DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERFIKIR, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
A. Deskripsi Teoritik
1. Pengertian Sikap
Sikap pada awalnya diartikan sebgai suatu syarat untuk munculnya suatu tindakan. Konsep itu kemudian berkembang dan semakin luas dan digunakan untuk menggambarkan adanya suatu niat yang khusus atau umum, berkaitan dengan kontrol terhadap respon pada keadaan tertentu. Apa yang dimaksud dengan sikap itu? dibawah ini disampaikan tentang pengertian sikap dari beberapa ahli :
Menurut Masri (1972): “ mngartikan sikap sebagai kesediaan yang diarahkan untuk menilai dan menanggapi sesuatu “.5 Yang dimaksud dengan diarahkan untuk menilai dan menanggapi sesuatu yakni suatu respon dari dalam diri seseorang menanggapi situasi tertentu dan memberikan umpan balik terhadap sesuatu yang terjadi disekelilingnya.
Berkman dan Gilson (1981): “mendefinisikan sikap adalah evaluasi individu yang berupa kecenderungan (inclination) terhadap element diluar dirinya“.6 Kecenderungan yang dimaksud yakni kecenderungan untuk bereaksi. Sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang atau tidak senang.
Allfort ( dalam Assael, 1984): “mendefinisikan sikap adalah keadaan siap (predisposisi) yang dipelajari untuk merespon objek
5 Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal.45 6 Zaim Elmubarok. Ibid, hal. 45
tertentu yang secara konsisten mengarah pada arah yang mendukung (favorable) atau menolak (unfavorable)“.7 Bahwa kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.
Hawkins Dkk (1986): “menyebutkan bahwa sikap adalah pengorganisasian secara ajeg dan bertahan (enduring) atas motif, keadaan emosional, persepsi dan proses-proses kognitif untuk memberikan respon terhadap dunia luar”.8 Yang memegang peranan penting di dalam sikap ialah faktor perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi atau respon jadi dari faktor tersebut memberikan suatu respon terhadap dunia luar.
“Azwar (1995), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensist Likert
dan Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Berarti sikap seorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Kedua, kerangka pemikiran ini diwakili oleh beberapa ahli, seperti Chief, Bogardus, La Pierre dan Gordon Allport. Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Ketiga, kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik (tradic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.“9 7 Zaim Elmubarok. Ibid, hal. 45
8 Zaim Elmubarok. Ibid, hal. 46 9 Zaim Elmubarok. Ibid, hal. 46
Pada umumnya rumusan-rumusan mengenai sikap mempunyai persamaan unsur, yaitu adanya kesediaan untuk berespon terhadap suatu situasi. Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek, dan sikap terhadap objek ini disertai dengan perasaan positif dan negatif.
“Trandis (1971) membagi sikap menjadi tiga komponen yang dijelaskan sebagai berikut : 1) Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan. Pengetahuan inilah yang akan membentuk keyakinan dan pendapat tertentu tentang objek sikap. 2) Komponen afektif, adalah komponen yang berhubungannya dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluative. Komponen ini erat hubungannya dengan sistem nilai yang dianut pemilik sikap. 3) Komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap“10
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek. Suatu sikap akan terbentuk dari kerangka pemikiran yakni reaksi terhadap perasaan yang dimunculkan dengan cara-cara tertentu yang mengarah pada arah yang mendukung.
2. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu sikap yang ada dalam diri seseorang yang mampu menggerakkan seorang tersebut menjadi lebih tanggung jawab dalam mengerjakan sesuatu dan mempunyai tujuan
10 Slameto. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta 2010, cet ke-5), hal. 188
yang akan dicapainya. Dibawah ini disampaikan tentang pengertian kepemimpinan para ahli:
Menurut Borgardus (1929) : “kepemimpinan tidak sebagai penyebab atau pengendali, melainkan sebagai akibat dari tindakan kelompok”.11 Menurut Borgardus sikap kepemimpinan lahir bukan suatu penyebab atau pengendali tetapi sikap itu lahir atas akibat dari tindakan-tindakan kelompok.
Menurut Hemphill (1949) : “kepemimpinan didefinisikan sebagai tingkah laku seorang individu yang mengatakan aktivitas kelompok”.12
Hemphill lebih menilai sikap kepemimpinan merupakan suatu tingkah laku seseorang individu yang mendominasi suatu aktifitas kelompok.
