PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN DI SMK ALHIDAYAH CIPUTAT
Proposal
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Ujian Akhir Semester V Mata Kuliah : Metode Penelitian
Oleh :
LINDA SARI 2011150210
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAMULANG
2014
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, bimbingan dan kekuatan Proposal ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat.
Alhamdulillah Proposal ini sudah selesai dan ditujukan untuk Syarat Ujian Akhir Semseter V Mata Kuliah Metode Penelitian. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pamulang.
Penulis sendiri menyadari sesungguhnya masih banyak kekurangan dalam penulisan proposal ini dan ingin mengadakan penyempurnaan-penyempurnaan terhadap beberapa uraian yang terdapat dalam proposal ini. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan.
Penulisan proposal ini dapat terlaksana dengan baik berkat kerja keras penulis dan partisipasi dari berbagai pihak yang memberikan masukan dan data-data. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan bimbingan kepada pihak-pihak sebagai berikut :
1. Bapak Aeng Muhidin, M.Pd selaku dosen mata kuliah Metode Penelitian yang tidak kenal lelah meluangkan waktu dan memberikan fikiran, serta arahan kepada penulis dalam menyusun proposal ini
2. Orangtua tercinta yang selalu memberi dukungan, do’a serta kasih sayang, kesabaran dan dorongan spirit maupun materi serta pengorbanan yang selalu diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini yang mudah-mudahan menjai suatu kebanggaan
3. Kakak-kakakku tertersayang yang selalu memberikan motivasi dan masukan 4. Teman-teman FKIP Smt. V yang sama-sama berjuang dan selalu memberikan
motivasi
5. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah memberikan bantuan dan kontribusi yang cukup besar sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini
Pamulang, Januari 2014
LINDA SARI
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah... 7
D. Perumusan Masalah... 7
E. Manfaat Penelitian... 8
BAB II DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERFIKIR,
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Deskripsi Teoritis... 9
B. Penelitian yang Relevan... 35
C. Kerangka Berfikir... 36
D. Pengajuan Hipotesis... 38
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian... 39
B. Tempat dan Waktu Penelitian... 39
C. Populasi dan Sampel Penelitian... 39
D. Metode Penelitian... 43
E. Teknik Pengumpulan Data... 44
1. Spesifikasi Instrumen... 44
3. Uji Coba Instrumen... 46
F. Teknik Analisis Data... 48
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan sumber daya manusia merupakan salah satu sasaran
pembangunan jangka panjang yang mengiringi laju pertumbuhan
ekonomi. Salah satu pilar dalam meningkatkan mutu sumber daya
manusia adalah bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu hal
pokok yang harus dimiliki oleh setiap warga karena pendidikan
merupakan suatu wadah berupa pola fikir seseorang menjadi lebih maju.
Dengan pendidikan pula yang menjadikan intelektual seseorang menjadi
berkembang dan mampu mengarahkan keahliannya. Seperti dalam
Undang-Undang 1945 “bahwa setiap warga Indonesia wajib
mendapatkan pendidikan yang layak”. Hal ini membuktikan bahwa
Negara Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan.
Kondisi pendidikan di Indonesia dewasa ini mengalami
peningkatan diberbagai bidang. Namun semua itu masih perlu beberapa
usaha yang bisa dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang
baik sesuai dengan rumusan pembukaan Undang-Undang 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu sistem pendidikan
nasional di atur dengan baik oleh pemerintah demi tercapainya cita-cita
bangsa Indonesia. Adapun Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional Pasal 3 menyatakan bahwa :
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”1
Mengenai hal itu untuk mencapai tujuan tersebut, melalui
pelajaran PKn yang diberikan secara formal kepada peserta didik.
Pendidkan Kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan perilaku
pada peserta didik juga dimaksudkan untuk membekali peserta didik
sebagai warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, secara
kurikuler Pendidikan Kewarganegaraan yang harus menjadi wahana
psikologis-pedalogis yang utama.
Pada umumnya jalur pendidikan yang dilakukan oleh
sekolah-sekolah melalui jalur pendidikan formal. Di mana proses pembelajaran
disekolah dibagi menjadi 2 bagian yakni kegiatan intrakurikuler dan
ekstrakurikuler guna membentuk perilaku peserta didik sesuai dengan
kepribadian bangsa. Pembentukan perilaku yang sesuai dengan
kepribadian bangsa tidak hanya dibentuk atau dihasilkan dari suatu mata
pelajaran yang diikuti tapi ada kegiatan lain seperti kegiatan
ekstrakurikuler yang berperan dalam pembentukan perilaku peserta
didik. Seperti yang dikemukakan oleh Rusli Ruslan salah satu dosen
Universitas Pendidikan Indonesia, mengatakan bahwa :
“Program ekstrakurikuler merupakan bagian internal dari proses belajar yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan anak didik. Antara kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler
ekstrakurikuler untuk menyalurkan bakat atau pendorong perkembangan potensi anak didik mencapai tarap maksimum.’’2
Sehubungan dengan penjelasan tersebut maka kegiatan
ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang menekankan kepada
kebutuhan peserta didik agar menambah wawasan, sikap dan
keterampilan peserta didik baik diluar jam pelajaran wajib serta
kegiatannya dilakukan didalam dan diluar sekolah. Kegiatan
ekstrakurikuler yang diketahui mampu mengembangkan perilaku peserta
didik salah satunya yakni kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Kegiatan
pramuka merupakan suatu wadah pembinaan dan pengembangan sumber
daya generasi muda yang memiliki watak, akhlak dan juga memiliki
budi pekerti luhur serta tanggung jawab. Seperti yang disebutkan pada
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka tahun
2005 yang berbunyi :
“Gerakan Pramuka memiliki tugas pokok melaksanakan pendidikan bagi kaum muda dilingkungan luar sekolah dengan tujuan : Membentuk kader bangsa dan sekaligus kader pembangunan yang beriman dan bertakwa serta berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Membentuk sikap dan perilaku yang positif, menguasai keterampilan dan kecakapan serta memiliki ketahanan mental, moral, spiritual, emosional, intelektual dan fisik sehingga dapat menjadi manusia yang berkepribadian Indonesia, yang percaya pada kemampuan sendiri, sanggup dan mampu membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan masyarakat, bangsa dan negara.3
2 File.upi.edu/direktori/FIP/JUR_PEND_LUAR_SEKOLAH/194505031971091- MUHAMAD-KOSIM-SIRODJU.
Dengan demikian, melalui kegiatan pramuka peserta didik dapat
mengembangkan perilaku dan sikap positif terutama sikap
kepemimpinannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Berdisiplin dan juga memiliki sikap dan perilaku yang baik di
dalam sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai contoh perilaku yang
baik didalam sekolah seperti berdisiplin dalam belajar, bertanggung
jawab terhadap tugas mata pelajaran, santun terhadap warga sekolah,
rajin, terampil. Sedangkan contoh perilaku yang baik di luar sekolah
seperti suka menolong, cinta alam dan kasih sayang sesama manusia,
hemat cermat dan bersahaja, suci dalam pikiran, perkataan, dan
perbuatan.
