• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SIKAP KEPEMIMPINAN DALAM KEGIAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH SIKAP KEPEMIMPINAN DALAM KEGIAT"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN DI SMK ALHIDAYAH CIPUTAT

Proposal

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Ujian Akhir Semester V Mata Kuliah : Metode Penelitian

Oleh :

LINDA SARI 2011150210

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PAMULANG

2014

(2)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, bimbingan dan kekuatan Proposal ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat.

Alhamdulillah Proposal ini sudah selesai dan ditujukan untuk Syarat Ujian Akhir Semseter V Mata Kuliah Metode Penelitian. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang.

Penulis sendiri menyadari sesungguhnya masih banyak kekurangan dalam penulisan proposal ini dan ingin mengadakan penyempurnaan-penyempurnaan terhadap beberapa uraian yang terdapat dalam proposal ini. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan.

Penulisan proposal ini dapat terlaksana dengan baik berkat kerja keras penulis dan partisipasi dari berbagai pihak yang memberikan masukan dan data-data. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingan kepada pihak-pihak sebagai berikut :

1. Bapak Aeng Muhidin, M.Pd selaku dosen mata kuliah Metode Penelitian yang tidak kenal lelah meluangkan waktu dan memberikan fikiran, serta arahan kepada penulis dalam menyusun proposal ini

2. Orangtua tercinta yang selalu memberi dukungan, do’a serta kasih sayang, kesabaran dan dorongan spirit maupun materi serta pengorbanan yang selalu diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini yang mudah-mudahan menjai suatu kebanggaan

3. Kakak-kakakku tertersayang yang selalu memberikan motivasi dan masukan 4. Teman-teman FKIP Smt. V yang sama-sama berjuang dan selalu memberikan

motivasi

5. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah memberikan bantuan dan kontribusi yang cukup besar sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini

(3)

Pamulang, Januari 2014

LINDA SARI

(4)

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah... 7

D. Perumusan Masalah... 7

E. Manfaat Penelitian... 8

BAB II DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERFIKIR,

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Deskripsi Teoritis... 9

B. Penelitian yang Relevan... 35

C. Kerangka Berfikir... 36

D. Pengajuan Hipotesis... 38

BAB III METODELOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian... 39

B. Tempat dan Waktu Penelitian... 39

C. Populasi dan Sampel Penelitian... 39

D. Metode Penelitian... 43

E. Teknik Pengumpulan Data... 44

1. Spesifikasi Instrumen... 44

(5)

3. Uji Coba Instrumen... 46

F. Teknik Analisis Data... 48

DAFTAR PUSTAKA

(6)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan sumber daya manusia merupakan salah satu sasaran

pembangunan jangka panjang yang mengiringi laju pertumbuhan

ekonomi. Salah satu pilar dalam meningkatkan mutu sumber daya

manusia adalah bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu hal

pokok yang harus dimiliki oleh setiap warga karena pendidikan

merupakan suatu wadah berupa pola fikir seseorang menjadi lebih maju.

Dengan pendidikan pula yang menjadikan intelektual seseorang menjadi

berkembang dan mampu mengarahkan keahliannya. Seperti dalam

Undang-Undang 1945 “bahwa setiap warga Indonesia wajib

mendapatkan pendidikan yang layak”. Hal ini membuktikan bahwa

Negara Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan.

Kondisi pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami

peningkatan diberbagai bidang. Namun semua itu masih perlu beberapa

usaha yang bisa dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang

baik sesuai dengan rumusan pembukaan Undang-Undang 1945 yaitu

mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu sistem pendidikan

nasional di atur dengan baik oleh pemerintah demi tercapainya cita-cita

bangsa Indonesia. Adapun Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang

sistem pendidikan nasional Pasal 3 menyatakan bahwa :

(7)

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”1

Mengenai hal itu untuk mencapai tujuan tersebut, melalui

pelajaran PKn yang diberikan secara formal kepada peserta didik.

Pendidkan Kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan perilaku

pada peserta didik juga dimaksudkan untuk membekali peserta didik

sebagai warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, secara

kurikuler Pendidikan Kewarganegaraan yang harus menjadi wahana

psikologis-pedalogis yang utama.

Pada umumnya jalur pendidikan yang dilakukan oleh

sekolah-sekolah melalui jalur pendidikan formal. Di mana proses pembelajaran

disekolah dibagi menjadi 2 bagian yakni kegiatan intrakurikuler dan

ekstrakurikuler guna membentuk perilaku peserta didik sesuai dengan

kepribadian bangsa. Pembentukan perilaku yang sesuai dengan

kepribadian bangsa tidak hanya dibentuk atau dihasilkan dari suatu mata

pelajaran yang diikuti tapi ada kegiatan lain seperti kegiatan

ekstrakurikuler yang berperan dalam pembentukan perilaku peserta

didik. Seperti yang dikemukakan oleh Rusli Ruslan salah satu dosen

Universitas Pendidikan Indonesia, mengatakan bahwa :

“Program ekstrakurikuler merupakan bagian internal dari proses belajar yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan anak didik. Antara kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler

(8)

ekstrakurikuler untuk menyalurkan bakat atau pendorong perkembangan potensi anak didik mencapai tarap maksimum.’’2

Sehubungan dengan penjelasan tersebut maka kegiatan

ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang menekankan kepada

kebutuhan peserta didik agar menambah wawasan, sikap dan

keterampilan peserta didik baik diluar jam pelajaran wajib serta

kegiatannya dilakukan didalam dan diluar sekolah. Kegiatan

ekstrakurikuler yang diketahui mampu mengembangkan perilaku peserta

didik salah satunya yakni kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Kegiatan

pramuka merupakan suatu wadah pembinaan dan pengembangan sumber

daya generasi muda yang memiliki watak, akhlak dan juga memiliki

budi pekerti luhur serta tanggung jawab. Seperti yang disebutkan pada

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka tahun

2005 yang berbunyi :

“Gerakan Pramuka memiliki tugas pokok melaksanakan pendidikan bagi kaum muda dilingkungan luar sekolah dengan tujuan : Membentuk kader bangsa dan sekaligus kader pembangunan yang beriman dan bertakwa serta berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Membentuk sikap dan perilaku yang positif, menguasai keterampilan dan kecakapan serta memiliki ketahanan mental, moral, spiritual, emosional, intelektual dan fisik sehingga dapat menjadi manusia yang berkepribadian Indonesia, yang percaya pada kemampuan sendiri, sanggup dan mampu membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan masyarakat, bangsa dan negara.3

2 File.upi.edu/direktori/FIP/JUR_PEND_LUAR_SEKOLAH/194505031971091- MUHAMAD-KOSIM-SIRODJU.

(9)

Dengan demikian, melalui kegiatan pramuka peserta didik dapat

mengembangkan perilaku dan sikap positif terutama sikap

kepemimpinannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Berdisiplin dan juga memiliki sikap dan perilaku yang baik di

dalam sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai contoh perilaku yang

baik didalam sekolah seperti berdisiplin dalam belajar, bertanggung

jawab terhadap tugas mata pelajaran, santun terhadap warga sekolah,

rajin, terampil. Sedangkan contoh perilaku yang baik di luar sekolah

seperti suka menolong, cinta alam dan kasih sayang sesama manusia,

hemat cermat dan bersahaja, suci dalam pikiran, perkataan, dan

perbuatan.

