha. Penggunaan lahan sebagian besar digunakan untuk usaha pertanian dengan komoditas utama padi dengan pola tanam adalah 2 sampai 3 kali penanaman padi

57 pada sawah irigasi setengah tehnis, irigasi sederhana dan irigasi desa non PU. Umumnya penanaman padi 1 kali dilakukan pada sawah tadah hujan

Kecamatan Sukaresik adalah salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Tasikmalaya dengan luas Wilayah Kecamatan Sukaresik 1739 Ha dan ketinggian rata-rata 425 – 550 meter dari permukaan laut. Kecamatan ini memiliki topografi sebagian besar datar 85% dan berbukit 15% dengan sebagian besar berupa lahan kering. Jumlah curah hujan rata-rata 2363.5 mm dengan suhu udara 26 - 300C. Jarak Kecamatan Sukaresik dari ibukota kabupaten dan provinsi

sekitar 23 km dan 90 km. Secara administratif kecamatan ini terbagi atas 8 desa dimana desa Tanjungsari dan Sukaresik termasuk sentra produksi padi sawah. Produksi padi sawah di kedua desa tersebut adalah 2563 dan 1114 ton dengan produktivitas 62.72 dan 62.23 ku/Ha. Sebagian besar sawah yang ada di wilayah Kecamatan Sukaresik adalah sawah irigasi setengah teknis seluas 253 Ha, sawah irigasi desa/ non PU seluas 308 Ha serta sawah tadah hujan seluas 237 Ha. Penggunaan lahan sebagian besar digunakan untuk usaha pertanian dengan komoditas utama padi dengan pola tanam adalah 2 sampai 3 kali penanaman padi pada sawah irigasi setengah tehnis, irigasi sederhana dan irigasi desa non PU. Pola tanam satu kali dilakukan pada sawah tadah hujan.

Karakteristik Petani Responden

Karakteristik petani dan anggota rumah tangga meliputi rata-rata umur, tingkat pendidikan formal, jumlah anggota rumah tangga dan usia angkatan kerja dalam suatu rumah tangga untuk menggambarkan performa atau potensi rumah tangga tersebut dalam kegiatan kerja maupun kegiatan lainnya. Indikator karakteristik yang digunakan tersebut secara umum memberi gambaran adanya hubungan yang positif antara indikator tersebut dengan kegiatan ekonomi maupun kegiatan lainnya dalam rumah tangga. PenelitianOmonona et al. (2010) menyebutkan karakteristik rumah tangga tani penting. Kepala keluarga yang berada pada usia produktif akan memberikan dampak positif pada kinerja rumah tangga tersebut dibandingkan dengan umur yang tidak produktif (Elly 2009). Begitupun tingkat pendidikan dan jumlah anggota rumah tangga usia kerja (angkatan kerja) akan memberikan dampak positif pada kinerja ekonomi dan kegiatan rumah tangga lainnya.

Secara umum dinyatakan bahwa rata-rata umur istri dan suami rumah tangga petani UTPT dan non UTPT berada dalam usia produktif yang berkisar masing- masing antara 20 tahun sampai 73 tahun dan 26 tahun sampai 75 tahun (Tabel 5.2). Dengan rentang umur yang cukup besar menunjukkan bahwa umumnya petani menganggap kegiatan usahatani terpadu padi-sapi merupakan kegiatan yang dapat memberikan peluang tambahan pendapatan dan menganggap usaha ternak sebagai tabungan yang bisa dijual ketika dibutuhkan. Rata-rata pendidikan suami dan istri yang diukur berdasarkan lama tahun pendidikan yang dijalani relatif hampir sama masing-masing adalah 6.80 tahun dan 6.41 tahun bagi petani UTPT serta 6.48 tahun dan 6.39 tahun bagi petani non UTPT. Hal ini menunjukkan bahwa hampir di semua kabupaten, baik suami maupun istrinya berpendidikan setara dengan lulus SD.