Tetapi kenyataan yang terjadi, perilaku peserta didik yang
semakin hari semakin merosot itu menjadi masalah besar dalam dunia
pendidikan. Dilihat dari hasil pendidikan kewarganegaraan pun belum
sepenuhnya sesuai dengan tujuan dari pendidikan kewarganegaraan itu
sendiri. Sampai saat ini masih banyak generasi muda yang melakukan
tindakan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di
Indonesia dan masih banyaknya kekerasan dan kejahatan yang dilakukan
oleh kalangan pemuda.
pelajaran, terkesan membosankan serta kurang menarik bahkan monoton. Kedua, guru hanya mengedepankan aspek kognitif saja tapi aspek yang lainnya kurang diperhatikan. Ketiga, skenario pembelajaran yang telah disusun dalam pelaksanaannya terkadang banyak yang tidak sesuai karena kondisi kelas yang kurang sesuai. “4
Dari kondisi tersebut maka tidak heran jika partisipasi peserta
didik sangat minim sehingga peserta didik kurang berperan aktif dalam
pembelajaran dan menyebabkan kurang terbentuknya perilaku yang baik
didalam diri peserta didik karena tidak melekatnya pemahaman tentang
nilai-nilai kehidupan yang berdasarkan pada ideologi bangsa. Perilaku
peserta didik yang disebutkan seperti diatas karena kurangnya sikap
kedisiplinan dan kepemimpinan dari dalam dirinya sehingga tidak bisa
mengikuti pelajaran yang seharusnya diikuti karena pendidikan
kewarganegaraan sangatlah penting bagi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Selain itu pendidikan kewarganegaraan salah
satu mata pelajaran yang mampu membentuk perilaku peserta didik agar
peserta didik berperilaku sesuai dengan nilai-nilai bangsa.
Peserta didik yang memiliki sikap kepemimpinan dan
kedisiplinan yang sudah tertanam dalam dirinya seperti yang didapat
dari kegiatan ekstrakurikuler akan mampu mengikuti pembelajaran
sebagaimana mestinya dan akan mampu mengatur dirinya dalam
mengikuti pelajaran tanpa harus berpacu pada pendidik yang kurang
professional dalam mengajar, karena seorang peserta didik yang
memiliki sikap pemimpin akan selalu berperan aktif dan berperilaku
baik dalam belajar sehingga dapat mengaplikasikan dalam
kehidupannya. Oleh sebab itu akan mudah terbentuk suatu perilaku yang
sesuai dengan tujuan pendidikan kewarganegaraan yakni memfokuskan
pada pembentukan diri yang beragam dari agama, sosial-budaya,
bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia
yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia serta tujuan
pendidikan nasional.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka identifikasi masalah
dalam penelitian ini adalah :
1. Kegiatan ekstrakurikuler pramuka belum maksimal dikembangkan
untuk meningkatkan sikap kepemimpinan dan kedisiplinan peserta
didik dalam belajar.
2. Terdapat perilaku peserta didik yang kurang baik dalam mengikuti
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
3. Sikap kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka belum
dapat meningkatkan partisipasi peserta didik dalam belajar
pendidikan kewarganegaraan.
4. Kurangnya sikap disiplin peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
5. Masih kurang efektif partisipasi peserta didik dalam pembelajaran
belajar pendidikan kewarganegaraan.
7. Kurangnya sikap kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler
pramuka dapat mempengaruhi perilaku peserta didik dalam
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah,
maka penelitian ini dibatasi pada “ Pengaruh Sikap Kepemimpinan
Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka Terhadap Perilaku Peserta
Didik di Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan “.
Adapun yang dimaksud dengan sikap kepemimpinan yaitu sikap
yang mengatur diri untuk melakukan sesuatu dengan penuh tanggung
jawab dan mempunyai tujuan yang akan dicapainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku peserta didik adalah
sikap seseorang yang dapat diamati oleh panca indera sebagai hasil dari
interaksi di lingkungannya.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah ditetapkan, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut : “Apakah ada pengaruh sikap
kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka terhadap
perilaku peserta didik di dalam pembelajaran pendidikan
E.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan sikap kepemimpinan peserta didik dalam
kegiatan ekstrakurikuler pramuka.
2. Untuk mendeskripsikan perilaku peserta didik dalam pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan.
3. Untuk membuktikan adanya korelasi antara sikap kepemimpinan
dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan perilaku peserta
didik dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat atau berguna
bagi berbagai pihak, antara lain :
1. Bagi sekolah, sebagai masukan dan refleksi sekolah tentang korelasi
antara sikap kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka
dengan perilaku peserta didik dalam pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan.
2. Bagi pendidik, sebagai masukan dalam menindak lanjuti tentang
perilaku peserta didik dalam pembelajaran khususnya pada mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan.
3. Bagi peneliti, sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian lebih
lanjut.
BAB II
A. Deskripsi Teoritik
1. Pengertian Sikap
Sikap pada awalnya diartikan sebgai suatu syarat untuk
munculnya suatu tindakan. Konsep itu kemudian berkembang dan
semakin luas dan digunakan untuk menggambarkan adanya suatu niat
yang khusus atau umum, berkaitan dengan kontrol terhadap respon
pada keadaan tertentu. Apa yang dimaksud dengan sikap itu? dibawah
ini disampaikan tentang pengertian sikap dari beberapa ahli :
Menurut Masri (1972): “ mngartikan sikap sebagai kesediaan
yang diarahkan untuk menilai dan menanggapi sesuatu “.5 Yang
dimaksud dengan diarahkan untuk menilai dan menanggapi sesuatu
yakni suatu respon dari dalam diri seseorang menanggapi situasi
tertentu dan memberikan umpan balik terhadap sesuatu yang terjadi
disekelilingnya.
Berkman dan Gilson (1981): “mendefinisikan sikap adalah
evaluasi individu yang berupa kecenderungan (inclination) terhadap
element diluar dirinya“.6 Kecenderungan yang dimaksud yakni
kecenderungan untuk bereaksi. Sikap merupakan penentu yang penting
dalam tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu
berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang atau tidak senang.
Allfort ( dalam Assael, 1984): “mendefinisikan sikap adalah
keadaan siap (predisposisi) yang dipelajari untuk merespon objek
5 Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal.45 6 Zaim Elmubarok. Ibid, hal. 45
tertentu yang secara konsisten mengarah pada arah yang mendukung
(favorable) atau menolak (unfavorable)“.7 Bahwa kesiapan yang
dimaksud merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi
dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus
yang menghendaki adanya respon.
Hawkins Dkk (1986): “menyebutkan bahwa sikap adalah
pengorganisasian secara ajeg dan bertahan (enduring) atas motif,
keadaan emosional, persepsi dan proses-proses kognitif untuk
memberikan respon terhadap dunia luar”.8 Yang memegang peranan
penting di dalam sikap ialah faktor perasaan atau emosi, dan faktor
kedua adalah reaksi atau respon jadi dari faktor tersebut memberikan
suatu respon terhadap dunia luar.
“Azwar (1995), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensist Likert
dan Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Berarti sikap seorang terhadap pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Ketiga, kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik (tradic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.“9
Pada umumnya rumusan-rumusan mengenai sikap mempunyai
persamaan unsur, yaitu adanya kesediaan untuk berespon terhadap
suatu situasi. Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek, dan sikap
terhadap objek ini disertai dengan perasaan positif dan negatif.