Tetapi kenyataan yang terjadi, perilaku peserta didik yang

semakin hari semakin merosot itu menjadi masalah besar dalam dunia

pendidikan. Dilihat dari hasil pendidikan kewarganegaraan pun belum

sepenuhnya sesuai dengan tujuan dari pendidikan kewarganegaraan itu

sendiri. Sampai saat ini masih banyak generasi muda yang melakukan

tindakan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di

Indonesia dan masih banyaknya kekerasan dan kejahatan yang dilakukan

oleh kalangan pemuda.

(10)

pelajaran, terkesan membosankan serta kurang menarik bahkan monoton. Kedua, guru hanya mengedepankan aspek kognitif saja tapi aspek yang lainnya kurang diperhatikan. Ketiga, skenario pembelajaran yang telah disusun dalam pelaksanaannya terkadang banyak yang tidak sesuai karena kondisi kelas yang kurang sesuai. “4

Dari kondisi tersebut maka tidak heran jika partisipasi peserta

didik sangat minim sehingga peserta didik kurang berperan aktif dalam

pembelajaran dan menyebabkan kurang terbentuknya perilaku yang baik

didalam diri peserta didik karena tidak melekatnya pemahaman tentang

nilai-nilai kehidupan yang berdasarkan pada ideologi bangsa. Perilaku

peserta didik yang disebutkan seperti diatas karena kurangnya sikap

kedisiplinan dan kepemimpinan dari dalam dirinya sehingga tidak bisa

mengikuti pelajaran yang seharusnya diikuti karena pendidikan

kewarganegaraan sangatlah penting bagi kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Selain itu pendidikan kewarganegaraan salah

satu mata pelajaran yang mampu membentuk perilaku peserta didik agar

peserta didik berperilaku sesuai dengan nilai-nilai bangsa.

Peserta didik yang memiliki sikap kepemimpinan dan

kedisiplinan yang sudah tertanam dalam dirinya seperti yang didapat

dari kegiatan ekstrakurikuler akan mampu mengikuti pembelajaran

sebagaimana mestinya dan akan mampu mengatur dirinya dalam

mengikuti pelajaran tanpa harus berpacu pada pendidik yang kurang

professional dalam mengajar, karena seorang peserta didik yang

memiliki sikap pemimpin akan selalu berperan aktif dan berperilaku

(11)

baik dalam belajar sehingga dapat mengaplikasikan dalam

kehidupannya. Oleh sebab itu akan mudah terbentuk suatu perilaku yang

sesuai dengan tujuan pendidikan kewarganegaraan yakni memfokuskan

pada pembentukan diri yang beragam dari agama, sosial-budaya,

bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia

yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia serta tujuan

pendidikan nasional.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka identifikasi masalah

dalam penelitian ini adalah :

1. Kegiatan ekstrakurikuler pramuka belum maksimal dikembangkan

untuk meningkatkan sikap kepemimpinan dan kedisiplinan peserta

didik dalam belajar.

2. Terdapat perilaku peserta didik yang kurang baik dalam mengikuti

pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.

3. Sikap kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka belum

dapat meningkatkan partisipasi peserta didik dalam belajar

pendidikan kewarganegaraan.

4. Kurangnya sikap disiplin peserta didik dalam mengikuti

pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.

5. Masih kurang efektif partisipasi peserta didik dalam pembelajaran

(12)

belajar pendidikan kewarganegaraan.

7. Kurangnya sikap kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler

pramuka dapat mempengaruhi perilaku peserta didik dalam

pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah,

maka penelitian ini dibatasi pada “ Pengaruh Sikap Kepemimpinan

Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka Terhadap Perilaku Peserta

Didik di Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan “.

Adapun yang dimaksud dengan sikap kepemimpinan yaitu sikap

yang mengatur diri untuk melakukan sesuatu dengan penuh tanggung

jawab dan mempunyai tujuan yang akan dicapainya.

Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku peserta didik adalah

sikap seseorang yang dapat diamati oleh panca indera sebagai hasil dari

interaksi di lingkungannya.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah ditetapkan, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut : “Apakah ada pengaruh sikap

kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka terhadap

perilaku peserta didik di dalam pembelajaran pendidikan

(13)

E.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan sikap kepemimpinan peserta didik dalam

kegiatan ekstrakurikuler pramuka.

2. Untuk mendeskripsikan perilaku peserta didik dalam pembelajaran

pendidikan kewarganegaraan.

3. Untuk membuktikan adanya korelasi antara sikap kepemimpinan

dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan perilaku peserta

didik dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat atau berguna

bagi berbagai pihak, antara lain :

1. Bagi sekolah, sebagai masukan dan refleksi sekolah tentang korelasi

antara sikap kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka

dengan perilaku peserta didik dalam pembelajaran pendidikan

kewarganegaraan.

2. Bagi pendidik, sebagai masukan dalam menindak lanjuti tentang

perilaku peserta didik dalam pembelajaran khususnya pada mata

pelajaran pendidikan kewarganegaraan.

3. Bagi peneliti, sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian lebih

lanjut.

BAB II

(14)

A. Deskripsi Teoritik

1. Pengertian Sikap

Sikap pada awalnya diartikan sebgai suatu syarat untuk

munculnya suatu tindakan. Konsep itu kemudian berkembang dan

semakin luas dan digunakan untuk menggambarkan adanya suatu niat

yang khusus atau umum, berkaitan dengan kontrol terhadap respon

pada keadaan tertentu. Apa yang dimaksud dengan sikap itu? dibawah

ini disampaikan tentang pengertian sikap dari beberapa ahli :

Menurut Masri (1972): “ mngartikan sikap sebagai kesediaan

yang diarahkan untuk menilai dan menanggapi sesuatu “.5 Yang

dimaksud dengan diarahkan untuk menilai dan menanggapi sesuatu

yakni suatu respon dari dalam diri seseorang menanggapi situasi

tertentu dan memberikan umpan balik terhadap sesuatu yang terjadi

disekelilingnya.

Berkman dan Gilson (1981): “mendefinisikan sikap adalah

evaluasi individu yang berupa kecenderungan (inclination) terhadap

element diluar dirinya“.6 Kecenderungan yang dimaksud yakni

kecenderungan untuk bereaksi. Sikap merupakan penentu yang penting

dalam tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu

berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang atau tidak senang.

Allfort ( dalam Assael, 1984): “mendefinisikan sikap adalah

keadaan siap (predisposisi) yang dipelajari untuk merespon objek

5 Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal.45 6 Zaim Elmubarok. Ibid, hal. 45

(15)

tertentu yang secara konsisten mengarah pada arah yang mendukung

(favorable) atau menolak (unfavorable)“.7 Bahwa kesiapan yang

dimaksud merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi

dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus

yang menghendaki adanya respon.

Hawkins Dkk (1986): “menyebutkan bahwa sikap adalah

pengorganisasian secara ajeg dan bertahan (enduring) atas motif,

keadaan emosional, persepsi dan proses-proses kognitif untuk

memberikan respon terhadap dunia luar”.8 Yang memegang peranan

penting di dalam sikap ialah faktor perasaan atau emosi, dan faktor

kedua adalah reaksi atau respon jadi dari faktor tersebut memberikan

suatu respon terhadap dunia luar.

“Azwar (1995), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensist Likert

dan Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Berarti sikap seorang terhadap pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Ketiga, kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik (tradic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.“9

(16)

Pada umumnya rumusan-rumusan mengenai sikap mempunyai

persamaan unsur, yaitu adanya kesediaan untuk berespon terhadap

suatu situasi. Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek, dan sikap

terhadap objek ini disertai dengan perasaan positif dan negatif.

