• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN

PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

1. Pembelajaran Matematika a. Hakekat Matematika

Secara umum, istilah matematika sudah tak asing lagi bagi sebagian orang, sebab kegiatan-kegiatan yang ada dalam kehidupan sehari-hari merupakan aplikasi dari konsep matematika. Istilah matematika diambil dari Bahasa Yunani yaitu mathematike yang berarti “relating to learning”. Kata tersebut mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike juga berhubungan erat dengan kata yang serupa yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir). Secara etimologis kata matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar.

Dalam kamus bahasa Indonesia matematika diartikan sebagai ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan-bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.8

Menurut Ruseffendi (dalam Erman, 2003), Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam kehidupannya yang kemudian diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis, sehingga sampai pada suatu

8 Departemen Pendidikan Nasioanal, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Ed. III, h. 723.

kesimpulan berupa konsep-konsep matematika.9

Selain dari definisi matematika di atas ada beberapa definisi lain yang dikemukakan oleh para tokoh matematika antara lain:

Menurut Jhonson dan Myklebust, “matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir”. Menurut Lerner, “matematika di samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mendata, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas”. Kline juga mengemukakan bahwa “matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara berfikir deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif”.10

Menurut Paling, ide manusia tentang matematika berbeda-beda, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Selanjutya, Paling mengemukakan bahwa,

matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.11

Berdasarkan pendapat Paling tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menemukan jawaban atas tiap masalah yang dihadapinya, manusia akan menggunakan (1) informasi yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi; (2) pengetahuan tentang bilangan, bentuk, dan

9

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika UPI, 2003), Ed. Revisi. h. 16.

10

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Cet.II, h.252.

11

ukuran; (3) kemampuan untuk menghitung; (4) kemampuan untuk mengingat dan menggunakan hubungan-hubungan

Berdasarkan definisi matematika oleh para ahli tersebut maka karakteristik matematika dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Objek pembicaraannya adalah abstrak 2) Pembahasannya mengandalkan nalar

3) Pengertian atau pernyataan dalam matematika diberikan berjenjang dan sangat konsisten(tetap)

4) Matematika melibatkan perhitungan dan pengerjaan (operasi) yang aturannya disusun sesuai dengan nalar

5) Matematika dapat dialih gunakan dalam berbagai aspek ilmu maupun dalam kehidupan sehari-hari sehingga disebut pelayan ilmu dan teknologi.

Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa sulit untuk mendefinisikan pengertian matematika secara utuh dan menyeluruh karena cakupannya yang sangat luas dan berbeda-beda tergantung siapa, kapan dan dimana sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman seseorang yang mengatakannya. Namun demikian dapat kita katakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis yang menjelaskan tentang hubungan pola-pola yang diperoleh melalui proses berpikir dan bernalar.

b. Pengertian Pembelajaran Matematika

Belajar adalah sebuah proses yang dialami oleh setiap manusia sejak lahir sampai akhir hidupnya. Dengan belajar manusia mengalami perubahan-perubahan dalam kehidupannya. Dalam kesimpulan yang dikemukakan Abdillah (2002), “belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu”.12 Dan menurut Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psychology: The Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.13

Menurut Slameto belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.14 Sedangkan menurut Sadirman A.M belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.15

Dari beberapa pengertian belajar yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar menimbulkan perubahan yang relatif tetap, yang membedakan antara keadaan individu sebelum berada dalam situasi belajar dan sesudah belajar yang melalui latihan dan pengalaman sehingga mengalami perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu dapat berupa pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan sikap yang lebih baik.

Dalam dunia pendidikan kita sering mengenal istilah belajar dan pembelajaran, kedua istilah ini sudah tidak asing lagi bagi sebagian orang terutama para pendidik. Namun sering kali orang merasa bingung untuk membedakannya. “Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang dalam bahasa Yunani disebut instructus atau “intruere” yang berarti menyampaikan pikiran, dengan

12

Aunurahman, Belajar dan pembelajaran (Bandung: ALFABETA, 2009), h. 35. 13

Muhibbin syah, Psikologi Pendidikan dengan pendekatan baru (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 88.

14

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: PT Bina Aksara, 2003), Cet IV, h. 2.

15 Sadirman A.M, Interaksi dan Motivasi belajar mengajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h. 20.

demikian arti instruksional adalah menyampaikan pikiran atau ide yang telah diolah secara bermakna melalui pembelajaran”.16

Menurut Pasal I Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional menyebutkan bahwa Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sementara itu menurut Erman Suherman dalam bukunya memaparkan, pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan.17

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar (BSNP, 2006:16).18 Hal ini dapat terwujud melalui penggunaan strategi pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik (student centred).

Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang disengaja atau upaya yang dirancang oleh pendidik dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas) yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar serta terjadinya interaksi optimal antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa yang lain.

