• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisisfaktoryangmemengaruhi Perilaku Ekonomi Dan Kesejateraanrumah Tangga Petani Usahataniterpadupadi Sapi Di Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisisfaktoryangmemengaruhi Perilaku Ekonomi Dan Kesejateraanrumah Tangga Petani Usahataniterpadupadi Sapi Di Provinsi Jawa Barat"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHIPERILAKU

EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA

PETANI USAHATANI TERPADU PADI-SAPI

DI PROVINSI JAWA BARAT

LINDAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

DenganinisayamenyatakanbahwadisertasiberjudulAnalisisFaktor Yang Memengaruhi Perilaku Ekonomi Dan KesejahteraanRumah Tangga Petani

UsahataniTerpaduPadi-Sapi di Provinsi Jawa

Baratadalahbenarkaryasayadenganarahandarikomisipembimbingdanbelumdiajuka ndalambentukapa pun kepadaperguruantinggimana pun. Sumberinformasi yang

berasalataudikutipdarikarya yang

diterbitkanmaupuntidakditerbitkandaripenulislaintelahdisebutkandalamteksdandic antumkandalamDaftarPustaka di bagianakhirdisertasiini.

DenganinisayamelimpahkanhakciptadarikaryatulissayakepadaInstitutPertani an Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Lindawati

(4)

RINGKASAN

LINDAWATI. AnalisisFaktoryangMemengaruhi Perilaku Ekonomi Dan KesejateraanRumah Tangga Petani UsahataniTerpaduPadi-Sapi di Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI sebagai ketua, SRI UTAMI KUNTJORO danDEWA KETUT SADRA SWASTIKA sebagai anggota .

Sistem usahatani terpadu padi-sapi masih dianggap sebagai salah satu sistem yang mampu dalam meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Pemanfaatan limbah dari masing-masing kegiatan usahatani meminimalisirpenggunaan input luardanmemanfaatkansumberdaya yang tersedia di dalamusahatani.

Usahataniterpadupadi-ternakadalahteknologi yang

ramahlingkungandantepatdilakukanterutamadikaitkandenganpertanianberkelanjut an(Sustainable Agriculture)karenamenganutkonsepzero waste

yaitumeminimalisirlimbahusahatanidengan proses daurulang

danmeminimalisirpenggunaan input kimia.

Penelitianinibertujuanuntukmenganalisis, (1) menganalisisfaktor-faktor yang

memengaruhikeputusanpetanidalammengadopsisistemusahataniterpadupadi-ternak, (2) menganalisisfaktor-faktor yang

memengaruhiperilakuekonomirumahtanggapetanidalammenerapkanusahataniterpa dupadi-ternak, (3) menganalisisdampakperubahanharga input dan harga output terhadapekonomi rumah tanggadan kesinambunganusahataniterpadupadi-ternak

Penelitian ini dilaksanakan di provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan pernah melaksanakan program sistem integrasi Padi-Ternak (SIPT). Pengambilan data dilakukanpadabulanMei sampaiJuli 2013.Jumlahrumahtanggasampel 199rumahtanggapetani.Model regresi logistik dipergunakan untuk mengetahui kecenderungan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengadopsi sistem usahatani terpadu padi-sapi. Analisisdengan model ekonometrikadalambentuksistempersamaansimultan,terdiriatas36 persamaan, yaitu18persamaanperilakudan18persamaanidentitas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keputusan mengadopsi usahatani terpadu padi-sapi dipengaruhi oleh tenaga kerja keluarga dalam usaha ternak sapi dan jumlah sapi. Jumlah sapi mempunyai peluang sebesar 1.35 kali dalam keputusan untuk mengadopsi usahatani terpadu padi-ternak. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kenaikan harga input memberikan dampak negatifdan menurunkan produksi padi, produksi sapi, penggunaan input produksi, pendapatan usahatani, total pendapatan dan pengeluaran konsumsi pangan dan non pangan rumah tangga petani usahatani terpadu padi-sapi.

(5)

Kenaikan input-input produksi, upah, harga gabah padi dan harga sapi hidup sebesar 10% tidak memberikan dampak kepada biaya produksi dan pengeluaran rumah tangga pada usahatani terpadu padi-ternak. Fluktuasi harga input output mempengaruhi kesinambungan atau sustanabilitas dari aspek ekonomi usahatani. Kebijakan pengaturan harga output dan harga input diperlukan dalam rangka mempertahankan kesinambungan usahatani yang berdampak langsung pada peningkatan pendapatan petani.

(6)

SUMMARY

LINDAWATI. Analysis of Factors that Influence Economics Behavior and Household Welfareof Rice – Livestock Integrated Farmers in West Java Province. Supervised by NUNUNG KUSNADI, SRI UTAMI KUNTJORO and DEWA KETUT SADRA SWASTIKA.

Rice-livestockintegrated farming system is still regarded as one of the systems that are able to increase the production and income of farmers. Waste utilization of each farming activities could minimize the use of external input and utilize available resources in farming. Rice-livestock integrated farming is a technology that safe for enviroment and very suitable to do (mainly associated with sustainable agriculture)because embrace the zero waste concept that minimize the waste of farming with the recycling process andthe use of chemical inputs. This study aimed to analyze, (1) the factors that influence the farmers decision for adopting rice-livestockintegrated farming system, (2) the factors that influence the economic behavior of households farmers in applying rice-livestockintegrated farming system, (3 ) the impact ofchanges in input and output prices to the household economy and the sustainability of rice-livestock integrated farming.

This research was conducted in West Java Province becauseof ever implementing the Rice – Livestock Integrated System Program. Data were collected from May to July 2013. The numbersof samplewere 199 farmer households . Logistic regression model was used to determine the tendency of the factors that influence farmer’s decisions to adopt the rice – livestock integrated farming system. Analysis with econometric model in the form of a simultaneous equations system consisted of 36 equations (18 behavior equations and 18 identity equations).

The results showed that the decision to adopt the rice-livestock integrated farming was influenced by family labor in the livestock and the number of livestock. The number of livestockgiven probabilityuntil 1.35 times for decision to adopt the rice-livestock integrated farming. The simulation results showed that the increase of input prices had a negative impact and reducedrice production, livestock production, the use of inputs production, farm income, total income, and expenditure of food and non-food consumption household farmers of the rice – livestock integrated farming.

The increase in paddy prices had positive impact on the number of livestock production, manure production, the allocation of labor in the family rice-livestock farming, rice and livestock farming income. The increase in paddy prices had a negative impact on rice production, hay production and allocation of the outside male workforce of rice farming and total household income. The rise in prices of livestock had a positive impact on the production of rice, hay, allocation of labor within and outside the rice farming and total household income. The increase in livestock prices had a negative impact on livestock production, manure production, the demandof bran, the amount of used hay and allocation of labor in livestock farming.

(7)

output prices affected sustainability of the farming economic aspects. Policy aboutinput and output prices setting was needed in order to maintain the sustainability of farming that have a direct impact to increase farmer’s income.

(8)

©HakCiptaMilik IPB, Tahun 2015

HakCiptaDilindungiUndang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karyailmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

1

Disertasi

sebagaisalahsatusyaratuntukmemperolehgelar Doktor

pada

Program StudiIlmu EkonomiPertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHIPERILAKU

EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA

PETANI USAHATANI TERPADU PADI-SAPI

DI PROVINSI JAWA BARAT

(10)

2

PengujipadaUjianTertutup :Prof Dr Ir Bonar M. Sinaga, MA. Dr Ir Atien Priyanti, MSc.

(11)
(12)

3 Judul Disertasi: Analisis Faktor yang Memengaruhi Perilaku Ekonomi Dan Kesejahteraan Rumah Tangga Petani UsahataniTerpadu Padi-Sapi di Provinsi Jawa Barat

Nama : Lindawati NIM : H363100011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua

Prof Dr Ir Sri Utami Kuntjoro, MS Anggota

Prof Dr Ir Dewa Sadra K. S., MS Anggota

Diketahuioleh

Kordinator Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(13)
(14)

5

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulisan disertasi yang berjudul ”AnalisisFaktoryangMemengaruhi Perilaku Ekonomi Dan KesekahteraanRumah tangga Petani UsahataniTerpaduPadi-Sapi di Provinsi Jawa Barat”dapat diselesaikan setelah melalui proses perbaikan dalam berbagai tahapan penulisan. Penulis menyadari bahwa disertasi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik tanpa dukungan dari banyak pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang tinggi kepada

1. Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS., Ibu Prof. Dr. Sri Utami Kuntjoro, MSc., Bapak Prof. Dr. Dewa Ketut Sadra Swastika., MS. yang telah memberikan banyak pengetahuan, bimbingan dan arahan baik dalam landasan teori, sistematika berpikir, pemahaman model dan analisis data dalam proses penulisan disertasi.

2. Penguji luar komisi pada ujian Prakualifikasi Lisan Dr. Ir. Ratna Winandi, MS dan Dr. Ir. Henny K. Daryanto, MSi. Penguji luar komisi pada Ujian Tertutup: Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. dan Dr. Ir. Atien Priyanti, MSc.

3. Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian, Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS, yang telah membantu memberikan arahan selama studi.