Trandis (1971) membagi sikap menjadi tiga komponen yang dijelaskan sebagai berikut : 1) Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan. Pengetahuan inilah yang akan membentuk keyakinan dan pendapat tertentu tentang objek sikap. 2) Komponen afektif, adalah komponen yang berhubungannya dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluative. Komponen ini erat hubungannya dengan sistem nilai yang dianut pemilik sikap. 3) Komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap“10

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu

bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi

yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan

konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan

berperilaku terhadap suatu objek. Suatu sikap akan terbentuk dari

kerangka pemikiran yakni reaksi terhadap perasaan yang dimunculkan

dengan cara-cara tertentu yang mengarah pada arah yang mendukung.

2. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan suatu sikap yang ada dalam diri

seseorang yang mampu menggerakkan seorang tersebut menjadi lebih

tanggung jawab dalam mengerjakan sesuatu dan mempunyai tujuan

(17)

yang akan dicapainya. Dibawah ini disampaikan tentang pengertian

kepemimpinan para ahli:

Menurut Borgardus (1929) : “kepemimpinan tidak sebagai

penyebab atau pengendali, melainkan sebagai akibat dari tindakan

kelompok”.11 Menurut Borgardus sikap kepemimpinan lahir bukan

suatu penyebab atau pengendali tetapi sikap itu lahir atas akibat dari

tindakan-tindakan kelompok.

Menurut Hemphill (1949) : “kepemimpinan didefinisikan sebagai

tingkah laku seorang individu yang mengatakan aktivitas kelompok”.12

Hemphill lebih menilai sikap kepemimpinan merupakan suatu tingkah

laku seseorang individu yang mendominasi suatu aktifitas kelompok.

Menurut Tannenbaum, Weschler dan Massank (1961) :

“kepemimpinan sebagai pengaruh interpersonal, dipraktekan dalam

suatu situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi untuk mencapai

tujuan”.13 Menurut para ahli ini, sebuah sikap kepemimpinan

merupakan pengaruh seseorang yang mendominasi dalam suatu

aktifitas dan disampaikan melalui komunikasi antar kelompok yang

tergabung didalamnya guna mencapai tujuan bersama.

Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) : “Pengertian

Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar

mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut

untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang

11 File.upi.edu/direktori/FIP/JUR_PEND_LUAR_SEKOLAH/194505031971091- MUHAMAD-KOSIM-SIRODJU

(18)

dalam membangkitkan motivasi dan rasa percaya diri pengikutnya

guna mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.

Menurut Stoner, Freeman dan Gilbert Jr (1995):

“mendefinisikan Kepemimpinan sebagai proses mengarahkan dan

mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota

kelompok itu”15 suatu proses akan berlangsung apabila ada faktor

penggerak. Dengan penggerak ini akan tercipta kegiatan-kegiatan

dimana kegiatan menggiatkan unsur lainnya.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain,

bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku

bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus

dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai

tujuan organisasi atau kelompok. Kepemimpinan juga bawahan dalam

diri seseorang untuk lebih tanggung jawab dalam dirinya dan

menggerakkan suatu kegiatan positif dalam dirinya.

Kepemimpinan adalah sebuah proses dalam upaya meningkatkan

kualitas diri seseorang dalam rangka membangun jati diri seseorang.

Upaya untuk membangun diri seseorang tersebut sangat dipengaruhi

oleh berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan orang tersebut. Hal

(19)

ini sesuai dengan teori tentang kepemimpinan yang disampaikan oleh

beberapa ahli yaitu sebagai berikut:

a. Teori orang-orang terkemuka

Bernard, Bingham, Tead dan Kilbourne menerangkan

kepemimpinan berkenaan dengan sifat-sifat dasar kepribadian dan

karakter. Jadi menurut teori ini, kepemimpinan merupakan sifat

dasar kepribadian dan karakter seseorang. Yang dimaksud sifat

dasar kepribadian seseorang yakni sifat yang ada dalam diri

seseorang yang tumbuh sejak lahir serta perkembangan kepribadian

seseorang dipengaruhi oleh lingkungan orang tersebut. Sedangkan

karakter yakni watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti,

kepribadian atau akhlak seseorang.

b. Teori lingkungan

Mumtord, menyatakan bahwa pemimpin muncul oleh

kemampuan dan keterampilan yang memungkinkan dia

memecahkan masalah sosial dalam keadaan tertekan, perubahan

dan adaptasi. Sedangkan Murphy, menyatakan kepemimpinan tidak

terletak dalam diri individu melainkan merupakan fungsi dari suatu

peristiwa. Dilihat dari teori lingkungan bahwa kepemimpinan

muncul dari keterampilan seseorang dalam memecahkan masalah

sosial dan tidak ada dalam diri individu melainkan muncul dari

suatu peristiwa.

(20)

dari rangkaian tiga faktor, yaitu sifat kepribadian pemimpin, sifat

dasar kelompok dan anggotanya serta peristiwa yang diharapkan

kepada kelompok. Yang dimaksud oleh Case bahwa kepemimpinan

tidak dihasilkan dari satu atau dua faktor, suatu kepemimpinan

dihasilkan oleh tiga faktor yakni dari diri seseorang, kelompok dan

peristiwa yang terjadi dari kelompok.

d. Teori interaksi harapan

Human (1950) menyatakan semakin tinggi kedudukan

individu dalam kelompok maka aktivitasnya semakin meluas dan

semakin banyak anggota kelompok yang berhasil diajak

berinteraksi. Artinya apabila individu sudah mempunyai kedudukan

yang tinggi dalam kelompok maka akan semakin banyak anggota

yang berhasil diajak berinteraksi.

e. Teori humanistik

Likert (1961) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan

proses yang saling berhubungan dimana seseorang pemimpin harus

memperhitungkan harapan-harapan, nilai-nilai dan keterampilan

individual dari mereka yang terlibat dalam interaksi seorang

pemimpin dengan anggota-anggotanya yang terlibat dengan

memperhitungkan harapan, nilai dan keterampilan individual.

f. Teori pertukaran

Blau (1964) menyatakan pengangkatan seseorang anggota

(21)

yang besar bagi dirinya. Pemimpin cenderung akan kehilangan

kekuasaannya bila para anggota tidak lagi sepenuh hati

melaksanakan segala kewajibannya. Berbeda dengan teori lain di

atas, Blau mengartikan kepemimpinan yakni seorang pemimpin

akan kehilangan kekuasaannya bila para anggota yang telah

diangkat menjadi orang kepercayaan itu tidak lagi melaksanakan

kewajibannya dengan sepenuh hati.16

Dilihat dari teori-teori kepemimpinan bahwa setiap orang yang

mendominasi dalam suatu kelompok dan mampu mengatur,

menggerakkan, memotivasi anggota-anggotanya maka akan tercapai

dengan baik suatu harapan-harapan dari kelompok tersebut. Seperti

halnya dalam pembelajaran disekolah, suatu tujuan dari pembelajaran

akan menghasilkan hasil yang baik jika tertanam sikap kepemimpinan

siswa dalam belajar. Sikap kepemimpinan siswa tidak hanya didapat

dari kegiatan intrakurikuler tetapi bisa dihasilkan dari suatu kegiatan

ekstrakurikuler disekolah.

Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan tambahan di luar

jam pelajaran yang menunjang kreatifitas peserta didik dalam

mengembangkan keterampilan serta memperluas pengetahuan siswa

yang didapatkan dari kegiatan ekstrakurikuler tersebut.

“Ekstrakurikuler menurut Hadawi Nawawi adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan di luar jam pelajaran (kegiatan kurikulum) sifat kegiatan pendidikan non formal digunakan untuk membantu siswa mengisi waktu senggang secara terarah

(22)

melalui pengalaman langsung yang bersifat praktis.”