“Trandis (1971) membagi sikap menjadi tiga komponen yang dijelaskan sebagai berikut : 1) Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan. Pengetahuan inilah yang akan membentuk keyakinan dan pendapat tertentu tentang objek sikap. 2) Komponen afektif, adalah komponen yang berhubungannya dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluative. Komponen ini erat hubungannya dengan sistem nilai yang dianut pemilik sikap. 3) Komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap“10
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu
bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi
yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan
konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan
berperilaku terhadap suatu objek. Suatu sikap akan terbentuk dari
kerangka pemikiran yakni reaksi terhadap perasaan yang dimunculkan
dengan cara-cara tertentu yang mengarah pada arah yang mendukung.
2. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu sikap yang ada dalam diri
seseorang yang mampu menggerakkan seorang tersebut menjadi lebih
tanggung jawab dalam mengerjakan sesuatu dan mempunyai tujuan
yang akan dicapainya. Dibawah ini disampaikan tentang pengertian
kepemimpinan para ahli:
Menurut Borgardus (1929) : “kepemimpinan tidak sebagai
penyebab atau pengendali, melainkan sebagai akibat dari tindakan
kelompok”.11 Menurut Borgardus sikap kepemimpinan lahir bukan
suatu penyebab atau pengendali tetapi sikap itu lahir atas akibat dari
tindakan-tindakan kelompok.
Menurut Hemphill (1949) : “kepemimpinan didefinisikan sebagai
tingkah laku seorang individu yang mengatakan aktivitas kelompok”.12
Hemphill lebih menilai sikap kepemimpinan merupakan suatu tingkah
laku seseorang individu yang mendominasi suatu aktifitas kelompok.
Menurut Tannenbaum, Weschler dan Massank (1961) :
“kepemimpinan sebagai pengaruh interpersonal, dipraktekan dalam
suatu situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi untuk mencapai
tujuan”.13 Menurut para ahli ini, sebuah sikap kepemimpinan
merupakan pengaruh seseorang yang mendominasi dalam suatu
aktifitas dan disampaikan melalui komunikasi antar kelompok yang
tergabung didalamnya guna mencapai tujuan bersama.
Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) : “Pengertian
Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar
mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut
untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang
11 File.upi.edu/direktori/FIP/JUR_PEND_LUAR_SEKOLAH/194505031971091- MUHAMAD-KOSIM-SIRODJU
dalam membangkitkan motivasi dan rasa percaya diri pengikutnya
guna mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
Menurut Stoner, Freeman dan Gilbert Jr (1995):
“mendefinisikan Kepemimpinan sebagai proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota
kelompok itu”15 suatu proses akan berlangsung apabila ada faktor
penggerak. Dengan penggerak ini akan tercipta kegiatan-kegiatan
dimana kegiatan menggiatkan unsur lainnya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain,
bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku
bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus
dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai
tujuan organisasi atau kelompok. Kepemimpinan juga bawahan dalam
diri seseorang untuk lebih tanggung jawab dalam dirinya dan
menggerakkan suatu kegiatan positif dalam dirinya.
Kepemimpinan adalah sebuah proses dalam upaya meningkatkan
kualitas diri seseorang dalam rangka membangun jati diri seseorang.
Upaya untuk membangun diri seseorang tersebut sangat dipengaruhi
oleh berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan orang tersebut. Hal
ini sesuai dengan teori tentang kepemimpinan yang disampaikan oleh
beberapa ahli yaitu sebagai berikut:
a. Teori orang-orang terkemuka
Bernard, Bingham, Tead dan Kilbourne menerangkan
kepemimpinan berkenaan dengan sifat-sifat dasar kepribadian dan
karakter. Jadi menurut teori ini, kepemimpinan merupakan sifat
dasar kepribadian dan karakter seseorang. Yang dimaksud sifat
dasar kepribadian seseorang yakni sifat yang ada dalam diri
seseorang yang tumbuh sejak lahir serta perkembangan kepribadian
seseorang dipengaruhi oleh lingkungan orang tersebut. Sedangkan
karakter yakni watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti,
kepribadian atau akhlak seseorang.
b. Teori lingkungan
Mumtord, menyatakan bahwa pemimpin muncul oleh
kemampuan dan keterampilan yang memungkinkan dia
memecahkan masalah sosial dalam keadaan tertekan, perubahan
dan adaptasi. Sedangkan Murphy, menyatakan kepemimpinan tidak
terletak dalam diri individu melainkan merupakan fungsi dari suatu
peristiwa. Dilihat dari teori lingkungan bahwa kepemimpinan
muncul dari keterampilan seseorang dalam memecahkan masalah
sosial dan tidak ada dalam diri individu melainkan muncul dari
suatu peristiwa.
dari rangkaian tiga faktor, yaitu sifat kepribadian pemimpin, sifat
dasar kelompok dan anggotanya serta peristiwa yang diharapkan
kepada kelompok. Yang dimaksud oleh Case bahwa kepemimpinan
tidak dihasilkan dari satu atau dua faktor, suatu kepemimpinan
dihasilkan oleh tiga faktor yakni dari diri seseorang, kelompok dan
peristiwa yang terjadi dari kelompok.
d. Teori interaksi harapan
Human (1950) menyatakan semakin tinggi kedudukan
individu dalam kelompok maka aktivitasnya semakin meluas dan
semakin banyak anggota kelompok yang berhasil diajak
berinteraksi. Artinya apabila individu sudah mempunyai kedudukan
yang tinggi dalam kelompok maka akan semakin banyak anggota
yang berhasil diajak berinteraksi.
e. Teori humanistik
Likert (1961) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan
proses yang saling berhubungan dimana seseorang pemimpin harus
memperhitungkan harapan-harapan, nilai-nilai dan keterampilan
individual dari mereka yang terlibat dalam interaksi seorang
pemimpin dengan anggota-anggotanya yang terlibat dengan
memperhitungkan harapan, nilai dan keterampilan individual.
f. Teori pertukaran
Blau (1964) menyatakan pengangkatan seseorang anggota
yang besar bagi dirinya. Pemimpin cenderung akan kehilangan
kekuasaannya bila para anggota tidak lagi sepenuh hati
melaksanakan segala kewajibannya. Berbeda dengan teori lain di
atas, Blau mengartikan kepemimpinan yakni seorang pemimpin
akan kehilangan kekuasaannya bila para anggota yang telah
diangkat menjadi orang kepercayaan itu tidak lagi melaksanakan
kewajibannya dengan sepenuh hati.16
Dilihat dari teori-teori kepemimpinan bahwa setiap orang yang
mendominasi dalam suatu kelompok dan mampu mengatur,
menggerakkan, memotivasi anggota-anggotanya maka akan tercapai
dengan baik suatu harapan-harapan dari kelompok tersebut. Seperti
halnya dalam pembelajaran disekolah, suatu tujuan dari pembelajaran
akan menghasilkan hasil yang baik jika tertanam sikap kepemimpinan
siswa dalam belajar. Sikap kepemimpinan siswa tidak hanya didapat
dari kegiatan intrakurikuler tetapi bisa dihasilkan dari suatu kegiatan
ekstrakurikuler disekolah.
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan tambahan di luar
jam pelajaran yang menunjang kreatifitas peserta didik dalam
mengembangkan keterampilan serta memperluas pengetahuan siswa
yang didapatkan dari kegiatan ekstrakurikuler tersebut.