Pada kenyataanya meskipun belajar bisa terjadi tanpa pembelajaran, namun pengaruh aktivitas pembelajaran dalam belajar hasilnya lebih sering menguntungkan dan biasanya mudah diamati.19 Selain itu, peristiwa belajar yang disertai dengan proses pembelajaran

16

Bambang, Warsita, Teknologi Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 265 17

Erman Suherman, dkk., Strategi…, h. 8.

18 Bambang, Warsita, Teknologi Pembelajaran…, h. 266 19

akan lebih terarah dan sistematik daripada belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial di masyarakat.

Berdasarkan pembahasan mengenai hakikat matematika di atas bahwa istilah matematika bukan hal yang asing lagi bagi setiap orang selain mempunyai manfaat dalam aplikasi kehidupan sehari-hari matematika juga merupakan ilmu yang dipelajari di semua jenjang pendidikan, ada banyak alasan perlunya belajar matematika. Menurut Cockroft ada enam alasan mengapa matematika perlu dipelajari, yaitu:20 (1) selalu digunakan dalam segi kehidupan, (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika, (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas, (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan, dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

Dengan demikian pembelajaran matematika adalah suatu proses yang dirancang oleh guru agar mampu mengelola semua komponen dalam belajar matematika dan hendaknya antara komponen yang satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi secara harmonis dengan tujuan untuk menciptakan belajar matematika yang efektif.

Dalam pembelajaran matematika, hal yang harus dipelajari diantaranya yaitu mengenai konsep-konsep dasar matematika. Menurut Bruner, belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur matematika serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika tersebut. Konsep-konsep-konsep matematika dipelajari sesuai dengan tahapannya secara bertingkat, yaitu mulai dari yang sederhana sampai ke yang kompleks.

Belajar matematika bagi siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran

20 Mulyono Abdurrahman Abror, Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), cet II, h. 253.

suatu hubungan di antara pengertian-pengertian tersebut. Para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dari sebuah objek. Matematika juga berfungsi sebagai ilmu atau pengetahuan yang perlu dikuasai oleh siswa karena matematika bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Begitu penting matematika dalam kehidupan sehingga setiap manusia berusaha untuk belajar matematika

Di sekolah, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh seluruh siswa. Hal ini karena matematika mempunyai fungsi yang penting bagi siswa yaitu sebagai alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan. Matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah dalam mata pelajaran yang lain, dalam dunia kerja atau dalam kehidupan sehari-hari. Matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi misalnya melalui persamaan-persamaan atau tabel-tabel dalam model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita.

Tujuan pembelajaran di sekolah mengacu pada fungsi matematika dan tujuan pendidikan nasional. Tujuan umum pembelajaran matematika di sekolah meliputi dua hal, yaitu:

1) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.

2) Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan.

Pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa yang kita ajar. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan

beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di sekolah sebagai berikut:21

1) Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap)

Pembelajaran matematika dimulai dari hal yang konkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks. Jadi siswa dapat membentuk konsep-konsep matematika dimulai dari konsep yang bersifat dasar sampai pada konsep yang bersifat kompleks.

2) Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral

Setiap memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari dan sekaligus untuk mengingatkan kembali. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran matematika. Metode Spiral bukanlah pengajaran konsep hanya dengan pengulangan atau perluasan saja tetapi harus ada peningkatan. Spiralnya harus spiral naik bukan spiral mendatar.

3) Pembelajaran matematika menekankan pola berpikir deduktif Matematika adalah ilmu deduktif, matematika tersusun secara deduktif aksiomatik yaitu dimulai dari konsep-konsep umum terlebih dahulu kemudian dikembangkan dan diperluas menjadi hal-hal yang lebih bersifat khusus. Walaupun matematika adalah ilmu deduktif, akan tetapi dalam pelaksanaannya guru dapat memilih pendekatan yang cocok dengan perkembangan intelektual siswa sehingga tidak harus selalu deduktif. Misalnya pada perkembangan siswa di SMP, maka dalam pembelajaran matematika belum seluruhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih bercampur dengan induktif.

21

4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

Kebenaran matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatiknya. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan konsep yang lainnya Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan dengan pernyataan yang telah diterima kebenarannya.

Dalam mengajarkan matematika, guru harus mampu membawa misi atau pendekatan tertentu dengan cara memilih strategi pembelajaran yang tepat sehingga pendekatan itu bisa berjalan semestinya. Strategi mengajarkan konsep matematika adalah prosedur dan algoritma yang berkaitan dengan mengajarkan konsep tersebut. Strategi yang dipilih haruslah bertumpu pada optimalisasi interaksi semua unsur pembelajaran serta optimalisasi keterlibatan seluruh indera siswa. Penekanan pembelajaran matematika tidak hanya pada melatih keterampilan dan hafal fakta tetapi pada pemahaman konsep sehingga siswa mampu memecahkan masalah yang dihadapi untuk meningkatkan hasil belajar matematika

Dengan demikian dalam pembelajaran matematika diharapkan berakhir dengan sebuah pemahaman siswa yang komprehensif dan holistik ( lintas topik bahkan lintas bidang studi jika memungkinkan) tentang materi yang telah disajikan. Pemahaman siswa yang dimaksud tidak sekedar memenuhi tuntutan tujuan pembelajaran matematika secara substantif saja, namun diharapkan pula muncul ‘efek iringan’ dari pembelajaran matematika tersebut. Efek iringan yang dimaksud antara lain adalah22 :

a) Lebih memahami keterkaitan antara satu topik matematika dengan topik matematika yang lainnya

22

b) Lebih menyadari akan penting dan strategisnya matematika bagi bidang lain

c) Lebih mampu berfikir logis, kritis dan sistematis

d) Lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi pemecahan masalah dan

e) Lebih peduli pada lingkungan sekitarnya.