Ada pula yang mendefinisikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler

adalah kegiatan jam pelajaran biasa (termasuk kegiatan pada waktu

libur) yang dilakukan disekolah ataupun diluar dengan tujuan antara

lain untuk memperluas pengetahuan dan keterampilan siswa serta

melengkapi upaya pembinaan manusia Indonesia seutuhnya.

Sedangkan menurut Suryobroto, ekstrakurikuler adalah kegiatan

tambahan diluar struktur program, dilaksanakan diluar jam pelajaran

biasa agar memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan siswa.18

Dari beberapa definisi diatas bisa disimpulkan bahwa kegiatan

ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran yang diikuti

peserta didik guna memperluas pengetahuan dan keterampilan peserta

didik yang secara langsung dan praktis.

Adapun tujuan dari diadakannya ekstrakurikuler di sekolah

umum ataupun madrasah yakni :

Meningkatkan pemahaman terhadap agama sehingga mampu

mengembangkan dirinya sejalan dengan norma-norma agama dan

mampu mengamalkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan,

teknologi dan budaya.

17 Ahmad Nasehudin, Pengaruh Ekstrakurikuler Terhadap Hasil Belajar Peserta

(23)

a. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat

dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan,

sosial, budaya, dan alam semesta.

b. Menyalurkan dan mengembangkan potensi dan bakat siswa agar

dapat menjadi manusia yang berkreativitas tinggi dan penuh karya.

c. Melatih sikap disiplin, kejujuran, kepercayaan, dan tanggung jawab

dalam menjalankan tugas.

d. Menumbuhkembangkan akhlak islami yang mengintegrasikan

hubungan dengan Allah, Rasul, manusia, alam semesta, bahkan diri

sendiri.

e. Mengembangkan sensitifitas siswa dalam melihat

persoalan-persoalan sosial keagamaan sehingga menjadi insan yang proaktif

terhadap permasalahan-permasalahan sosial dan dakwah.

f. Memberikan bimbingan dan arahan serta pelatihan kepada siswa

agar memiliki fisik yang sehat, bugar, kuat, cekatan, dan terampil.

g. Memberi peluang siswa agar memiliki kemampuan untuk

berkomunikasi (human relation) dengan baik, secara verbal dan non

verbal.

h. Melatih kemampuan siswa untuk bekerja dengan sebaik-baiknya,

secara mandiri maupun dalam kelompok, menumbuh kembangkan

kemampuan siswa untuk memecahkan masalah sehari-hari.19

Dengan dikemukakan tujuan dari diadakannya kegiatan

ekstrakurikuler di sekolah maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan

(24)

sesuai karakter bangsa, yakni menjadikan peserta didik mampu

berinteraksi terhadap lingkungan sekitar seperti di sekolah, di rumah,

di lingkungan sosial. Peserta didik pun akan mendapatkan wawasan

luas selain yang didapatkan dari materi pembelajaran di dalam kelas.

Oleh sebab itu kegiatan ekstrakurikuler mendukung kegiatan

intrakurikuler di sekolah guna mencapai tujuan dari pendidikan.

Adapun ekstrakurikuler yang mampu menjadikan perilaku

peserta didik yang sesuai dengan karakter bangsa, yakni

ekstrakurikuler pramuka.

Karena ekstrakurikuler pramuka memiliki tugas pokok

melaksanakan pendidikan bagi kaum muda dilingkungan luar sekolah

dengan tujuan :

Membentuk kader bangsa dan sekaligus kader pembangunan

yang beriman dan bertakwa serta berwawasan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Selain itu membentuk sikap dan perilaku yang positif,

menguasai keterampilan dan kecakapan serta memiliki ketahanan

mental, moral, spiritual, emosional, intelektual dan fisik sehingga dapat

menjadi manusia yang berkepribadian Indonesia, yang percaya pada

kemampuan sendiri, sanggup dan mampu membangun dirinya sendiri

serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan masyarakat,

bangsa dan negara.

Selain tujuan dari ekstrakurikuler pramuka di atas bahwa

(25)

mentransformasi bakat kepemimpinan peserta didik dan mempunyai

peranan penting yang efektif untuk mengajarkan dan mensosialisasikan

nilai-nilai dalam menanamkan instrumen untuk memupuk mental

kepemimpinan.

Pramuka mengisyaratkan pengembangan kepemimpinan sebagai

berikut :

a. Memahami pemahaman konstruktif atas objek-objek nonverbal

secara berstruktur dalam rangka equilibrium yang koheren,

konsistensi dalam dunia realitas

b. Kemampuan berpikir respofis

c. Mampu mengenal simbol-simbol verbal

d. Bertanggung jawab tentang diri sendiri dan orang lain sehingga

mampu menyelaraskan kepentingan individual dengan bertanggung

jawab

e. Interaksi dengan orang lain dan kepedulian sampai dengan

pergaulan hidup dan pengabdian masyarakat.20

Seperti diketahui gerakan kepramukaan membangun karakter

bangsa melalui penyelenggaraan pendidikan budi pekerti dan

keterampilan dalam regu-regu kecil yang dinamis. Secara bertahap

ditanamkan nilai-nilai luhur bahwa setiap anggota mempunyai

kesempatan, tanggung jawab, dan kewajiban yang sama. Bagi anggota

muda dan remaja utamanya sebagai latihan untuk hidupnya dimasa

(26)

regunya dengan penuh tanggung jawab.

3. Pengertian Perilaku

Kata “perilaku” dalam kamus bahasa inggris disebut dengan

behave dan conduct. Behave (kata kerja) berarti berkelakuan/

berperilaku. Sedangkan conduct berarti tingkah laku, sikap, tabiat,

memimpin dan menuntun.21 Perilaku juga terdiri dari kata peri dan

laku. Peri berarti sekeliling, dekat, dan melingkupi, sedangkan laku

berarti tingkah laku, perbuatan dan tindak tanduk.22 Jadi perilaku

berarti tindakan atau kelakuan seseorang atau hewan dalam lingkungan

sekelilingnya.

“Skinner (1904) berpendapat bahwa tingkah laku manusia selalu dikendalikan oleh faktor dari luar, yaitu berupa lingkungan, rangsangan atau stimulus. Lebih lanjut Skinner mengatakan bahwa dengan memberikan dorongan yang positif (positive reinforcement) suatu tingkah laku akan ditumbuhkan dan dikembangkan. Sebaliknya jika diberi dorongan negatif (negative reinforcement) suatu perilaku akan dihambat.”23

Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud

dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. Perilaku yang

dimiliki seseorang bisa dikatakan sifat atau akhlak apabila mencakup

dua hal, yaitu ;

a. Perbuatan itu dilakukan secara terus menerus, dan

b. Perbuatan itu dilakukan secara spontanitas.

21 Musyarofah, Hubungan Belajar Akidah Akhlak dengan Perilaku di Luar Sekolah, skripsi, November 2006. Hal, 23

(27)

“Tingkah laku adalah fungsi dari situasi dan hal-hal yang mendahului situasi tersebut. Tingkah laku ada dua macam, yaitu tingkah laku mekanis yang berhubungan erat dengan anggota badan yang menyebabkan terjadinya gerakan otomatis seperti gerakan reflek sedangkan tingkah laku rasionil adalah tingkah laku yang berhubungan erat dengan jiwa. Seseorang dapat merencanakan atau meninjau kembali suatu tingkah laku karena dikuasai oleh jiwa.24

Perilaku biasanya diasumsikan timbul dari sikap, bahkan

kebanyakan seseorang mempunyai asumsi bahwa sikap seseorang

menentukan perilakunya. Akan tetapi bagaimanakah relevansi dan

konsistensi kedua hal tersebut.