Rata-rata jumlah anggota keluarga bagi petani UTPT adalah 3.61 orang dan 3.57 orang bagi petani non UTPT. Sedangkan untuk rata-rata angkatan kerja

58

masing-masing adalah 2.67 orang dan 2.62 orang per rumah tangga petani. Angkatan kerja keluarga diukur dengan jumlah anggota keluarga yang berumur sama dengan atau lebih dari 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan semakin tinggi jumlah anggota keluarga yang dimiliki, akan semakin besar pula jumlah angkatan kerja keluarga yang ada. Ukuran keluarga dapat dilihat dari dua sisi, yakni sebagai potensi ketersediaan tenaga kerja yang dimiliki oleh rumah tangga petani dan di sisi lain adalah sebagai beban tanggungankeluarga. Rata-rata jumlah anak sekolah relatif sangat kecil, yakni 0.89 dengan variasi antara 0.73 orang bagi petani UTPT dan 0.89 orang bagi petani non UTPT. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa rata-rata anak sekolah yang menjadi beban tanggungan adalah setingkat SD sampai SMA.

Tabel 5.2. Karakteristik petani responden

Uraian Petani

UTPT

Petaninon UTPT

Jumlah responden (orang) 134 65

Umur suami (tahun) 48.142 49.385

Umur istri (tahun) 42.052 43.185

Pendidikan suami (tahun) 6.799 6.477

Pendidikan istri (tahun) 6.411 6.385

Jumlah anggota keluarga (orang) 3.612 3.569

Jumlah anak sekolah (orang) 0.731 0.892

Angkatan kerja keluarga (orang) 2.664 2.615

Sumber Data Diolah

Secara umum dapat dinyatakan bahwa karakteristik rumah tangga petani UTPT relatif lebih tinggi dibandingkan pada petani non UTPT, kecuali pada umur suami maupun istri. Uraian dari pengamatan menunjukkan bahwa petani UTPT memiliki nilai diatas nilai rata-rata total, sehingga diduga karakteristik ini akan memberikan pengaruh terhadap aspek lainnya seperti produksi, penggunaan tenaga kerja keluarga dan alokasi pengeluaran.

Karakteristik Usahatani Penguasaan Sumberdaya Pertanian

Usahatani terpadu Padi-Sapi sudah merupakan budaya yang dilakukan secara turun temurun di Jawa Barat. Keterpaduan atau integrasi padi ternak di lokasi umumnya sudah dilaksanakan baik secara kolektif atau individu. Secara kolektif apabila ada bantuan pemerintah yang diterima oleh kelompok tani di wilayah tersebut, namun demikian ada petani yang melaksanakan secara mandiri baik karena kesadaran akan perlunya pengurangan pupuk kimia untuk tanaman padi.

Keberadaan ternak oleh petani umumnya untuk tabungan yang sewaktu- waktu bisa dijual apabila ada kebutuhan penting. Hal ini juga indikasi bahwa usahatani tanaman padi sawah belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup petani. Penguasaan sumber daya pertanian dengan luas lahan sawah yang cukup kecil diduga menjadi faktor utama penyebabnya. Rata-rata luas areal panen

59 padi bagi petani responden di lokasi penelitian adalah 1811 m2 atau 0.181 Ha. Apabila dilihat per wilayah maka Kabupaten Sumedang memiliki areal panen padi yang paling luas yaitu 0.24 Ha sedangkan Kabupaten Subang dan Tasikmalaya masing 0.17 Ha dan 0.13 Ha.

Jumlah sapi yang dipelihara petani 467 ekor dengan rata-rata 2.35 ekor per rumah tangga petani atau setara dengan 1.42 satuan ternak. Satu satuan ternak diasumsikan atas dasar konsumsi sapi perah dewasa non laktasi dengan berat 325 kg atau seekor kuda dewasa (Ensminger 1961). Satuan ternak pada setiap jenis dan umur fisiologis ternak adalah berbeda. Berdasarkan satuan ternak, rata-rata petani dapat menjual satu jenis sapi dewasa setiap tahunnya dan satu sapi muda umur kurang dari satu tahun. Jenis sapi yang dimiliki adalah Peranakan Ongole (PO), Brahman, Symental, Limosin dan Lokal. Selain ternak sapi ada beberapa petani (14 %) yang juga beternak hewan lain seperti kambing, domba. kerbau, babi dan ayam.