4. Pimpinan IPB dan Dekan Pascasarjana IPB yang membantu kelancaran penyelesaian studi.

5. Staf Pengajar di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB yang telah memberikan ilmu dan mengajarkan pada mahasiswa untuk berpikir kritis dalam menganalisis suatu permasalahan.

6. BapakKordinatorKopertis Wilayah I Medan, BapakRektorUniversitas Islam Sumatera Utara, BapakDekanFakultasPertanianUniversitas Islam Sumatera Utara danKetuaDepartemenAgribisnisataskesempatanstudi yang

diberikan, bersertaseluruhteman-temanbaik di

lingkunganKopertisdankampusUniversitas Islam Sumatera Utara terimakasihuntuksemuanya.

7. Para respondenpada 199 rumahtanggapetani,

penguruskelompoktani/Gapoktan, KepalaDesadanaparatnya di 12 desa di

KabupatenSubang, SumedangdanTasikmalaya,

sertaparamahasiswasebagai enumerator.

8. Keluarga besar, Ibunda Hj. Azimar, Almarhumah ibundaNurkaedah br Manurung, Ananda Mohammad Haekal Nadapdap, Siti Sarah N. Nadapdap, dan Nurul E.Raisa Nadapdap yang selalu mendoakan, mendukung dan memberikan motivasi bagi studi ini.

9. Teman-teman seperjuangan EPN 2010 dan EPN berbagai angkatan yang sempat berinteraksi bersama, teman-teman lainnya dari berbagai program studi atas kebersamaan dan saling motivasi.

(15)

6

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas dukungan dan bantuannya selama penyelesaian studi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(16)

7

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN v

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 3

Rumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 4

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 4

Kebaruan dan Posisi Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

Konteks, Ruang Lingkup, dan Faktor-faktor Penting dalam Usahatani Terpadu

7

Kajian Empiris Penerapan Usahatani Terpadu 9

Dampak Penerapan Sistem Usahatani Terpadu terhadap Penggunaan Input Produksi

10 Dampak Penerapan Sistem Usahatani Terpadu terhadap Produksi,

Produktivitas dan Pendapatan 11

Proses adopsi Sistem Usahatani Terpadu 12

Kajian Model Ekonomi Rumah Tangga 14

3 KERANGKA TEORI 18

Konsep Usahatani Terpadu 18

Model Umum Perilaku Ekonomi Rumah Tangga 22

Adopsi Sistem Usahatani Terpadu 25

4 METODOLOGI PENELITIAN 27

Jenis Data danSumber Data 27

PenentuanLokasi 27

PenentuanSampelRumah Tangga 27

Model Adopsi Rumahatangga Petani Usahatani Terpadu Padi-Ternak 28 Spesifikasi Model EkonomiRumahtanggaUsahatani Terpadu Padi-Sapi

29

Blok Produksi 30

Blok Input Produksi 31

Blok Penawarandan Permintaan TenagaKerja 32

Blok Pendapatan 36

Blok Pengeluaran 40

IdentifikasidanEstimasi Model 41

Validasi Model 42

Simulasi Model 43

5 DESKRIPSI RUMAH TANGGA TANI 45

(17)

8

Kabupaten Subang 45

Kabupaten Sumedang 46

Kabupaten Tasikmalaya 46

Karakteristik Petani Responden 47

Karakteristik Usahatani 48

Penguasaan Sumberdaya Pertanian 48

Produksi 50

Penggunaan dan Curahan Tenaga Kerja 52

Biaya Sarana Produksi, Penerimaan dan Pendapatan 53

Pengeluaran 56

6 HASIL ESTIMASI MODEL ADOPSI USAHATANI 58

Faktor-faktor yang Memengaruhi Adopsi Usahatani Terpadu 58 7 HASIL ESTIMASIMODEL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI 62 Produksi Rumah Tangga Usahatani Terpadu Padi-Ternak 62 Input Produksi Rumah Tangga Usahatani Terpadu Padi-Ternak 65

Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja 67

PengeluaranRumah Tangga 70

8 DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAH TANGGA

73

Validasi Model Ekonomi Rumah Tangga Petani 73

Dampak Perubahan Harga Input dan Output terhadap Ekonomi Rumah tangga

77

Dampak Kenaikan Harga Input 77

Dampak Kenaikan Harga Upah 80

Dampak Kenaikan Harga Harga Gabah 81

Dampak Kenaikan Harga Sapi 82

8 SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Simpulan 85

Saran Kebijakan dan Penelitian Lanjut 86

DAFTAR PUSTAKA 87

LAMPIRAN 88

(18)

9

DAFTAR TABEL

2.1 PerbandinganIntegrated danMonoculture Farming

System di Northeast, Thailand (Tipraqsa, 2006) 9

4.1 Distribusirumahtanggasampel 27

5.1 Produksi, produktivitassawahdanjumlahternak pada wilayah penelitian

42

5.2 Karakteristik petani responden 45

5.3 Penguasaansumberdayapertanian 46

5.4 Rata -rata produksipertanianpertahun 47

5.5 Jumlahdanrata-rata curahantenagakerjapetani(HOK) 49 5.6 Rata-rata biayaproduksi, tenagakerja,penerimaandanpendapatan 51 5.7 Rata-rata pengeluaran rumah tanggapetani menurut kelompok tani 53 6.1 Hasilpendugaaan model logitadopsiusahataniterpadupaditernak 56

7.1 Hasilestimasi parameter blokproduksi 61

7.2 Hasilestimasi parameter blok input produksi 63

7.3 Hasilestimasi parameter blokpenawarandanpermintaantenagaKerja 66

7.5 Hasilestimasi parameter blok pengeluaran 68

8.1 RMSPE dan Koefisien U-Theil model ekonomi rumah tangga petani UTPT dan non UTPT

74 8.2 Validasi model (UM, US dan UC) ekonomi Rumah tangga petani 76 8.3 Dampak kenaikan harga input dan upah tenaga kerja 79

8.4 Dampak kenaikan harga output 83

DAFTAR GAMBAR

1 Sistem usahatani terpadu padi-ternak 19

2 Hubungan komplementer produk usahatani terpadu padi-ternak 21

(19)

10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil estimasi Model Logit Rumah Tangga Petani 94 2 Daftar nama variabel dalam Model Ekonomi Rumah Tangga Terpadu

Padi-Ternak

95 3 Program estimasi Model EkonomiRumah TanggaPetaniTerpadu

Padi-Sapi, metode 2-SLS PROC SYSLIN, SAS versi 9.0.

98 4 Contohhasilestimasi Model EkonomiRumah TanggaPetani Terpadu

Padi-Sapimetode 2-SLS PROC SYSLIN, SAS versi 9.0.

102 5 Contoh program validasi Model EkonomiRumah TanggaPetaniTerpadu

Padi-Sapi, prosedurPROC SIMNLIN, SAS versi 9.0.

103 6 Contohhasilvalidasi Model EkonomiRumah TanggaPetani

UTPTprosedurPROC SIMNLIN, SAS versi 9.0.

105 7

8

Contoh program simulasi Model

EkonomiRumahTanggaPetaniTerpaduPadi-Sapi (UTPT), prosedur PROC SIMNLIN, SAS versi 9.0

ContohhasilsimulasiSkenario 1 Model

EkonomiRumahTanggaPetaniTerpaduPadi-Sapi (UTPT), prosedur PROC SIMNLIN, SAS versi 9.0

110 112

(20)

11

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penurunan atau penyempitan luas lahan sawah akibat alih fungsi lahan pertanian menjadi permasalahan bagi sektor pertanian. Alih fungsi lahan terjadi akibat tekanan ekonomi dan insentif yang kecil dari sektor tanaman pangan menyebabkan petani menjual lahan beralih untuk kegiatan ekonomi lain. Selain itu pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan beberapa sektor ekonomi tumbuh dengan cepat sehingga sektor tersebut membutuhkan lahan yang lebih luas. Data Kementerian Pertanian menunjukkan pada tahun 2002 – 2006 telah terjadi alih fungsi lahan pertanian sekitar 140 ribu ha/tahun, bahkan periode 1999-2002 konversi mencapai sekitar 188 ribu ha/tahun untuk berbagai kepentingan.