“Beberapa ahli seperti LaPiere yang dikutif oleh David O. Sears

mengatakan “ketidak konsistenan antara sikap dan perilaku”. Sementara yang lain berkesimpulan bahwa faktor penting dari konsisten sikap-perilaku adalah penonjolan sikap yang relevan. Adapun pengertian umum dari sikap itu akan berkaitan dengan perilaku. Semakin besar relevansi spesifik sikap terhadap perilaku, semakin tinggi korelasi antara kedua hal tersebut.”25

Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa perilaku adalah

sikap seseorang yang muncul dari lingkungan yang dihadapinya atau

respon sikap dari apa yang dihadapinya. Oleh karena itu perilaku

seseorang bisa bereaksi spontan ataupun bisa dengan dikendalikan oleh

seseorang tersebut. Jadi, perilaku bukan hanya terjadi akibat

stimulus-respons tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai.

Proses pembelajaran akan berjalan dengan efektif jika peserta didik

mengenal tujuan yang ingin dicapainya.

24 Musyarofah, Hubungan Belajar Akidah Akhlak dengan Perilaku di Luar Sekolah, skripsi, November 2006. Hal, 24

(28)

Dalam kurikulum 1946, kurikulum 1961 tidak dikenal adanya

mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, dalam kurikulum 1946

dan 1957 materi itu dikemas dalam mata pelajaran pengetahuan umum

di Sekolah Dasar atau Tata Negara di Sekolah Menengah Pertama dan

Sekolah Menengah Atas. Baru dalam kurikulum Sekolah Dasar tahun

1968 dikenal mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara. Menurut

kurikulum Sekolah Dasar 1968 Pendidikan Kewargaan Negara

mencakup Sejarah Indonesia, Geografi, Civics yang diartikan sebagai

pengetahuan Kewargaan Negara.

Dalam kurikulum Sekolah Menengah Pertama 1968 Pendidikan

Kewargaan Negara tersebut mencakup materi Sejarah Indonesia dan

Tata Negara, sedang dalam kurikulum Sekolah Menengah Atas 1968

Pendidikan Kewargaan Negara lebih banyak berisikan materi

Undang-Undang Dasar 1945. Sementara itu, menurut kurikulum Sekolah

Pendidikan Guru 1969 Pendidikan Kewargaan Negara mencakup

sejarah Indonesia, Undang-Undang Dasar, kemasyarakatan, dan Hak

Asasi Manusia.

(29)

dan “Civics dan Hukum” sebagai program utama pada jurusan sosial”.26

Dalam wacana yang berkembang selama ini ada dua istilah yang

perlu di bedakan, yakni kewargaannegara dan kewarganegaraan.

Seperti dibahas oleh Soemantri (1967) istilah kewargaannegara

merupakan terjemahan dari “Civics” yang merupakan mata pelajaran

sosial yang bertujuan membina dan mengembangkan anak didik agar

menjadi warga negara yang baik (good citizen).

Warga negara yang baik adalah warga negara yang tahu, mau,

dan mampu berbuat baik “(Soemantri 1970) atau secara umum yang

mengetahui, menyadari, dan melaksanakan hak dan kewajibannya

sebagai warga negara” (Winataputra 1978).27

Di lain pihak, istilah kewarganegaraan digunakan dalam

perundangan mengenai status formal warga negara dalam suatu negara,

misalnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 2 tahun 1949

dan peraturan tentang diri kewarganegaraan serta peraturan tentang

naturalisasi atau pemerolehan status sebagai warga negara Indonesia

bagi orang-orang atau warga negara asing.

Namun demikian, kedua konsep tersebut kini digunakan untuk

kedua-duanya dengan istilah kewarganegaraan yang secara konseptual

diadopsi dari konsep citizenship, yang secara umum diartikan sebagai

hal-hal yang terkait pada status hukum (legal standing) dan karakter

26 Udin S. Winataputra. Pembelajaran PKN di SD. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hal. 14

(30)

kewarganegaraan untuk program pengembangan karakter warga negara

secara kurikuler.

Pendidikan kewarganegaraan mempunyai fungsi untuk

membentuk karakter bangsa. Hal itu dipertegas dalam pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke 4. Adapun tujuan pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan dalam Departemen Pendidikan Nasional

(2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut :

a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.28

Djahiri (1994/1995:10) mengemukakan tujuan Pendidikan

Kewarganegaraan sebagai berikut :

a. Secara umum. Tujuan pendidikan kewarganegaraan harus ajeg dan

mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu

“Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia

Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur,

memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan

(31)

jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa

tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

b. Secara khusus. Tujuan pendidikan kewarganegaraan yaitu membina

moral yang diharapakan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari

yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan

Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai

golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan

beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan

kepentingan bersama diatas kepentingan perseorangan dan golongan

sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan

diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang

mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat

Indonesia.29

Tujuan umum pelajaran pendidikan kewarganegaraan ialah

mendidik warga negara agar menjadi warga negara yang baik, yang

dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia

terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis, dan Pancasila

sejati” (Soemantri, 2001:279).

“Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa, tujuan negara mengembangkan Pendidikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat”.30

(32)

Kewarganegaraan, maka dapat disimpulkan bahwa Pendididkan

Kewarganegaraan berorientasi pada penanaman konsep kenegaraan

dan juga bersifat implementatif dalam kehidupan sehari-hari. Adapun

harapan yang ingin dicapai setelah pengajaran pendidikan

kewarganegaraan ini, maka akan didapatkan generasi yang menjaga

keutuhan dan persatuan bangsa serta berperilaku yang sesuai dengan

amanat Undang-Undang Dasar negara Indonesia. Selain itu juga

kegiatan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan diharapkan bisa

menarik perhatian peserta didik dalam mengikuti pembelajaran.

Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi

antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti

kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan

menggunakan berbagai model, metode, dan media pembelajaran.

Belajar dalam teori contructivism adalah merupakan proses aktif dari

peserta didik untuk merekontruksi makna dengan cara memahami teks,

kegiatan dialog, pengalaman fisik dan sebagainya. Belajar merupakan

proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan

yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki, sehingga

pengertiannya menjadi berkembang. Dalam kegiatan pembelajaran

selain mengembangkan pemahaman peserta didik maka pendidik

berperan penting di dalam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan

(33)

Pada dasarnya kegiatan pembelajaran adalah merupakan sebuah

upaya menciptakan lingkungan yang memungkinkan timbulnya

inisiatif pada peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar. Kondisi

lingkungan ini harus diciptakan oleh guru, dan setiap respons yang

diberikan peserta didik terhadap lingkungan tersebut harus diberikan

apresiasi yang pantas dan memuaskan peserta didik. Dengan demikian

maka kegiatan pembelajaran akan berjalan sebagaimana yang

dikehendaki. Selain penciptaan lingkungan yang mendukung jalannya

proses pembelajaran maka seorang guru harus menciptakan keadaan

dimana seorang peserta didik mampu belajar dan mempunyai

kesenangan dalam belajar dengan menggunakan stimulasi sebelum

belajar atau menciptakan suatu kondisi yang sama.

“Seperti pendapat E. R Guthri (1886-1959) mengungkapkan prinsip “ the law of association “ dalam belajar, yaitu bahwa sebuah kombinasi stimulasi yang telah menyertai suatu gerakan cenderung akan menimbulkan suatu gerakan itu apabila kombinasi stimulasi itu muncul kembali.”31

Dengan kata lain jika seseorang mengerjakan sesuatu dengan

situasi tertentu, maka dalam situasi yang sama, ia akan mengerjakan

lagi perbuatan yang serupa. Jadi penciptaan kondisi yang sama secara

berulang-ulang menjadi hal yang sangat menentukan terjadinya

kegiatan proses pembelajaran. Selanjutnya dari penciptaan lingkungan

dilanjutkan dengan menciptakan kondisi yang sama secara berulang

dalam belajar maka terbentuk hubungan yang erat antara aksi dan

reaksi dalam belajar.