Menurut Tannenbaum, Weschler dan Massank (1961) : “kepemimpinan sebagai pengaruh interpersonal, dipraktekan dalam suatu situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan”.13 Menurut para ahli ini, sebuah sikap kepemimpinan merupakan pengaruh seseorang yang mendominasi dalam suatu aktifitas dan disampaikan melalui komunikasi antar kelompok yang tergabung didalamnya guna mencapai tujuan bersama.
Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) : “Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang
11 File.upi.edu/direktori/FIP/JUR_PEND_LUAR_SEKOLAH/194505031971091- MUHAMAD-KOSIM-SIRODJU
12 Ibid, 13 Ibid,
dalam membangkitkan motivasi dan rasa percaya diri pengikutnya guna mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
Menurut Stoner, Freeman dan Gilbert Jr (1995): “mendefinisikan Kepemimpinan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota kelompok itu”15 suatu proses akan berlangsung apabila ada faktor penggerak. Dengan penggerak ini akan tercipta kegiatan-kegiatan dimana kegiatan menggiatkan unsur lainnya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok. Kepemimpinan juga bawahan dalam diri seseorang untuk lebih tanggung jawab dalam dirinya dan menggerakkan suatu kegiatan positif dalam dirinya.
Kepemimpinan adalah sebuah proses dalam upaya meningkatkan kualitas diri seseorang dalam rangka membangun jati diri seseorang. Upaya untuk membangun diri seseorang tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan orang tersebut. Hal
14 http://www.jurnaltaqin.com/2010/12/teori-teori-kepemimpinan.html 15 Kabul Budiono. Nilai-nilai Kepribadian dan kejuangan Bangsa Indonesia.
ini sesuai dengan teori tentang kepemimpinan yang disampaikan oleh beberapa ahli yaitu sebagai berikut:
a. Teori orang-orang terkemuka
Bernard, Bingham, Tead dan Kilbourne menerangkan kepemimpinan berkenaan dengan sifat-sifat dasar kepribadian dan karakter. Jadi menurut teori ini, kepemimpinan merupakan sifat dasar kepribadian dan karakter seseorang. Yang dimaksud sifat dasar kepribadian seseorang yakni sifat yang ada dalam diri seseorang yang tumbuh sejak lahir serta perkembangan kepribadian seseorang dipengaruhi oleh lingkungan orang tersebut. Sedangkan karakter yakni watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak seseorang.
b. Teori lingkungan
Mumtord, menyatakan bahwa pemimpin muncul oleh kemampuan dan keterampilan yang memungkinkan dia memecahkan masalah sosial dalam keadaan tertekan, perubahan dan adaptasi. Sedangkan Murphy, menyatakan kepemimpinan tidak terletak dalam diri individu melainkan merupakan fungsi dari suatu peristiwa. Dilihat dari teori lingkungan bahwa kepemimpinan muncul dari keterampilan seseorang dalam memecahkan masalah sosial dan tidak ada dalam diri individu melainkan muncul dari suatu peristiwa.
dari rangkaian tiga faktor, yaitu sifat kepribadian pemimpin, sifat dasar kelompok dan anggotanya serta peristiwa yang diharapkan kepada kelompok. Yang dimaksud oleh Case bahwa kepemimpinan tidak dihasilkan dari satu atau dua faktor, suatu kepemimpinan dihasilkan oleh tiga faktor yakni dari diri seseorang, kelompok dan peristiwa yang terjadi dari kelompok.
d. Teori interaksi harapan
Human (1950) menyatakan semakin tinggi kedudukan individu dalam kelompok maka aktivitasnya semakin meluas dan semakin banyak anggota kelompok yang berhasil diajak berinteraksi. Artinya apabila individu sudah mempunyai kedudukan yang tinggi dalam kelompok maka akan semakin banyak anggota yang berhasil diajak berinteraksi.
e. Teori humanistik
Likert (1961) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses yang saling berhubungan dimana seseorang pemimpin harus memperhitungkan harapan-harapan, nilai-nilai dan keterampilan individual dari mereka yang terlibat dalam interaksi seorang pemimpin dengan anggota-anggotanya yang terlibat dengan memperhitungkan harapan, nilai dan keterampilan individual. f. Teori pertukaran
Blau (1964) menyatakan pengangkatan seseorang anggota untuk menempati status yang cukup tinggi merupakan manfaat
yang besar bagi dirinya. Pemimpin cenderung akan kehilangan kekuasaannya bila para anggota tidak lagi sepenuh hati melaksanakan segala kewajibannya. Berbeda dengan teori lain di atas, Blau mengartikan kepemimpinan yakni seorang pemimpin akan kehilangan kekuasaannya bila para anggota yang telah diangkat menjadi orang kepercayaan itu tidak lagi melaksanakan kewajibannya dengan sepenuh hati.16
Dilihat dari teori-teori kepemimpinan bahwa setiap orang yang mendominasi dalam suatu kelompok dan mampu mengatur, menggerakkan, memotivasi anggota-anggotanya maka akan tercapai dengan baik suatu harapan-harapan dari kelompok tersebut. Seperti halnya dalam pembelajaran disekolah, suatu tujuan dari pembelajaran akan menghasilkan hasil yang baik jika tertanam sikap kepemimpinan siswa dalam belajar. Sikap kepemimpinan siswa tidak hanya didapat dari kegiatan intrakurikuler tetapi bisa dihasilkan dari suatu kegiatan ekstrakurikuler disekolah.