Penguasaan lahan yang sempit yakni rata-rata 1989.06 m2/rumah tangga atau di bawah 0.2 hamemerlukan teknologi pertanian yang mampu mendorong peningkatan produksi tanpa harus menambah luas lahan. Sistem intensifikasi dianggap tepat dan berdampak positif dalam peningkatan produksi padinamun berdampak negatif ketika penggunaan dan penambahan input kimia berlebihan. Sistem intensifikasi dengan pemakaian input pupuk dan obat-obatan kimia yang tidak proporsional merupakan penyebab utama terjadinya degradasi kesuburan lahandan penurunan pendapatan petani(Ashby 2001). Perbaikan kesuburan lahan memerlukan upaya sistematis dan bertahap dalam mengurangi pemakaian input luar yang tinggi (high external input) dengan pemakaian input luar yang rendah(low external input).Salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah penerapan sistem usahatani terpadu. Sistemusahatani terpadu merupakan sistem yang menekankan adanya keterkaitan dan sinergisme beberapa unit usahatani (tanaman, peternakan, perikanan dan perkebunan) melalui pemanfaatan limbah usahatani dari masing-masing unit usahatani yang bertujuan untuk meningkatkan produksi (Maudi dan Kusnadi 2011).Sistem usahatani terpadumampu mengembalikan kesuburan tanah dan menstabilkan pendapatan usahatani (Lightfoot and Minnick 1991).Usahatani terpadu padi-ternakmenggunakan pendekatan low external input yaitu meminimalisir penggunaan input luar dan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di dalam usahatani. Jerami padi yang merupakan limbah usahatani padi digunakan sebagai pakan ternak, dan kotoran ternak yang merupakan limbah usaha ternak digunakan sebagai bahan utama pembuatan pupuk kandang. Usahatani terpadu padi-ternak adalah teknologi yang ramah lingkungan dan tepat dilakukan terutama dikaitkan dengan pertanian berkelanjutan (Sustainable Agriculture) karena beberapa alasan; (1) mendukung kelestarian alam dimana keterpaduan menganut konsep zero waste

yaitumeminimalisir limbah usahatani dengan proses daur ulang, (2) meminimalisir penggunaan input kimia (Preston 1990, Mamun et al. 2011)

(21)

12

pola budidaya dan mempertahankan kandungan bahan organik, (2) penggunaan pupuk kimia dilakukan secara benar dan diimbangi dengan penambahan pupuk kandang, (3)penggunaan kompos membuka peluang pasar baru dan mendorong masyarakat perdesaan untuk mengembangkan industri kompos dengan memelihara ternak(sapi), (4) teknologi pakan dalam memanfaatkan jerami padi dan limbah pertanian lainnya telah mampu mengurangi biaya pemeliharaan sapi melalui usaha kompos,(5) anak sapi (pedet) merupakan produk utama dari budidaya sapi, namunsebagian biaya pakan dapat diatasi dengan penjualan kompos, dan (6) peternakan dapat dipandang sebagai usaha investasi (tabungan) yang tidak terkena inflasi,mampu menciptakan lapangan kerja yang memang tidak tersedia di perdesaan, dan menjadi bagian integral dari sistem usahatani dan kehidupan masyarakat.

Usahatani Terpadu umumnya sudah dilakukan oleh petani di Asia Tenggara dan di Indonesia. Petani di Indonesia sudah sejak lama menerapkan konsep ini namun pemerintah baru mengintroduksikan secara intensif tahun 2002 di sebelas provinsi, dimana salah satunya adalah provinsi Jawa Barat. Program ini diharapkan mampu memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat pedesaan dan mengembangkan diversifikasi usahatani dalam rangka mengurangi resiko usaha pertanian. Usahatani terpadu umumnya memiliki resiko usaha relatif lebih kecil dibandingkan dengan usahatani monokultur yang tidak memiliki alternatif tambahan pendapatan dalam usahatani. Selain itu penggunaan input dalam satu sistem dan mengurangi ketergantungan input dari luar sistem (seperti pupuk kimia) merupakan dukungan bagi prinsip keberlanjutan.Trend masyarakat yang menghendaki produk yang aman dari tingginya residu input kimia (produk organik) membuat sistem usahatani terpadu menjadi salah satu solusi yang bisa diterapkan oleh rumah tangga petani. Ada delapan keuntungan dari penerapan usahatani terpadu, yaitu (1) diversifikasi penggunaan sumberdaya produksi, (2) mengurangi terjadinya resiko, (3) efisiensi penggunaan input produksi, (4) mengurangi ketergantungan energi kimia,(5) sistem ekologi lebih lestari dan tidak menimbulkan polusi sehingga melindungi lingkungan hidup, (6) meningkatkan output dan (7) mengembangkan pendapatan rumah tangga petani yang lebih stabil (Devendra1993).

(22)

13 (2006) menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan tenaga kerja dan efisiensi penggunaan modal pada sistem usahatani minapadi adalah lebih rendah daripada usahatani padi monokultur. Meskipun demikian, secara keseluruhan pendapatan usahatani terpadu adalah lebih tinggi daripada usahatani padi monokultur. Kasus di Cina (Ruddle dan Zhong 1988) menunjukkan adanya pengggunaan input dari luar Zhujian dengan harga lebih mahal pada tingkat produksi dan harga produk yang sama menurunkan keuntungan usahatani terpadu.

Hasil dari pelaksanaan usahatani terpadu yang berdampak positif, negatif, dan tidak berkesinambungan di suatu wilayah membuat perlunya suatu analisis tentang faktor-faktor apa yang sebenarnya memengaruhi keputusan petani dalam menerapkan usahatani terpadu padi-ternak dan bagaimana faktor-faktor dalam usahatani terpadu memengaruhi perilaku rumah tanggapetani usahatani terpadu padi-ternak

Rumusan Masalah

Salah satu program pemerintah seperti SIPT berupaya meningkatkan produksi padi dan sapi dengan mengintegrasikan padi dengan ternak, pernah dilaksanakan di beberapa kabupaten di Jawa Barat. Program yang dilaksanakan pada tahun 2002 ini cukup memberikan motivasi bagi petani dalam meningkatkan pendapatan melalui diversifikasi usahatani. Penelitian ini hendak menganalisis bagaimana pelaksanaan dan penerapan usahatani terpadu sesudah program pemerintah tersebut berakhir dan juga menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penerapan usahatani terpadu di Jawa Barat serta pengaruhnya terhadap pendapatan petani. Menurut Noble (2009) usahatani terpadu secara empiris lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan usahatani konvensional yang monokultur. Usahatani terpadu juga mampu menggunakan input lebih efisien karena menggunakan limbah usahatani sebagai salah satu input usahatani sehingga tidak ada yang terbuang (zero waste).Namun penerapan usahatani terpadu masih terbatas diadopsi oleh petani karena banyak faktor yang memengaruhi rumah tanggapetani dalam proses pengambilan keputusan penerapan usahatani terpadu(Lightfoot and Minnick 1991).

Penentu kebijakan dalam pengelolaan sistem usahatani terpadu padi-ternak dimulaidari pengambilan keputusan dari rumah tangga petani. Keputusan rumah tangga petani terkait dengan perilaku ekonomi rumah tanggayang spesifik dari usahatani terpadu padi-ternak. Perilaku ekonomi rumah tangga petani pada dasarnya merupakan perilaku rasional dalam mengalokasikan sumberdaya rumah tangga yang dimiliki untukmenghasilkan barang dan jasa, serta dalam menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Perilaku rasional rumah tangga dalam mengalokasikan sumberdaya dapat dikelompokkan menjadi keputusan produksi,sedangkan perilaku rasional dalam menggunakan barang dan jasa untukmemenuhi kebutuhan rumah tangga merupakan keputusan konsumsi.

(23)

14

pendapatan sehingga sistem usahatani terpadu padi-ternak dapat berkesinambungan.

Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik dan deskripsi usahatani rumahtangga petani terpadu padi-sapi?

2. Faktor-faktor apa yang memengaruhi keputusan petani untuk menerapkan sistem usahatani terpadu padi-sapi?

3. Faktor-faktor apakah yang memengaruhi perilaku ekonomi rumah tangga petani dalam kegiatan usahatani terpadu padi-sapi?

4. Bagaimana dampak perubahan harga input dan harga output terhadap ekonomi rumah tangga dan kesinambungan usahatani terpadu padi-sapi?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik dan menganalisis usahatani rumahtangga petani terpadu padi-sapi

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi keputusan petani dalam menerapkansistem usahatani terpadu padi-sapi

3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku ekonomi rumah tangga petani dalam kegiatan usahatani terpadu padi-sapi

4. Menganalisis dampak perubahan harga input dan harga output terhadap ekonomi rumah tanggadan kesinambungan usahatani terpadu padi-sapi

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang Lingkup

1. Konsep Usahatani Terpadu Padi-sapidalam penelitian ini adalah sistem usahatani campuran yang dikelola sedemikian rupa sehingga ada saling ketergantungan antara kegiatan usahatani satu dengan lainnya. Usahatani yang dimaksud adalah usahatani padi dan usaha ternak sapi yang saling berintegrasi dengan menggunakan limbah usahatani dari masing-masing kegiatan usahatani.

2. Rumah tangga petani usahatani terpadu padi ternak (UTPT) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani yang melakukan kegiatan usahatani tanaman padi sawah dan usaha ternak sapi serta memanfaatkan limbah masing-masing usaha tersebut untuk kegiatan-kegiatan usahatani. Survey juga dilakukan pada petani yang melakukan kegiatan usahatani tanaman padi sawah dan usaha ternak sapi namun tidak memanfaatkan limbah kotoran ternak atau pupuk kandang untuk mendukung kegiatan usahatani (petaninonUTPT) untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi peluang petani untuk melakukan kegiatan usahatani terpadu.

(24)

15 petani yang melakukan usahatani tanaman padi sawah dan usaha ternak sapi secara mandiri tanpa paket bantuan dari pemerintah.

4. Metode analisis penelitian meliputi analisis deskriptif, analisi logit, dan analisis ekonometrika melalui persamaan simultan. Analisis secara deskriptif dilakukan dengan mengelompokkan petani yang melakukan UTPT dan non UTPT. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi ekonomi rumahtangga petani pada sistem usahatani terpadu padi-sapi, khususnya dalam produksi, alokasi penggunaan tenaga kerja, struktur pendapatan dan distribusi pengeluaran. Analisis logit ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam melaksanakan program integrasi, sedangkan model persamaan simultan dilakukan untuk menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga petani

5. Produksi padi adalah jumlah gabah kering panen selama satu tahun. Produksi usaha sapi adalah pertambahan ternak sapi (berat badan) yang dihitung selama satu tahun. Usahatani selain ternak sapi adalah kegiatan usaha ternak kambing, domba, kerbau, dan babi. Usahatani selain padi adalah jagung, kacang tanah, timun, pisang, ubi kayu, ubi jalar, lada dan kayu.

