• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2. Deskripsi siklus II

Perencanaan siklus II didasarkan atas refleksi di siklus I. Siklus II masih menitikberatkan pada penerapan problem solving dengan game pohon pengetahuan. Pada siklus I, siswa masih enggan mengajukan pendapat maka di siklus II ini guru lebih mendorong siswa dengan memberikan pertanyaan pancingan kepada siswa. Di siklus I, siswa masih bingung mengerjakan LKS maka di siklus II ini guru mengajak siswa untuk memperhatikan penjelasan terhadap kegiatan yang akan dilakukan sehingga siswa tidak perlu menanyakan lagi saat pelaksanaan diskusi.

Pembelajaran Siklus II didesain dengan pengamatan lichens dan diskusi problem solving. Siklus II dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2011. Siswa diajak untuk mengamati lichens/ lumut kerak. Sebelumnya, guru memberi tahu habitat lichens. Hal ini karena, semua siswa di kelas VII C tidak tahu lichens/lumut kerak . Siswa bersama kelompoknya mencari lichens dan mengamatinya serta mencatatnya di lembar diskusi siswa. Semua kelompok (kelompok A, B, C, D, E, F, G dan H) sudah melakukan sesuai petunjuk yaitu membawa lichens ke sekolah dan mendiskusikan di kelas. Di dalam Lembar diskusi siswa terdapat beberapa pertanyaan yang ditujukan untuk mengetahui tentang simbiosis yang terjadi pada lichens. Semua kelompok sudah mampu menjawab pertanyaan dengan benar. Siswa mampu menjelaskan lichens banyak ditemukan di sisi batang yang menghadap sinar matahari. Siswa mampu menyimpulkan bahwa terjadi interaksi lichens yang membutuhkan sinar matahari. Hal ini membuat siswa paham, mengapa jamur tersebut harus bersimbiosis dengan alga.

Selain itu, siswa juga diberi permasalahan tentang hujan abu yang membuat tanaman di kota Purworejo layu bahkan mati. Siswa diajak untuk mengetahui penyebab layunya tumbuhan tersebut. Siswa dihadapkan pada dua gambar tanaman dan diajak untuk menjelaskan perbedaan dua gambar tanaman pada saat sebelum terkena hujan abu dan sesudah terkena hujan abu. Permasalahan ini ditampilkan kepada siswa untuk membuktikan bahwa sinar matahari berperan dalam interaksi makhluk hidup. Semua kelompok sudah

bisa menjawab pertanyaan dalam LKS dengan benar. Hal ini karena siswa mengamati langsung kejadian yang terjadi saat gunung merapi meletus. Namun, sebagian kelompok (kelompok A, B, G, E dan H) tidak mengerti mengapa abu vulkanik dapat membuat tanaman layu. Di akhir pembelajaran, guru bersama siswa bermain game pohon pengetahuan.

Pada siklus II ini, semua siswa sudah lebih aktif daripada siklus I, 72 % siswa sudah berani untuk mengemukakan pendapat dan mengajukan pertanyaan karena guru lebih memberikan motivasi kepada siswa untuk berpendapat (lampiran 7). Guru sudah memberikan pertanyaan-pertanyaan yang memacu siswa untuk mengajukan pendapat. Namun, masih terdapat siswa yang tidak mau mengajukan pendapat yaitu 17 % siswa (lampiran 7). Hal ini karena siswa tersebut tidak tertarik dengan pembelajaran (data angket tanggapan siswa tabel 10). Pengerjaan LKS juga sudah lancar dibanding siklus I. Semua kelompok sudah baik di dalam merumuskan masalah dan mengajukan hipotesis.

Aktivitas siswa pada siklus II sudah mencapai ketuntasan klasikal indikator kinerja yang ditetapkan yaitu sebesar 77,42 % (tabel 8). Hal ini ditunjukkan dengan keterlibatan siswa dalam diskusi, kerjasama antara teman kelompok sudah terjalin untuk menyelesaikan permasalahan dan siswa sudah aktif dalam bertanya dan aktif dalam mencari informasi. Selain itu, siswa lebih antusias ketika bermain game pohon pengetahuan. Siswa berebut mengacungkan jari ketika akan menjawab soal yang diberikan guru. Hal ini dapat dilihat di lampiran 7. Berikut ini data aktivitas siswa siklus II.

Tabel 8. Rekapitulasi data keaktifan siswa selama Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) siklus II

No Kategori Skor Kriteria ∑ siswa

1. 86% ≤X≤ 100% Sangat aktif 4

2. 71%≤X≤ 85% Aktif 20

3 61%≤ X≤70% Cukup aktif 7

4. 51% ≤ X≤60% Kurang aktif -

5. X< 50% Tidak aktif -

Ketuntasan klasikal keaktifan 77,42 % * Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.

Terdapat 23,58 % siswa memiliki aktivitas belajar yang rendah (tabel 8), meskipun sudah meningkat dari siklus I. Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas fisik siswa selama pembelajaran. Beberapa siswa memang sulit diajak untuk aktif di dalam kelas. Hal ini karena siswa kurang merasa tertarik dalam pembelajaran (tabel 10). Kekurangtertarikan terhadap sesuatu akan membuat siswa enggan melakukan sesuatu (Suparlan 2009).