“Ekstrakurikuler menurut Hadawi Nawawi adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan di luar jam pelajaran (kegiatan kurikulum) sifat kegiatan pendidikan non formal digunakan untuk membantu siswa mengisi waktu senggang secara terarah
melalui pengalaman langsung yang bersifat praktis.”
Ada pula yang mendefinisikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler
adalah kegiatan jam pelajaran biasa (termasuk kegiatan pada waktu
libur) yang dilakukan disekolah ataupun diluar dengan tujuan antara
lain untuk memperluas pengetahuan dan keterampilan siswa serta
melengkapi upaya pembinaan manusia Indonesia seutuhnya.
Sedangkan menurut Suryobroto, ekstrakurikuler adalah kegiatan
tambahan diluar struktur program, dilaksanakan diluar jam pelajaran
biasa agar memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan siswa.18
Dari beberapa definisi diatas bisa disimpulkan bahwa kegiatan
ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran yang diikuti
peserta didik guna memperluas pengetahuan dan keterampilan peserta
didik yang secara langsung dan praktis.
Adapun tujuan dari diadakannya ekstrakurikuler di sekolah
umum ataupun madrasah yakni :
Meningkatkan pemahaman terhadap agama sehingga mampu
mengembangkan dirinya sejalan dengan norma-norma agama dan
mampu mengamalkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan budaya.
17 Ahmad Nasehudin, Pengaruh Ekstrakurikuler Terhadap Hasil Belajar Peserta
a. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat
dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan,
sosial, budaya, dan alam semesta.
b. Menyalurkan dan mengembangkan potensi dan bakat siswa agar
dapat menjadi manusia yang berkreativitas tinggi dan penuh karya.
c. Melatih sikap disiplin, kejujuran, kepercayaan, dan tanggung jawab
dalam menjalankan tugas.
d. Menumbuhkembangkan akhlak islami yang mengintegrasikan
hubungan dengan Allah, Rasul, manusia, alam semesta, bahkan diri
sendiri.
e. Mengembangkan sensitifitas siswa dalam melihat
persoalan-persoalan sosial keagamaan sehingga menjadi insan yang proaktif
terhadap permasalahan-permasalahan sosial dan dakwah.
f. Memberikan bimbingan dan arahan serta pelatihan kepada siswa
agar memiliki fisik yang sehat, bugar, kuat, cekatan, dan terampil.
g. Memberi peluang siswa agar memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi (human relation) dengan baik, secara verbal dan non
verbal.
h. Melatih kemampuan siswa untuk bekerja dengan sebaik-baiknya,
secara mandiri maupun dalam kelompok, menumbuh kembangkan
kemampuan siswa untuk memecahkan masalah sehari-hari.19
Dengan dikemukakan tujuan dari diadakannya kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan
sesuai karakter bangsa, yakni menjadikan peserta didik mampu
berinteraksi terhadap lingkungan sekitar seperti di sekolah, di rumah,
di lingkungan sosial. Peserta didik pun akan mendapatkan wawasan
luas selain yang didapatkan dari materi pembelajaran di dalam kelas.
Oleh sebab itu kegiatan ekstrakurikuler mendukung kegiatan
intrakurikuler di sekolah guna mencapai tujuan dari pendidikan.
Adapun ekstrakurikuler yang mampu menjadikan perilaku
peserta didik yang sesuai dengan karakter bangsa, yakni
ekstrakurikuler pramuka.
Karena ekstrakurikuler pramuka memiliki tugas pokok
melaksanakan pendidikan bagi kaum muda dilingkungan luar sekolah
dengan tujuan :
Membentuk kader bangsa dan sekaligus kader pembangunan
yang beriman dan bertakwa serta berwawasan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Selain itu membentuk sikap dan perilaku yang positif,
menguasai keterampilan dan kecakapan serta memiliki ketahanan
mental, moral, spiritual, emosional, intelektual dan fisik sehingga dapat
menjadi manusia yang berkepribadian Indonesia, yang percaya pada
kemampuan sendiri, sanggup dan mampu membangun dirinya sendiri
serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan masyarakat,
bangsa dan negara.
Selain tujuan dari ekstrakurikuler pramuka di atas bahwa
mentransformasi bakat kepemimpinan peserta didik dan mempunyai
peranan penting yang efektif untuk mengajarkan dan mensosialisasikan
nilai-nilai dalam menanamkan instrumen untuk memupuk mental
kepemimpinan.
Pramuka mengisyaratkan pengembangan kepemimpinan sebagai
berikut :
a. Memahami pemahaman konstruktif atas objek-objek nonverbal
secara berstruktur dalam rangka equilibrium yang koheren,
konsistensi dalam dunia realitas
b. Kemampuan berpikir respofis
c. Mampu mengenal simbol-simbol verbal
d. Bertanggung jawab tentang diri sendiri dan orang lain sehingga
mampu menyelaraskan kepentingan individual dengan bertanggung
jawab
e. Interaksi dengan orang lain dan kepedulian sampai dengan
pergaulan hidup dan pengabdian masyarakat.20
Seperti diketahui gerakan kepramukaan membangun karakter
bangsa melalui penyelenggaraan pendidikan budi pekerti dan
keterampilan dalam regu-regu kecil yang dinamis. Secara bertahap
ditanamkan nilai-nilai luhur bahwa setiap anggota mempunyai
kesempatan, tanggung jawab, dan kewajiban yang sama. Bagi anggota
muda dan remaja utamanya sebagai latihan untuk hidupnya dimasa
regunya dengan penuh tanggung jawab.
3. Pengertian Perilaku
Kata “perilaku” dalam kamus bahasa inggris disebut dengan
behave dan conduct. Behave (kata kerja) berarti berkelakuan/
berperilaku. Sedangkan conduct berarti tingkah laku, sikap, tabiat,
memimpin dan menuntun.21 Perilaku juga terdiri dari kata peri dan
laku. Peri berarti sekeliling, dekat, dan melingkupi, sedangkan laku
berarti tingkah laku, perbuatan dan tindak tanduk.22 Jadi perilaku
berarti tindakan atau kelakuan seseorang atau hewan dalam lingkungan
sekelilingnya.
“Skinner (1904) berpendapat bahwa tingkah laku manusia selalu dikendalikan oleh faktor dari luar, yaitu berupa lingkungan, rangsangan atau stimulus. Lebih lanjut Skinner mengatakan bahwa dengan memberikan dorongan yang positif (positive reinforcement) suatu tingkah laku akan ditumbuhkan dan dikembangkan. Sebaliknya jika diberi dorongan negatif (negative reinforcement) suatu perilaku akan dihambat.”23
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud
dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan. Perilaku yang
dimiliki seseorang bisa dikatakan sifat atau akhlak apabila mencakup
dua hal, yaitu ;
a. Perbuatan itu dilakukan secara terus menerus, dan
b. Perbuatan itu dilakukan secara spontanitas.
21 Musyarofah, Hubungan Belajar Akidah Akhlak dengan Perilaku di Luar Sekolah, skripsi, November 2006. Hal, 23
“Tingkah laku adalah fungsi dari situasi dan hal-hal yang mendahului situasi tersebut. Tingkah laku ada dua macam, yaitu tingkah laku mekanis yang berhubungan erat dengan anggota badan yang menyebabkan terjadinya gerakan otomatis seperti gerakan reflek sedangkan tingkah laku rasionil adalah tingkah laku yang berhubungan erat dengan jiwa. Seseorang dapat merencanakan atau meninjau kembali suatu tingkah laku karena dikuasai oleh jiwa.24
Perilaku biasanya diasumsikan timbul dari sikap, bahkan
kebanyakan seseorang mempunyai asumsi bahwa sikap seseorang
menentukan perilakunya. Akan tetapi bagaimanakah relevansi dan
konsistensi kedua hal tersebut.
“Beberapa ahli seperti LaPiere yang dikutif oleh David O. Sears
mengatakan “ketidak konsistenan antara sikap dan perilaku”. Sementara yang lain berkesimpulan bahwa faktor penting dari konsisten sikap-perilaku adalah penonjolan sikap yang relevan. Adapun pengertian umum dari sikap itu akan berkaitan dengan perilaku. Semakin besar relevansi spesifik sikap terhadap perilaku, semakin tinggi korelasi antara kedua hal tersebut.”25
Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa perilaku adalah
sikap seseorang yang muncul dari lingkungan yang dihadapinya atau
respon sikap dari apa yang dihadapinya. Oleh karena itu perilaku
seseorang bisa bereaksi spontan ataupun bisa dengan dikendalikan oleh
seseorang tersebut. Jadi, perilaku bukan hanya terjadi akibat
stimulus-respons tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai.
Proses pembelajaran akan berjalan dengan efektif jika peserta didik
mengenal tujuan yang ingin dicapainya.
24 Musyarofah, Hubungan Belajar Akidah Akhlak dengan Perilaku di Luar Sekolah, skripsi, November 2006. Hal, 24
Dalam kurikulum 1946, kurikulum 1961 tidak dikenal adanya
mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, dalam kurikulum 1946
dan 1957 materi itu dikemas dalam mata pelajaran pengetahuan umum
di Sekolah Dasar atau Tata Negara di Sekolah Menengah Pertama dan
Sekolah Menengah Atas. Baru dalam kurikulum Sekolah Dasar tahun
1968 dikenal mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara. Menurut
kurikulum Sekolah Dasar 1968 Pendidikan Kewargaan Negara
mencakup Sejarah Indonesia, Geografi, Civics yang diartikan sebagai
pengetahuan Kewargaan Negara.
Dalam kurikulum Sekolah Menengah Pertama 1968 Pendidikan
Kewargaan Negara tersebut mencakup materi Sejarah Indonesia dan
Tata Negara, sedang dalam kurikulum Sekolah Menengah Atas 1968
Pendidikan Kewargaan Negara lebih banyak berisikan materi
Undang-Undang Dasar 1945. Sementara itu, menurut kurikulum Sekolah
Pendidikan Guru 1969 Pendidikan Kewargaan Negara mencakup
sejarah Indonesia, Undang-Undang Dasar, kemasyarakatan, dan Hak
Asasi Manusia.
dan “Civics dan Hukum” sebagai program utama pada jurusan sosial”.26
Dalam wacana yang berkembang selama ini ada dua istilah yang
perlu di bedakan, yakni kewargaannegara dan kewarganegaraan.
Seperti dibahas oleh Soemantri (1967) istilah kewargaannegara
merupakan terjemahan dari “Civics” yang merupakan mata pelajaran
sosial yang bertujuan membina dan mengembangkan anak didik agar
menjadi warga negara yang baik (good citizen).
Warga negara yang baik adalah warga negara yang tahu, mau,
dan mampu berbuat baik “(Soemantri 1970) atau secara umum yang
mengetahui, menyadari, dan melaksanakan hak dan kewajibannya
sebagai warga negara” (Winataputra 1978).27
Di lain pihak, istilah kewarganegaraan digunakan dalam
perundangan mengenai status formal warga negara dalam suatu negara,
misalnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 2 tahun 1949
dan peraturan tentang diri kewarganegaraan serta peraturan tentang
naturalisasi atau pemerolehan status sebagai warga negara Indonesia
bagi orang-orang atau warga negara asing.
Namun demikian, kedua konsep tersebut kini digunakan untuk
kedua-duanya dengan istilah kewarganegaraan yang secara konseptual
diadopsi dari konsep citizenship, yang secara umum diartikan sebagai
hal-hal yang terkait pada status hukum (legal standing) dan karakter
26 Udin S. Winataputra. Pembelajaran PKN di SD. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hal. 14
kewarganegaraan untuk program pengembangan karakter warga negara
secara kurikuler.
Pendidikan kewarganegaraan mempunyai fungsi untuk
membentuk karakter bangsa. Hal itu dipertegas dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke 4. Adapun tujuan pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan dalam Departemen Pendidikan Nasional
(2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut :
a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.28
Djahiri (1994/1995:10) mengemukakan tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai berikut :
a. Secara umum. Tujuan pendidikan kewarganegaraan harus ajeg dan
mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu
“Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur,
memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
b. Secara khusus. Tujuan pendidikan kewarganegaraan yaitu membina
moral yang diharapakan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari
yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai
golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan
beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan
kepentingan bersama diatas kepentingan perseorangan dan golongan
sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan
diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang
mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat
Indonesia.29
Tujuan umum pelajaran pendidikan kewarganegaraan ialah
mendidik warga negara agar menjadi warga negara yang baik, yang
dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia
terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis, dan Pancasila
sejati” (Soemantri, 2001:279).
“Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa, tujuan negara mengembangkan Pendidikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat”.30
Kewarganegaraan, maka dapat disimpulkan bahwa Pendididkan
Kewarganegaraan berorientasi pada penanaman konsep kenegaraan
dan juga bersifat implementatif dalam kehidupan sehari-hari. Adapun
harapan yang ingin dicapai setelah pengajaran pendidikan
kewarganegaraan ini, maka akan didapatkan generasi yang menjaga
keutuhan dan persatuan bangsa serta berperilaku yang sesuai dengan
amanat Undang-Undang Dasar negara Indonesia. Selain itu juga
kegiatan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan diharapkan bisa
menarik perhatian peserta didik dalam mengikuti pembelajaran.
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi
antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti
kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan
menggunakan berbagai model, metode, dan media pembelajaran.
Belajar dalam teori contructivism adalah merupakan proses aktif dari
peserta didik untuk merekontruksi makna dengan cara memahami teks,
kegiatan dialog, pengalaman fisik dan sebagainya. Belajar merupakan
proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan
yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki, sehingga
pengertiannya menjadi berkembang. Dalam kegiatan pembelajaran
selain mengembangkan pemahaman peserta didik maka pendidik
berperan penting di dalam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan
Pada dasarnya kegiatan pembelajaran adalah merupakan sebuah
upaya menciptakan lingkungan yang memungkinkan timbulnya
inisiatif pada peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar. Kondisi
lingkungan ini harus diciptakan oleh guru, dan setiap respons yang
diberikan peserta didik terhadap lingkungan tersebut harus diberikan
apresiasi yang pantas dan memuaskan peserta didik. Dengan demikian
maka kegiatan pembelajaran akan berjalan sebagaimana yang
dikehendaki. Selain penciptaan lingkungan yang mendukung jalannya
proses pembelajaran maka seorang guru harus menciptakan keadaan
dimana seorang peserta didik mampu belajar dan mempunyai
kesenangan dalam belajar dengan menggunakan stimulasi sebelum
belajar atau menciptakan suatu kondisi yang sama.
“Seperti pendapat E. R Guthri (1886-1959) mengungkapkan prinsip “ the law of association “ dalam belajar, yaitu bahwa sebuah kombinasi stimulasi yang telah menyertai suatu gerakan cenderung akan menimbulkan suatu gerakan itu apabila kombinasi stimulasi itu muncul kembali.”31
Dengan kata lain jika seseorang mengerjakan sesuatu dengan
situasi tertentu, maka dalam situasi yang sama, ia akan mengerjakan
lagi perbuatan yang serupa. Jadi penciptaan kondisi yang sama secara
berulang-ulang menjadi hal yang sangat menentukan terjadinya
kegiatan proses pembelajaran. Selanjutnya dari penciptaan lingkungan
dilanjutkan dengan menciptakan kondisi yang sama secara berulang
dalam belajar maka terbentuk hubungan yang erat antara aksi dan
reaksi dalam belajar.
Perubahan ini terjadi karena adanya interaksi antar sesama atau dengan
lingkungan. Seseorang dikatakan telah belajar apabila dalam interaksi
tersebut seseorang mengalami perubahan tingkah laku baik dari segi
pengetahuan, sikap maupun keterampilannya. Kata belajar lebih sering
diartikan dalam pengertian yang sempit, yaitu belajar hanya dikaitkan
dengan belajar formal disekolah, misalnya mempelajari pendidikan
kewarganegaraan, matematika dan sebagainya, sehingga hasil yang
berupa prestasi dalam bentuk angka-angka atau nilai ujian. Tapi pada
dasarnya belajar berarti berusaha mengubah tingkah laku, jadi belajar
akan membawa sesuatu perubahan pada individu-individu yang belajar.
Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar
adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk
melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi
penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu
penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk penguatan positif
berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk penguatan negatif
antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan
tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
“ Beberapa prinsip Skinner antara lain :
a. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguatan.
b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. c. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
e. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
f. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah. g. Dalam pembelajaran digunakan shaping.“32
Selain itu menurut Gagne, belajar adalah suatu proses untuk
memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan,
dan tingkah laku yang diperoleh dari instruksi.33
Selanjutnya terdapat dua proses yang mendasari perkembangan
dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk
membuat dunia kita diterima oleh pikiran, kita melakukan
pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang telah terjadi. Kita
menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke
dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi
adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi
baru. Piaget mngatakan bahwa kita melampaui perkembangan melalui
empat tahap dalam memahami dunia, yaitu : “
a. Tahap sensorimotor (Sensorimotor stage), yang terjadi dari lahir hingga usia 2 tahun, merupakan tahap pertama piaget. Pada tahap ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi (seperti melihat dan mendengar) melalui gerakkan-gerakkan dan tindakkan-tindakkan fisik.
b. Tahap praoperasional (preoperational stage), yang terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua piaget, pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran egosentrisme, animism, dan intuitif.
32 Hari Wibowo. Pengantar Teori-teori Belajar dan Model-model Pembelajaran (Banten: Dinas Pendidikan Provinsi Banten), hal. 9
berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga piaget. Pada tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam contoh-contoh yang spesifik atau konkrit. d. Tahap operasional formal (formal operational stage), yang
terlihat pada usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan terakhir dari piaget. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkrit dan berpikir secara abstrak dan lebih logis. “34
Setiap tahap tidak bisa berpindah ke tahap berikutnya bila tahap
sebelumnya belum selesai dan setiap umur tidak bisa menjadi patokan
utama seseorang berada pada tahap tertentu karena tergantung dari ciri
perkembangan setiap individu yang bersangkutan.
Dari teori-teori di atas maka ditarik kesimpulan bahwa proses
belajar merupan kegiatan fisik dan mental agar terjadi suatu perubahan
dari proses tersebut dan terjadinya suatu perubahan itu dilalui dari
tahap-tahap dan faktor-faktor lain yang menjadikan proses belajar itu
bermakna dan mencapai tujuan. Pembelajaran juga tidak hanya dilihat
dari hasil nilai yang didapat tetapi dilihat dari perubahan-perubahan
individu yang telah mengalami proses pembelajaran serta akan ada
perubahan dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik.
5. Sikap Kepemimpinan Mempengaruhi Perilaku Peserta Didik
dalam Belajar
Masalah kepemimpinan merupakan masalah yang ugent dihadapi
oleh bangsa Indonesia, terutama yang berhubungan dengan sistem
pengkaderan. Munculnya krisis kepercayaan dan krisis kepemimpinan
yang melanda negeri ini, harus menjadi bahan renungan dan pemikiran
semua pihak untuk mengatasi persoalan tersebut. Salah satu solusinya
adalah membangun sistem pengkaderan yang terprogram dan terpadu.
Seperti Organisasi Intra Sekolah dan ekstrakurikuler merupakan salah
satu pilar bagi siswa untuk menciptakan pemimpin yang berkarakter.
Sekolah merupakan salah satu sarana yang tepat untuk
membangun sistem pengkaderan yang terpadu. Lingkungan sekolah
dalam lingkungan yang kondusif untuk membentuk kader-kader
pemimpin siswa di masa depan. Lewat proses pembelajaran
kontekstual, yang sedang digalakkan, seperti organisasi, dan
kepemimpinan di kalanngan siswa perlu ditanamkan sejak dini.
Hal itu penting dilakukan mengingat siswa merupakan generasi
muda yang menjadi tumpuan dan harapan bangsa di masa depan.
Wadah-wadah organisasi siswa yang ada dilingkungan sekolah perlu
diberdayakan menjadi sebuah organisasi yang mampu
mengembangkan bakat dan kemampuan leadership/kepemimpinan
siswa. Seperti halnya ekstrakurikuler pramuka yang mampu
menjadikan peserta didik mempunyai sikap kepemimpinan dan disiplin
yang baik.
Seperti pendapat Hourse (1977), mengemukakan bahwa
kepemimpinan. Sifat atau bakat itu dinamakan karisma atau wibawa.35
Peserta didik yang sudah tertanam sikap kepemimpinan yang
ditanamkan dari kegiatan ekstrakurikuler pramuka maka akan
berperilaku lebih baik dalam lingkungan manapun. Seperti di sekolah,
dirumah, bahkan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas.
Peserta didik yang memiliki sikap kepemimpinan sudah pasti memiliki
tanggung jawab dan rasa disiplin terutama dalam belajar, karena
peserta didik akan lebih menghargai waktu belajar guna mencapai
tujuan dari pembelajaran tersebut.
“Sikap kepemimpinan akan menghasilkan suatu perilaku yang baik dalam belajar seperti yang dijelaskan dalam teori situasional yakni hubungan antara perilaku pemimpin dan situasi dilingkungan pemimpin itu. dalam hal ini ada dua macam hubungan, yaitu (1) perilaku pemimpin yang merupakan hasil atau akibat dari situasi dan (2) perilaku pemimpin merupakan penentu atau penyebab situasi. Dengan perkataan lain, pada hubungan pertama, pemimpin merupakan variabel ikatan (dependent variable), sedangkan yang kedua masuk dalam variabel bebas (independent variable),”36
Adapun yang dimaksud dengan perilaku pemimpin dan situasi
lingkungan pemimpin itu jika dikaitkan dengan proses pembelajaran
maka seorang peserta didik yang memiliki sikap kepemimpinan maka
akan menyesuaikan dirinya terhadap lingkungannya terutama di dalam
kegiatan pembelajaran. Penyesuaian diri yang dimaksud adalah akan
terciptanya perilaku yang baik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Berbeda halnya dengan peserta didik yang tidak mempunyai rasa
35 http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli/#ixzzlijX4CPTU
kepemimpinan maka peserta didik tersebut kurang memiliki rasa
tanggung jawab dan disiplin sepenuhnya serta kurang partisipasi dalam
belajar di kelas. Karena masih banyak ditemukan peserta didik yang
hanya mengikuti pelajaran tapi tidak disiplin, dalam arti berperilaku
kurang baik di dalam mengikuti pelajaran di kelas.
Salah satu contohnya dalam mengikuti pelajaran pendidikan
kewarganegaraan. Peserta didik yang tidak mempunyai sikap
kepemimpinan pasti akan berperilaku kurang baik dalam mengikuti
pelajaran kewarganegaraan karena dinilai mata pelajaran tersebut
kurang penting sehingga peserta didik akan sulit mengikuti
pembelajaran dengan baik. Oleh sebab itu, sikap kepemimpinan itu
perlu ditanamkan dalam diri peserta didik untuk dihasilkannya perilaku
yang baik pula di lingkungan manapun terutama dalam mengikuti
pelajaran di kelas.
B. Penelitian yang Relevan
Skripsi saudara Ahmad Nasehudin, mahasiswa Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menjelaskan terdapat hubungan
kegiatan ekstrakurikuler terhadap prestasi belajar siswa.
Berdasarkan skripsi saudara Ahmad Nasehudin didapatkan ‘r’
hitung sebesar 0,59. Harga ‘r’ hitung lebih besar dari pada ‘r’ tabel pada
taraf signifikansi 5 % sebesar 0,250, maupun taraf signifikansi 1 % yaitu
sebesar 0,325 sehingga pengajuan hipotesis diterima dengan demikian
sekolah. Peserta didik yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler
diharapkan mampu mengembangkan potensi yang mereka miliki, baik
dalam mengembangkan potensi dan bakat yang ada dalam diri mereka,
maupun yang berkaitan dengan aplikasi ilmu pengetahuan yang
didapatkannya di dalam kelas, sehingga diharapkan dapat membantu
peserta didik untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal.
Dengan demikian terdapat hubungan antara kegiatan
ekstrakurikuler terhadap prestasi belajar peserta didik. Semakin intensif
peserta didik mengikuti kegiatan ekstrakurikuler maka semakin baik pula
prestasi belajarnya.
C. Kerangka Berfikir
Pendidikan mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dalam
pembentukan sikap dan kepribadian seseorang karena salah satu tujuan
pendidikan itu membentuk suatu perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam ideologi bangsa Indonesia. Salah satu mata
pelajaran yang membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa
yakni pendidikan pancasila dan kewarganegaraan.
Tapi pada kenyataannya suatu perilaku itu belum terbentuk
sepenuhnya karena sampai saat ini masih banyak perilaku masyarakat
yang bertentangan dengan norma-norma yang ada di negara ini. Hal itu
sangat disayangkan karena pemahaman tentang nilai-nilai yang ada pada
menempuh pendidikan sehingga perilaku yang dicerminkan bukan
perilaku yang baik dan tidak sesuai dengan karakter bangsa.
Perilaku-perilaku yang kurang baik pun terjadi dalam proses
pembelajaran terutama pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Contohnya peserta didik mengabaikan pelajaran, tidak tanggung jawab
dengan pekerjaan rumah, tidak jujur saat ulangan, suka membantah, acuh
ataupun sampai yang sering melakukan kegaduhan didalam kelas
sehingga mengakibatkan peserta didik tidak mampu memahami
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sampai pada nilai-nilai
pancasila dengan baik. Hal itu juga karena kurang tertanamnya sikap
kepemimpinan dalam diri peserta didik.
Sikap kepemimpinan yang baik dalam diri peserta didik terbentuk
tidak hanya dari kegiatan intrakurikuler di sekolah tetapi bisa juga
terbentuk dari kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan diluar jam
pelajaran. Kegiatan ekstrakurikuler yang mampu membentuk suatu sikap
kepemimpinan peserta didik dengan baik yakni kegiatan ekstrakurikuler
pramuka. Karena jelas tujuan dari kegiatan pramuka untuk membentuk
perilaku positif yang sesuai dengan karakter bangsa dan nilai-nilai
Pancasila.
Peserta didik yang mempunyai sikap yang baik seperti mempunyai
sikap kepemimpinan yang tinggi dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka
akan mampu mengikuti pembelajaran pendidikan kewarganegaraan
dengan baik karena sikap kepemimpinan yang didapat dari kegiatan
pendidikan kewarganegaraan.
Dengan demikian sikap kepemimpinan dalam peserta didik
memiliki peranan yang sangat menentukan dalam proses belajar terutama
dalam belajar pendidikan kewarganegaraan. Apabila sikap kepemimpinan
peserta didik itu baik maka perilaku dalam belajar pendidikan
kewarganegaraan akan baik tetapi sebaliknya sikap kepemimpinan peserta
didik kurang tertanam dalam dirinya maka perilaku dalam belajar
pendidikan kewarganegaraan kurang baik.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan Deskripsi Teoritik dan Kerangka Berfikir tersebut
maka hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
Diduga ada pengaruh sikap kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler
pramuka terhadap perilaku peserta didik dalam pembelajaran pendidikan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh sikap
kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka terhadap perilaku
peserta didik dalam belajar pendidikan kewarganegaraan.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan pada Sekolah Menengah Atas atau
sekolah Menengah Kejuruan yaitu : SMK Al-Hidayah Jl. R. E.
Martadinata No. 7 Kelurahan Cipayung Kecamatan Ciputat 15411
Tangerang Selatan- Banten.
2. Waktu Penelitian
Aktifitas penelitian ini secara keseluruhan dilaksanakan kurang
lebih selama 2 bulan yang dimulai pada bulan desember 2013 sampai
dengan bulan januari 2014.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai
kuantitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Soenarto (1987: 2) mengatakan bahwa populasi adalah suatu
kelompok manusia, rumah, binatang dan sebagainya yang paling
sedikit mempunyai ciri atau karakteristik tertentu.
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
populasi merupakan obyek atau subyek yang berada di suatu wilayah
yang memiliki ciri atau karakteristik yang memenuhi syarat-syarat
tertentu berkaitan dengan masalah penelitian.
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh peserta didik
yang mengikuti ekstrakurikuler pramuka di SMK Al-Hidayah Ciputat.
Adapun jumlah peserta didik keseluruhan di SMK Al-Hidayah
Ciputat berjumlah 115 orang.
Populasi
Gambar 1. 1
Jumlah siswa di
SMK Al-Hidayah
Kelas X :
35 orang
Kelas XI :
40 orang
Kelas XII :
40 orang
Jumlah :
2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau penelitian ini adalah peserta didik kelas XI
dan kelas XII yang mengikuti ekstrakurikuler pramuka. Adapun
sampel penelitian yang diambil sebagai berikut :
Gambar 1.2
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik dalam pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan
rumus Random atau acak untuk mengetahui berapa sampel yang
diambil dari populasi terjangkau.
Adapun Rumus Random adalah sebagai berikut :
Keterangan :
S = Sampel
Jumlah siswa yang mengikuti Ekstrakurikuler di
SMK Al-Hidayah
Kelas XI :
40 orang
Kelas XII :
40 orang
Jumlah :
80 orang
S = ².N.P.Q
N = Jumlah Populasi
P = Q (Ketetapan Nilai 0,5)
d = Ketetapan Nilai (0,05)
S = ². N. P. Q
d². (N-1)+².P.Q
= 1²x 80x0.5x0.5 (0.05)²x(80-1)+1²x0.5x0.5 = 40.0
000.25 x 79 = 019.75 + 0.25 = 40.0
0020.00 = 000.500 (50 di bulatkan)
Dari 80 populasi terjangkau maka sampel yang diambil
berdasarkan Random yaitu 50 responden dan dengan menggunakan
nomor yang berarti menggunakan sistem acak sistematis. Dalam
penelitian ini dipilih kelas XI dan kelas XII dengan mengambil dari
siswa anak bungsu 20 orang, anak tengah 30 orang, dan anak pertama
30 orang, karena sudah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler lebih lama,
mulai kritis pemikirannya, bisa merubah diri serta dapat merubah
Adapun sampel yang digunakan sebagai berikut :
Gambar 1.3
Jumlah siswa yang mengikuti Ekstrakuriler Pramuka dari Kelas XI dan
kelas XII
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey
dan desain yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah studi korelasi,
dengan menganalisa 2 (dua) variabel yang diteliti yaitu variabel bebas
dalam hal ini sikap kepemimpinan dalam kegiatan ekstrakurikuler
pramuka dan variabel terikat dalam hal ini yaitu perilaku peserta didik
Dalam penelitian ini data yang diambil melalui instrumen yaitu
seperangkat instrumen pertanyaan yang akan diberikan kepada seluruh
responden yang menjadi sampel penelitian. Alat ukur yang digunakan
berupa pertanyaan yang diajukan dalam skala sikap dan perilaku ada
dua kategori yaitu pertanyaan positif dan pertanyaan negatif.
Untuk variabel X yakni sikap kepemimpinan dalam kegiatan
ekstrakurikuler pramuka dan variabel Y yakni perilaku peserta didik
dalam belajar pendidikan kewarganegaraan melalui instrumen
penelitian yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif dalam bentuk
Skala Likert. Instrumen tentang sikap kepemimpinan dalam kegiatan
ekstrakurikuler Pramuka dan perilaku peserta didik berdasarkan
landasan teori yang telah dideskripsikan. Untuk variabel X terdiri dari
beberapa indikator yaitu sikap memimpin, tanggung jawab, disiplin,
terampil, cinta alam, berani, percaya diri, dan cinta tanah air.
Sedangkan variabel Y terdiri dari indikator sebagai berikut ;
kedisiplinan, kesopanan, kejujuran, keberanian, interaksi sosial,
keaktifan belajar, dan tanggung jawab.
Ketentuan skor variabel X dan variabel Y adalah sebagai berikut:
Alternatif Jawaban SL SR JR TP
Pernyataan Positif 4 3 2 1
Pernyataan Negatif 1 2 3 4
Keterangan : SL = selalu, SR = sering, JR = jarang, TP = tidak pernah.
Dalam penelitian ini menggunakan Skala Likert pada skala
pengukuran karena penelitian ini akan mengukur tentang perilaku atau
sikap. Instrumen ini diberikan kepada responden penelitian ini yakni
seluruh peserta didik kelas XI dan kelas XII yang mengikuti
ekstrakrukuler pramuka di SMK Al-Hidayah Ciputat-Tangsel.
Untuk mengungkap seberapa besar analisis sikap kepemimpinan
dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan perilaku peserta didik
dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan disusun berdasarkan
kisi-kisi sebagai berikut dengan 4 kategori jawaban : (SL) selalu, (SR)
sering, (JR) jarang, (TP) tidak pernah.
Variable (X) sikap kepemimpinan dalam ekstrakurikuler pramuka :
No. Indikator Nomor Pernyataan jumlah
7. Tanggung jawab 18, 19, 29 17, 30 5
Jumlah 19 16 35
3. Uji Coba Instrumen
a. Uji Validitas
Dalam menguji hasil uji coba maka digunakan uji validitas dan
reliabilitas. Untuk menguji kuesioner penelitian, dikatakan memiliki
validitas apabila mempunyai dukungan besar terhadap skor.
Pengujian ini digunakan rumus korelasi product moment
dikemukakan oleh Carl Person seperti berikut :
Keterangan :
r : Nilai Koefisien korelasi antara X dan Y
X : Jumlah pengamatan variabel X
Y : Jumlah pengamatan variabel Y
XY : Jumlah hasil perkalian variabel X dan Y
(²) : Jumlah kuadrat dari pengamatan variabel X
()² : Kuadrat dari jumlah pengamatan variabel X
(Y²): Jumlah kuadrat dari pengamatan variabel Y
(Y)² : Kuadrat dari jumlah pengamatan variable Y
Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrument dapat dipercaya
dan digunakan sebagai alat pengumpul data. Untuk mencari
reliabilitas digunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut :
=
[
k][
1
- b²]
k-1 t²
Keterangan :
= Reliabilitas Instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan
b² = Jumlah varian butir
t² = Varian total
F. Teknik Analisis Data
1. Pengorganisasian Data
Data-data yang diperoleh dari variabel tersebut, kemudian
disusun dan dikelompokkan dalam bentuk distribusi frekuensi untuk
menentukan mean, median, modus, varian dan simpangan baku.
Kemudian data-data tersebut dianalisis korelasional dalam rangka
menentukan interpretasi darikedua variabel tersebut guna mengambil
sebuah kesimpulan.
2. Hipotesis Statistik
Bentuk hipotesis dalam penelitian ini berbentuk hipotesis
asosiatif. Adapun hipotesis statistik adalah sebagai berikut :
Hipotesis nol (Ho) : tidak ada pengaruh sikap kepemimpinan dalam
kegiatan ekstrakurikuler pramuka terhadap
perilaku peserta didik dalam belajar pendidikan
kewarganegaraan.
Hipotesis alternatif (Ha) : terdapat pengaruh sikap kepemimpinan
dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka
terhadap perilaku peserta didik dalam belajar
pendidikan kewarganegaraan.
Ho : = 0 (berarti tidak ada hubungan)
Ho : 0 (berarti ada hubungan)
3. Uji Persyaratan Analisis
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran
data mengikuti sebaran baku atau tidak. Normalitas data dikenakan
terhadap variabel bebas dan terikat. Uji normalitas dilakukan
dengan menggunakan Uji Liliefors dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
1) Menentukan mean dan standar deviasi
2) Menentukan angka baku (z) dengan rumus sebagai berikut :
Z
ı = skor – mean SD3) Menentukan luas tiap angka baku (Zi) dengan menggunakan