6. Pendapatan usahatani padi merupakan penerimaan dikurangi biaya produksi. Penerimaan usahatani padi adalah produksi gabah selama satu tahun dikali dengan harga gabah. Biaya produksi usahatani padi adalah biaya penggunaan faktor produksi selama satu tahun kegiatan usahatani padi. Biaya produksi antara lain biaya penggunaan bibit, pupuk, obat tanaman, tenaga kerja, pajak dan iuran kas desa.

7. Pendapatan usaha ternak sapi merupakan penerimaan dikurangi biaya produksi. Penerimaan usahatani adalah pertambahan berat sapi selama satu tahun dikali dengan harga sapi hidup. Biaya produksi adalah penggunaan pakan ternak jerami dan rumput, dedak, obat dan vitamin ternak, inseminasi buatan (IB), penyusutan kandang, dan biaya tenaga kerja.

8. Pendapatan rumah tangga adalah total penjumlahan dari pendapatan usahatani padi, pendapatan usaha sapi, pendapatan selain usahatani padi dan usaha sapi serta pendapatan non pertanian. Pendapatan adalah penerimaan dikurangi biaya. Penerimaan dari usahatani padi dan tanaman lain dihitung dari jumlah produksi dikali harga produksi. Penerimaan dari usaha sapi dan ternak lain adalah bobot hidup ternak dikali dengan harga berat hidup. Penerimaan tersebut dikurangi dengan biaya dari masing-masing produksi sehingga diperoleh pendapatan.

9. Pengeluaran rumah tangga adalah total penjumlahan konsumsi pangan, konsumsi non pangan dan investasi total. Konsumsi non pangan adalah penjumlahan dari konsumsi non makanan dan investasi total. Konsumsi pangan adalah konsumsi di luar pangan beras. Investasi total adalah penjumlahan dari investasi sumberdaya dan investasi sosial

10.Kesinambungan usahatani dalam penelitian ini adalah kesinambungan usahatani yang dilihat dari aspek ekonomi. Faktor fluktuasi harga input dan output memengaruhi ketahanan suatu usahatani untuk terus berkesinambungan

(25)

16

Keterbatasan

1. Tanaman lain dan ternak lain tidak menghitung biaya produksimasing-masing komoditas karena tidak tersedianya data. Hal ini disebabkan karena peneliti hendak fokus pada usahatani padi dan sapi saja. Selain itu petani juga sulit mengingat informasi secara rinci biaya masing-masing komoditas tersebut karena petani menganggap usahatani tanaman seperti padi dan ternak sapi adalah utama dan usaha di luar itu adalah sampingan. Sehingga untuk tanaman lain dan ternak lain peneliti hanya menghitung penerimaan saja sebagai proksi pendapatan.

2. Pada penelitian ini produksi sapi dihitung melalui satuan ternak karena tidak ada data bobot sapi dalam satuan kilogram. Setiap satu satuan ternak setara dengan satu ekor sapi perah dewasa non laktasi atau satu ekor kuda dewasa dengan berat 325 kg. (Ensminger 1961; Direktorat Pembibitan Ternak 2015). Kemudian dihitung penerimaan usaha ternak sapi melalui konversi berat dengan satuan kilogram.

Kebaruan dan Posisi Penelitian

1. Secara umum kebaruan dari sisi metodologi adalah fragmentasi keputusan rumah tangga petani dalam lima blok utama yaitu blok produksi, blok input produksi, blok permintaan dan penawaran tenaga kerja, blok pendapatan dan blok pengeluaran yang dianalisis secara simultan.

2. Penelitian ini menjelaskan usahatani terpadu antara padi-sapi dari perspektif ekonomi (bukan dari perspektif teknik). Kepentingannya adalah bahwa manfaat usahatani terpadu secara teknis perlu dikaji lebih jelas dari sisi ekonomi.

3. Perspektif ekonomi yang digunakan adalah ekonomi rumah tangga pertanian. Ekonomi rumah tangga penting karena di Indonesia masyarakat pelaku usahatani terpadu adalah rumah tangga dengan skala luas usahatani yang berukuran kecil

(26)

17

2

TINJAUAN PUSTAKA

Konteks, Ruang Lingkup, dan Faktor-Faktor Penting dalam Usahatani Terpadu

Sistem Usahatani Terpadu bukan merupakan sistem baru yang diterapkan oleh petani Indonesia. Petani sudah sejak lama melakukan sistem ini namun belum dikelola dengan baik. Sistem usahatani terpadu mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an berdasarkan hasil-hasil pengkajian dan penelitian yang dimulai oleh Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) di Bogor dengan mengacu pada pola di IRRI. Sejak saat itu secara bertahap muncul istilah-istilah "pola tanam"

(cropping pattern), "pola usahatani" (cropping systems), sampai akhimya muncul istilah "sistem integrasi tanaman-ternak" yang merupakan terjemahan dari crop livestock systems (Diwyanto et al., 2002).

Penurunan atau degradasi kesuburan lahan akibat penggunaan input kimia mendorong Departemen Pertanian pada tahun 2002 melaksanakan Program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) , dimana salah satu kegiatannya adalah Sistem Integrasi Tanaman Ternak (SITT) di sebelas provinsi yang meliputi 20 kabupaten. Setiap kabupaten dialokasikan dana dalam bentuk proyek Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar Rp648,75 juta yang diperuntukkan bagi (1) pengadaan ternak sapi, (2) bantuan perkandangan, (3) bantuan konsentrat, (4) bantuan bangunan untuk pengolahan jerami, (5) bantuan bangunan untuk pembuatan kompos, serta (6) bantuan vaksin dan obat-obatan. Tatacara penyaluran dana bantuan langsung kepada kelompok tani mengikuti Surat Edaran Dirjen Anggaran Nomor: SE.91/1/2002. Setiap petani yang tergabung dalam suatu kelompok tani memperoleh kredit untuk pengadaan 2-3 ekor sapi dengan periode pengembalian selama 30 bulan.

Integrasi atau keterpaduan tanaman dan ternak adalah metode yang tepat dilakukan terutama dikaitkan dengan pertanian berkesinambungan(Sustainable Agriculture) karena beberapa alasan; (1) mendukung kelestarian alam dimana keterpaduan menganut konsep zero waste yaitumeminimalisir limbah usahatani yang menyebabkan pencemaran, (2) meminimalisir penggunakan input kimia (pupuk anorganik) sehingga memenuhi pendekatan Low External Input. Menurut Suharto (2000) pendekatan Low External Input adalah suatu cara dalam menerapkan konsep pertanian terpadu dengan mengupayakan penggunaan input yang berasal dari sistem pertanian sendiri, dan sangat minimal penggunaan input produksi dari luar sistem pertanian tersebut.

(27)

18

Penerapan pertanian terpadu skala rumah tangga banyak ditemukan di luar Pulau Jawa dimana sebagian diusahakan dengan pengelolaan terpadu antara tanaman perkebunan-tanaman pangan-hewan ternak. Kondisi tersebut dapat ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Rosyid (1990) di Sumatera Selatan maupun oleh Handayani (2009) di Sulawesi Tengah, dan Elly et al. (2008) di Sulawesi Utara. Pengusahaan kegiatan usahatani terpadu di luar Pulau Jawa tersebut diidentikkan dengan pengusahaan bersama tanaman pangan baik palawija maupun padi, tanaman perkebunan misalnya kakao, kelapa, karet, dan hewan ternak misalnya sapi atau domba, dalam satu rumah tangga petani. Seringkali pengusahaan ketiga kegiatan usahatanitersebut memiliki hubungan yang kompetitif dalam hal penggunaan tenaga kerja. Misalnya adalah pada saat tanaman perkebunan tidak berada pada masa menghasilkan atau tidak berbuah maka sebagian besar curahan tenaga kerja akan dialokasikan untuk kegiatan usahatani tanaman pangan sehingga keberadaan usahatani tanaman perkebunan dan ternak adalah sebagai usahatani pendukung. Berbeda halnya pada saat tanaman perkebunan berada pada masa berbuah atau menghasilkan maka sebagian besar curahan tenaga kerja akan dialokasikan untuk kegiatan perkebunan sehingga keberadaan usahatani tanaman pangan dan ternak adalah sebagai pendukung (Rosyid 1990). Maka dapat dikatakan bahwasanya posisi sebuah kegiatanusahatani pada usahatani terpadu di luar Pulau Jawa senantiasa berubah tergantung pada masa produksi tanaman. Posisi hewan ternak adalah sama saja dari waktu ke waktu yakni sebagai kegiatan usaha pendukung usahatani tanaman.