(34)

Perubahan ini terjadi karena adanya interaksi antar sesama atau dengan

lingkungan. Seseorang dikatakan telah belajar apabila dalam interaksi

tersebut seseorang mengalami perubahan tingkah laku baik dari segi

pengetahuan, sikap maupun keterampilannya. Kata belajar lebih sering

diartikan dalam pengertian yang sempit, yaitu belajar hanya dikaitkan

dengan belajar formal disekolah, misalnya mempelajari pendidikan

kewarganegaraan, matematika dan sebagainya, sehingga hasil yang

berupa prestasi dalam bentuk angka-angka atau nilai ujian. Tapi pada

dasarnya belajar berarti berusaha mengubah tingkah laku, jadi belajar

akan membawa sesuatu perubahan pada individu-individu yang belajar.

Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar

adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk

melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi

penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu

penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk penguatan positif

berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk penguatan negatif

antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan

tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.

“ Beberapa prinsip Skinner antara lain :

a. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguatan.

b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. c. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.

(35)

e. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.

f. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah. g. Dalam pembelajaran digunakan shaping.“32

Selain itu menurut Gagne, belajar adalah suatu proses untuk

memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan,

dan tingkah laku yang diperoleh dari instruksi.33

Selanjutnya terdapat dua proses yang mendasari perkembangan

dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk

membuat dunia kita diterima oleh pikiran, kita melakukan

pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang telah terjadi. Kita

menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke

dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi

adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi

baru. Piaget mngatakan bahwa kita melampaui perkembangan melalui

empat tahap dalam memahami dunia, yaitu : “

a. Tahap sensorimotor (Sensorimotor stage), yang terjadi dari lahir hingga usia 2 tahun, merupakan tahap pertama piaget. Pada tahap ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi (seperti melihat dan mendengar) melalui gerakkan-gerakkan dan tindakkan-tindakkan fisik.

b. Tahap praoperasional (preoperational stage), yang terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua piaget, pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran egosentrisme, animism, dan intuitif.

32 Hari Wibowo. Pengantar Teori-teori Belajar dan Model-model Pembelajaran (Banten: Dinas Pendidikan Provinsi Banten), hal. 9

(36)

berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga piaget. Pada tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam contoh-contoh yang spesifik atau konkrit. d. Tahap operasional formal (formal operational stage), yang

terlihat pada usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan terakhir dari piaget. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkrit dan berpikir secara abstrak dan lebih logis. “34

Setiap tahap tidak bisa berpindah ke tahap berikutnya bila tahap

sebelumnya belum selesai dan setiap umur tidak bisa menjadi patokan

utama seseorang berada pada tahap tertentu karena tergantung dari ciri

perkembangan setiap individu yang bersangkutan.

Dari teori-teori di atas maka ditarik kesimpulan bahwa proses

belajar merupan kegiatan fisik dan mental agar terjadi suatu perubahan

dari proses tersebut dan terjadinya suatu perubahan itu dilalui dari

tahap-tahap dan faktor-faktor lain yang menjadikan proses belajar itu

bermakna dan mencapai tujuan. Pembelajaran juga tidak hanya dilihat

dari hasil nilai yang didapat tetapi dilihat dari perubahan-perubahan

individu yang telah mengalami proses pembelajaran serta akan ada

perubahan dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik.

5. Sikap Kepemimpinan Mempengaruhi Perilaku Peserta Didik

dalam Belajar

Masalah kepemimpinan merupakan masalah yang ugent dihadapi

oleh bangsa Indonesia, terutama yang berhubungan dengan sistem

(37)

pengkaderan. Munculnya krisis kepercayaan dan krisis kepemimpinan

yang melanda negeri ini, harus menjadi bahan renungan dan pemikiran

semua pihak untuk mengatasi persoalan tersebut. Salah satu solusinya

adalah membangun sistem pengkaderan yang terprogram dan terpadu.

Seperti Organisasi Intra Sekolah dan ekstrakurikuler merupakan salah

satu pilar bagi siswa untuk menciptakan pemimpin yang berkarakter.

Sekolah merupakan salah satu sarana yang tepat untuk

membangun sistem pengkaderan yang terpadu. Lingkungan sekolah

dalam lingkungan yang kondusif untuk membentuk kader-kader

pemimpin siswa di masa depan. Lewat proses pembelajaran

kontekstual, yang sedang digalakkan, seperti organisasi, dan

kepemimpinan di kalanngan siswa perlu ditanamkan sejak dini.

Hal itu penting dilakukan mengingat siswa merupakan generasi

muda yang menjadi tumpuan dan harapan bangsa di masa depan.

Wadah-wadah organisasi siswa yang ada dilingkungan sekolah perlu

diberdayakan menjadi sebuah organisasi yang mampu

mengembangkan bakat dan kemampuan leadership/kepemimpinan

siswa. Seperti halnya ekstrakurikuler pramuka yang mampu

menjadikan peserta didik mempunyai sikap kepemimpinan dan disiplin

yang baik.

Seperti pendapat Hourse (1977), mengemukakan bahwa

(38)

kepemimpinan. Sifat atau bakat itu dinamakan karisma atau wibawa.35

Peserta didik yang sudah tertanam sikap kepemimpinan yang

ditanamkan dari kegiatan ekstrakurikuler pramuka maka akan

berperilaku lebih baik dalam lingkungan manapun. Seperti di sekolah,

dirumah, bahkan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas.

Peserta didik yang memiliki sikap kepemimpinan sudah pasti memiliki

tanggung jawab dan rasa disiplin terutama dalam belajar, karena

peserta didik akan lebih menghargai waktu belajar guna mencapai

tujuan dari pembelajaran tersebut.

“Sikap kepemimpinan akan menghasilkan suatu perilaku yang baik dalam belajar seperti yang dijelaskan dalam teori situasional yakni hubungan antara perilaku pemimpin dan situasi dilingkungan pemimpin itu. dalam hal ini ada dua macam hubungan, yaitu (1) perilaku pemimpin yang merupakan hasil atau akibat dari situasi dan (2) perilaku pemimpin merupakan penentu atau penyebab situasi. Dengan perkataan lain, pada hubungan pertama, pemimpin merupakan variabel ikatan (dependent variable), sedangkan yang kedua masuk dalam variabel bebas (independent variable),”36

Adapun yang dimaksud dengan perilaku pemimpin dan situasi

lingkungan pemimpin itu jika dikaitkan dengan proses pembelajaran

maka seorang peserta didik yang memiliki sikap kepemimpinan maka

akan menyesuaikan dirinya terhadap lingkungannya terutama di dalam

kegiatan pembelajaran. Penyesuaian diri yang dimaksud adalah akan

terciptanya perilaku yang baik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Berbeda halnya dengan peserta didik yang tidak mempunyai rasa

35 http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli/#ixzzlijX4CPTU

(39)

kepemimpinan maka peserta didik tersebut kurang memiliki rasa

tanggung jawab dan disiplin sepenuhnya serta kurang partisipasi dalam

belajar di kelas. Karena masih banyak ditemukan peserta didik yang

hanya mengikuti pelajaran tapi tidak disiplin, dalam arti berperilaku

kurang baik di dalam mengikuti pelajaran di kelas.