Tabel 5.3 Penguasaan sumberdaya pertanian

Uraian Petani

UTPT

Petani non UTPT

Luas lahan sawah (Ha) 0.190 0.165

Luas kebun (Ha) 0.160 0.123

Produksi gabah (kg/tahun) 9.475 8.694

Produksi pupuk kandang (ton/tahun) 3.183 0.000

Produksi sapi (satuan ternak) 1.058 1.057

Jumlah ternak non sapi (satuan ternak) 0.378 0.716 Sumber Data Diolah

Pada penguasaan sumberdaya pertanian, luas lahan sawah, produksi gabah, produksi pupuk kandang dan jumlah sapi petani UTPT relatif lebih tinggi daripada petani non UTPT (Tabel 5.3). Hal ini menunjukkan bahwa petani merasakan manfaat dan keuntungan yang lebih besar dengan menerapkan usahatani terpadu padi-sapi. Semakin besar luas lahan sawah maka produksi padi dan jumlah jerami yang dihasilkan semakin besar. Produksi padi petani UTPT relatif lebih tinggi dimana petani non UTPT memiliki produksi padi mencapai 9.48 ton/Ha sedangkan petani non UTPT 8.69 ton/Ha. Peningkatan produksi padi dapat memberikan ketersediaan pakan ternak sepanjang tahun. Limbah dari usaha ternak seperti kotoran ternak dimanfaatkan menjadi pupuk kandang sehingga petani UTPT mampu memproduksi pupuk kandang sebesar 3.183 ton/Ha per tahunnya. Penggunaan pupuk kandang sebagai salah satu sumber pupuk pada petani UTPT dapat meningkatkan produksi padi cukup tinggi antara petani UTPT dan petani UTPT dengan selisih 0.78 ton/Ha.

Produksi

Produksi usahatani tanaman ternak terdiri dari produksi gabah padi, produksi tanaman pangan lain, produksi pupuk kandang dan produksi sapi dalam satu tahun. Disamping itu sebagian petani juga mempunyai penghasilan tambahan dari tanaman kayu. Pola tanam yang biasa dilakukan petani adalah padi-padi-padi,

60

padi-padi-bera, padi saja dan padi-padi-palawija. Produksi tanaman lain yang dominan adalah jagung, kacang tanah, ubi kayu, pisang namun ada beberapa petani yang juga menanam ubi jalar, timun dan lada.

Rata-rata produksi gabah bagi petani di lokasi penelitian adalah 9.22 ton/Ha dalam setahun. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas petani yang melakukan dua kegiatan usahatani terpadu padi-sapicukup tinggi bahkan melebihi produktivitas rata-rata di 6 kecamatan (Tabel 5.3).

Tabel 5.4 Rata -rata produksi pertanian pertahun

Uraian Produksi

Produksi jagung (ton/Ha) 4.278

Produksi kacang tanah (ton/Ha) 1.124

Produksi ubi kayu (ton/Ha) 5.790

Produksi timun (ton/Ha) 0.714

Produksi ubi jalar (ton/Ha) 1.429

Produksi pisang (ton/Ha) 1.506

Produksi kayu (ton/Ha) 4.345

Sumber Data Diolah

Ketika musim kemarau sebahagian petani tidak menanam padi karena kekurangan pasokan air namun menanam tanaman palawija dan hortikultura seperti ubi kayu, jagung, kacang tanah, dan timun. Tanaman seperti jagung, kacang tanah dan timun ditanam di sawah pada musim kemarau, namun ubi kayu ditanam di kebun karena tanaman ubi memiliki masa tanam yang lama dan mengganggu pola tanam padi yang menjadi komoditas utama. Beberapa komoditas lain yang ditanam di kebun antara lain ubi jalar, lada, timun dan juga kayu. Rata-rata produktivitas jagung adalah 4.278 ton/Ha, kacang tanah dan ubi kayu masing masing 1.124 dan 5.79 ton/Ha. Petani yang memilki kebun juga mendapat tambahan penghasilan dari panen kayu setiap 5 – 7 tahun sekali. Beberapa jenis kayu yang ditanam antara lain abazia, sobsi, sengon, mahoni, jati dan lan-lain. Umumnya petani menanam jenis kayu yang bisa dipanen 5 - 7 tahun misalnya abazia, sobsi dan sengon. Produksi kayu sebagian dijual namun ada juga yang dipakai buat kebutuhan sendiri yakni ketika membuat bangunan rumah untuk anggota keluarga petani.