Integrasi pada skala wilayah misalnya adalah program introduksi temak domba usahatani sayuran di Desa Canggal, Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah. Penelitian Kusnadi et al. ( 2006) di lokasi tersebut menunjukkan bahwasanya terdapat perbedaan cara pengelolaan pertanian terpadu antara ternak domba dengan usahatani sayuran. Petani-petani yang tidak diintroduksikanpertanian integrasi mengusahakan usahatani sayuran dan ternak domba pada skala rumah tangga petani. Berbeda halnya pada petani yang diintroduksikan pengelolaan pertanian secara terpadu, dimana setiap petani mengusahakan sayuran organik pada skala rumah tangga dengan pengelolaan ternak domba secara berkelompok. Dengan demikian pengelolaan terpadu tersebut dilakukan pada skala wilayah. Petani-petani yang diintroduksikan usahatani terpadu sayuran-domba yang dikelola secara kelompok memberikan peningkatan pendapatan yang lebih tinggi 50.53% daripada pengelolaan domba dalam skala rumah tangga petani 26%. Adanya pengelolaan domba secara berkelompok mampu meningkatkan angka kelahiran anakan, menurunkan persentase kematian, dan meningkatkan pertambahan bobot badan domba per bulannya.

(28)

19 pasar input produksi usahatani yang berasal dari luar daerah Zhujian menyebabkan biaya produksi lebih tinggi sehingga harga lebih tinggi pada kualitas yang sama. Produk antara yang menjadi input tidak mampu memenuhi kebutuhan input di daerah Zhujian sehingga kekurangan tersebut dipenuhi dengan membeli dari luar sistem. Jumlah kekurangan input yang cukup besar tentu saja akan meningkatkan penggunaan input dari luar sistem.

Kajian Empiris Penerapan Usahatani Terpadu

Sistem usahatani terpadu merupakan salah satu model usahatani yang banyak dikembangkan, khususnya di negara-negara berkembang yang masyarakatnya masih mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan rumah tangga. Pada sistem usahatani terpadu hubungan sinergis antara kegiatan yang diintegrasikan diharapkan dapat menghasilkan total output yang lebih banyak daripada output setiap kegiatan tersebut secara individual. Lebih jauh usahatani terpadu diharapkan dapat mempertahankan keberadaan usahatani dan menjaga bahkan meningkatkan kestabilan pendapatan usahatani (Devendra 1993).

Tabel 2.1 Perbandingan Integrated dan Monoculture Farming System di Northeast, Thailand (Tipraqsa 2006)

Biophysical characteristics Farm Type Integrated Monoculture

1. Irrigation infrastructures Many Few

2. Diversity (of crops, animals & enterprises) High Low Socio-economic characteristics

3. Family labor Much Little

4. Labor saving technologies (tractors,

water pumps) Few Many

5. Hired labor Much Little

6. Off-farm income Much Little

Outputs

7. Productivity High Low

8. Soil fertility High Low

9. Financial profitability High Low

10. Flexibility of product use Much Little

11. Diversity (of activities, products &

income sources) High Low

12. Stability High Low

(29)

20

cropping); campuran antara tanaman semusim di antara tanaman tahunan/tanaman keras (jagung - kelapa, kacang-kacangan - jambu mente), (d) Tanaman campuran

(mix cropping);(e)campuran beberapa agroforestry (wanatani); tanaman pertanian dengan tanaman kehutanan, f) Agropastoral; tanaman pertanian dengan tanaman pakan ternak.

Secara umum usahatani terpadu lebih unggul dibandingkan usahatani yang monokultur. Hal ini diungkapkan oleh Tipraqsa (2006) di Thailand yang membandingkan sistem usahatani terpadu dengan usahatani monokultur melalui berbagai kriteria. Pada sistem usahatani terpadu dari sisi output, produktivitas lebih tinggi dibandingkan sistem monokultur (Tabel 2.1). Pada sisi input, penggunaan tenaga kerja dibutuhkan lebih banyak pada sistem usahatani terpadu sebagai konsekuensi adanya keragaman unit usaha dan kegiatan. Namun demikian secara finansial, sistem usahatani terpadu memberikan pendapatan usahatani lebih tinggi dibandingkan sistem monokultur.

Dampak Penerapan Sistem Usahatani Terpadu terhadap Penggunaan Input Produksi

Singh (2000) selama 15 dari tahun 1984 sampai 2000 di Haryana, India menyatakan bahwa sistem usahatani terpadu antara tanaman dan ternak cenderung lebih efisien dan menguntungkan serta mampu menciptakan kesempatan kerja dibandingkan sistem usahatani monokultur. Kondisi ini berlaku baik untuk wilayah beririgasi maupun lahan kering. Pada usahatani terpadu, kebutuhan tenaga kerja per satu hektar rata-rata 559-630 hari kerja pria, dibandingkan pada usahatani monokultur rata-rata 182 hari kerja pria.Padausahatani terpadu, kebutuhan tenaga kerja umumnya 2 hingga 3 kali lebih tinggi. Peningkatan kebutuhan tenaga kerja disebabkan adanya penambahan kegiatan karena unit usaha yang dikelola bertambah. Pada usahatani monokultur hanya membutuhkan tenaga kerja mengurus satu unit usaha, sedangkan pada usahatani terpadu, unit usaha yang dikelola minimal dua macam, oleh karena itu kebutuhan tenaga kerja tentu lebih tinggi dibandingkan usahatani monokultur.

Prajitno (2009) mengemukakan keberhasilan usahatani terpadu pada kelompok tani subak Guama di Kabupaten Tabanan, Bali. Kelompok tani menerapkan pola padi-palawija (tumpangsari) dengan mengintegrasikan ternak sapi dan babi. Dari usaha tersebut penggunaan pupuk urea untuk tanaman dapat dikurangi dari 225 kg/ha menjadi 150 kg/ha, sedangkan rata-rata produksi gabah kering panen padi dapat ditingkatkan dari 5 ton/ha menjadi 8 ton/ha. Penurunan jumlah penggunaan pupuk urea untuk tanaman disebabkan adanya penggunaan kotoran ternak yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik.

Schiere et al. (2002) dan Agbonlahor et al. (2003) dalam Noble (2009) menjelaskan hasil penelitian terkait alokasi sumberdaya pada penerapan usahatani terpadu dengan menggunakan metode Linear Programming. Hasil penelitian menunjukkan bahwa optimalisasi penggunaan input dapat diperoleh padausahatani integrasi tanaman-ternak.Kombinasi kedua jenis unit usaha ini mampu meningkatkan kesuburan lahan dan keberlanjutan usahatani lebih terjaga.

(30)

21 relatif lebih sedikit penggunaan airnya dibandingkan usahatani monokultur. Hal ini disebabkan limbah usahatani yang berupa cairan dari satu unit usaha tertentu dapat dimanfaatkan oleh unit usaha lainnya.

Penelitian Priyanti (2007) mengenai dampak program sistem integrasi tanaman ternak terhadap pendapatan dan pengeluaran petani di 5 kabupaten di DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur mengemukan bahwa dengan adanya usahatani terpadu tersebut, maka mempengaruhi produksi dan penggunaan tenaga kerja dimana produksi padi meningkat 43%, kompos 13.4%, dan sapi 15.5%. Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usahatani padi meningkat 3.4%, untuk usaha sapi 0.7%, dan permintaan tenaga kerja luar keluarga 12.5%.

Beberapa penelitian lain yang menunjukkan pengurangan biaya input antara lain usahatani terpadu tanaman dan ternak sapi di Jawa Tengah mampu menghemat biaya pemupukan 18.14%-48% atau 8.8% dari total biaya (Kariyasa 2005). Usahatani terpadu kasus di Jawa Barat mampu menghemat biaya pakan ternak dan pupuk masing-masing sampai dengan 36.2% dan 24% (Hanifah 2008).

Dampak Penerapan Sistem Usahatani Terpadu terhadap Produksi, Produktivitas dan Pendapatan

Hasil penelitian yang menunjukkan peningkatan produktivitas antara lain Zaini et al. (2003) menunjukkan produktivitas padi sawah sekitar 1 ton per Ha dan pendapatan petani meningkat antara Rp900 ribu - Rp 1 juta per Ha per musim tanam. Penelitian Howara (2004) di Majalengka (Jabar) menunjukkan pendapatan meningkat 1.45 jt per musim tanam dibanding petani pengguna pupuk anorganik. Hal ini disebabkan karena penggunaan pupuk organik menyebabkan turunnya penggunaan pupuk anorganik, sehingga biaya produksi menjadi lebih rendah. Penelitian Syam dan Sariubang (2005) di Takalar (Sulsel) menunjukkan penggunaan pupuk organik 2 ton/Ha berimbang dgn Urea, Za, KCl meningkatkan pendapatan Rp 3.38 juta per Ha per musim tanam. Lebih lanjut dinyatakan bahwa karena harga pupuk anorganik yang semakin mahal, maka disarankan bagi petani untuk menggunakan kombinasi pupuk organik dengan anorganik secara berimbang.

Pengkajian yang dilakukan oleh Manikmas et al. (2003) di empat propinsi yaitu Jabar, Jateng, Jatim dan Sulsel masing-masing pada dua kabupaten menunjukkan bahwa secara konsepsi pendekatan P3T dalam upaya meningkatkan pendapatan usahatani dan kesejahteraan rumah tangga tani pada lahan sawah irigasi cukup baik. Bahkan komponen P3T (Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu), seperti PTT (Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu), SIPT (Sistem Integrasi Padi-Ternak), dan KUAT (Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu) bila diterapkan dengan optimal akan memberikan nilai tambah produksi dan ekonomi yang cukup memadai bagi petani.