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan tambahan di luar jam pelajaran yang menunjang kreatifitas peserta didik dalam mengembangkan keterampilan serta memperluas pengetahuan siswa yang didapatkan dari kegiatan ekstrakurikuler tersebut.
“Ekstrakurikuler menurut Hadawi Nawawi adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan di luar jam pelajaran (kegiatan kurikulum) sifat kegiatan pendidikan non formal digunakan untuk membantu siswa mengisi waktu senggang secara terarah
16 File.upi.edu/direktori/FIP/JUR_PEND_LUAR_SEKOLAH/194505031971091- MUHAMAD-KOSIM-SIRODJU
melalui pengalaman langsung yang bersifat praktis.”
Ada pula yang mendefinisikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan jam pelajaran biasa (termasuk kegiatan pada waktu libur) yang dilakukan disekolah ataupun diluar dengan tujuan antara lain untuk memperluas pengetahuan dan keterampilan siswa serta melengkapi upaya pembinaan manusia Indonesia seutuhnya.
Sedangkan menurut Suryobroto, ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan diluar struktur program, dilaksanakan diluar jam pelajaran biasa agar memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan siswa.18
Dari beberapa definisi diatas bisa disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran yang diikuti peserta didik guna memperluas pengetahuan dan keterampilan peserta didik yang secara langsung dan praktis.
Adapun tujuan dari diadakannya ekstrakurikuler di sekolah umum ataupun madrasah yakni :
Meningkatkan pemahaman terhadap agama sehingga mampu mengembangkan dirinya sejalan dengan norma-norma agama dan mampu mengamalkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya.
17 Ahmad Nasehudin, Pengaruh Ekstrakurikuler Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik, skripsi desember 2010, hal. 9
a. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan, sosial, budaya, dan alam semesta.
b. Menyalurkan dan mengembangkan potensi dan bakat siswa agar dapat menjadi manusia yang berkreativitas tinggi dan penuh karya. c. Melatih sikap disiplin, kejujuran, kepercayaan, dan tanggung jawab
dalam menjalankan tugas.
d. Menumbuhkembangkan akhlak islami yang mengintegrasikan hubungan dengan Allah, Rasul, manusia, alam semesta, bahkan diri sendiri.
e. Mengembangkan sensitifitas siswa dalam melihat persoalan-persoalan sosial keagamaan sehingga menjadi insan yang proaktif terhadap permasalahan-permasalahan sosial dan dakwah.
f. Memberikan bimbingan dan arahan serta pelatihan kepada siswa agar memiliki fisik yang sehat, bugar, kuat, cekatan, dan terampil. g. Memberi peluang siswa agar memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi (human relation) dengan baik, secara verbal dan non verbal.
h. Melatih kemampuan siswa untuk bekerja dengan sebaik-baiknya, secara mandiri maupun dalam kelompok, menumbuh kembangkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah sehari-hari.19
Dengan dikemukakan tujuan dari diadakannya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan
sesuai karakter bangsa, yakni menjadikan peserta didik mampu berinteraksi terhadap lingkungan sekitar seperti di sekolah, di rumah, di lingkungan sosial. Peserta didik pun akan mendapatkan wawasan luas selain yang didapatkan dari materi pembelajaran di dalam kelas. Oleh sebab itu kegiatan ekstrakurikuler mendukung kegiatan intrakurikuler di sekolah guna mencapai tujuan dari pendidikan.
Adapun ekstrakurikuler yang mampu menjadikan perilaku peserta didik yang sesuai dengan karakter bangsa, yakni ekstrakurikuler pramuka.
