• Tidak ada hasil yang ditemukan

BELAJAR BUDAYA MELALUI PENERJEMAHAN .

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BELAJAR BUDAYA MELALUI PENERJEMAHAN ."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BELAJAR BUDAYA MELALUI PENERJEMAHAN Aris Wuryantoro

IKIP PGRI Madiun allaam_71@yahoo.co.id

ABSTRACT

“Kill two birds with one stone” is the most appropriate proverb to talk about translation. Translation consists of transferring the meaning from one language into another language. Studying translation means studying two languages at once, i.e. source language and target language which are influenced by its cultures. This paper is intended to investigate the cultural elements in translating words, proverbs or sentences either from English into Indonesian or vice versa. The data of this paper are public announcements or common sayings. After discussing the data, the paper shows that there are many involved cultural elements in translating words, proverbs or sentences from English into Indonesian or vice versa. It needs to produce a good translation especially in naturalness aspect.

Keywords: culture, translation, naturalness, public announcement

PENDAHULUAN

“That woman is pretty-pretty...”. Itulah kalimat yang selalu terngiang di telinga saya yang dilontarkan oleh seorang pemandu amatir ketika bersama seorang turis lewatdi depan kami dan menunjuk ke sekelompok mahasiswa yang sedang ngobrol di kantin kampus. Seketika saya tersentak dan bertanya dalam hati, “Maksud dia (pemandu amatir) apa ya ?”. Tentu hal ini tidak akan terjadi apabila pemandu amatir tersebut mengerti bahasa Inggris dengan baik, terutama sistem bahasanya.

(2)

PEMBAHASAN

Mildred L Larson (1984:3) menyatakan, ...”translation consists of transferring the meaning of the source language into the receptor language. This is done by going from the form of the the first language to the form of a second language by way of semanticstructure. It is meaning which is being transferred and must be held constant. Only the form changes”.Sesuai dengan pernyataan tersebut, penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber ke bahasa penerima atau bahasa sasaran. Makna dalam bahasa sasaran harus sesuai dengan makna dalam bahasa sumber dan yang dapat berubah hanya bentuknya saja. Bentuk gramatikal harus disesuaikan dengan bentuk gramatikal bahasa sasaran, yaitu harus sewajar mungkin dengan bentuk gramatikal bahasa sasaran.Orang yang melakukan penerjemahan disebut penerjemah.

Nababan (2008:17) menyatakan bahwa penerjemah, secara sederhana, diartikan sebagai orang yang menghasilkan terjemahan. Tidak semua orang yang menghasilkan terjemahan dapat disebut penerjemah. Tidak semua orang yang menguasai bahasa asing juga dapat menerjemahkan karena menerjemahkan merupakan kegiatan yang kompleks (Schaffner & Adab, 2000:iii), sulit dan rumit (Soemarno, 2003). Di sisi lain, Aris Wuryantoro (2014) mengungkapkan bahwa penerjemah adalah seseorang yang menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran dengan baik serta mempunyai pengalaman pelatihan profesional dalam teknik-teknik penerjemahan sehingga mampu mengalihkan pesan tertulis dari satu bahasa (bahasa sumber) ke bahasa lain (bahasa sasaran).

Larson, lebih jauh, menyatakan, ”Translation, then, consists of studying the lexicon, grammatical structure, communication situation, and cultural context of the source language text,...”. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh penerjemah dalam menerjemahkan teks bahasa sumber ke bahasa sasaran, salah satunya adalah konteks budaya. Makna dalam bahasa sasaran harus disesuaikan dengan budaya yang terkandung dalam bahasa sasaran agar teks terjemahan dapat berterima pada bahasa sasaran. Dengan kata lain penerjemah harus menguasai dua budaya yang terkandung dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran, seperti yang dilontarkan oleh Hans Vermeer (dalam David Katan, 1999), the translator as bicultural.

Konteks budaya bahasa sumber harus disesuaikan dengan konteks budaya bahasa sasaran, seperti kata rice dalam bahasa Inggris (bahasa sumber) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (bahasa sasaran) menjadi bermacam kata atau makna, seperti padi (apabila masih di sawah atau masih bertangkai), gabah (apabila sudah dipanen/dipetik dan tidak bertangkai lagi dan belum digiling/ditumbuk), beras (bila sudah digiling/ditumbuk tapi belum ditanak), dan nasi (bila sudah ditanak/siap dimakan). Apabila kata rice diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, maka akan jauh lebih beragam lagi makna yang dimilikinya, seperti rungge, jatha, menir, dan upo.