Produksi kotoran sapi rata-rata per petani dalam satu hari adalah 36.5 kg. Menurut Blakely dan Bade (1995), feses (kotoran ) sapi perah dan pejantan berkisar antara 8 – 14 kg per hari sementara pedet berkisar 4 kg per hari. Potensi kotoran sapi ini jika dimanfaatkan seluruhnya akan menghasilkan pupuk kandang 14.6 – 18.25 kg per hari atau 3.65 – 4.563 ton per rumah tangga petani per tahun. Namun pada penelitian ini kotoran sapi tidak seluruhnya digunakan menjadi pupuk kandang. Sebagian petani menggunakan hanya sekitar 40 – 50% bahkan ada yang tidak menggunakan kotoran sapi sebagai pupuk di usahatani padi. Kotoran sapi yang digunakan menjadi pupuk kandang mengalami menyusutan hingga 50%. Proses pengolahan menjadi pupuk kandang sebenarnya adalah proses yang sederhana namun memerlukan waktu yang lama dan kerja yang cukup banyak untuk sampai diaplikasikan ke sawah.

61 Informasi produksi pupuk kandang terutama dilakukan terhadap beberapa petani yang melaksanakan kegiatan pengolahan pupuk yakni ketua kelompok tani dan petani yang memproduksi pupuk kandang. Produksi pupuk kandang rata-rata petani UTPTadalah 3.183 ton per rumah tangga petani dalam satu tahun (Tabel 5.1). Petani secara perorangan melakukan pembuatan pupuk kandang dengan cara mengumpulkan dan mengeringkan kotoran sapi di pinggir kandang kemudian secara bertahap membawa kotoran sapi ke saung (gubuk) di tengah sawah. Untuk mempercepat pengurangan kadar air petani menambahkan jerami yang sudah dibakar ke kotoran sapi, hal ini dilakukan terutama ketika musim tanam tiba.

Penggunaan kotoran sapi yang diolah sebagai pupuk oleh petani digolongkan dua jenis, 1) pengolahan secara alami dan manual oleh petani secara perorangan, 2) pengolahan dengan alat (mesin) dilakukan oleh kelompok tani. Pengolahan oleh petani cukup sederhana yakni melalui proses pengeringan sampai kadar air berkurang dan bau kotoran hilang maka pupuk kandang sudah matang dan siap untuk diaplikasikan. Pupuk ini disebut pupuk kandang karena hampir seluruhnya (± 95%) berasal dari bahan baku kotoran sapi ditambah dengan jerami yang dibakar atau serbuk gergaji untuk mempercepat pengeringan. Pengolahan oleh kelompok tani dilakukan dengan lebih baik yaitu melalui proses pengomposan dengan penambahan bahan-bahan yang umumnya juga limbah usahataniseperti kotoran ayam, serbuk gergaji, jerami, dan bahan pemacu mikro organisme. Pupuk ini disebut juga pupuk kompos dimana adanya proses dekomposisi bahan organik atau proses perombakan senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme.

Proses produksi pupuk kompos awalnya mengalami kendala tempat pengolahan dan penyimpanan pupuk namun, dengan adanya bantuan pemerintah petani merasa cukup termotivasi untuk memproduksi pupuk kompos. Salah satu desa yang mendapat bantuan di lokasi adalah Desa Sukamukti dengan kelompok tani Mekar jaya. Kelompok Tani ini cukup aktif memproduksi pupuk kompos yang menjadi kebutuhan utama ketika musim tanam tiba. Ketika musim hujan produksi pupuk kompos mencapai setengah ton per hari. Komposisi pupuk kompos Poktan Mekar Jaya adalah kotoran sapi 80%, kotoran kambing 10 % dan ayam 10%. Cara pembuatan pupuk kompos adalah kotoran sapi dikeringkan selama lebih kurang 7-10 hari kemudian dikumpulkan dan difermentasi dengan dekomposer EM4 dan Vitadigra selama 2 hari, diaduk agar tercampur rata. Setelah difermentasi, untuk mengurangi kandungan air yang masih banyak ditambahkan serbuk gergaji dan kapur agar cukup kering untuk digiling. Setelah cukup kering kemudian pupuk yang sudah jadi digiling dengan mesin. Proses pembuatan pupuk kompos lebih kurang dua sampai tiga minggu. Kemudian setelah digiling dikemas dalam goni dengan berat 40 kg per karung. Pupuk kandang diutamakan untuk anggota kelompok, namun apabila sudah cukup maka dijual dengan harga Rp 20000 per karung. Keuntungan hasil penjualan pupuk kandang dibelikan alat-alat yang mendukung kegiatan usahatani. Hal ini memberikan indikasi bahwa prospek pemasaran pupuk kompos cukup baik apabila dikelola dengan baik dalam kelompok tani.