Karena ekstrakurikuler pramuka memiliki tugas pokok melaksanakan pendidikan bagi kaum muda dilingkungan luar sekolah dengan tujuan :
Membentuk kader bangsa dan sekaligus kader pembangunan yang beriman dan bertakwa serta berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu membentuk sikap dan perilaku yang positif, menguasai keterampilan dan kecakapan serta memiliki ketahanan mental, moral, spiritual, emosional, intelektual dan fisik sehingga dapat menjadi manusia yang berkepribadian Indonesia, yang percaya pada kemampuan sendiri, sanggup dan mampu membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan masyarakat, bangsa dan negara.
Selain tujuan dari ekstrakurikuler pramuka di atas bahwa ekstrakurikuler pramuka mempunyai peranan penting dalam proses
mentransformasi bakat kepemimpinan peserta didik dan mempunyai peranan penting yang efektif untuk mengajarkan dan mensosialisasikan nilai-nilai dalam menanamkan instrumen untuk memupuk mental kepemimpinan.
Pramuka mengisyaratkan pengembangan kepemimpinan sebagai berikut :
a. Memahami pemahaman konstruktif atas objek-objek nonverbal secara berstruktur dalam rangka equilibrium yang koheren, konsistensi dalam dunia realitas
b. Kemampuan berpikir respofis
c. Mampu mengenal simbol-simbol verbal
d. Bertanggung jawab tentang diri sendiri dan orang lain sehingga mampu menyelaraskan kepentingan individual dengan bertanggung jawab
e. Interaksi dengan orang lain dan kepedulian sampai dengan pergaulan hidup dan pengabdian masyarakat.20
Seperti diketahui gerakan kepramukaan membangun karakter bangsa melalui penyelenggaraan pendidikan budi pekerti dan keterampilan dalam regu-regu kecil yang dinamis. Secara bertahap ditanamkan nilai-nilai luhur bahwa setiap anggota mempunyai kesempatan, tanggung jawab, dan kewajiban yang sama. Bagi anggota muda dan remaja utamanya sebagai latihan untuk hidupnya dimasa
20 Romli, Peran kepramukaan dalam Mengembangkan Bakat Kepemimpinan Siswa, skripsi, November 2010. Hal. 17
regunya dengan penuh tanggung jawab.
3. Pengertian Perilaku
Kata “perilaku” dalam kamus bahasa inggris disebut dengan
behave dan conduct. Behave (kata kerja) berarti berkelakuan/ berperilaku. Sedangkan conduct berarti tingkah laku, sikap, tabiat, memimpin dan menuntun.21 Perilaku juga terdiri dari kata peri dan laku. Peri berarti sekeliling, dekat, dan melingkupi, sedangkan laku berarti tingkah laku, perbuatan dan tindak tanduk.22 Jadi perilaku berarti tindakan atau kelakuan seseorang atau hewan dalam lingkungan sekelilingnya.
“Skinner (1904) berpendapat bahwa tingkah laku manusia selalu dikendalikan oleh faktor dari luar, yaitu berupa lingkungan, rangsangan atau stimulus. Lebih lanjut Skinner mengatakan bahwa dengan memberikan dorongan yang positif (positive reinforcement) suatu tingkah laku akan ditumbuhkan dan dikembangkan. Sebaliknya jika diberi dorongan negatif (negative reinforcement) suatu perilaku akan dihambat.”23
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. Perilaku yang dimiliki seseorang bisa dikatakan sifat atau akhlak apabila mencakup dua hal, yaitu ;
a. Perbuatan itu dilakukan secara terus menerus, dan b. Perbuatan itu dilakukan secara spontanitas.
21 Musyarofah, Hubungan Belajar Akidah Akhlak dengan Perilaku di Luar Sekolah, skripsi, November 2006. Hal, 23
22 Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989, cet ke-2), hal. 671 23 Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2009), hal. 91
“Tingkah laku adalah fungsi dari situasi dan hal-hal yang mendahului situasi tersebut. Tingkah laku ada dua macam, yaitu tingkah laku mekanis yang berhubungan erat dengan anggota badan yang menyebabkan terjadinya gerakan otomatis seperti gerakan reflek sedangkan tingkah laku rasionil adalah tingkah laku yang berhubungan erat dengan jiwa. Seseorang dapat merencanakan atau meninjau kembali suatu tingkah laku karena dikuasai oleh jiwa.24
Perilaku biasanya diasumsikan timbul dari sikap, bahkan kebanyakan seseorang mempunyai asumsi bahwa sikap seseorang menentukan perilakunya. Akan tetapi bagaimanakah relevansi dan konsistensi kedua hal tersebut.