(3)

antara lain faktor fonologis, faktor leksikal, faktor sintaktis, dan faktor tekstual. Faktor budaya juga mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam penerjemahan, yang meliputi faktor antarbudaya dan intrabudaya. Kondisi psikologis dan profesional penerjemah mempunyai pengaruh langsung dalam teks terjemahannya. Faktor personal, yang berbeda akan membedakan hasil terjemahan yang berbeda pula meski dengan satu sumber teks yang sama. Faktor personal meliputi kompetensi personal dan sikap personal.

Faktor budaya memegang peran yang sangat penting dalam penerjemahan. Faktor-faktor budaya yang mempengaruhi dalam proses penerjemahan meliputi: (i) Faktor-faktor antarbudaya. Catford (1969:94) menyatakan bahwa unsur nirpadanan dapat timbul dari dua sumber: pertama adalah unsur linguistik dan kedua adalah unsur budaya. Untuk menangani unsur nirpadanan, Mashadi Said dkk (2003:75-83) menyatakan bahwa dalam menangani kata/ungkapan yang tidak memiliki padanana langsung dalam bahasa sasaran penerjemah profesional paling sering menggunakan strategi padanan deskriptif dan budaya.Lotman dalam Basnett (1992:14) mengungkapkan, “No language can exist unless it is stepped in the context of culture”. Pendapat tersebut didukung oleh pernyataan Nida (1993:i) yang menyatakan, “The role of language within a culture and the influence of the culture on the meanings of words and idioms are so pervasive that scacerly any text can be adequately understood without careful consideration of its cultural background”. Faktor-faktor antarbudaya meliputi: ungkapan khusus dalam budaya, perbedaan estetika, campur tangan politik, dan pengaruh etika; dan (ii) faktor intrabudaya. Perbedaan budaya antara dua daerah atau antara dua masa dapat juga berpengaruh yang berarti dalam proses penerjemahan. Faktor intrabudaya sering membuat perbedaan terjemahan dalam bentuk gayanya bahkan dalam bentuk semantisnya meski dalam satu sumber teks yang sama. Faktor yang sangat berpengaruh pada intrabudaya adalah orientasi strategis dan gaya masa dalam budaya bahasa sasaran.

Karena teks bahasa sasaran tidak akan pernah sepadan dengan teks bahasa sumber, para peneliti membedakan berbagai tipe padanan (Lauscher, 2000). Dalam hal padanan, Newmark (1981) membedakan antara penerjemahan komunikatif dan penerjemahan semantik.Penerjemahan komunikatif berusaha menciptakan efek bagi pembaca teks sasaran yang sama dengan efek yang diterima oleh pembaca teks bahasa sumber. Sebaliknya, penerjemahan semantik mengacu pada makna literal dari teks bahasa sumber tanpa melihat efek yang ditimbulkan pada pembaca teks bahasa sasaran.Di sisi lain, Nida (1964) membedakan padanan menjadi padanan formal dan padanan dinamis atau padanan fungsional. Padanan formal terfokus pada pesan, baik dalam bentuk maupun isinya. Padanan formal mensyaratkan bahwa pesan dalam bahasa sasaran harus memadukan seserasi mungkin unsur-unsur yang berbeda dalam bahasa sumber. Lain halnya dengan Newmark dan Nida, Larson (1984) membedakan penerjemahan menjadi dua macam yakni penerjemahan harfiah dan penerjemahan idiomatis.Penerjemahan harfiah adalah penerjemahan berdasarkan bentuk yang berusaha mengikuti bentuk bahasa sumber, sedangkan penerjemahan idiomatis adalah penerjemahan berdasarkan makna yang berusaha menyampaikan makna teks bahasa sumber dengan bentuk bahasa sasaran.

(4)

hanya mau memeriksa terjemahannya sendiri, namun juga mau mengujikan terjemahannya dengan beberapa jenis pengujian. Pengujian ini dimaksudkan untuk memenuhi kriteria ketepatan (accuracy), kejelasan (clearity) atau keterbacaan (readability), dan kealamiahan (naturalness)atau keberterimaan (acceptability)dalam terjemahannya.

Penerjemah dalam menciptakan terjemahan yang baik tentunya menggunakan strategi dan teknik penerjemahan tepat. Strategi penerjemahan adalah cara penerjemah dalam mengatasi masalah dalam proses menerjemahkan teks bahasa sumber ke bahasa sasaran. Sedangkan teknik penerjemahan adalah cara yang diterapkan dalam terjemahan yang dihasilkan dalam teks bahasa sasaran. Molina dan Albir (2002) menawarkan beberapa teknik penerjemahan, yaitu: adaptation, amplification, borrowing, calque, compensation, description, discursive creation, established equivalent, generalization, linguistic amplification, linguistic compression, literal translation, modulation, particularization, reduction, substitution, transposition, danvariation.

Kembali pada contoh kalimat, “That woman is pretty-pretty...”. Menurut pendapat penulis, pemandu amatir tersebut akan mengatakan “Gadis itu cantik-cantik...” Ini menunjukkan bahwa si pemandu amatir, yang penulis konotasikan sebagai penerjemah lisan/jurubahasa (interpreter) tidak menguasai penggunaan kata woman sebagai padanan gadis dan pretty-pretty sebagai padanan cantik-cantik.

Ada perbedaan sistem bahasa antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Kata woman bermakna perempuan secara umum, sedangkan gadis bermakna perempuan khusus yakni untuk perempuan usia muda (belum menikah). Dalam bahasa Indonesia, kata yang berulang biasanya kata sifat dan menunjukkan jumlahnya lebih dari satu (banyak), contoh kata cantik-cantik, besar-besar, indah-indah. Namun dalam bahasa Inggris, kata yang menunjukkan jumlah lebih dari satu (banyak) dipergunakan untuk nomina bukan adjektiva, seperti kata girls, women, students dsb. Sehingga terjemahan untuk gadis cantik-cantik bukan woman pretty-pretty melainkan pretty girlsatau beautiful girls.

Kata ganti “I”, dalam bahasa Indonesia memiliki beberapa padanan antara lainsaya atau aku.Kata saya digunakan untuk hal-hal yang bersifat formal, sopan ataupun kurang akrab, sedangkan kata aku untuk hal yang tidak formal atau sapaan akrab.Begitu juga untuk kata ganti “you” memiliki padanan antara lain kamu, Anda, kau, dikau/engkau, saudara, kalian, bapak/ibu/mas/mbak, dsb.

Contoh1.“I love you”yang kebanyakan diterjemahkan menjadi “Aku cinta kamu”. Pertanyaannya, mengapa kalimat “I love you” tidak diterjemahkan menjadi “Saya cinta Anda?” atau “Saya cinta Mbak?”

Lain halnya dengan kata “we”, dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kami dan kita. Kata kami memiliki makna pembicara (orang pertama) dan jumlahnya lebih dari satu, pendengar tidak terlibat, sedangkan kata kita memiliki makna antara pembicara (orang pertama) dengan pendengar. Sehingga ada joke, “Kita?....Lue kalee....”

Bagaimana dengan terjemahan sapaan atau salam, khususnya salam pada surat, seperti salam “Dear sir”? Secara harfiah, kata dear mempunyai padanan dalam bahasa Indonesia kekasih atau yang terhormat. Sehingga bila diterjemahkan secara kata per kata menjadi yang terhormattuan. Namun untuk menjadi terjemahan yang berterima menjadi Dengan hormat.

Selain masalah padanan, struktur kalimat juga harus dipertimbangkan dalam menerjemahkan teks bahasa sumber, seperti kalimat aktif menjadi kalimat pasif.

Contoh 2.BSu.Anton cut his finger when he was cutting that wood yesterday. Ada dua kemungkinan terjemahan yang dihasilkan, seperti berikut.

(5)

Terjemahan 1, kata kerja yang digunakan di atas berawalan me- yang berarti struktur kalimat yang digunakan adalah kalimat aktif. Terjemahan di atas secara struktur kalimat sudah wajar dan benar namun secara konteks kurang tepat. Maka dalam hal ini perlu dicarikan cara yang terbaik agar terjemahan yang dihasilkan wajar dan sesuai dengan konteks yang ada. Coba bandingkan dengan terjemahan ke 2.

Terjemahan 2, kata kerja berawalan ter- masuk dalam kategori bentuk kalimat pasif. Kata kerjateriris mempunyai unsur ketidaksengajaan dalam hal kata kerja. Selain berterima, terjemahan kedua, juga akan berdampak positif bagi pembacanya karena hal tersebut merupakan hal yang tidak disengaja oleh Anton. Setiap orang dapat mengalami hal yang serupa sehingga pergeseran bentuk dari bentuk aktif menjadi bentuk pasif dalam bahasa sasaran merupakan keharusan karena mempunyai pengaruh yang sangat fatal terhadap pembacanya.

Bagaimana dengan ungkapan yang sering kita jumpai (public announcements) dari bahasa Inggris diterjemahkan ke bahasa Indonesia?Sepertipublic announcements seperti di bawah ini.

1. Unauthorized person keep out.

2. Turn left at anytime.

3. Do not leave your baggage unattended.

4. Priority seating. Please give this seat to disabled or less mobile passengers.

5. Please have correct fare ready.

Dalam menerjemahkan ungkapan-ungkapan seperti di atas tentu saja tidak dapat diterjemahkan hanya dengan kemampuan berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia saja. Penerjemah juga harus mengetahui budaya yang ada, khususnya budaya bahasa sasaran. Sehingga hasil terjemahannya akan memenuhi syarat terjemahan yang baik, yaitu akurat, terbaca dan berterima.

Selain public announcements seperti di atas, kita juga sering dihadapkan pada terjemahan pepatah atau peribahasa.Seperti contoh berikut.

1. Kill two birds with one stone

2. Two things most people should never see made: sausages and laws.

Kita mungkin dihadapkan pada dua pilihan atau bahkan lebih untuk menerjemahkan peribahasa di atas.

Pada peribahasa 1, mungkin terjemahan yang kita dapatkan adalah: a. Membunuh dua burung dengan satu batu.

b. Sambil menyelam minum air.

(6)

terjemahan. Bagaimana dengan syarat keberterimaan atau kealamiahan? Menurut hemat penulis terjemahan a dari kriteria keberterimaan masih kurang atau bahkan tidak berterima karena bentuk teks bahasa sumber, peribahasa, juga harus diterjemahkan ke dalam peribahasa bahasa sasaran juga. Bagaimana dengan terjemahan b? Sesuai dengan pesan yang terkandung dalam bahasa sumber, menurut hemat penulis terjemahan b sudah memenuhi syarat untuk menjadi terjemahan yang baik, yakni akurat, terbaca dan berterima.Semua pesan sudah tersampaikan, terjemahan mudah dipahami dan berterima karena susuai dengan budaya bahasa sasaran, yakni peribahasa bahasa Indonesia, sambil menyelam minum air. Pertanyaan berikutnya, bagaimana dengan terjemahan peribahasa 2?

Lain halnya dengan peribahasa tersebut di atas, ada kata atau ungkapan bahasa Jawa yang menarik bagi penulis untuk disoroti, seperti kata iwak dan gawe/damel. Kata iwak dapat berarti ikan atau daging.

Contoh. 1. Bu Rina mundhut iwak bandeng sekilo. 2. Bu Rina mundhut iwak pithik sekilo.

Pada contoh 1, yang dimaksud dengan iwak adalah ikan yang hidup di air, ikan bandeng. sehingga contoh 1 bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi, Bu Rina membeli ikan bandeng satu kilo (gram). Bagaimana dengan contoh 2 bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan iwak berarti ikan? Tentunya terjemahannya akan terasa aneh, yaitu Bu Rina membeli ikan ayam satu kilo (gram). Mengapa hal ini dapat terjadi? Karena ada perbedaan sudut pandang pada kata iwak, yang dalam bahasa Jawa itu secara umum, ikan dan daging, sedangkan dalam bahasa Indonesia bermakna khusus, yakni kata iwak berarti ikan yang hidup di air.

Begitu juga pada contoh penggunaan kata gawe/damel. Ada perbedaan makna pada kata gawe/damel antara bahasa Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kata gawe/damel dalam bahasa Jawa Timuran bermakna menggunakan, sedangkan dalam bahasa Jawa tengahan bermakna membuat. Hal ini pernah dialami oleh penulis (berasal dari Jawa tengah) pada saat pertama kali makan di warung di daerah Madiun.

Penjual makanan. Dahare ndamel ayam bakar nggih? Penulis . Kulo tumbas bu, mboten ndamel.

Dalam kasus ini penulis menerjemahkan kata damel dengan membuat karena berasal dari Jawa Tengah sehingga begitu ditanya langsung menjawab, ”Kulo tumbas bu, mboten ndamel (Saya itu beli bu, bukan membuat)” Padahal yang dimaksud oleh penjual adalah Anda makan menggunakan (dengan) lauk ayam bakar?

Masih banyak contoh unsur budaya, baik kita sadari ataupun tidak kita sadari, dalam kehidupan sehari-hariyang perlu kita cerna (baca terjemahkan) untuk memahaminya baik dalam bentuk ungkapan, peribahasa ataupun papan pengumuman yang sering kita jumpai. Maka wajarlah bila penulis mengungkapkan bahwa belajar budaya (budaya bahasa sumber dan budaya bahasa sasaran) dapat dilakukan sekaligus dengan belajar penerjemahan atau dengan kata lain belajar penerjemahan juga belajar budaya.

SIMPULAN

(7)

penerjemahan. Semoga dengan tulisan ini, pembaca dapat lebih mengerti bahwa dengan belajar penerjemahan dengan sendirinya juga belajar budaya.

DAFTAR PUSTAKA

Basnett-McGuire, S. 1991. Translation Studies. New York: Metheun & Company Limited.

Catford, J.C. 1965. A Linguistics Theory of Translation. Oxford: Oxford University Press.

David, K. 1999. Translating Culture. Manchaster: St Jerome Publisher.

Larson, M.L. 1984. Meaning-Based Translation: A Guide to Cross LanguageEquivalence. Lanham: University Press of America.

Lauscher, S. 2000. ”Translation Quality Assestment: Where can theory and practice meet?” The Translator Studies in Intercultural Communication. vol. 6. no. 2. 149-168. Manchester: St Jerome Publishing.

Nababan, M.R, H.D. Edi Subroto, dan Sumarlam. 2004. “Keterkaitan antara Latar Belakang Penerjemah dengan Proses Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan”.Unpublished Laporan Penelitian. Surakarta: PPs Universitas Sebelas Maret.

Nababan, M.R. 2008. ”Kompetensi Penerjemahan dan Dampaknya Pada Kualitas Terjemahan”. Pidato Pengukuhan Guru Besar Penerjemahan. Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Newmark, P. 1981. Approach to Translation. Oxford: Pergamon Press.

Nida, E.A. 1964. Towards a Science of Translating. Leiden: E. J Brill.

Said, Mashadi dkk. 2003. ”Strategi penerjemahan Untuk Konsep Yang Tidak Dikenal dalam bahasa Sasaran (Kajian Strategi Penerjemahan dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris)”. Dalam Proceeding Kongres Nasional Penerjemahan. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa & Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret. Halaman 75-83.

Soemarno, T. 2003. ”Menerjemahkan itu Sulit dan Rumit”. Dalam Proceeding Kongres Nasional Penerjemahan. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa & Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret. Halaman 15-23.

Wong, D dan Dan Shen. 1999. ”Factors Influencing the Process of Translating”. Meta: Translators’ Journal. Vol. 44, No. 1, pages 78-100.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat hubungan secara bersama-sama antara kecepatan dan kekuatan otot tungkai dengan ketepatan shooting ke arah gawang pada mahasiswa putra semester 4A

1) Peningkatan produksi tidak disertai dengan peningkatan pendapatan. 2) Upah yang tinggi dan kondisi kerja yang baik bukan hanya disebabkan oleh peningkatan laba perusahaan.

Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39

poor students to use various reading strategies and motivate them to develop those.. strategies in

Hukum acara Penyelesaian sengketa ekonomi Syariah belum terkodifikasi masih tersebar di beberapa peraturan lain, karena untuk menunjang pelaksanaan hukum acara

Untuk melaksanakan tugas tersebut Kota Administrasi menyelenggarakan fungsi: penyusunan dan pelaksanaan rencana kerja dan anggaran kota

Apabila ditemukan hal-hal dan/atau data yang kurang jelas maka Panitia Pengadaan Jasa Konsultansi dapat meminta peserta untuk menyampaikan klarifikasi secara tertulis

Penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui, pertama, pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (bagian laba