(31)

22

mampu mengelola usahatani lebih baik. Faktor lain yang tidak kalah penting yaitu faktor harga input dan harga output. Hasil analisis Ugwumba, et al. (2010) dengan menggunakan analisis fungsi keuntungan menunjukkan bahwa dampak harga input secara statistik tidak signifikan terhadap keuntungan usahatani. Sementara untuk harga output, dampaknya terhadap keuntungan usahatani sangat signifikan.

Suwandi (2005)menyatakan bahwa sistem usahatani terpadu memberikan harapan bagi petani lahan sempit untuk meningkatkan produksi usahatani dan diperlukan insentif untuk mendorong semakin berkembangnya usaha sistem integrasi tanaman-ternak. Dibandingkan dengan petani yang tidak menerapkanusahatani terpadu, produksi padi petani usahatani terpadu meningkat 23.6% dan keuntungan 14.7% lebih tinggi, peningkatan pupuk kandang 1 %meningkatkan produksi padi sebesar 12.5% dan 13.4%

Penerapan usahatani terpadu jagung-sapi potong di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat mampu meningkatkan pendapatan petani hingga 40% serta efisiensi penggunaan hijauan makanan ternak sampai 4-5 kali lipat (Prajitno, 2009). Sementara hasil penelitian Mantau (2011) di Sulawesi Utara pada usahatani "parlabek", yaitu usahatani integrasi antara tanaman (padi), lauk (ikan), dan bebek (ternak) menunjukkan bahwa pendapatan usahatani meningkat hingga tiga kali lipat dibandingkan usahatani hanya dengan satu jenis usaha.

Penelitian yang dilakukan Channabasavanna et al. (2007) memperoleh temuan bahwa produktivitas padi pada usahatani terpadu padi-ikan-unggas rata-rata lebih tinggi (15.5 ton/ha/tahun) dibandingkan sistem usahatani konvensional (6.7 ton/ha/tahun). Tingkat keuntungan yang dicapai dari sistem usahatani terpadu mencapai Rs. 48 603/ha/tahun, sedangkan pada usahatani konvensional mencapai Rs. 21 599/ha/tahun.

Eyo et al. (2003) melakukan kajian usahatani ikan terpadu di Nigeria dengan membandingkan empat pola integrasi yaitu a) ikan-unggas (ayam dan itik), b) ikan-babi, c) ikan-kelinci. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa adanya usahatani ikan terpadu menurunkan biaya usaha, meningkatkan margin keuntungan, terbukti kotoran ternak merupakan bahan organik sebagai pupuk yang baik bagi ikan dan untuk prosesing sebagai biogas.

Proses Adopsi Sistem Usahatani Terpadu

Proses Adopsi Teknologi adalah merupakan suatu proses mental atau perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psychomotor) pada diri seseorang sejak ia mengenal inovasi sampai memutuskan untuk menerapkannya setelah menerima teknologi tersebut (Rogers dan Shoemaker 1971 dalam Abdullah 2008). Soekartawi (1988) yang menyatakan bahwa adopsi merupakan proses mental dalam diri seseorang melalui pertama kali mendengar tentang suatu inovasi sampai akhirnya menerapkan. Beberapa faktor yang memengaruhi adopsi tersebut, dikemukakan Maamun et al. (1993) yaitu (a) sifat/karakter individu/kelompok yang melakukan tindakan adopsi, (b) faktor sosial, ekonomi dan budaya, (c) penampilan dan kesesuaian teknologi, dan (d) faktor eksternal yaitu pelayanan dan kebijaksanaan dari lembaga terkait.

(32)

23 tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan et al. (2009), Sariubang dan Qomariah (2008). Introduksi suatu pendekatan atau paket teknologi sudah seharusnya mempertimbangkan kemampuan penyerapan petani dari segi jumlah komponen yang diintroduksi dan konsekuensinya terhadap tambahan biaya, tenaga dan curahan waktu yang dikeluarkan. Kajian yang dilakukan Panjaitan et al. (2009) menunjukkan bahwa dari keseluruhan kegiatan introduksi sistem integrasi ternak-tanaman berbasis padi hanya 5 dari 9 komponen PTT yang dapat diterima dan 2 dari 3 komponen sistem integrasi padi-sapi yang dapat diadopsi oleh petani di desa Jenggale Lombok Utara. Introduksi kelembagaan perlu mempertimbangkan sistem kelembagaaan yang sudah ada dan berjalan pada masyarakat setempat.

Kajian Sistem Integrasi Ternak Tanaman (SITT) oleh Sariubang dan Qomariah (2008) berbasis padi sudah dilakukan di Desa Kajaolaliddong, Kecamatan Barebbo, Kabupaten Bone dan di Kelurahan Tatae, Kecamatan Duampanua Sulawesi Selatan. Pada Tahun 2008 wilayah Sulawesi Selatan mempunyai luas areal persawahan 583 000 ha dan populasi sapi potong 668 622 ekor. Kedua komoditas ini merupakan komoditas andalan di lahan sawah. Keragaan sistem integrasi tanaman padi dengan sapi meliputi: penerapan inovasi teknologi budidaya tanaman padi, sistem pembibitan sapi potong, pengolahan kotoran sapi dan sisa tanaman, penyediaan alat mesin pertanian dan kelembagaan. Program SIPT yang dilaksanakan tahun 2002-2003 pada lahan sawah irigasi pada awalnya ditolak oleh petani setempat dengan alasan tidak bisa menerima sapi dan tidak ada lahan penggembalaan, tetapi dengan pendekatan kepala pemerintah kabupaten dan kepala desa/kelurahan akhirnya program ini diterima oleh petani. Introduksi harus mempertimbangkan kemampuan penyerapan petani dari segi jumlah komponen yang diintroduksi dan konsekuensinya terhadap tambahan biaya, tenaga dan curahan waktu yang dikeluarkan.

Pemanfaatan sisa hasil pertanian masih belum optimal seperti yang ditunjukkan oleh Khairiah (2009) serta Hau dan Triastono (2007). Kajian sistem integrasi padi dan ternak sapi di Desa Melati Dua Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai telah dilaksanakan pada tahun 2005. Bantuan yang diberikan berupa kandang, tempat pakan, tempat kotoran ternak dan 16 ekor ternak sapi dengan SIGUTIWASKAT (Sistem Perguliran Sapi dengan Tiga Pengawasan Melekat). Jerami sebagai pakan ternak dimanfaatkan oleh petani hanya pada saat demonstrasi pembuatan pakan jerami. Setelah itu petani tidak lagi memfermentasi jerami dengan alasan rumput hijau masih cukup banyak dan tersedia disekitar lahannya. Dengan demikian pakan yang diberikan kepada sapi adalah rumput lapangan dengan menerapkan sistem potong angkut (cut and carry) dalam hal ini peternak menghabiskan waktunya untuk mengarit rumput dengan jarak dari kandang 50 sampai 3000 meter transportasi dengan sepeda motor menghabiskan bensin 1 – 2 liter setiap harinya.

(33)

24

yang dihasilkan dapat dikembalikan ke sawah atau dibuat sebagai biogas. Sampai saat ini usaha integrasi padi dan ternak sapi belum banyak dilakukan dan petani kebanyakan masih melakukan pembakaran jerami. Jika pengembangan integrasi usaha tani padi dan ternak sapi akan dilakukan atau dikembangkan di NTT, maka masih diperlukan pendampingan petani yang intensif dalam pemanfaatan jerami padi.

Lightfoot (1997) telah melakukan penelitian di Philippina dan Ghana terkait adopsi sistem usahatani terpadu. Hasil penelitian menemukan ada empat keterbatasan untuk menerapkan sistem usahatani terpadu, yaitu (1) proses transisi untuk beralih ke sistem usahatani membutuhkan periode waktu yang panjang yaitu sekitar 3-10 tahun, (2) kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan pada sistem usahatani terpadu umumnya lebih banyak dibandingkan usahatani konvensional, sementara ketersediaan tenaga kerja keluarga tidak mencukupi, (3) kurangnya hak atas tanah yang aman; dan (4) terdapat dis-insentif menerapkan sistem usahatani terpadu dimana kebijakan pemerintah kurang kondusif dalam mendorong petani menerapkan sistem usahatani terpadu. Selain keempat keterbatasan tersebut, tampaknya faktor penguasaan teknologi tidak boleh diabaikan. Penerapan sistem usahatani terpadu membutuhkan penguasaan teknologi terkait unit usaha yang dikelola. Jika pada usahatani konvensional hanya menguasai teknologi usahatani tanaman, untuk usahatani tanaman-ternak, petani dituntut menambah penguasaan teknologi untuk ternak. Menurut Lightfoot (1997), proses pengalihan ini membutuhkan waktu relatif lama.

Faktor lain yang menjadi pembatas untuk menerapkan sistem usahatani terpadu adalah adanya imbalance of model structure, maksudnya jumlah limbah usahatani yang dihasilkan satu unit usaha yang nantinya akan menjadi input untuk unit usaha lainnya tidak sesuai dengan kebutuhan (Eyoet al. 2003). Dalam konteks ini, belum ada panduan teknis tentang kombinasi unit usaha yang ideal, sehingga petani enggan jika sifatnya masih coba-coba.