Pada umumnya, keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menumbuhkan semangat belajar dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar. Keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran merupakan faktor pendukung keberhasilan belajar siswa. Kemampuan siswa dalam diskusi lebih baik daripada siklus I. Hal ini karena, di siklus II kerjasama antar anggota kelompok sudah terlihat. Menurut Setiawan (2008) diskusi yang berdasarkan pada masalah akan melatih siswa untuk belajar sekaligus mengajari teman lain melalui komunikasi yang efektif tentang apa yang diketahui maupun apa yang tidak diketahuinya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan berpikir siswa melalui kemampuan bertanya dan menjawab siswa terhadap permasalahan yang ada diberikan. Permasalahan yang diberikan sudah sesuai dengan kemampuan siswa (Sanjaya 2006) dan kontekstual yaitu menghubungkan materi dengan kehidupan nyata siswa (Saptono 2003) sehingga siswa mampu mempelajari IPA biologi dengan mudah (Setiawan 2008).

Ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada siklus II meningkat menjadi 93,55 % (tabel 9). Peningkatan hasil belajar karena siswa semakin aktif dalam pembelajaran. Siswa lebih konsentrasi dalam pembelajaran yaitu memperhatikan guru saat menjelaskan dan melakukan diskusi dengan baik. Pada pembelajaran sebelumnya terdapat beberapa siswa yang kurang konsentrasi dalam pembelajaran seperti mengobrol sendiri. Hal ini menyebabkan materi pelajaran atau diskusi kelas yang sedang berlangsung tidak dapat dipahami siswa. Data disajikan pada tabel berikut.

Tabel 9. Rekapitulasi hasil belajar siswa siklus I dan II

* Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.

Pada siklus II ini masih terdapat siswa yang tidak tuntas dalam belajar. Dilihat dari nilai siklus I, siswa yang tidak tuntas di siklus II juga tidak tuntas di siklus I (lampiran 8). Hal ini memang menjadi kendala tersendiri bagi seorang guru karena setiap siswa memiliki daya tangkap pemahaman terhadap materi berbeda-beda. Namun, nilai siswa tersebut sudah mengalami peningkatan sehingga diharapkan akan tuntas di pembelajaran selanjutnya.

Kinerja guru pada siklus II sudah mencapai kriteria sangat baik. Hal ini tidak terlepas dari tindakan-tindakan yang diambil pada perbaikan siklus sebelumnya seperti: guru berusaha menumbuhkan rasa percaya diri siswa dalam belajar, guru berusaha mempertahankan perhatian siswa untuk tetap konsentrasi dalam pembelajaran dan lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat. Menurut Suparlan (2009), kreativitas guru juga mutlak diperlukan agar dapat merencanakan kegiatan yang menarik bagi siswa.

No Rentang nilai (∑ siswa)

1. 0 – 10 - 2. 11 – 20 - 3. 21 – 30 - 4. 31 – 40 - 5. 41 – 50 - 6. 51 – 60 - 7. 61 – 70 - 8. 71 – 80 6 9. 81 – 90 20 10. 91 – 100 5 Nilai tertinggi 97,33 Nilai terendah 70,67

Jumlah siswa yang tuntas 29

Jumlah siswa yang tidak tuntas 2

Ketuntasan klasikal 93,55 %

Peningkatan hasil belajar ini sebagai bukti bahwa problem solving dengan game pohon pengetahuan cocok diterapkan di kelas VII C. Pembelajaran problem solving yang dirancang dengan pengamatan dan diskusi kelompok mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hal ini karena di dalam problem solving terhadap tahapan tahapan yang mendukung proses ilmiah seperti merumuskan masalah, menganalisis masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis dan menyimpulkan data. Hal ini akan mengajak siswa aktif dan lebih mudah memahami materi.

Guru harus tetap terus berusaha untuk mengatasi beberapa siswa yang tidak mencapai ketuntasan dalam hasil belajar. Ketuntasan secara klasikal memang memberi kepuasan tersendiri bagi seorang guru. Akan tetapi, pendidikan secara klasikal tidak dapat mengesampingkan siswa yang tidak bisa tuntas dalam hasil belajar. Siswa yang tidak tuntas tersebut perlu dikaji lebih lanjut oleh guru agar bisa menyesuaikan dengan materi selanjutnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan model ini, karena siswa yang pandai bisa ikut membantu siswa yang lemah dalam pemahaman materi.

Pada siklus II ini juga terdapat siswa yang keaktifan belajarnya rendah (berkualifikasi cukup aktif dan kurang aktif) tetapi tuntas dalam belajar. Akan tetapi, jumlahnya menurun dari siklus sebelumnya yaitu 5 anak (lampiran 8). Di dalam pembelajaran IPA, selain hasil belajar juga diperlukan suatu keterampilan proses (Rustaman 2003), karena pada hakikatnya pembelajaran IPA mengedepankan proses ilmiah siswa (Saptono 2003) sehingga sebagai seorang guru perlu menanamkan proses ilmiah itu kepada siswa.

Oleh karena itu, meskipun sudah terjadi peningkatan dalam aktivitas dan hasil belajar, guru tidak bisa merasa puas begitu saja. Guru perlu mengupayakan pembelajaran yang menyenangkan dan berasas proses ilmiah.

Untuk lebih memperjelas hasil peningkatan yang terjadi selama siklus I dan II maka disajikan histogram sebagai berikut.

Gambar 2. Histogram pencapaian keaktifan siswa setiap siklus

Gambar 3. Histogram pencapaian hasil belajar setiap siklus 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 I II 83.87 93.55 16.13 6.45 P e rs e n ta se (% ) Siklus

Histrogram perbandingan hasil belajar siswa

Tuntas Tidak tuntas 0 10 20 30 40 50 60 70 80 I II 51.61 77.42 48.38 22.58 P e rs e n ta se (% ) Siklus

Dokumen terkait