Salah satu contohnya dalam mengikuti pelajaran pendidikan

kewarganegaraan. Peserta didik yang tidak mempunyai sikap

kepemimpinan pasti akan berperilaku kurang baik dalam mengikuti

pelajaran kewarganegaraan karena dinilai mata pelajaran tersebut

kurang penting sehingga peserta didik akan sulit mengikuti

pembelajaran dengan baik. Oleh sebab itu, sikap kepemimpinan itu

perlu ditanamkan dalam diri peserta didik untuk dihasilkannya perilaku

yang baik pula di lingkungan manapun terutama dalam mengikuti

pelajaran di kelas.

B. Penelitian yang Relevan

Skripsi saudara Ahmad Nasehudin, mahasiswa Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menjelaskan terdapat hubungan

kegiatan ekstrakurikuler terhadap prestasi belajar siswa.

Berdasarkan skripsi saudara Ahmad Nasehudin didapatkan ‘r’

hitung sebesar 0,59. Harga ‘r’ hitung lebih besar dari pada ‘r’ tabel pada

taraf signifikansi 5 % sebesar 0,250, maupun taraf signifikansi 1 % yaitu

sebesar 0,325 sehingga pengajuan hipotesis diterima dengan demikian

(40)

sekolah. Peserta didik yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler

diharapkan mampu mengembangkan potensi yang mereka miliki, baik

dalam mengembangkan potensi dan bakat yang ada dalam diri mereka,

maupun yang berkaitan dengan aplikasi ilmu pengetahuan yang

didapatkannya di dalam kelas, sehingga diharapkan dapat membantu

peserta didik untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal.

Dengan demikian terdapat hubungan antara kegiatan

ekstrakurikuler terhadap prestasi belajar peserta didik. Semakin intensif

peserta didik mengikuti kegiatan ekstrakurikuler maka semakin baik pula

prestasi belajarnya.

C. Kerangka Berfikir

Pendidikan mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dalam

pembentukan sikap dan kepribadian seseorang karena salah satu tujuan

pendidikan itu membentuk suatu perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai

yang terkandung dalam ideologi bangsa Indonesia. Salah satu mata

pelajaran yang membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa

yakni pendidikan pancasila dan kewarganegaraan.

Tapi pada kenyataannya suatu perilaku itu belum terbentuk

sepenuhnya karena sampai saat ini masih banyak perilaku masyarakat

yang bertentangan dengan norma-norma yang ada di negara ini. Hal itu

sangat disayangkan karena pemahaman tentang nilai-nilai yang ada pada

(41)

menempuh pendidikan sehingga perilaku yang dicerminkan bukan

perilaku yang baik dan tidak sesuai dengan karakter bangsa.

Perilaku-perilaku yang kurang baik pun terjadi dalam proses

pembelajaran terutama pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.

Contohnya peserta didik mengabaikan pelajaran, tidak tanggung jawab

dengan pekerjaan rumah, tidak jujur saat ulangan, suka membantah, acuh

ataupun sampai yang sering melakukan kegaduhan didalam kelas

sehingga mengakibatkan peserta didik tidak mampu memahami

pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sampai pada nilai-nilai

pancasila dengan baik. Hal itu juga karena kurang tertanamnya sikap

kepemimpinan dalam diri peserta didik.

Sikap kepemimpinan yang baik dalam diri peserta didik terbentuk

tidak hanya dari kegiatan intrakurikuler di sekolah tetapi bisa juga

terbentuk dari kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan diluar jam

pelajaran. Kegiatan ekstrakurikuler yang mampu membentuk suatu sikap

kepemimpinan peserta didik dengan baik yakni kegiatan ekstrakurikuler

pramuka. Karena jelas tujuan dari kegiatan pramuka untuk membentuk

perilaku positif yang sesuai dengan karakter bangsa dan nilai-nilai

Pancasila.

Peserta didik yang mempunyai sikap yang baik seperti mempunyai

sikap kepemimpinan yang tinggi dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka

akan mampu mengikuti pembelajaran pendidikan kewarganegaraan

dengan baik karena sikap kepemimpinan yang didapat dari kegiatan

(42)

pendidikan kewarganegaraan.

Dengan demikian sikap kepemimpinan dalam peserta didik

memiliki peranan yang sangat menentukan dalam proses belajar terutama

dalam belajar pendidikan kewarganegaraan. Apabila sikap kepemimpinan

peserta didik itu baik maka perilaku dalam belajar pendidikan

kewarganegaraan akan baik tetapi sebaliknya sikap kepemimpinan peserta

didik kurang tertanam dalam dirinya maka perilaku dalam belajar

pendidikan kewarganegaraan kurang baik.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan Deskripsi Teoritik dan Kerangka Berfikir tersebut

maka hipotesis penelitian ini sebagai berikut :

Diduga ada pengaruh sikap kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler

pramuka terhadap perilaku peserta didik dalam pembelajaran pendidikan

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh sikap

kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka terhadap perilaku

peserta didik dalam belajar pendidikan kewarganegaraan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan pada Sekolah Menengah Atas atau

sekolah Menengah Kejuruan yaitu : SMK Al-Hidayah Jl. R. E.

Martadinata No. 7 Kelurahan Cipayung Kecamatan Ciputat 15411

Tangerang Selatan- Banten.

2. Waktu Penelitian

Aktifitas penelitian ini secara keseluruhan dilaksanakan kurang

lebih selama 2 bulan yang dimulai pada bulan desember 2013 sampai

dengan bulan januari 2014.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

(44)

generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai

kuantitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Soenarto (1987: 2) mengatakan bahwa populasi adalah suatu

kelompok manusia, rumah, binatang dan sebagainya yang paling

sedikit mempunyai ciri atau karakteristik tertentu.

Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

populasi merupakan obyek atau subyek yang berada di suatu wilayah

yang memiliki ciri atau karakteristik yang memenuhi syarat-syarat

tertentu berkaitan dengan masalah penelitian.

Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh peserta didik

yang mengikuti ekstrakurikuler pramuka di SMK Al-Hidayah Ciputat.

Adapun jumlah peserta didik keseluruhan di SMK Al-Hidayah

Ciputat berjumlah 115 orang.

Populasi

Gambar 1. 1

Jumlah siswa di

SMK Al-Hidayah

Kelas X :

35 orang

Kelas XI :

40 orang

Kelas XII :

40 orang

Jumlah :

(45)

2. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau penelitian ini adalah peserta didik kelas XI

dan kelas XII yang mengikuti ekstrakurikuler pramuka. Adapun

sampel penelitian yang diambil sebagai berikut :

Gambar 1.2

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik dalam pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan

rumus Random atau acak untuk mengetahui berapa sampel yang

diambil dari populasi terjangkau.

Adapun Rumus Random adalah sebagai berikut :

Keterangan :

S = Sampel

Jumlah siswa yang mengikuti Ekstrakurikuler di

SMK Al-Hidayah

Kelas XI :

40 orang

Kelas XII :

40 orang

Jumlah :

80 orang

S = ².N.P.Q

(46)

N = Jumlah Populasi

P = Q (Ketetapan Nilai 0,5)

d = Ketetapan Nilai (0,05)

S = ². N. P. Q

d². (N-1)+².P.Q

= 1²x 80x0.5x0.5 (0.05)²x(80-1)+1²x0.5x0.5 = 40.0

000.25 x 79 = 019.75 + 0.25 = 40.0

0020.00 = 000.500 (50 di bulatkan)

Dari 80 populasi terjangkau maka sampel yang diambil

berdasarkan Random yaitu 50 responden dan dengan menggunakan

nomor yang berarti menggunakan sistem acak sistematis. Dalam

penelitian ini dipilih kelas XI dan kelas XII dengan mengambil dari

siswa anak bungsu 20 orang, anak tengah 30 orang, dan anak pertama

30 orang, karena sudah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler lebih lama,

mulai kritis pemikirannya, bisa merubah diri serta dapat merubah

(47)

Adapun sampel yang digunakan sebagai berikut :

Gambar 1.3

Jumlah siswa yang mengikuti Ekstrakuriler Pramuka dari Kelas XI dan

kelas XII

D. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey

dan desain yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah studi korelasi,

dengan menganalisa 2 (dua) variabel yang diteliti yaitu variabel bebas

dalam hal ini sikap kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler

pramuka dan variabel terikat dalam hal ini yaitu perilaku peserta didik

(48)

Dalam penelitian ini data yang diambil melalui instrumen yaitu

seperangkat instrumen pertanyaan yang akan diberikan kepada seluruh

responden yang menjadi sampel penelitian. Alat ukur yang digunakan

berupa pertanyaan yang diajukan dalam skala sikap dan perilaku ada

dua kategori yaitu pertanyaan positif dan pertanyaan negatif.

Untuk variabel X yakni sikap kepemimpinan dalam kegiatan

ekstrakurikuler pramuka dan variabel Y yakni perilaku peserta didik

dalam belajar pendidikan kewarganegaraan melalui instrumen

penelitian yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif dalam bentuk

Skala Likert. Instrumen tentang sikap kepemimpinan dalam kegiatan

ekstrakurikuler Pramuka dan perilaku peserta didik berdasarkan

landasan teori yang telah dideskripsikan. Untuk variabel X terdiri dari

beberapa indikator yaitu sikap memimpin, tanggung jawab, disiplin,

terampil, cinta alam, berani, percaya diri, dan cinta tanah air.

Sedangkan variabel Y terdiri dari indikator sebagai berikut ;

kedisiplinan, kesopanan, kejujuran, keberanian, interaksi sosial,

keaktifan belajar, dan tanggung jawab.

Ketentuan skor variabel X dan variabel Y adalah sebagai berikut:

Alternatif Jawaban SL SR JR TP

Pernyataan Positif 4 3 2 1

Pernyataan Negatif 1 2 3 4

Keterangan : SL = selalu, SR = sering, JR = jarang, TP = tidak pernah.

(49)

Dalam penelitian ini menggunakan Skala Likert pada skala

pengukuran karena penelitian ini akan mengukur tentang perilaku atau

sikap. Instrumen ini diberikan kepada responden penelitian ini yakni

seluruh peserta didik kelas XI dan kelas XII yang mengikuti

ekstrakrukuler pramuka di SMK Al-Hidayah Ciputat-Tangsel.

Untuk mengungkap seberapa besar analisis sikap kepemimpinan

dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan perilaku peserta didik

dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan disusun berdasarkan

kisi-kisi sebagai berikut dengan 4 kategori jawaban : (SL) selalu, (SR)

sering, (JR) jarang, (TP) tidak pernah.

Variable (X) sikap kepemimpinan dalam ekstrakurikuler pramuka :

No. Indikator Nomor Pernyataan jumlah

(50)

7. Tanggung jawab 18, 19, 29 17, 30 5

Jumlah 19 16 35

3. Uji Coba Instrumen

a. Uji Validitas

Dalam menguji hasil uji coba maka digunakan uji validitas dan

reliabilitas. Untuk menguji kuesioner penelitian, dikatakan memiliki

validitas apabila mempunyai dukungan besar terhadap skor.

Pengujian ini digunakan rumus korelasi product moment

dikemukakan oleh Carl Person seperti berikut :

Keterangan :

r : Nilai Koefisien korelasi antara X dan Y

X : Jumlah pengamatan variabel X

Y : Jumlah pengamatan variabel Y

XY : Jumlah hasil perkalian variabel X dan Y

(²) : Jumlah kuadrat dari pengamatan variabel X

()² : Kuadrat dari jumlah pengamatan variabel X

(Y²): Jumlah kuadrat dari pengamatan variabel Y

(Y)² : Kuadrat dari jumlah pengamatan variable Y

(51)

Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrument dapat dipercaya

dan digunakan sebagai alat pengumpul data. Untuk mencari

reliabilitas digunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut :

 =

[

k

][

1

- b²

]

k-1 t²

Keterangan :

 = Reliabilitas Instrumen

k = Banyaknya butir pertanyaan

b² = Jumlah varian butir

t² = Varian total

F. Teknik Analisis Data

1. Pengorganisasian Data

Data-data yang diperoleh dari variabel tersebut, kemudian

disusun dan dikelompokkan dalam bentuk distribusi frekuensi untuk

menentukan mean, median, modus, varian dan simpangan baku.

Kemudian data-data tersebut dianalisis korelasional dalam rangka

menentukan interpretasi darikedua variabel tersebut guna mengambil

sebuah kesimpulan.

2. Hipotesis Statistik

Bentuk hipotesis dalam penelitian ini berbentuk hipotesis

asosiatif. Adapun hipotesis statistik adalah sebagai berikut :

(52)

Hipotesis nol (Ho) : tidak ada pengaruh sikap kepemimpinan dalam

kegiatan ekstrakurikuler pramuka terhadap

perilaku peserta didik dalam belajar pendidikan

kewarganegaraan.

Hipotesis alternatif (Ha) : terdapat pengaruh sikap kepemimpinan

dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka

terhadap perilaku peserta didik dalam belajar

pendidikan kewarganegaraan.

Ho :  = 0 (berarti tidak ada hubungan)

Ho :  0 (berarti ada hubungan)

3. Uji Persyaratan Analisis

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran

data mengikuti sebaran baku atau tidak. Normalitas data dikenakan

terhadap variabel bebas dan terikat. Uji normalitas dilakukan

dengan menggunakan Uji Liliefors dengan langkah-langkah sebagai

berikut :

1) Menentukan mean dan standar deviasi

2) Menentukan angka baku (z) dengan rumus sebagai berikut :

Z

ı = skor – mean SD

3) Menentukan luas tiap angka baku (Zi) dengan menggunakan

Gambar

Gambar 1. 1Jumlah siswa di
Gambar 1.2Jumlah siswa yang mengikuti
Gambar 1.3Jumlah siswa yang mengikuti Ekstrakuriler Pramuka dari Kelas XI dan

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat Dusun Gondang Legi dan Dusun Kepuh desa Wedomartani belum mampu memanfaatkan sampah yang berlimpah karena minimnya kesadaran, pengetahuan dan ketrampilan

Menurut Jones et al., (2006), pembekuan sayuran, salah satunya adalah brokoli adalah proses pengolahan yang sering dilakukan oleh industri makanan dan selalu didahului

Konteks budaya bahasa sumber harus disesuaikan dengan konteks budaya bahasa sasaran, seperti kata rice dalam bahasa Inggris (bahasa sumber) yang diterjemahkan ke dalam

Melihat pembangunan ekonomi Kota Makassar telah menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan karena diimbangi dengan belanja modal daerah dalam meningkatkan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien JKN terhadap pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Andalas dan Klinik Simpang

unit kerja yang menjalankan fungsi pemasaran, fungsi manajemen risiko, fungsi pembukuan, fungsi Kustodian, fungsi teknologi informasi, fungsi kepatuhan, dan fungsi riset

Selain itu hukum Islam juga memiliki prinsip yang sangat bersahaja, dengan konsep kemaslahatan, menegakkan keadilan, tidak menyulitkan, menyedikitkan beban,

sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian kontrak.. Dari pengertian outsourcing / alih daya diatas maka dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu pekerjaan outsourcing /