“Beberapa ahli seperti LaPiere yang dikutif oleh David O. Sears
mengatakan “ketidak konsistenan antara sikap dan perilaku”. Sementara yang lain berkesimpulan bahwa faktor penting dari konsisten sikap-perilaku adalah penonjolan sikap yang relevan. Adapun pengertian umum dari sikap itu akan berkaitan dengan perilaku. Semakin besar relevansi spesifik sikap terhadap perilaku, semakin tinggi korelasi antara kedua hal tersebut.”25
Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa perilaku adalah sikap seseorang yang muncul dari lingkungan yang dihadapinya atau respon sikap dari apa yang dihadapinya. Oleh karena itu perilaku seseorang bisa bereaksi spontan ataupun bisa dengan dikendalikan oleh seseorang tersebut. Jadi, perilaku bukan hanya terjadi akibat stimulus-respons tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan dengan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya.
24 Musyarofah, Hubungan Belajar Akidah Akhlak dengan Perilaku di Luar Sekolah,
skripsi, November 2006. Hal, 24 25 Musyarofah. Ibid, Hal, 26
Dalam kurikulum 1946, kurikulum 1961 tidak dikenal adanya mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, dalam kurikulum 1946 dan 1957 materi itu dikemas dalam mata pelajaran pengetahuan umum di Sekolah Dasar atau Tata Negara di Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Baru dalam kurikulum Sekolah Dasar tahun 1968 dikenal mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara. Menurut kurikulum Sekolah Dasar 1968 Pendidikan Kewargaan Negara mencakup Sejarah Indonesia, Geografi, Civics yang diartikan sebagai pengetahuan Kewargaan Negara.
Dalam kurikulum Sekolah Menengah Pertama 1968 Pendidikan Kewargaan Negara tersebut mencakup materi Sejarah Indonesia dan Tata Negara, sedang dalam kurikulum Sekolah Menengah Atas 1968 Pendidikan Kewargaan Negara lebih banyak berisikan materi Undang-Undang Dasar 1945. Sementara itu, menurut kurikulum Sekolah Pendidikan Guru 1969 Pendidikan Kewargaan Negara mencakup sejarah Indonesia, Undang-Undang Dasar, kemasyarakatan, dan Hak Asasi Manusia.
“Dalam Kurikulum Proyek Sekolah Perintis Pembangunan 1973 terdapat mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara dan Pengetahuan Kewargaan Negara. Sedikit berbeda, menurut Kurikulum Proyek Sekolah Perintis Pembangunan 1973 diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial untuk Sekolah Dasar 8 tahun yang berisikan integrasi materi ilmu pengetahuan sosial. Sedangkan di Sekolah Menengah 4 tahun selain Studi Sosial terpadu, juga terdapat mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara sebagai program inti
dan “Civics dan Hukum” sebagai program utama pada jurusan sosial”.26
Dalam wacana yang berkembang selama ini ada dua istilah yang perlu di bedakan, yakni kewargaannegara dan kewarganegaraan. Seperti dibahas oleh Soemantri (1967) istilah kewargaannegara merupakan terjemahan dari “Civics” yang merupakan mata pelajaran sosial yang bertujuan membina dan mengembangkan anak didik agar menjadi warga negara yang baik (good citizen).
Warga negara yang baik adalah warga negara yang tahu, mau, dan mampu berbuat baik “(Soemantri 1970) atau secara umum yang mengetahui, menyadari, dan melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara” (Winataputra 1978).27
Di lain pihak, istilah kewarganegaraan digunakan dalam perundangan mengenai status formal warga negara dalam suatu negara, misalnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 2 tahun 1949 dan peraturan tentang diri kewarganegaraan serta peraturan tentang naturalisasi atau pemerolehan status sebagai warga negara Indonesia bagi orang-orang atau warga negara asing.
Namun demikian, kedua konsep tersebut kini digunakan untuk kedua-duanya dengan istilah kewarganegaraan yang secara konseptual diadopsi dari konsep citizenship, yang secara umum diartikan sebagai hal-hal yang terkait pada status hukum (legal standing) dan karakter
26 Udin S. Winataputra. Pembelajaran PKN di SD. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hal. 14
kewarganegaraan untuk program pengembangan karakter warga negara secara kurikuler.
Pendidikan kewarganegaraan mempunyai fungsi untuk membentuk karakter bangsa. Hal itu dipertegas dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke 4. Adapun tujuan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Departemen Pendidikan Nasional (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut : a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
Kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.28
Djahiri (1994/1995:10) mengemukakan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut :
a. Secara umum. Tujuan pendidikan kewarganegaraan harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa