• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekologi Makan Orangutan Sumatera (Pongo Abelii, Lesson 1827) Di Hutan Batang Toru Blok Barat Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekologi Makan Orangutan Sumatera (Pongo Abelii, Lesson 1827) Di Hutan Batang Toru Blok Barat Sumatera Utara"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

i

EKOLOGI MAKAN ORANGUTAN SUMATERA

(

Pongo abelii,

LESSON 1827)

DI HUTAN BATANG TORU BLOK BARAT SUMATERA UTARA

MOKHAMAD FAESAL RAKHMAN KHAKIM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul: Ekologi Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii, Lesson 1827) di Hutan Batang Toru Blok Barat Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

MOKHAMAD FAESAL RAKHMAN KHAKIM. Ekologi Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii, Lesson 1827) di Hutan Batang Toru Blok Barat Sumatera Utara. Dibimbing oleh ANI MARDIASTUTI dan ENTANG ISKANDAR.

Batang Toru adalah habitat orangutan alami yang tersisa di selatan Danau Toba. Dengan dugaan populasi yang tersisa sekitar 600 individu. Populasi tersebut cukup rentan akibat ancaman berupa kegiatan perburuan yang masih terjadi, aktivitas penambangan ilegal, serta perambahan yang terjadi.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Juni 2014. Lokasi penelitian berada di Stasiun Riset Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. bertujuan untuk menggali informasi potensi pakan dan pakan aktual, serta kelimpahan pakan, fluktuasi ketersediaan pakan dan indeks ketersediaan pakan berdasarkan fenologi, pakan yang lebih disukai (preferred foods) dan pakan cadangan (fallback foods), tumpang tindih pakan antara jantan dewasa, betina dewasa, remaja, dan anak, serta mendapatkan informasi penggunaan ruang vertikal dan daya jelajah harian orangutan dalam rangka melakukan ramban (foraging) di berbagai kelas umur.

Berdasarkan penelitian tercatat 46 jenis pakan yang dimakan. Pakan meliputi buah (71.06%), umbut (11.72%), bunga (7.85%), daun (2.82%), kulit kayu (2.06%), serangga (2.79%), dan lain-lain (1.71%). Perilaku tiga kelas umur betina terdiri dari makan (65-67%), bergerak (15-16%), dan beristirahat (11-15%).Perilaku dua kelas umur jantan terdiri dari makan (57-60%), bergerak (15-20%), beristirahat (13-18%). Pakan kesukaan adalah buah sampinur tali, buah agatis, dan buah terentang. Pakan cadangan meliputi umbut Freycinetia sp., bunga mayang susu, daun, dan kulit kayu.Berdasarkan kajian fenologi diperoleh rerata ketersediaan daun muda adalah 47.61±3.96%, buah berada di angka rerata 10.81±2.57%, sedangkan rerata bunga adalah 7.49±2.10%. Tumpang tindih penggunaan jenis pakan antara orangutan dewasa dengan remaja sebesar 62.86%, tumpang tindih dewasa dengan anak sebesar 91.43%, sedangkan remaja dengan anak adalah sebesar 62.86%.Orangutan lebih banyak beraktivitas di ruang vertikal di bagian tengah tajuk dengan ketinggian 16-25 m, dengan rata-rata berada di posisi 72.00-82.14% dari permukaan tanah.Jelajah harian rata-rata untuk jantan dewasa adalah 760.73 m, betina dewasa adalah 1089.28 m, remaja adalah 968.00 m, dan anak sebesar 959.79 m.

(5)

iii

SUMMARY

MOKHAMAD FAESAL RAKHMAN KHAKIM. Feeding Ecology of Sumatran Orangutan (Pongo abelii, Lesson 1827) in West Batang Toru Forest Blok North Sumatra. Supervised by ANI MARDIASTUTI and ENTANG ISKANDAR.

The most southern Sumatran orangutan habitat is located in Batang Toru Forest Block. The estimated population is about 600 individu. The population is fragile due to threads such as hunting, illegal mining and encroachment.

The research was conducted in October 2013 to June 2014. The study area was in Batang Toru Research Station, North Tapanuli, North Sumatra. The aims of the study were collected information about potential food, actual food, food abundant, the fluctuation food availability and food availability index based on phenological plots, preferred foods and fallback foods, overlapped food items between adult male, adult female, adolescent, and juvenile, and also to gathered vertical levele used and daily range in all age class.

Based on the study 46 food items were recorded. Food items consisted of fruit (71.06%), pith (11.72%), flower (7.85%), leaves (2.82%), bark (2.06%),insect (2.79%), and the other (1.71%). Activity budgets for female at the all age class were feeding (65-67%), travelling (15-16%), and resting (11-15%).While, activity budgets for male at the all age class were feeding (57-60%), travelling (15-20%), andresting (13-18%). The preferred foods were fruit of sampinur tali, agatis, and terentang. The fallback foods were pith of Freycinetia sp., flower of mayang susu, leaves and bark. Based on phenological plots, the mean of young leaves availability were 47.61±3.96% per month, fruits availability on the level 10.81±2.57%, and the mean of flowersavailability were7.49±2.10%. The overlap used of food items between adult and adolescent was 62.86%, adult and juvenile was 91.43%, while adolescent with juvenile was 62.86%.Orangutans were more active in the middle of canopy at the height 16-25 m, the mean position is 72.00-82.14% from the ground. The mean daily range for adult males were 760.73 m, adult females were 1089.28 m, adolescents were 968.00 m, and juvenile was 959.79 m.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

5

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Primatologi

EKOLOGI MAKAN ORANGUTAN SUMATERA

(

Pongo abelii,

LESSON 1827)

DI HUTAN BATANG TORU BLOK BARAT SUMATERA UTARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)
(10)
(11)

9

PRAKATA

Puji penulis panjatkan atas segala rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa sehingga paparan hasil penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini berjudul “Ekologi Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii, Lesson 1827) di Hutan Batang Toru Blok Barat, Sumatera Utara” Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi pakan dan perilaku makan orangutan sumatera di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Provinsi Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr Ir Ani Mardiastuti, MSc dan Dr Ir Entang Iskandar, MSi selaku pembimbing tesis. Ucapan terima kasih juga untuk Ibu Gabriella Fredriksson, PhD dan Matthew Nowak (Yayasan Ekosistem Lestari-Sumatran Orangutan Conservation Program) selaku orang yang selalu mendukung penulis dalam mempelajari perilaku orangutan sumatera di Hutan Batang Toru. Terima kasih kepada Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS selaku penguji luar komisi pembimbing. Terima kasih kepada Dr dr Irma Herawati Suparto, MS sebagai ketua sidang. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ProfdrhDondin Sajuthi, MST, PhD selaku ketua jurusan Primatologi.

Terima kasih kepada Ayahanda Endho Soewondho Suria, SH dan Ibunda Siti Sofia Setyawati, serta kepada kakak-kakak penulis, Siti Nurjanah, SP dan keluarga, M. Nurochman Hakim, SP dan keluarga, Soraya SLN, SSosI, SPd dan keluarga, serta terima kasih kepada malaikat-malaikat kecil penulis (Kaka, Naila, Khanza, Mara, Chacha, dan Shasha) atas motivasi dan doa bagi penulis. Terima kasih kepada Annisa Rachma yang selalu mendampingi penulis dalam penyusunan tesis ini. Serta terima kasih kepada Sasi Kirono, SHut, MSi yang memberi pencerahan dalam analisis statistik. Terima kasih kepada Reyna Asyari, Shut, dan Peni Widiyanti, SHut sebagai penyelia akhir naskah Keluarga Besar UKM-UKF IPB.Tidak lupa ucapan terima kasih kepada staf pengajar Primatologi, mba Nurjayanti dan mas Mulyana

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan pengetahuan, khususnya pengetahuan mengenai ekologi orangutan Sumatera.

Bogor, Agustus 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1 

Kegiatan Manusia yang Ditemukan 6 

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu 7 

Alat dan Obyek Penelitian 8 

Data yang Dikumpulkan 8 

Metode Pengumpulan Data 8 

Analisis Data 9 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil 9 

Individu Orangutan 9 

Potensi Pakan 12 

Perilaku Orangutan 15 

Proporsi Jenis Pakan 17 

Tumpang Tindih Jenis Pakan 19 

Penggunaan Ruang Vertikal oleh Orangutan Berdasarkan Kelas Umur 19 

Jelajah harian Orangutan Sumatera 20 

Keterkaitan Pola Jelajah dengan Ketersediaan Pakan 22  Pembahasan 22 

Populasi Orangutan 22 

Ketersediaan Pakan 23 

Pakan Kesukaan dan Pakan Cadangan 23 

Komposisi Pakan 24 

Perilaku 24 

(14)

Penggunaan Strata Tajuk 25 

Implikasi untuk Pengelolaan 26 

KESIMPULAN DAN SARAN 26 

Kesimpulan 26  Saran 27 

DAFTAR PUSTAKA 27 

LAMPIRAN 31

(15)

DAFTAR TABEL

1. Individu fokal yang paling sering dijumpai/diikuti ... 10  2. Jenis-jenis pakan yang memiliki proporsi waktu dimakan tertinggi di

setiap bulan (N=113 individu orangutan)... 12  3. Daftar jenis pakan orangutan (N=113 individu) yang tercatat selama

penelitian ... 13  4. Nilai ketersediaan daun muda. buah. dan bunga sepanjang tahun

berdasarkan seluruh plot fenologi (N=1492) ... 15  5. Jelajah harian (m/hari) orangutan 7 individu fokal ... 22 

DAFTAR GAMBAR

1. Rumusan permasalahan penelitian ... 3 2. Curah hujan di Hutan Batang Toru sampai dengan tahun 2014 ... 5 3. Peta Stasiun Riset Yayasan Ekosistem Lestari-Program Konservasi

Orangutan Sumatera ... 7 4. Gambar jantan dewasa berbantalan pipi (Togos), jantan dewasa tak

berbantalan pipi (Gilang), betina dewasa Indah dan Beta, betina remaja Uli, jantan remaja Ipang, dan Beti, betina anak yang masih bergerak bersama Beta ... 11 5. Buah agatis (kiri atas), buah sampinur tali (kanan atas dengan

lingkaran merah, bunga mayang susu (kiri tengah) ... 13 6. Hasil monitoring pada plot fenologi ... 15 7. Proporsi aktivitas betina dari tiga kelas umur (dewasa, remaja, dan

anak) ... 16 8. Proporsi aktivitas jantan dewasa (kiri) dan remaja (kanan)... 16 9. Komposisi pakan berdasarkan persentase makan ... 17 10.Proporsi makan orangutan Batang Toru selama bulan Januari 2013

sampai dengan bulan Juni 2014 ... 17 11.Korelasi antara ketersediaan buah dengan persentase memakan buah,

bunga, daun, umbut, kulit kayu. dan serangga ... 18 12.Tumpang tindih dalam persen (%) penggunaan item pakan antar

kelas umur ... 19 13.Gambar penggunaan ruang vertikal (garis putus-putus) oleh

orangutan di Batang Toru ... 20 14.Penggunaan ruang vertikal oleh orangutan dalam

beraktivitas...20 15.Jelajah harian Beta dan Beti yang dimulaidari pagi saat bangun

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Jenis-jenis pakan orangutan ... 31

2. Hasil uji χ² (khi-kuadrat) untuk kebebasan ... 36

3. Jelajah harian Togos, jantan berbantalan pipi ... 39

4. Jelajah harian Gilang, jantan dewasa tak berbantalan pipi ... 40

5. Jelajah harian Indah, betina dewasa ... 41

6. Jelajah harian Uli, betina remaja ... 42

(17)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagai satu-satunya kera besar di luar Afrika, orangutan yang tersisa pada masa sekarang penyebaran geografisnya hanya terbatas pada dua pulau, yaitu bagian utara Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan (Delgado dan van Schaik 2002). Namun berdasarkan bukti catatan paleontologi dan arkeologi, orangutan pernah terdistribusi secara luas di Asia Tenggara. Temuan material fosil dan subfosil orangutan pernah ditemukan di Selatan Cina, Thailand, Laos, Kamboja, Sumatera, Jawa, dan Borneo (Harrison et al. 2006). Pada saat ini orangutan dibagi menjadi dua spesies, satu di Pulau Sumatera yaitu orangutan Sumatera (Pongo abelii)dan satu di Pulau Kalimantan, yaitu orangutan Kalimantan (Pongo pymaeus) yang selanjutnya dibagi menjadi tiga subspesies : P. p pygmaeus, P. p morio , dan P. p wurmbii (Goossen et al. 2009).

Orangutan Sumatera tersebar di Kawasan Ekosistem Leuser dan sekitarnya di sebelah utara Danau Toba, namun berdasarkan Wich et al. (2003), orangutan sumatera juga tersebar di bagian selatan Danau Toba, yaitu di Kawasan Hutan Batang Toru (KHBT). Populasi orangutan di KHBT merupakan populasi yang baru ditemukan kembali sekitar tahun 1997 (Meijaard 1997). Dalam publikasi terbaru disebutkan bahwa orangutan betina di Kawasan Hutan Batang Toru memiliki keunikan secara genetika, yaitu lebih dekat kekerabatannya dengan orangutan di Pulau Kalimantan dibanding dengan orangutan sumatera di kawasan lain (Nater et al. 2011).

Populasi orangutan terbesar di Sumatera dijumpai di Leuser Barat (2508 individu) dan Leuser Timur (1052 individu), serta Rawa Singkil (1500 individu). Berdasarkan Departemen Kehutanan (2007) yang diperkuat oleh Wich et al. (2008) terdapat populasi lain yang diperkirakan potensial untuk bertahan dalam jangka panjang yaitu di Batang Toru Barat dengan populasi sekitar 400 individu dan Batang Toru Timur atau Sarulla Timur dengan estimasi populasi sekitar 150 individu.

Pakan merupakan sumber fundamental yang berpengaruh kuat terhadap individu primata, kelompok, populasi dan berbagai jenis dengan cara yang bervariasi dalam perilakunya (Harrison dan Marshall 2011). Orangutan merupakan pemakan yang selektif dengan jumlah yang cukup banyak karena ukuran tubuhnya, terutama pemakan buah ketika buah melimpah dan menyukai buah yang memiliki daging buah yang lembut (soft pulp). Selain itu, orangutan juga memakan daun muda dan pucuk, biji-bijian, tunas, bunga, kulit kayu bagian dalam (inner bark), liana, sejumlah kecil serangga, serta mineral tanah (Delgado dan van Schaik 2002), bahkan bila memungkinkan primata kecil lain (Utami dan van Hoof 1997). Orangutan biasanya bersifat soliter, namun terkadang berkumpul di sekitar sumber pakan yang melimpah.

(18)

2

antropologis fisik menggunakan istilah pakan cadanganuntuk mendenotasikan sumber daya dengan kualitas relatif miskin yang menjadi bagian penting sebagai bagian komponen konsumsi pakan selama periode di mana pakan yang disukai jarang atau terbatas (Marshall et al. 2009). Pakan cadangan biasanya disebut sebagai pakan yang kualitasnya relatif miskin nutrisi dan kelimpahan tinggi yang dimakan ketika pakan yang disukai tidak tersedia (Harisson dan Marshall 2011).

Hutan Batang Toru terbagi ke dalam dua blok, Blok Barat dan Blok Timur (Sarulla Timur), secara administratif terletak di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Kabupaten Tapanuli Selatan. Letak secara geografis antara koordinat 98° 53’ - 99° 26’ Bujur Timur dan 02° 03’ - 01° 27’ Lintang Utara. Hutan primer yang tersisa diperkirakan seluas 136.284 Ha. Jenis hutan terdiri dari hutan pegunungan rendah, hutan gambut pada ketinggian 900-1000 mdpl, hutan berlumut, hutan batu kapur, dan hutan belang (rawa) di ketinggian 800 mdpl. Vegetasi yang dominan di Kawasan Hutan Batang Toru antara lain jenis, atur mangan (Gymnostoma sumatrana), sampinur tali (Dacrydium spp.), dan jenis-jenis mayang (Palaquium spp.) (Indra dan Fredriksson 2007).

Kawasan Hutan Batang Toru (KHBT) sebagai lokasi terkini yang dilaporkan memiliki populasi orangutan sumatera terendah, yaitu dengan dugaan sekitar 400 individu dengan luas habitat orangutan sumatera yang tersisa adalah 600 km2 di Blok Barat dan 375 km2 di Sarulla Timur atau Blok Timur dengan populasi sekitar 150 individu (Wich et al. 2008). Oleh karena itu Batang Toru menjadi salah satu situs penting untuk konservasi orangutan. Masih sedikitnya informasi mengenai ekologi orangutan sumatera di KHBT menjadikan KHBT sebagai kawasan penting untuk menjadi lokasi penelitian, khususnya terkait dengan penelitian mengenai orangutan.

Perumusan Masalah

Orangutan Sumatera saat ini hanya mendiami bagian utara Pulau Sumatera, yaitu di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (Wich et al. 2008). Studi orangutan sumatera di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam telah berlangsung sejak tahun 1971, bersama dengan populasi orangutan di Suaq-Balimbing yang sudah dipelajari secara berkelanjutan sejak 1991. Sedangkan di Batang Toru, studi tentang perilaku orangutan yang mengikuti standarisasi San Anselmo, yaitu minimum standar untuk mengumpulkan data lapangan sehingga dapat membandingkan perilaku dan variabel ekologi dari lokasi lain yang menjadi habitat orangutan (Morogh-Bernard dan McLardy 2002). Penggunaan standarisasi tersebut di Batang Torubaru dimulai sejak tahun 2011, sehingga masih cukup banyak aspek yang harus dipelajari, termasuk studi tentang ekologi makan (feeding ecology) yang meliputi seluruh aspek baik dari aspek orangutan Sumatera maupun dari aspek pakan orangutan.

(19)

3

membentuk potensi keanekaragaman ketersedian pakan (Russon et al. 2009). Potensi pakan orangutan diketahui terdiri dari buah, daun muda, bunga, kulit kayu, dan satwa avertebrata. Potensi pakan diperoleh dari studi fenologi serta monitoring perilaku makan individu fokal.

Studi fenologi pada hutan temperate dan hutan tropis dapat mendeteksi pola musim ketersediaan buah yang dikaitkan dengan perubahan curah hujan dan suhu (Lieberman 1982 dalam Chapman et al. 1999). Pendekatan fenologi adalah dengan cara menghitung prosentase buah, bunga, serta daun muda yang dinyatakan dalam skor tertentu, yang dapat dihitung guna memperoleh indeks ketersediaan pakan dalam menduga ketersediaan pakan. Perilaku makan terkait dengan pemilihan jenis pakan, pemilihan pohon patch, durasi di pohon patch, posisi makan, serta daya jelajah harian orangutan tersebut. Dengan demikian akan diperoleh informasi lengkap mengenai ekologi makan orangutan (feeding ecology) yang dapat menjadi masukan bagi pihak pengelola serta lebih jauh lagi adalah untuk kepentingan konservasi orangutan dan vegetasi pakan. Secara skematis, kerangka pikir dalam melaksanakan penelitian dijelaskan dalam Gambar 1.

Gambar 1Rumusan permasalahan penelitian

Tujuan Penelitian

Penelitian Ekologi Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii, Lesson 1827) di Hutan Batang Toru Blok Barat, Sumatera Utara bertujuan untuk :

Perilaku Makan Orangutan

Pemilihan pohon pakan Durasi di pohon pakan Daya jelajah harian

(20)

4

a. Mendapatkan informasi potensi pakan, fluktuasi ketersediaan pakan, indeks ketersediaan pakan berdasarkan fenologi, pakan yang dipilih berupa pakan yang lebih disukai (preferred foods) dan pakan cadangan (fallback foods) bagi orangutan, serta tumpang tindih jenis pakan antara kelas umur dewasa, remaja, dan anak.

b. Mendapatkan informasi perilaku harian, perilaku makan dan daya jelajah harian orangutan di berbagai kelas umur.

Manfaat Penelitian

Menghasilkan informasi ilmiah yang dapat menjadi masukan bagi pihak pengelola.Setelah mengetahui nilai penting dari pohon pakan, baik pohon pakan preferensi maupun pakan cadangan maka diperlukan tindakan konservasi terhadap jenis-jenis tersebut yang menjadi komponen daya dukung orangutan.

2

KONDISI UMUM

Lokasi

Secara keseluruhan Kawasan Hutan Batang Torumerupakan suatu hamparan hutan yang kondisinya masih baik dengan populasi orangutan Sumatra (Pongo abelii) yang mungkin sudah lama terpisah dari populasi di bagian utara pulau Sumatra. Kawasan tersebut memanjang sekitar 46 km dari utara ke arah selatan-tenggara antara Kota Tarutung (di sebelah utara), Kota Padang Sidempuan (di sebelah selatan) dan Kota Sibolga (di sebelah barat). Topografidari sebagianbesar

KHBT adalahberbukitdenganlereng yang relatif terjalsehinggamenyusahkanakseskedalamhutan.Faktorinilah yang mungkinmenyelamatkankawasaninidarikonversilahankefungsilainselamaini

(Fredriksson dan Usher 2007).

Iklim

(21)

5

Gambar 2Curah hujan di Hutan Batang Toru sampai dengan tahun 2014

Flora

Beragam tipe hutan dataran tinggi dengan struktur dan komposisi pohon berbeda terutama dari Dipterocarpaceae, Fagaceae, Casuarinaceae, Lauraceae, Araucariaceae. Struktur dan komposisi berbeda yang mungkin disebabkan ketinggian, substrat dan iklim mikro sehingga di beberapa tempat terdapat hutan kerangas dataran tinggi yang ditandai struktur hutan relatif pendek dengan lapisan gambut diatas pasir kwarsa. Jenis-jenis pohon yang umum ditemukan adalah sampinur tali, sampinur bunga, hoting (Fagaceae), atur mangan (Casuarinacae), malu tua (Tristaniopsis sp.), meranti (Shorea sp.), kruing (Dipterocarpus sp.),tapak kuda (Macaranga sp.), dan kempas (Koompasia mallaccensis).Flora lainnya, terdapat berbagai jenis kantong semar (Nepenthes sp.), anggrek (Orchidaceae), jahe-jahean (Zingiberaceae). Terdapat jenis saprofit yang cukup menarik yaitu jenis Thismia sp.

Fauna

Survei pertama untuk menghitung kepadatan orangutan Sumatera di Batang Toru dilakukan pada tahun 1997, dan dihitung kembali populasinya pada tahun 2008 (Wich et al. 2008). Selain Orangutan, KHBT merupakan habitat satwa primata lainnya seperti siamang (Symphalangus syndactylus), ungko (Hylobates agilis), beruk (Macaca nemestrina), simpai (Presbytis melalophos), dan kukang (Nycticebus coucang). Adapun beberapa mamalia lain yang terlihat terutama dari jenis-jenis tupai, bajing (termasuk sejenis bajing raksasa, Ratufa sp.), kelelawar dan kalong. Dari temuan kamera jebakan dapat dipastikan bahwa terdapat harimau, beberapa jenis kucing hutan, beruang madu, kijang dan kancil.

Marga burung yang paling menonjol dari segi jumlah dan jumlah jenis adalah Pycnonotidae (jenis-jenis cucak dan kutilang). Burung pemangsa berukuran besar yang dilihat dan didengar adalah elang-ular bido (Spilornis cheela). Beberapa burung enggang (Bucerotidae), seperti enggang gading (Buceros vigil), enggang jambul-hitam (Aceros corrugatus) dan enggang badak (Buceros rhinoceros). Beberapa jenis burung pelatuk (Picidae), madi

0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des

(22)

6

(Eurylaimidae), takur (Capitonidae), paok (Pittidae), luntur (Trogonidae), tepekong (Hemiprocnidae), kepodang (Oriolidae), pengoceh (Timaliidae), pengicau (Sylviidae), kangkok dan kadalan (Cuculidae), kicuit dan apung (Motacillidae), cabai (Dicaeidae), merpati-merpatian (Columbidae), srigunting (Dicruridae), dan kuau (Phasianidae) dilihat atau didengar(Fredriksson dan Usher 2007).

Terdapat beberapa jenis satwa herpetofauna. Yang paling menarik adalah temuan kadal tak berkaki (Dophasia wegneri) pada tahun 2010. Jenis kadal ini terakhir ditemukan pada tahun 1950 di Sumatera Barat (Khakim 2010). Beberapa jenis kupu-kupu (Lepidoptera) berukuran besar dari Suku Papilionidae (dari genera Troides, Papilio dan Graphium), suku Nymphalidae (misalnya Idea sp.) sedangkan berbagai jenis dari suku Pieridae sangat umum disekitar aliran sungai.Berbagai jenis menarik dari Ordo Hempitera, Coleoptera, Orthoptera, Odonata, Diptera, Dictyoptera, Phasmida juga ditemukan. Diperkirakan bahwa studi yang lebih intensif akan menemukan banyak jenis avertebrata yang menarik bahkan sangat besar kemungkinan bahwa akan ditemukan jenis baru (Fredriksson dan Usher 2007).

Kegiatan Manusia yang Ditemukan

Kawasan Hutan Batang Toru dikelilingi permukiman yang pada umumnya sudah lama dihuni. Bahkan ada beberapa permukiman yang tidak tercantumdalam peta rupa bumi skala 1:50000 yangditerbitkan oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) seperti Haramunting, Hutaraja dan Tapian Nauli di sebelah barat dan Hutapasir di bagian timur, padahal menurut informasi lisan dari masyarakat setempat pemukiman tersebut sudah dihuni selama puluhan bahkan ratusan tahun. Menurut Fredriksson dan Usher (2007), ancaman bagi kelestarian KHBT secara umum berupa :

a. Pembalakan

Sebagian besar kawasan diklasifikasikan sebagai hutan produksi dan Izin HPH dipegang oleh PT. Teluk Nauli. Pada akhir tahun 90-an perusahaan perkayuan tersebut telah mendorong jalan akses yang masuk ke wilayah sepanjang lebih dari 30 km. Jalan logging tersebut diawali dari kampung Sukaramai pada jalan Pandan-Batang Toru, menuju ke arah utara kemudian membelok ke arah barat (di sebelah utara Hutan Lindung Register 13). Menurut informasi mantan pegawai perusahaan logging tersebut aktifitas logging dilakukan hingga tahun 2003. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kayu komersil berukuran besar telah ditebang sepanjang jalan logging dan jalan cabang sampai dengan km 30, tetapi belum ada kegiatan logging signifikan di beberapa cabang yang telah didorong ke arah barat. PT. Teluk Nauli telah menghentikan kegiatan penebangan sejak tahun 2003, jalan logging dan beberapa fasilitas seperti bangunan pegawai sudah tidak dirawat dan tidak layak dipakai lagi.

b. Perambahan

(23)

7

Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan, yang umumnya dilakukan oleh warga Etnis Nias.

c. Perburuan

Terdapat keterangan lisan bahwa masyarakat sekitar melakukan berbagai tipe perburuan di dalam kawasan. Gua Liang sering dikunjungi masyarakat dari Haramonting dan Tapian Nauli untuk berburu kelelawar dan juga mengambil ikan. Sedangkan masyarakat dari selatan Blok Barat, yaitu masyarakat Sialogo juga sering datang untuk sering mengambil ikan dari sungai-sungai di dalam kawasan hutan (seperti Aek Marulak) dengan memancing bahkan ada kemungkinan menggunakan racun ikan. Selain itu, ancaman perburuan tidak terbatas pada ikan, namun juga terdapat aktivitas perburuan kelelawar dan perburuan burung-burung menarik seperti poksai.

3

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian berada di Stasiun Riset Yayasan Ekosistem Lestari-Program Konservasi Orangutan Sumatera di Kawasan Hutan Batang Toru (KHBT) selama Bulan Oktober 2013 sampai dengan Bulan Februari 2014. Lokasi stasiun riset terletak di Kabupaten Tapanuli Utara dengan luas kawasan sekitar 12 km2 dengan total panjang transek lebih dari 30 km (Gambar 3). Stasiun riset berada pada ketinggian yang bervariasi antara 850-1,100 mdpl (Khakim 2010).

(24)

8

Alat dan Obyek Penelitian

Alat yang digunakan selama penelitian yaitu, satu unit binokuler 8x42, satu unit GPS Garmin 60 Map, kamera digital, jam tangan digital, piranti lunak SPSS 16 for windows dan ArcMap 10.1, Alat tulis, kertas koran untuk spesimen tumbuhan pakan yang belum teridentifikasi, dan data sheet. Obyek penelitian adalah orangutan dan vegetasi yang menjadi komponen habitat orangutan.

Data yang Dikumpulkan a. Data Primer

Data primer yang diambil meliputi :

1. Jenis pakan aktual yang dimakan selama mengikuti individu fokal maupun individu lain.

2. Data dari plot pengamatan fenologi selama penelitian.

3. Perilaku makan orangutan jantan dan betina, meliputi bagian pakan yang diambil, waktu masuk dan keluar pohon pakan, lama waktu menghabiskan pakan.

b. Data Sekunder

Data sekunder meliputi data cuaca, data perilaku periode sebelumnya, daftar jenis pakan orangutan, peta digital KHBT, thesis, disertasi, dan jurnal-jurnal ilmiah.

Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dari observasi secara langsung di lokasi penelitian. Pengumpulan data perilaku makan dilakukan dengan focal animal sampling dan secara ad libitum (Altmann 1974). Data perilaku dicatat sesuai dengan standarisasi San Anselmo (Morogh-Bernard dan McLardy 2002), dengan mengikuti individu orangutan dari sarang pagi hingga sarang malam, dengan interval pencatatan tiap 2 menit (Martin dan Bateson 1993) dan bila memungkinkan terhadap individu lain yang dijumpai selama penelitian berlangsung (di Fiore 2004). Sampai dengan saat ini terdapat 17 individu yang telah teridentifikasi. Namun demikian hanya 7 individu yang telah terhabituasi, dengan susunan betina dewasa dengan anak 1 individu, betina dewasa tanpa anak 1 individu, jantan dewasa 2 individu, remaja jantan 1 individu, dan remaja betina 1 individu.

(25)

9

pohon dengan diameter setinggi dada (DBH) ≥ 10 cm. Ukuran plot fenologi adalah 100 m panjang melintas sepanjang transek dengan lebar kiri kanan 5 m (Khakim 2010).

Untuk memperoleh jelajah harian, titik pergerakan orangutan diambil dengan menggunakan GPS dengan interval pengambilan waypoints adalah tiap 15 menit. Data sekunder diperoleh dari studi literatur dan informasi yang diperoleh dari pihak pengelola.

Analisis Data

Analisis data untuk potensi pakan berdasarkan plot fenologi adalah dengan menghitung Indeks Ketersedian Pakan (IKP). Indeks diperoleh dengan menghitung jumlah pohon yang memiliki daun muda, berbuah dan berbunga dibandingkan dengan total pohon dalam keseluruhan plot. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Sumatran Orangutan Conservation Programme 2013).

Untuk membandingkan pola perilaku antara orangutan jantan dewasa dengan betina dewasa, serta jantan remaja dengan betina remaja menggunakan ujikhi kuadrat (χ²) untuk kebebasandengan bantuan perangkat lunak SPSS 16.0.Daya jelajah harian akan dipetakkan dengan bantuan perangkat lunakArcMap 10.1, sehingga dapat dikalkulasikan daya jelajah harian orangutan jantan maupun betina dalam rangka ramban (foraging). Data yang digunakan untuk dipetakan adalah data yang diikuti sejak pagi individu fokal bangun dari sarang hingga tidur di sarang malam.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Individu Orangutan

(26)

10

individu fokal tersebut merupakan orangutan yang telah terhabituasi dengan pengamat, sehingga perilaku saat diikuti adalah perilaku normal.

Tabel 1Individu fokal yang paling sering dijumpai/diikuti No Nama Fokal Jenis Kelamin Kelas Umur Keterangan

1 Togos Jantan Dewasa Memiliki bantalan pipi 2 Gilang Jantan Dewasa Belum memiliki bantalan pipi

3 Indah Betina Dewasa

4 Beta Betina Dewasa Memiliki anak (Beti)

5 Uli Betina Remaja

6 Ipang Jantan Remaja Anak remaja Indah

7 Beti Betina Anak Anak Beta

(27)

11

Gambar 4 Gambar jantan dewasa berbantalan pipi (Togos), jantan dewasa tak berbantalan pipi (Gilang), betina dewasa Indah dan Beta, betina remaja Uli, jantan remaja Ipang, dan Beti, betina anak yang masih bergerak bersama Beta

Gilang Togos

©Tim Laman/NG

Indah Beta

Uli

Beti

(28)

12

Potensi Pakan

Data pakan orangutan telah dikumpulkan sejak tahun 2008 sampai dengan saat ini. Total telah tercatat 90 jenis pakan orangutan, namun masih ada kemungkinan penambahan jenis. Pakan meliputi buah, bunga, daun, daun muda, kulit kayu, serangga, umbut, liana, dan pakan lain seperti tanah. Selama penelitian jenis pohon yang paling sering dimakan dalam waktu yang cukup lama di setiap bulannya. Selama melakukan penelitian ada 46 jenis pakan yang dimakan orangutan.

Tabel 2 Jenis-jenis pakan yang memiliki proporsi waktu dimakan tertinggi di setiap bulan (N=113 individu orangutan)

Bulan Proporsi

(%) Nama Lokal Nama Ilmiah Januari 53.45 Sampinur tali Dacrydium beccarii Februari 16.07 Sampinur tali Dacrydium beccarii Maret 35.31 Mayang susu Palaquium rostratum April 32.51 Terentang Campnosperma auriculatum Mei 23.60 Agatis Agathis borneensis

Juni 14.35 Agatis Agathis borneensis

Juli* 42.81 Jambu carallia Carallia eugenioidea Agustus* 29.42 Agatis Agathis borneensis

September* 11.30 Terentang Campnosperma auriculatum

Oktober 30.65 Terentang Campnosperma auriculatum November 13.74 Agatis Agathis borneensis

Desember 15.46 Sampinur tali Dacrydium beccarii

Keterangan : * Sumber data : Sumatran Orangutan Conservation Programme (2013)

(29)

13

Gambar 5 Buah agatis (kiri atas), buah sampinur tali (kanan atas dengan lingkaran merah, bunga mayang susu (kiri tengah)

Dari total 90 jenis yang sudah tercatat sebagai pakan orangutan di Batang Toru, selama penelitian diperoleh 46 jenis pakan orangutan, Pakan terdiri dari buah, bunga, daun, bagian tubuh serangga, umbut, kulit kayu, dan umbi. Daftar pakan yang diperoleh selama penelitian dijelaskan pada Tabel 3.

Tabel 3 Daftar jenis pakan orangutan (N=113 individu) yang tercatat selama penelitian

No Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Dimakan

Kecepatan makan rata-rata

1 Agatis Agathis borneensis Buah 1 menit 26 detik 2 Langsat Aglaia tomentosa Buah 9 detik

3 - Alseodaphne intermedia Buah 12 detik 4 Nangka-nangkaan Arthocarpus sp. Buah 45 detik 5 Terentang Campnosperma

auriculatum

Buah 13 detik

6 Barangan Castanopsis argentata Buah 23 detik 7 Sampinur tali Dacrydium beccarii Buah 23 detik 8 - Dacryodes rostrata Kulit kayu 1 menit 14 detik 9 Kayu arang Diospyros sp. Daun 33 detik 10 - Endiandra rubescens Buah 17 detik 11 Anggrek Orchidae Daun 14 detik

12 Epifit - Daun -

(30)

14

No Nama Lokal Nama Ilmiah Bagian yang Dimakan

Kecepatan makan rata-rata

16 Medang kunyit Girroniera subaequalis Daun muda 30 detik 17 - Girronierra parvifolia Daun muda 28 detik 18 Kempas Koompasia malaccensis Buah 16 detik 19 Lalap - Daun 21 detik 26 Hoting Lithocarpus sp. Buah 32 detik 27 - Madhuca kunstleri Buah 23 detik 28 Mayang merah Madhuca laurifolia Buah. bunga.

kulit kayu

17 detik (buah), 12 detik (bunga). 1 menit 2 detik (kulit kayu) 29 Darah-darah Myristica inners Buah 39 detik

30 Mayang susu Palaquium rostratum Buah dan bunga 20 detik (buah), 13 detik (bunga), 1 menit 38 detik (kulit kayu) 31 Attunu Pandanus tectorius Umbut 5 menit 3 detik 32 Petai hutan Parkia sp. Buah 40 detik

33 - Porterandia anisophylla Buah 2 menit 24 detik

34 Baja-baja Pternandra tuberculata Buah 23 detik 35 Rayap Dicuspiditermes Bagian tubuh 38 detik 36 Semut - Bagian tubuh 1 menit 51 detik 37 Ulat - Bagian tubuh 13 detik

38 - Stemonurus malaccensis Buah 14 detik

39 - Stemonurus umbellata Buah dan bunga 19 detik (buah), 14

detik (bunga) 40 Jambu-jambu Syzigium garcinifolia Buah 33 detik 41 Jambu-jambu Syzigium napiformis Daun muda 30 detik 42 Jambu-jambu Syzigium sp36. Buah 17 detik 43 Jambu-jambu Syzigium sp. Buah 17 detik 44 Tanah - 2 menit 1 detik 45 Malaka Tetramerista glabra Buah 30 detik 46 Gitan Willughbeia cf Buah 2 menit 9 detik

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa orangutan juga memakan buah dari tumbuhan liana. Bahkan jenis anggrek juga dimakan pada bagian daunnya. Dari kelompok insekta, tercatat orangutan mengonsumsi rayap, semut dan ulat. Orangutan juga memakan tanah, di mana tanah kaya akan kandungan mineral.

(31)

15

Gambar 6Hasil monitoring pada plot fenologi

Berdasarkan hasil fenologi, ketersediaan buah sebagai penyusun pakan terbesar orangutan selalu ada sepanjang tahun. Ketersediaan buah tertinggi terjadi di bulan Desember, sedangkan ketersediaan buah terendah berada di bulan Maret. Nilai ketersediaan pakan berupa daun muda, buah, dan bunga dijelaskan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Nilai ketersediaan daun muda. buah. dan bunga sepanjang tahun berdasarkan seluruh plot fenologi (N=1492)

Bagian Nilai Min (%) Nilai Maks (%) Rerata (%) Simp. Baku (%)

Daun Muda 51.60 65.07 47.61 3.96

Buah 6.31 14.41 10.81 2.57

Bunga 3.69 13.73 7.49 2.10

Perilaku Orangutan

(32)

16

Gambar 7 Proporsi aktivitas betina dari tiga kelas umur (dewasa, remaja, dan anak)

Selama penelitian tidak dijumpai individu fokal anak jantan. Jantan dewasa memiliki proporsi makan (60%) yang lebih tinggi dibanding dengan jantan remaja (57%). Hal ini berbeda dengan betina dewasa yang lebih banyak waktu makannya. Namun demikian jantan dewasa lebih tinggi proporsi berpindah dan istirahat. Vokalisasi lebih sering ketika mengeluarkan panggilan panjang (long call). Proporsi perilaku jantan dewasa dan jantan remaja dipaparkan dalam Gambar 8.

Gambar 8Proporsi aktivitas jantan dewasa (kiri) dan remaja (kanan)

(33)

17

Proporsi Jenis Pakan

Buah menempati proporsi jenis pakan tertinggi. Jenis umbut yang dimakan paling sering adalah Freycinetia sp. dan jenis Pandanus tectorius. Orangutan di Batang Toru terlihat menganti pakannya menjadi umbut, daun muda dan bunga saat buah tidak melimpah jumlahnya. Untuk melihat komposisi pakan orangutan berdasarkan persentase makan diuraikan pada Gambar 9.

Gambar 9Komposisi pakan berdasarkan persentase makan

Komposisi pakan orangutan setiap bulan, terlihat fluktuatif. Mulai saat ketersediaan buah melimpah hingga ketersediaan buah terbatas, sehingga orangutan akan mengubah komposisi pakannya saat kelangkaan buah. Proporsi komposisi pakan orangutan per bulan dijelaskan dalam Gambar 10.

Gambar 10 Proporsi makan orangutan Batang Toru selama bulan Januari 2013 sampai dengan bulan Juni 2014

Berdasarkan Gambar 10, puncak orangutan memakan buah terjadi pada bulan Januari. Pada bulan Januari, pakan yang memiliki frekuensi dimakan tertinggi adalah buah sampinur tali. Sampinur tali terlihat berbuah di bulan

71.06

Buah Umbut Bunga Daun Insekta Kulit kayu

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des

Ju

(34)

18

Desember 2013 dan mencapai puncak berbuah di bulan Januari 2014. Proporsi memakan buah turun berangsur-angsur hingga mencapai titik terendah di bulan Maret. Namun demikian, orangutan mengganti pakannya dengan bunga. Hal ini disebabkan pada bulan Maret, bunga dari pohon mayang susu mengalami puncak pembungaan. Saat bunga mayang susu cukup tinggi di bulan Maret, terjadi konsumsi ulat yang menempel di daun mayang susu. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya nilai tertinggi proporsi pakan berupa insekta (ulat) di bulan Maret 2014.

Komposisi pakan orangutan terbesar adalah buah, umbut, dan bunga. Ketersediaan buah ada pengaruh positif terhadap proporsi orangutan makan buah dan bunga. Saat ketersediaan buah tidak ada orangutan akan cenderung menggeser pakannya menjadi daun, kulit kayu, serangga dan umbut sebagai stategi bertahan hidup. Namun umbut dan kulit kayu merupakan pilihan yang kuat saat ketersediaan buah tidak mencukupi. Selama penelitian juga tercatat orangutan juga memakan serangga berupa ulat dan rayap. Korelasi antara ketersediaan pakan dengan proporsi pakan buah. bunga. daun. umbut. kulit kayu dan serangga dipaparkan dalam Gambar 11.

(35)

19

Saat ketersediaan buah tinggi, orangutan cenderung responsif terhadap ketersediaaan buah, walaupun tidak begitu signifikan (r=0.25). Saat ketersediaan buah terbatas, orangutan terlihat mengganti pakannya dengan daun, umbut, dan kulit kayu. Saat tersedia buah, orangutan juga memilih pakan serangga dalam jumlah kecil sebagai upaya memnuhi kebutuhan protein.

Tumpang Tindih Jenis Pakan

Selama penelitian tercatat ada 46 jenis pakan yang dimakan. Dari semua jenis pakan orangutan yang teramati. terdapat tumpang tindih jenis pakan yang digunakan. Berdasarkan pengamatan tingginya irisan antara dewasa dengan anak adalah karena anak cenderung melihat pakan yang dimakan oleh orangutan dewasa. khususnya yang dimakan oleh induknya. Begitu juga interaksi yang lebih tinggi antara induk dewasa dengan anaknya. Besarnya tumpang tindih (%) penggunaan jenis pakan dijelaskan dalam Gambar 12.

Gambar 12 Tumpang tindih dalam persen (%) penggunaan item pakan antar kelas umur

Penggunaan Ruang Vertikal oleh Orangutan Berdasarkan Kelas Umur Berdasarkan data plot vegetasi, tinggi rata-rata pohon di Hutan Batang Toru adalah 18.24±8.12 m dengan diameter setinggi dada rata-rata 22.05±15.23 cm. Walaupun pohon agatis di luar plot fenologi dapat mencapai tinggi sekitar 35 m. Persentase penggunaan ruang vertikal yang terbesar adalah berada di ketinggian antara 16-25 m. Pada ketinggian 16-25 m ketersediaan pakan cukup tinggi, khususnya buah-buahan serta umbut. Penggunaan ruang pada ketinggian antara 6-10 m lebih sering saaat orangutan mengonsumsi daun muda Girronierra subaequalis. Orangutan Batang Toru, rata-rata berada di posisi 72.00-82.14% dari permukaan tanah (Gambar 13). Artinya orangutan lebih aktif di ruang tajuk bagian tengah. Sekali tercatat orangutan, yaitu Beta turun ke tanah, karena

62.86

Remaja

91.43

(36)

20

terputusnya strata tajuk akibat pohon tumbang. Secara lengkap penggunaan ruang vertikal oleh orangutan Sumatera dijelaskan dalam Gambar 14.

Gambar 13 Gambar penggunaan ruang vertikal (garis putus-putus) oleh orangutan di Batang Toru

Gambar 14 Penggunaan ruang vertikal oleh orangutan dalam beraktivitas

Jelajah harian Orangutan Sumatera

(37)

21

dan Beta merupakan individu fokal yang paling sering dijumpai di lokasi studi. Beta adalah betina yang selalu bergerak bersama Beti (Gambar 13), anak belum berpisah dan sesekali sering terlihat menyusu. Indah adalah betina dewasa yang berjalan sendiri, walaupun sering terlihat bergerak bersama Ipang. Jelajah harian individu fokal lainnya ditampilkan dalam lampiran.

Gambar 145 Jelajah harian Beta dan Beti yang dimulaidari pagi saat bangun sampai tidur di sarang malam (n=5 hari)

(38)

22

Selama penelitian tercatat Uli pernah sekali bermain dengan remaja lainnya. Jelajah Beti sama dengan jelajah Beta. Induknya. Hal ini disebabkan karena masih memiliki ketergantungan terhadap induk. Jarak antara Beti terhadap induknya (Beti) biasanya tidak melebihi 10 m. Nilai rerata jelajah harian dijelaskan pada Tabel 5.

Tabel 5Jelajah harian (m/hari) orangutan 7 individu fokal

Kelas Umur N. Min N. Maks Rerata

Jantan Dewasa 392.81 1326.66 760.73

Betina Dewasa 461.53 1734.23 1089.28

Remaja 432.26 1588.60 968.00

Anak 461.53 1506.93 959.79

Keterkaitan Pola Jelajah dengan Ketersediaan Pakan

Pola jelajah orangutan di Batang Toru lebih terkonsentrasi di tengah lokasi studi. Hal ini bisa diamati dari pergerakan harian orangutan yang banyak tumpang tindih di areal tengah. Berdasarkan penelitian. hal ini disebabkan karena ketersediaan buah di daerah tersebut cukup tinggi. Dari analisis fenologi serta pengamatan di lapangan. juga diperoleh tingginya nilai ketersediaan pakan di areal tengah. Pohon-pohon sampinur tali mengumpul di areal tengah. Pohon agatis tersebar secara acak di areal tengah dan lebih banyak tersedia di areal yang dekat dengan sungai. Pohon-pohon mayang (mayang susu, mayang merah, danMadhuca kunstleri), kempas banyak tersebar di areal tengah stasiun penelitian. Jelajah harian Indah adalah jelajah harian yang paling panjang selama penelitian. Namun demikian. pola jelajah Indah juga terlihat mengikuti ketersediaan pakan berupa buah yang masak.

Pembahasan Populasi Orangutan

(39)

23

Ketersediaan Pakan

Wich et al. (2014) melakukan perhitungan luas bidang dasar pohon – pohon pakan, luas bidang dasar secara berurutan adalah Campnosperma auriculatum(56.405 cm2/1.5 ha), Palaquium rostratum (48.231 cm2/1.5 ha),Madhuca laurifolia (45.458 cm2/1.5 ha),Gymnostoma sumatrana (27.188 cm2/1.5 ha), Schima walichii (22.212 cm2/1.5 ha), Unknown sp. (17.163 cm2/1.5 ha),Tristaniopsis whiteana(16.253 cm2/1.5 ha),Garcinia hombroniana (14.520 cm2/1.5 ha), Palaquium hexandrum(14.210 cm2/1.5 ha), Polyalthia sumatrana (13.834 cm2/1.5 ha), Dacrydium beccarii (13.195/1.5 ha), dan Agathis borneensis (13.166 cm2/1.5 ha).

Utami-Atmoko dan van Schaik (2010) menyebutkan bahwa ketersediaan pakan berupa buah di Sumatera lainnya. yaitu Ketambe memiliki rerata ketersediaan buah sebesar 9.6±3.6% (6.3-14.3).Berdasarkan studi sebelumnya dengan durasi studi yang lebih panjang di Batang Toru oleh Wich et al. (2014) ketersediaan buah sebesar 6.3% (4.0-7.9%). Ketersediaan buah bagi orangutan Kalimantan. yaitu di Gunung Palung sebesar 6.1±2.8% (2.5-12.5%). Namun demikian ketersediaan buah di Batang Toru masih berada di kisaran yang sama dengan di kedua lokasi tersebut, yakni 10.81±2.57% (6.31-14.41%).

Pakan Kesukaan dan Pakan Cadangan

Menurut Marshall dan Wrangham (2007), pakan kesukaan adalah pakan dengan kualitas gizi yang tinggi yang menjadi bagian penting dari komposisi pakannya selama musim pakan tersebut. Contoh dari pakan kesukaan adalah buah masak bagi simpanse di Kanyawara, daging buah non ara untuk orangutan di Kutai, dan buah non ara pencekik bagi orangutan di Ketambe. Pengertian pakan cadangan (fallback foods) bermacam-macam menurut para primatolog. Pakan cadangan (fallback foods) biasanya disebut sebagai pakan yang kualitasnya relatif miskin nutrisi dan kelimpahan tinggi yang dimakan ketika pakan yang disukai tidak tersedia (Marshall et al. 2009; Harisson dan Marshall 2011). Van Schaik (2004) menambahkan bahwa pakan cadangan merupakan makanan pendamping sebagai strategi menanggulangi paceklik pakan.Marshal et al. (2009) menyebutkan bahwa pakan cadangan adalah sumberdaya pakan yang secara relatif miskin kualitas gizinya namun menjadi bagian komponen pakan yang penting saat pakan kesukaan tidak tersedia.

Orangutan di Batang Toru terlihat memilih buah sampinur tali, agatis. jambu carallia, dan terentang sebagai pakan kesukaan (preferred food) dengan proporsi yang paling tinggi saat tersedia. Agatis adalah jenis konifer yang memiliki buah dengan jumlah ratusan biji-biji yang dapat tersebar oleh angin (biji samaras). Berdasarkan pengamatan di lapangan, pohon jenis ini adalah pohon dengan proporsi tertinggi sebagai pohon pakan dan bisa dikategorikan sebagai pakan kesukaan. Pohon sampinur tali juga menjadi pakan kesukaan. Pernah tercatat di bulan Mei 2010, orangutan makan di pohon sampinur tali dengan total individu sekitar 17 individu berbeda di dalam area seluas kurang dari 1 Km2 (Wich et al. 2014).

(40)

24

Orangutan Batang Toru cukup banyak memakan umbut Freycinetia sp., daun muda dan bunga sampinur tali. Proporsi memakan umbut oleh orangutan Batang Toru lebih tinggi dibanding orangutan di lokasi lain. Hal ini berbeda dari komposisi pakan yang disebutkan oleh Morogh-Bernardet al. (2009) di Ketambe dan Suaq Balimbing. Orangutan di Ketambe memiliki pakan cadangan berupa ara pencekik (strangler figs) dan di Suaq Balimbing orangutan akan memakan buah cemengang (Neesia) dalam waktu yang relatif lama (Marshall dan Wrangham2007; Harrison dan Marshall 2011).

Komposisi Pakan

Orangutan di Ketambe memiliki komposisi pakan yang tediri dari buah (67.5%), daun (16.4%), invertebrata (8.8%), bunga (3.5%), dan kulit kayu (2.7%). Sedangkan di Suaq Balimbing memiliki komposisi buah (66.2%), daun (15.5%). invertebrata (13.4%), dan kulit kayu (1.1%). Wich et al. (2014) menyatakan bahwa proporsi makan buah sebesar 73.7%, umbut 7.7%, dan daun sebesar 6.6%. Namun data tersebut diambil selama 5 bulan di awal, saat orangutan baru terhabituasi. Dengan melihat proporsi pakan di Suaq Balimbing dan Ketambe. serta penelitian sebelumnya maka komposisi pakan orangutan memiliki kisaran nilai yang serupa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan. orangutan Batang Toru memakan umbut dalam jumlah yang cukup besar, hal ini berbeda dengan orangutan di Suaq Balimbing dan Ketambe.

Perilaku

(41)

25

Jelajah Harian

Jelajah harian didefinisikan oleh Galdikas (1986) sebagai jarak yang benar-benar ditempuh orangutan semenjak keluar dari sarang malam pada pagi hari sampai masuk ke sarang untuk malam berikutnya. Singleton dan van Schaik (2001) menyatakan bahwa lokasi sumber pakan yang tersebar disuatu habitat dapat mempengaruhi pola. Jelajah orangutan terkonsentrasi di areal tengah stasiun penelitian. Hal ini disebabkan ketersediaan pakan yang cukup melimpah di areal ini. Seperti pohon-pohon jenis agathis dan sampinur tali tersebar di sekitar areal tengah. Hal senada juga disampaikan oleh di Fiore (2003), bahwa panjangnya jelajah harian scara signifikan dipengaruhi oleh kelimpahan daun muda, bunga, dan buah masak.

Belum ada data yang cukup kuat untuk menduga jelajah harian orangutan jantan. Namun demikian berdasarkan studi pada orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii), nilai jelajah hariannya mencapai 756 m/haridan mampu mencapai 1261 m/hari saat berpasangan dengan betina (Susanto 2012). Nilai jelajah orangutan jantan di Kalimantan memiliki nilai yang derupa dengan orangutan jantan di Batang Toru (dengan rerata 760.73 m/hari).

Rerata jelajah harian orangutan betina di Batang Toru lebih besar (1089.28 m/hari) dibandingkan dengan orangutan betina dengan anak dan betina dewasa secara seksual di Ketambe berturut-turut adalah 675 dan 722 m/hari. Anak orangutan berumur 6-8 selalu bersama dengan induknya meskipun sudah tidak bergantung lagi dalam navigasi di tajuk (van Noordwijk et al. 2009). Area jelajah Indah dan Beta terlihat tumpang tindih, sesuai dengan pernyataan Knott (1998) bahwa betina memiliki daerah tumpang tindih yang cukup besar.

Individu anakan sering mengikuti induk dalam pergerakan sehari-hari. Seperti yang ditemukan dari jelajah Beti yang sama dengan Beta. Rerata jelajah harian Beti adalah 959.79 m. Induk berjalan dengan anak dalam waktu yang lama disebabkan karena orangutan memiliki interval kelahiran yang cukup panjang. Interval kelahiran di Ketambe tercatat mencapai 9.3 tahun (Wich et al 2004) dan 8.2 tahun di Suaq Balimbing (Singleton dan van Schaik 2002).

Orangutan remaja sudah tidak berjalan bersama induknya. Studi di Suaq Balimbing dan Ketambe,orang utan pada umur 8-10 tahun meninggalkan induk dalam periode yang cukup panjang, meskipun terkadang masih mengunjungi induknya (van Noordwijk et al. 2009). Studi lain oleh Ferisa (2014) terhadap orangutan morio (P. p morio), jelajah harian remaja jantan adalah 749.00 m/hari. Jelajah harian remaja di Batang Toru lebih tinggi dari jelajah harian orangutan remaja di Prefab. yaitu sepanjang 968.00 m. Tingginya jelajah harian di Batang Toru disebabkan karena orangutan Batang Toru memiliki proporsi berpindah yang cukup tinggi.Selain itu juga karena ketersediaan pakan yang tersebar. Daerah tumpang tindih orangutan yang cukup tinggi memang kerap terjadi pada orangutan. Orangutan betina maupun jantan kerap kali melewati daerah yang sama (Singleton dan van Schaik 2001).

Penggunaan Strata Tajuk

(42)

26

orangutan berada di strata C dengan ketinggian 4-20 m (Ferisa 2014). Penggunaan ruang vertikal di Batang Toru lebih banyak berada di ketinggian 16-25 m. Orangutan di Mentoko rata-rata aktif di posisi ketinggian 82.84%, begitu juga dengan orangutan di Prefab yang rata-rata aktif di posisi ketinggian 81.14% (Ferisa 2014). Pada ketinggian ini orangutan lebih mudah bergerak karena ketersambungan tajuk. Posisi ketinggian tersebut sama dengan orangutan Batang Toru yang berada pada posisi 72.00-82.14%. Tinggi rata-rata pohon di Batang Toru adalah 18.27 m, nilai ini diperoleh dari rata-rata tinggi pohon plot fenologi.

Implikasi untuk Pengelolaan

Perburuan masih kerap terjadi di sekitar hutan Batang Toru. Bahkan penambangan ilegal oleh masyarakat juga terjadi di sekitar stasiun penelitian. Begitu juga kehilangan habitat akibat konversi lahan oleh Etnis Nias yang datang ke Hutan Batang Toru. Konflik antara manusia dengan orangutan juga kerap terjadi. khususnya saat musim panen durian. Hal tersebut menjadi ancaman bagi keberadaan satwa di Hutan Batang Toru, khususnya orangutan Sumatera yang tergolong satwa kritis dan sangat tergantung dengan keberadaan vegetasi.

Dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang orangutan Batang Toru, diharapkan menjadi bahan dan rekomendasi untuk melakukan aksi konservasi yang tepat sasaran, baik dalam hal pengelolaan habitat dalam hal ini adalah vegetasi dan komponen lainnya maupun pengelolaan populasi orangutan. Upaya yang paling mungkin untuk menanggulangi kegiatan yang mengancam adalah dengan dilakukannya sosialisasi rutin di desa-desa yang berbatasan dengan hutan. khususnya terhadap Etnis Nias. Kegiatan mitigasi konflik juga menjadi upaya yang tepat guna. untuk mencegah konflik yang dapat merugikan manusia maupun upaya perlindungan terhadap orangutan.

Pengelolaan populasi dapat dilakukan dengan melakukan monitoring secara berkala terhadap populasi orangutan. Daftar jenis pohon pakan yang diperoleh selama penelitian merupakan vegetasi asli (native species) di Batang Toru. Daftar jenis tersebut dapat menjadi rekomendasi apabila ada gerakan penanaman di sekitar Hutan Batang Toru. Upaya lainnya berupa pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan ini menjadi solusi yang penting, yang mana banyak anak-anak usia sekolah di sekitar Hutan Batang Toru yang kurang memahami nilai pentingnya satwa. bahkan orangutan.

5

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(43)

27

b. Pakan kesukaan adalah buah sampinur tali. buah agatis. dan buah terentang. Pakan cadangan meliputi umbut Freycinetia sp., bunga mayang susu, daun, dan kulit kayu.

c. Berdasarkan kajian fenologi diperoleh rerata indeks ketersediaan pakan (daun muda adalah 47.61±3.96%, rerata buah 10.81±2.57%, dan rerata bunga 7.49±2.10%) cukup fluktuatif namun masih mampu mendukung kelangsungan hidup orangutan.

d. Tumpang tindih penggunaan jenis pakan antara orangutan dewasa dengan remaja sebesar 62.86%, tumpang tindih dewasa dengan anak sebesar 91.43%. sedangkan remaja dengan anak adalah sebesar 62.86%.

e. Perilaku tiga kelas umur betina terdiri dari makan (65-67.%). bergerak (15-16%)dan beristirahat (11-15%).Perilaku dua kelas umur jantan terdiri dari makan (57-60%), bergerak (15-20%), dan beristirahat (13-18%).

f. Orangutan lebih banyak beraktivitas di ruang vertikal di bagian tengah tajuk dengan ketinggian 16-25 m,dengan rata-rata berada di posisi 72.00-82.14% dari permukaan tanah.

g. Jelajah harian rata-rata untuk jantan dewasa adalah 760.73 m, betina dewasa adalah 1089.28 m, remaja adalah 968.00 m, dan anak sebesar 959.79 m.

Saran

a. Penelitian tentang ekologi masih perlu dilakukan untuk memperoleh data jangka panjang, sehingga akan terlihat dinamika dari ekologi orangutan. Penelitian lanjutan jelajah harian dan wilayah jelajah juga cukup penting. karena belum diperoleh data berapa luasan wilayah jelajah orangutan Batang Toru.

b. Selain itu. penelitian yang bertemakan sosial budaya juga penting untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang upaya konservasi orangutan Sumatera.

c. Sosialisasi berkelanjutan untuk penyadartahuan terhadap masyarakat sebagai upaya konservasi

DAFTAR PUSTAKA

Altmann J. 1974. Observational study of behavior: Sampling Methods. Allee Laboratory of Animal Behavior.Chicago(US): University of Chicago Chapman CA , WranghamRW. 1994. Indices of habitat-wide fruit abundance in

tropical forests.BiotropicaVol26:160–17

Delgado RA, van Schaik CP. 2002. The Behavioural ecology and conservation the orangutan (Pongo pygmaeus) : A tale of two islands. Evolutionary Anthropology Vol 9 : 201-218.

(44)

28

Di Fiore A. 2003. Ranging behavior and foraging ecology of lowland woolly monkeys (Lagothrix lagotricha poeppigii) in Yansuni National Park. Ecuador. American Journal of PrimatologyVol 59 : 47-66.

Di Fiore A. 2004. Diet and feeding ecology of woolly monkeys in a Western Amazonian Rain Forest. International Journal of PrimatologyVol. 25(4) : 767-801.

Ferisa A. 2014. Pemanfaatan ruang oleh orangutan Pongo pygmaeus morio (Owen. 1837) di Stasiun Penelitian Mentoko dan Prefab. Taman Nasional Kutai. Kalimantan Timur [tesis].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fredriksson GM, Usher G. 2007. Potret Hutan Batang Toru. Medan (ID):

Yayasan Ekosistem Lestari.

Galdikas BMF. 1986. Orangutan diet. range. and activity at Tanjung Putting. Central Borneo.International Journal of PrimatologyVol. 9:1-35.

Goosens B, Chikhi L, Jalil MF, James S, Acrenaz M, Lackman – Acrenaz I,Bruford MW. 2009. Taxonomy. geographic variation and population genetics of Bornean and Sumatran orangutan. Dalam : Wich SA. Utami-Atmoko SS. Setia TM. dan van Shaik CP. (Editor). Orangutans. Geographic in Behavioral Ecology and Conservation. Oxford (UK): Oxford. hal 1 - 14.

Harrison ME dan Marshall AJ. 2011. Strategies for the use of fallback foods in apes.International Journal of Primatology Vol 32: 531-565

Harrison T, Krigbaum J, Manser J. 2006. Primate biogeography and ecology on the Sunda Shelf islands: a paleantological and zooarcheological perspective. Dalam Lehman AM dan Fleagle JG (Editor). Primate Biogeography. New York (US): Springer hal 331-372.

Indra M, Fredriksson GM. 2007. Hutan Batang Toru harta karun Tapanuli. Medan (ID): Yayasan Ekosistem Lestari.

Khakim MFR. 2010. Yearly Report Yayasan Ekosistem Lestari. Tidak Dipublikasikan.

Knott CD. 1998. Change in orangutan caloric intake. energy balance. and ketones in response to fluctuating fruit avalability.International Journal of Primatology Vol 19(6).

Marshall AJ, Boyko CM, Feilen K, Boyko RH, Leighton M. 2009. Defining fallback foods and assessing their importance in primate ecology and evolution. American Journal of Physical Anthropology 140 : 603–614. Marshall AJ, Wrangham RW. 2007. Evolutionary consequences of fallback foods.

International Journal of Primatology28 : 1219–1235.

Marshall AJ. 2009. Orang-utan feeding behaviour in Sebangau. Central Kalimantan[disertasi]. Cambridge (UK): Wildlife Research Group. The Anatomy School. University of Cambridge.

Martin PR, Bateson P. 1993. MeasuringBehaviour : An Introductory Guide.

Cambridge (UK): Cambridge University Press.

Morogh-Bernard H. McLardy C. 2002. Orangutan data collection standardisation. San Anselmo (US).

(45)

29

between species. population and habitats. Dalam : Wich SA. Utami-Atmoko SS, Setia TM, dan van Shaik CP. (Editor). Dalam orangutans, geographic in behavioral ecology and conservation. New York (US): Oxford University Press. hal 119-133.

Nater A, Nietlisbach P, Arora N, van Schaik CP, van Noordwijk MA, Willems. Erik P, Singleton I, Wich SA, Goossens B, Warren KS, Verschoor EJ, Perwitasari-Farajallah D, Pamungkas J, Krützen M. 2011. Sex-biased dispersal and volcanic activities shaped phylogeographic patterns of extant orangutans (genus: Pongo).Mol. Biol. Evol. 28(8):2275–2288.

Rothman JM, Dierenfeld ES, Hinch FH, Pell AN. 2006. Nutritional chemistry of foods eaten by gorillas in Bwindi Impenetrable National Park. Uganda. American Journal of Primatology Vol 68 (7): 675-691.

Russon AE, Wich SA, Acrenaz M, Kanamori T, Knott CD, Kuze N, Morogh-Bernard HC.,Pratje P, Ramlee H, Rodman P, Sawang A, Sidiyasa K., Singleton I, van Schaik CP. 2009. Geographic variation in orangutan diets.

Dalam : Wich SA, Utami-Atmoko SS, Setia TM, dan van Shaik CP. (Editor). Dalam orangutans, geographic in behavioral ecology and conservation. New York (US): Oxford University Press. hal 135-156.

Singleton I, van Schaik CP. 2002. The social organisation of a population of sumatran orangutans.Folia Primatologica. 73:1-20.

Singleton I, van Schaik CP. 2001. Orangutan home range size and its determinants in a Sumatran Swamp Forest.International Journal of Primatology, Vol. 22 No. 6.

Sumatran Orangutan Conservation Programme. 2013. Sikundur Monitoring Post: Annual report. Tidak Dipublikasikan.

Susanto TW. 2012. Pola jelajah dan pemanfaatan habitat orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii) di Stasiun Penelitian Cabang Panti. Taman Nasional Gunung Palung. Kalimantan Barat [tesis]. Universitas Indonesia. Depok. Utami SS, van Hooff JARAM. 1997. Brief reports. meat-eating by adult female

Sumatran Orangutans (Pongo pygmæus abelii).American Journal of Primatology 43 : 159–165.

Utami-Atmoko SS, van Schaik CP. 2010. The natural history of Sumatran orangutan. Dalam : Gursky-Doyen S dan Supriatna J. (Editor). Indonesian Primates. New York (US): Springer hal 41-55.

Van Noordwijk MA, Sauren SEB, Nuzuar, Abulani A, Morogh-Bernard HC, Utami-Atmoko SS, van Schaik. 2009. Development of independence. Sumatran and Bornean Orangutan compared. Dalam : Wich SA, Utami-Atmoko SS, Setia TM,van Shaik CP. (Editor). Orangutans. Geographic in Behavioral Ecology and Conservation. New York (US):Oxford University Press. hal 189-203.

Van Schaik CP. 2004. Among orangutans : Red apes and the rise of human culture. Massachusett (US): Belknap Press of Harvard University.

(46)

30

Wich SA, Singleton I, Utami-Atmoko SS, Geurts ML, Rijksen HD, van Schaik CP. 2003. The status of the Sumatran orang-utan Pongo abelii: an update. Oryx I : 49-54.

Wich SA, Usher G, Peters HH, Mokhamad Faesal Rakhman Khakim, Nowak MG, Fredriksson GM. 2014. Preliminary data on the highland Sumatran Orangutans (Pongo abelii) of Batang Toru. Dalam Grow NB, Gursky-Doyen S, Krzton A (Editor). New York (US): Springer hal 265-283. Wich SA, Utami-Atmoko SS, Setia TM, DjoyosudarmonS, Geurts ML. 2006.

(47)

Lampiran 1Jenis-jenis pakan orangutan

Nomor Nama Lokal Nama Latin Famili Bagian Pakan Buah Biji Daunn Daun

muda

Kulit Kayu

Bunga Insekta Umbut

BT001 Terentang Capnosperma auriculatum

Anacardiaceae √ − − − − − − −

BT002 Petai Parkia speciosa Leguminosae − √ − − − − − −

BT003 Ficus Ficus sp. Moraceae √ √ − − − √ − −

BT004 Hoting Litocarpus sp. Fagaceae − √ − − − − − −

BT005 Hoting Litocarpus rassa Fagaceae − √ − − − − − −

BT006 Damar Putih Agathis bornoensis Araucariaceae − √ − − − − − − BT007 Malaka Tetramerista glabra Theaceae √ − − − − − − −

BT008 Liana pandan frecynetia spp. Pandanaceae − − − − − √ − √

BT009 Pisang pisang 2 Unknown Unknown − − − − − − − − BT010 Lalap (local name) Unknown Unknown − − √ √ − − − −

BT011 unknown Unknown Unknown − − √ √ − − − −

BT012 Medang Kunyit Girronera subaequalis Ulmaceae − − − √ √ − − −

BT013 Ficus Ficus spp. Moraceae √ √ − − − − − −

BT014 unknown Unknown Unknown √ √ − − − − − −

BT015 Rayap Termitte (Bulbitermes sp)

Unknown − − − − − − √ −

BT016 unknown Cf. Ilex Cymosa Unknown √ √ − − − − − − BT017 Jambu kuncup cf. Syzigium sp. Myrtaceae √ √ − − − − − −

BT018 Rotan Unknown Unknown √ √ − − − − − −

BT019 Aturmangan Gymnostoma sumatrana Casuarinaceae − √ √ − − − − −

BT020 Anggrek Unknown Orchidaceae − − − − − − − −

(48)

32

Nomor Nama Lokal Nama Latin Famili Bagian Pakan Buah Biji Daunn Daun

muda

Kulit Kayu

Bunga Insekta Umbut

BT021 Mayang merah Maducha laurifolia Sapotaceae √ − − − √ − − −

BT022 Mayang putih Palaquium hexandrum Sapotaceae √ − − − − − − −

BT023 Mayang susu Palaquium rostratum Sapotaceae √ − − − √ √ − − BT024 Jambu 1 cf. Syzigium sp. Myrtaceae − √ − − − − − −

BT025 Liana buah hitam Unknown Unknown − √ − − − − − −

BT026 Pandan besar/attunu Pandanus tectorius Pandanaceae − − − − − − − √ BT027 Jambu Merah Cf. Carralia egunoidea Myrtaceae √ − − − − − − −

BT028 Sampinur tali Dacridium becarii Podocarpaceae √ √ − − − − − − BT029 Medang batu Labisia pumilla Sapotaceae √ √ − − − − − −

BT030 Liana buah kuning Liana Unknown √ − − − − − − −

BT031 nangka nangkaan Artocarpus sp 1. Moraceae √ − − − − − − − BT032 Gitan Willughbeia sp. Cf. Moraceae √ − − − − − − −

BT033 unknown Liana Unknown − √ − − − − − −

BT034 Rambutan Nepelium lappecium Sapindaceae √ − − − − − − − BT035 ficus besar Ficus sp. Moraceae √ √ − − − √ − −

BT036 Liana kantong Liana Unknown − − − − − − √ −

BT037 Pandan kecil Unknown Pandanaceae − − − − − − − −

BT038 unknown Stemonurus spp. Icacinaceae − √ − − − √ − −

BT039 unknown Unknown Unknown − − − √ − − − −

BT040 jambu 2 Cf. Syzigium sp. Myrtaceae − √ − − − − − −

BT041 unknown Unknown Leguminosae or Bignoniaceae

− √ − − − − − −

BT042 kempas Koompasia malaccensis Leguminosae − √ − − − − − −

(49)

33

33

Nomor Nama Lokal Nama Latin Famili Bagian Pakan Buah Biji Daunn Daun

muda

Kulit Kayu

Bunga Insekta Umbut

BT043 unknown Unknown cf. Euphorbiaceae − − √ − − − − −

BT044 unknown Liana Unknown − − − − − − − −

BT045 unknown Unknown Unknown − − √ − − − − −

BT046 Kayu eboni Diospyros mangayi Ebenaceae − √ − √ − − − −

BT047 pisang pisangan 1 Unknown Unknown − − − − − − − − BT048 unknown liana bergetah Unknown − − − − − − − −

BT049 sarang semut Unknown Unknown − − − − − − √ − BT050 barangan Castanopsis spp. Fagaceae − √ − − − − − −

BT051 Rengas Gluta aptera Anacardiaceae √ √ − − − − − −

BT052 Cemengang Neesia sp. Bombacaceae − √ − − − − − − BT053 Torop Artocarpus elasticus Moraceae − − − − − − −

BT054 Langsat Aglaia tomentosa Meliaceae √ √ − − − − − −

BT055 Darah-darah Knema laurina Myristicaceae √ √ − − − − − −

BT056 Medang-medangan ? Lauraceae √ √ − − − − − −

BT057 Baja-baja Gomphia serrata Lauraceae √ √ − − − − − − BT058 Baja-baja Rodamnia cinerea Myrtaceae √ √ − − − − − −

BT059 Sampinur bunga Dacrycarpus imbricatus Podocarpaceae √ √ − − − − − −

BT060 Medang gembung Endospermum diadenum Euphorbiaceae √ √ − − − − − − BT061 Kandis Garcinia hombroniana Guttiferae √ √ − − − − − −

BT062 Andis Swintonia floribunda Anacardiaceae √ √ − − − − − −

(50)

34

Nomor Nama Lokal Nama Latin Famili Bagian Pakan Buah Biji Daunn Daun

muda

BT068 Mangga-mangga Mangifera foetida Anacardiaceae √ √ − − − − − −

BT069 Lumut ? ? − − − − − − −

Porterandia anisophila

(51)

35

35

Nomor Nama Lokal Nama Latin Famili Bagian Pakan Buah Biji Daunn Daun

muda

Kulit Kayu

Bunga Insekta Umbut

BT 084

Liana daun besar ? ? − √ − − − − − −

BT 085

Jambu-jambu Syzigium garcinifolia Myrtaceae √ √ − − − − − −

BT 086

Stemonurus malaccensis Icacinaceae √ √ − − − − − −

BT 087

Dacryodes rostrata − − − − √ − − −

BT 088

Jambu-jambu Syzigium napiformis Myrtaceae − − − √ − − − −

BT 089

Stemonurus umbellata Icacinaceae − − − − − √ − −

BT 090

(52)

36

Lampiran 2 Hasil uji χ² (khi-kuadrat) untuk kebebasan Jantan Dewasa dan Betina Dewasa

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis Tingkah Laku * JK 1.997E2a 100.0% .000 1.4E-14% 199.730 100.0%

a. Number of valid cases is different from the total count in the crosstabulation table because the cell counts have been rounded.

Jenis Tingkah Laku * JK Crosstabulation

JK

Total betina Jantan

Jenis Tingkah Laku F Count 66 60 126

Expected Count 62.7 63.3 126.0

M Count 16 15 31

Expected Count 15.4 15.6 31.0

NV Count 2 13 15

Expected Count 7.5 7.5 15.0

O Count 1 1 2

Expected Count 1.0 1.0 2.0

R Count 15 12 27

Expected Count 13.4 13.6 27.0

S Count 0 0 0

Expected Count .0 .0 .0

(53)

37

Expected Count .0 .0 .0

Total Count 100 101 201

Expected Count 100.0 101.0 201.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 8.713a 6 .190

Likelihood Ratio 9.661 6 .140

Linear-by-Linear Association .169 1 .681

N of Valid Cases 201

a. 6 cells (42.9%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .00.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

(54)

38

Jenis Tingkah Laku * JK Crosstabulation

JK

Total betina Jantan

Jenis Tingkah Laku F Count 65 56 121

Expected Count 60.8 60.2 121.0

M Count 14 19 33

Expected Count 16.6 16.4 33.0

NV Count 6 3 9

Expected Count 4.5 4.5 9.0

R Count 12 17 29

Expected Count 14.6 14.4 29.0

V Count 0 1 1

Expected Count .5 .5 1.0

Total Count 97 96 193

Expected Count 97.0 96.0 193.0

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 4.284a 4 .369

Likelihood Ratio 4.697 4 .320

Linear-by-Linear Association 1.612 1 .204

N of Valid Cases 193

a. 4 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.

 

 

(55)

39

(56)

40

(57)

41

(58)

42

Gambar

Gambar 1Rumusan permasalahan penelitian
Gambar 2Curah hujan di Hutan Batang Toru sampai dengan tahun 2014
Gambar 3Peta Stasiun Riset Yayasan Ekosistem Lestari-Program Konservasi
Tabel 1Individu fokal yang paling sering dijumpai/diikuti
+7

Referensi

Dokumen terkait

Suatu negara yang berdaulat menurut hukum internasional mempunyai hak untuk menerima dan mengusir orang asing dari wilayahnya, jika ternyata orang asing yang berada di

Diterangkan bahwa individu yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi akan bertanggung jawab untuk mencari solusi dari tugas maupun permasalahan, merancang ulang dengan

Tabel Hasil Output Uji Multikolinearitas Setelah Mengeluarkan Variabel Pengeluaran

Anak-anak yang terpapar arsenik anorganik mungkin memiliki banyak efek yang sama dengan orang dewasa, termasuk iritasi lambung dan usus, kerusakan pembuluh darah, perubahan kulit,

Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada

dibandingkan dengan verbal semata. 19 Kelebihan media gambar di bandingkan media tulis yaitu lebih efisien dan mempersingkat waktu pengajaran. b) Gambar dapat mengatasi

dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). 2) Bahwa Bank Permata bertanggung jawab atas akibat hukum dalam perjanjian. jual beli piutang dan akta cessie antara Silver

Kepastian hukum bukan hanya berupa Pasal-Pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan Hakim antara putusan yang satu dengan putusan Hakim yang