Berbagai keterbatasan yang membuat petani perlu waktu untuk menerapkan sistem usahatani terpadu tampaknya bersumber pada faktor risiko. Pada umumnya petani memiliki luas garapan relatif sempit, modal terbatas, akses permodalan terbatas, harga hasil produksi seringkali berfluktuasi, sementara kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan cukup besar. Hal ini membuat petani akan melakukan pertimbangan yang matang untuk memutuskan aplikasi sistem usahatani terpadu.

Kajian Model Ekonomi Rumah tangga

(34)

25 keamanan anggota rumah tangga. Keenam fungsi tersebut dikelompokkan menjadi dua fungsi pokok yaitu sebagai fungsi sosial dan ekonomi.

Sesuai dengan teori ekonomi, rumah tangga diasumsikan selalu bertindak rasional dalam mengalokasikan sumberdaya dan mengkonsumsi barang dan jasa. Perilaku ekonomi rumah tangga tersebut menunjukkan respon rumah tangga sebagai produsen dan konsumen terhadap perubahan kekuatan pasar yang terjadi, yang dilandasi dengan tujuan maksimisasi kepuasan atau utilitas. Perilaku ekonomi rumah tangga petani dapat dilihat dari segi pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan pada rumah tangga petani dapat didasarkan pada peran rumah tangga dalam mengambil keputusan ekonomi. Terdapat dua peran rumah tangga dalam pengambilan keputusan ekonomi yaitu peran tunggal dan ganda.

Pada model rumah tangga berperan tunggal, rumah tangga hanya sebagai produsen atau konsumen saja. Dalam teori ekonomi, terdapat dua permasalahan yang menjadi perhatian yaitu masalah produsen dalam mengambil keputusan produksi dan masalah konsumen dalam mengambil keputusan konsumsi (Henderson dan Quandt1980; Debertin 1986; Chambers1988). Pada umumnya kedua permasalahan tersebut dianalisis secara terpisah melalui perilaku produsen saja atau konsumen saja. Analisis tersebut dilakukan untuk menyederhanakan fenomena yang terdapat di lapangan.

Sedangkan pada model rumah tangga berperan ganda, pengambilan keputusan produksi dan konsumsi dilakukan sebagai satu kesatuan oleh rumah tangga dan dianalisis secara terintegrasi. Dalam model rumah tangga berperan ganda ini, rumah tangga petani bertindak baik sebagai produsen maupun konsumen. Model rumah tangga berperan ganda lebih realistis karena realitanya rumah tangga petani di negara-negara berkembang pada umumnya merupakan produsen sekaligus konsumen (Nakajima 1986; Sawit 1993; Singh et al.1986).

Model ekonomi pengambilan keputusan rumah tangga pertama kali dikemukakan oleh Chayanov (Ellis 1988) dengan teori maksimisasi utilitas rumah tangga. Teori tersebut memfokuskan pada pengambilan keputusan rumah tangga yang berkenaan dengan jumlah tenaga kerja keluarga yang menjalankan kegiatan produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dengan menggunakan asumsi waktu kerja dan santai (leisure). Becker (1976) mengembangkan dengan menggunakan asumsi bahwa alokasi waktu rumah tangga terdiri dari waktu kerja di rumah, kerja upahan dan santai. Dengan perkembangan waktu, model ekonomi rumah tangga dikembangkan oleh Barnum dan Squire (Ellis1988) yang mana rumah tangga mempunyai kebebasan untuk menyewa tenaga kerja dari luar keluarga sedangkan tenaga kerja dalam keluarga juga dapat bekerja di luar dengan memperoleh tingkat upah tertentu.

Selanjutnya model rumah tangga petani Low mendasarkan diri pada model rumah tangga pertanian Chayanov dan sebagian lagi dari new home economics

(35)

26

Asumsi ini dikemukakan oleh Allan Low dengan pertimbangan bahwa (1) tiap-tiap rumah tangga memiliki perbedaan dalam komposisi anggota, dan masing-masing anggota memiliki keunggulan komparatif dalam bekerja dan memperoleh pendapatan, (2) input lahan dapat ditingkatkan secara paralel dengan input tenaga kerja, artinya bahwa kenaikan luas lahan yang digarap atau unit usaha berbanding lurus dengan ketersediaan tenaga kerja baik tenaga kerja dalam keluarga ataupun tenaga kerja upah, (3) model rumah tangga Low menjelaskan keputusan rumah tangga ketika berhadapan dengan perbedaan harga pangan tingkat usahatani (subsisten) dengan harga pangan di pasar, dan 4) model rumah tangga Low juga menjelaskan bagaimana rumah tangga ketika berada pada kondisi defisit pangan yang berhubungan dengan penggunaan tenaga kerja. Pada saat defisit pangan, rumah tangga akan memanfaatkan tenaga kerja keluarga untuk usahataninya dari pada menyewakan tenaga keluar (hire out).

Sedangkan Nakajima (1986) mengembangkan teori rumah tangga petani dengan berbagai perilaku rumah tangga yang mengkombinasikan curahan tenaga kerja keluarga dengan konsumsi produk yang dihasilkan. Adapun alternatif curahan tenaga kerja yaitu a) tidak semua tenaga kerja keluarga tercurah untuk usahatani, b) semua tenaga kerja keluarga tercurah pada usahatani tanpa menyewa tenaga kerja, dan c) semua tenaga kerja keluarga tercurah dan menyewa tenaga kerja. Sedangkan alternatif konsumsi produk mencakup usahatani komersial murni, usahatani komersial dengan sebagian produk dikonsumsi, usahatani subsisten dan usahatani dengan pembelian sebagian untuk konsumsi rumah tangga.

Selanjutnya Singh et al. (1986) mengembangkan model rumah tangga pertanian (agricultural household model) khususnya dalam perilaku rumah tangga pertanian. Rumah tangga diasumsikan memaksimumkan utilitas dengan kendala pendapatan tunai. Dengan turunan pertama (first order condition)dalam memaksimumkan kepuasan maka dapat diperoleh fungsi penawaran output, permintaan input dan permintaan komoditas, termasuk leisure. Penawaran output dan permintaan input merupakan fungsi dari harga input, harga output dan karakterisitik usahatani termasuk input tetap. Sedangkan permintaan komoditas merupakan fungsi dari harga komoditas, full income dan karakterisitk rumah tangga. Keputusan produksi sangat memengaruhi keputusan konsumsi.

Model rumah tangga pertanian tersebut selanjutnya dikembangkan secara empiris dengan menganalisis keterkaitan antara keputusan produksi dan konsumsi dengan mengduga penawaran dan permintaan komoditas serta permintaan input (Singh et al.1986). Leisure merupakan salah satu produk yang dikonsumsi selain komoditas pertanian dan non pertanian. Dari hasil kajian tersebut terdapat perbedaan bahwa elastisitas harga sendiri terhadap konsumsi barang pertanian bernilai positif di Malaysia dan bernilai negatif di Jepang dan Thailand.

Pada umumnya model rumah tangga petani yang sudah dilakukan tersebut masih berfokus pada satu komoditas yang dihasilkan. Oleh karena itu Singh dan Subramanian (1986) dalam Singh et al. (1986) dan Sawit (1993) mengembangkan model rumah tangga dengan mengkaji multicrop pada rumah tangga petani. Leones dan Feldman (1998) mengembangkan model dengan mempertimbangkan

multiemployment yang diukur dari pendapatan yang berasal dari pertanian, non pertanian maupun non aktivitas seperti kiriman uang dan penyewaan aset.

(36)

27 petani pada beberapa komoditas pertanian. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa di Korea, produksi yang dihasilkan oleh usahatani keluarga sangat terintegrasi terhadap aspek pasar, meskipun tidak seluruhnya komersial, namun pada umumnya petani berusaha dengan orientasi pasar. Beberapa komoditas pertanian ditanam dengan kondisi irigasi yang dapat dikontrol secara baik. Disamping itu, keluarga petani juga memiliki berbagai sumber pendapatan diluar usahatani yang dapat dipergunakan sebagai input bagi produksi pertanian. Sebaliknya, petani di Nigeria bagian utara lebih terisolasi dari aspek pasar, dimana usaha pertanian yang dilakukan lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Meskipun usahatani ini bersifat semi komersial sehingga juga berhubungan dengan faktor dan produk pasar, namun hanya sedikit yang mempunyai peluang terhadap pekerjaan di luar usahatani. Hal ini terkait dengan keadaan geografis wilayah yang semi-arid, sehingga faktor ketidakpastian terhadap output yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.

Perubahan ekonomi secara global membuat model ekonomi rumah tangga terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan strategis. Key et al. (2000) memasukkan biaya transaksi, seperti biaya proporsional dan biaya tetap ke dalam model umum ekonomi rumah tangga yang dibangun olehn Singh et al.(1986). Model tersebut dibangun untuk menduga respon produksi rumah tangga petani jagung di Meksiko dan elastisitas fungsi produksi secara agregat. Partisipasi dari aspek pasar menjadi variabel yang sangat penting dalam model ini, dimana selain jumlah barang yang dikonsumsi, diproduksi dan digunakan sebagai input rumah tangga, ditentukan pula seberapa banyak barang yang masuk ke pasar. Model ekonomi rumah tangga yang digunakan adalah memaksimumkan keuntungan dengan kendala pendapatan, keseimbangan sumberdaya dan teknologi produksi.

3

KERANGKA TEORI

Konsep Usahatani Terpadu

(37)

28

perkebunan) dengan unit usahatani lain melalui pemanfaatan limbah usahatani atau produk sampingan (by-product) dari masing-masing unit usahatani yang bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas. Konsep ini bukan merupakan hal yang baru karena pada umumnya petani sudah melakukan usahatani terpadu sejak pertanian itu ada. Perilaku petani untuk melakukan usahatani terpadu muncul ketika limbah usahatani berlimpah. Perilaku petani dengan menggunakan kotoran hewan dan sisa tanaman untuk menyuburkan tanah sudah ada sejak dahulu. Praktek penggunaan pupuk kandang dan pupuk hijau serta pergiliran tanaman ditemukan di Kerajaan Romawi sekitar 23-79 Setelah Masehi (Korcak 1991). Perilaku petani yang dengan bijaksana mengelola limbah usahatanimenjadi pupuk atau pakan ternak untuk mengurangi limbah usahatani(zero waste) disebut dengan kearifan lokal. Di Indonesia kearifandalam pemanfaatan limbah usahatani ini banyak ditemukan pada daerah yang mengusahakan dua atau lebih jenis usahatani.

Usahatani terpadu bertujuan memanfaatkan potensi sumberdaya wilayah yang tersedia namun tidak digunakan (limbah usahatani) dalamrangka mempertahankan kesuburan lahan. Jerami yang berlimpah setiap musim panen dapat digunakan sebagai sumber pakan ternak. Sementara ternak sapi berfungsi sebagai penghasil pupuk kandang yang akan dipergunakan untuk menjaga kesuburan lahan persawahan. Pemanfaatan limbah jerami dan pupuk kandang tidak hanya menguntungkan dari aspek pengurangan biaya produksi namun juga tambahan produksi dan pendapatan diperoleh dari ternak yaitu berupa daging atau susu (Gambar 1). Peningkatan pendapatan merupakan salah satu tujuan petani melakukan usahatani terpadu padi-sapi. Kegiatan petani dalam meningkatkan pendapatan terkait dengan sejumlah kegiatan produksi yang dilakukan petani pada usahatani.

Usahatani terpadu padi-sapi merupakan kegiatan usahatani yang memadukan duaatau lebih kegiatan usahatani untuk mendapatkan produksi yang optimal. Petani pada usahatani terpadu padi-sapi berusaha meningkatkan produksi dan pendapatan dengan menggunakan sejumlah input yang tersedia secara terbatas. Input yang tersedia sebagian diperoleh melalui pembelian, namun sebagian lagi diperoleh melalui kegiatan produksi usahatani lain dalam bentuk limbah usahatani/produk sampingan (by-product). Walaupun jerami padi atau kotoran ternak adalah limbah usahataninamun sangat bermanfaat apabila masing-masing digunakan kembali sebagai pakan ternak dan pupuk tanaman. Pengolahan limbah usahatani pada prinsipnya mendukung keberlanjutan (sustainable agriculture) karena berupaya mengurangi limbah usahatani seminimal mungkin (zero waste)

(38)

29

Gambar 1. Sistem usahatani terpadu padi-sapi

Usahatani terpadu merupakan suatu sistem dimana terjadi keterkaitan antar input produksi dari cabang usahatani kepada cabang usahatani lainnya, sehingga ada satu proses produksi pertanian yang mendahului proses lainnya.Produksi pertanian dan pengeluaran konstan tidak terjadi dalam satu periode pada kasus produk sampingan (Beattie 1974). Penggunaan input pertanian terjadi tidak secara serentak pada periode produksi usahatani terpadu. Misalkan produksi padi mendahului produksi ternak ataupun sebaliknya, sehingga ada perbedaan periode kegiatan usahatani. Secara matematik kerangka kerja produk sampingan (by-product) dapat dijelaskan sebagai berikut:

Y1 = Y1 (X11, X21,...,Xn) (3.1)

N1 = N1 (Y1) (3.2)

Y2 = Y2 (X12, X22,...,Xm2N) (3.3)

N = N1 + N2 (3.4)

dimana X11, X21,...,Xn dan X12, X22,...,Xm2 digunakan masing-masing pada

produksi Y1 dan Y2. N1 adalah produk sampingan(by-product) dari Y1 yang

digunakan sebagai input pada Y2. N merupakan persamaan identitas dimana

produk sampingan bisa didapat dari sumberdaya atau proses produksi pertanian lain.

Persamaan keuntungan dengan penggunaan input N1 dituliskan sebagai

berikut:

1 = p1Y1 + ߛN1–

n

i 1

ri Xi1 (3.5)

dimana p1 adalah harga Y1, ߛ adalah harga bayangan (shadow price) dari N1, ri

(39)

30

produk marginal dari N pada Y2 dengan asumsi Y2 dijual pada pasar persaingan

sempurna. Dengan demikian nilai N1 berkurang pada Y1 karena digunakan untuk

Y2. Demikian juga dengan persamaan keuntungan pada Y2 yang dituliskan

Dengan mensubstitusi N2 dari persamaan (3.4) dan fungsi produksi (3.1) dan

(3.2) ke dalam persamaan keuntungan gabungan maka diperoleh:

 = p1Y1 ( X11, ..., Xn1) + p2Y2 ( X12, ..., Xm2) –

Dari persamaan (3.8) diperoleh persamaan turunan parsial sebagai berikut:

1

Hubungan produk dalam kegiatan usahatani terjadi dalam bentuk yang berbeda pada kondisi tertentu. Secara umum, hubungan tersebut bisa dalam bentuk kompetitif, komplementer atau supplementer (Doll and Orazem, 1984). Pada usahatani terpadu padi-sapi hubungan produk tersebut lebih mendekati kepada hubungan komplementer (Complementary Relationship). Dua produk dikatakan komplementer apabila peningkatan satu produk menyebabkan peningkatan pada produk lain dimana penggunaan input pada kegiatan produksi adalah tetap. Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) untuk produk komplementer ditunjukkan pada Gambar 2. Pada sisi bagian kiri dari A, produk Y1komplementer dengan Y2 sampai pada titik A. Pada sisi bagian kanan, kedua

(40)

31 Semakin besar jumlah Y1 yang diproduksi maka kedua produk tersebut menjadi

kompetitif karena petani akan memilih kombinasi yang memaksimumkan pendapatan antara titik A sampai garis axis Y1 tergantung pada harga output.

Komplementer selalu terjadi ketika salah satu produk memproduksi input yang digunakan dalam produk lain. Produk komplementer menghasilkan by-product atau produk sampingan dimana menjadi input dalam proses produksi dari produk lain. Dalam usahatani terpadu padi-sapi adanya penggunaan input jerami yang merupakan produk sampingan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan usaha ternak sapi, sedangkan pupuk kandang (berasal dari kotoran ternak) digunakan sebagai pupuk untuk usahatani padi. Input jerami digunakan untuk meningkatkan produksi ternak sapi sedangkan pupuk kandang digunakan untuk meningkatkan produksi padi sehingga hubungan produk menjadi komplementer.

Produk komplementer pada titik tertentu berubah menjadi kompetitif. Ketika sejumlah besar sumberdaya dicurahkan kepada menghasilkan satu produk maka produk yang lain menjadi menurun. Misalnya ketika sumberdaya seperti tenaga kerja diutamakan usahatani padi maka terjadi peningkatan produksi padi. Produksi ternak sapi mengalami penurunan karena sumberdaya dikurangi untuk kegiatan produksi ternak sapi.

Gambar 2.Hubungan komplementer produk usahatani Terpadu padi-sapi

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan   Integrated  dan   Monoculture Farming
Gambar 1. Sistem usahatani terpadu padi-sapi
Tabel 4.1  Distribusi rumah tangga sampel
Tabel 5.5. Jumlah dan rata-rata curahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kata nama yang terkandung dalam binaan frasa nama (inti) + penerang boleh digugurkan sehingga yang tinggal dalam frasa nama itu hanya bahagian penerangnya, yang mungkin

Strategi korporat adalah strategi yang dijalankan oleh induk grup perusahaan atau holding company untuk mengatur berbagai perusahaan atau strategic business unit yang ada

Bentuk pantai barat Benua Afrika dengan bentuk Pantai timur Benua Amerika bagian selatan kalau disatukan akan saling menutupi (pas). Jenis batuan pantai barat Benua Afrika mirip

1. Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau gabungan antara puntir dan lentur, juga ada poros yang mendapatkan beban tarik atau tekan. Oleh karena

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan permasalahannya adalah bagaimana membuat Modul / Control Unit sistim bahan bakar EFI ( Elektronic Fuel

mengampunkan yang lain daripada kesalahan (syirik) itu bagi sesiapa yang dikehendakiNya (menurut peraturan hukum-hukamNya); dan sesiapa yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu

Melalui modul ini diharapkan dapat diperoleh waktu yang tepat untuk durasi lampu merah dan lampu hijau sedemikian sehingga diperoleh keseimbangan antrian kendaraan di setiap

Apakah ada perbedaan pendapat atau konflik atas akses hutan atau alokasi lahan dengan pihak lain di luar desa ini selama lima tahun terakhir. Jika ya,