Kotoran ternak sapi sebagai bahan baku utama pembuatan pupuk kandang tidak seluruhnya diaplikasikan menjadi pupuk ke tanaman. Kendala yang utama adalah sulit dan jauhnya membawa pupuk ke lahan sawah. Lokasi sawah dengan kandang di beberapa daerah cukup jauh sehingga cukup menyulitkan petani jika

62

harus membawa pupuk kandang dalam jumlah yang besar. Kendala lain adalah dengan masih banyaknya pupuk kimia dengan harga yang terjangkau dan tidak membutuhkan jumlah yang banyak untuk aplikasi menjadikan alasan untuk tidak menggunakan pupuk kandang.

Penggunaan dan Curahan Tenaga Kerja

Penggunaan tenaga kerja dialokasikan untuk usahatani padi, usaha ternak sapi, usaha tanaman selain padi, dan usaha di luar pertanian. Penggunaan tenaga kerja dibedakan menurut tenaga kerja suami, istri dan anak-anak dengan perhitungan Hari Orang Kerja (HOK) dalam setahun. Secara keseluruhan curahan tenaga kerja baik keluarga petani maupun penggunaan tenaga kerja luar keluarga petani UTPTlebih besar daripada petani non UTPT(Tabel 5.5). Hal ini diduga berkaitan dengan semakin luas areal panen padi yang dimiliki oleh rumah tangga petani UTPT di wilayah tersebut. Rata-rata penggunaan tenaga kerja keluarga dalam setahun pada usaha padi untuk petani UTPT adalah 23.32 HOK (suami) dan 19.54 HOK (istri). Petani sebagai kepala keluarga tetap merupakan sumber tenaga kerja utama pada keluarga petani di sektor pertanian. Penggunaan tenaga kerja suami terutama di kegiatanpengolahan tanah, penyiangan, pemupukan dan penyemprotan dan penjemuran sementara istri selain kegiatan penjemuran juga pada kegiatan penyiangan dan penanaman.

Tabel 5.5. Jumlah dan rata-rata curahan tenaga kerja petani (HOK)

Penggunaan Tenaga Kerja Petani UTPT

Petani non UTPT

Tenaga Kerja Keluarga Usahatani Padi

Suami 23.324 22.413

Istri 19.542 17.102

Anak 0.000 0.029

Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Padi

Pria 6.473 4.593

Wanita 11.935 8.192

Tenaga Kerja Usaha Ternak

Suami 180.494 170.481

Istri 24.612 13.308

Anak 0.68 2.808

Sumber Data Diolah

Pada penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha ternak sapi, dimana petani UTPT menggunakan tenaga kerja keluarga yang relatif lebih besar dibandingkan dengan petani non UTPT. Rata-rata penggunaan tenaga kerja keluarga dalam setahun pada usaha ternak bagi petani UTPT adalah 180.5HOK (suami) dan 24.61 HOK (istri). Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha ternak didominasi oleh suami pada kegiatan memenuhi pakan ternak dengan mengumpulkan jerami dan rumput, sanitasi dan perawatan kandang. Curahan tenaga kerja terbesar adalah pada kegiatan mengumpulkan rumput dan

63 jeramisedangkan curahan tenaga kerja pada kegiatan menggembala ternak adalah sangat kecil. Hal ini terkait dengan topografi daerah yang sulit untuk menggembalakan ternak sehingga ternak di lokasi penelitian rata-rata

Dokumen terkait