Ketercapaian dua sasaran pembelajaran matematika secara substantif dan efek iringannya akan tercapai manakala siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk belajar matematika secara komprehensif. Dengan demikian dalam pembelajaran matematika siswa mendapat porsi lebih banyak dibandingkan dengan guru, bahkan mereka harus dominan dalam kegiatan belajar mengajar dan siswa berperan lebih aktif sebagai pembelajar dan fungsi guru lebih pada sebagai fasilitator.

c. Hasil Belajar Matematika

Keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari segi hasil proses belajar yang baik memungkinkan hasil belajar yang baik pula. Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar terjadi berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa.23

Menurut Abdurrahman, hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.24 Pengertian tersebut senada dengan pendapat Nana Sudjana yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.25 Dan Muhibbin Syah dalam

23

Dimiyati, Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h. 4. 24

Mulyono Abdurahman Abror, Pendidikan bagi…, h. 37.

25 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), Cet.XIV, h. 22.

psikologi pendidikan juga menguraikan tentang karakteristik perubahan sebagai hasil belajar, yaitu: perubahan itu intensional, positif dan aktif serta efektif dan fungsional.26

1) Perubahan Intensional

Yaitu perubahan yang terjadi berkat pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari atau dengan kata lain bukan kebetulan. Karakteristik ini mengandung konotasi bahwa siswa menyadari akan adanya perubahan yang dialami atau ia merasakan adanya perubahan positif dalam dirinya, seperti: penambahan pengetahuan, kebiasaan, sikap dan lain-lain.

2) Perubahan positif dan aktif

Yaitu perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Perubahan positif artinya baik, bermanfaat serta sesuai dengan harapan. Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi karena usaha siswa itu sendiri.

3) Perubahan efektif dan fungsional

Yaitu perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif yaitu berhasil guna. Artinya perubahan itu membawa pengaruh, makna dan manfaat tertentu bagi siswa. Perubahan efektif dan fungsional biasanya bersifat dinamis dan mendorong terjadinya perubahan positif lainnya.

Sementara itu dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bunyamin Bloom yang mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu: 27 1) Ranah kognitif (al-Nahiyah al-Fikriyah)

26

Muhibbin Syah, Psikologi…, h. 115.

27 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), ed. 1-7, h. 53.

Pengetahuan pemahaman penerapan Analisis Sintesis evaluasi Comprehension Aplication Analysis Synthesis Evaluation Knowledge

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang tersebut adalah: (1) Pengetahuan/ hafalan/ ingatan (knowledge), (2) Pemahaman (comprehension), (3) Penerapan (application), (4) Analisis (analysis), (5) Sintesis (synthesis) dan (6) Penilaian (evaluation).

Gambar 1. Enam Jenjang Berpikir pada Ranah Kognitif

Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan ini merupakan proses berpikir yang paling rendah.

Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan kata-katanya sendiri.

Penerapan atau aplikasi (application) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum,

tatacara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya, dalam situasi baru dan konkret.

Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan yang lain.

Sintesis (synthesis) adalah kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari proses berpikir analisis. Analisis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang terstruktur atau berbentuk pola baru.

Penilaian (evaluation) adalah jenjang berpikir yang paling tinggi dalam ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom. Penilaian atau evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide.

2) Ranah Afektif (al-Nahiyah al-Mauqifiyah)

Taksonomi untuk daerah afektif mula-mula dikembangkan oleh David R. Krathwohl dan kawan-kawan (1974) dalam buku yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives: Afective Domain. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Ranah afektif ini oleh Krathwohl dan kawan-kawan ditaksonomi menjadi lebih rinci lagi kedalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding (3) valuing (4) organization, dan (5) characterization by a value or value complex.

Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah

kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attending juga sering diberi pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada tahap ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau mengidentikkan diri dengan nilai itu.

Responding (menanggapi) mengandung arti adanya partisispasi aktif. Kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara.

Valuing (menilai atau menghargai). Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Dalam kaitan dengan proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila sesuatu ajaran telah mampu mereka nilai dan mereka telah mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu telah mulai dicamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian maka nilai tersebut telah stabil dalam diri peserta didik.

Organization (mengatur atau mengorganisasikan) artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal, yang membawa kepada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

Characterization by a value or value complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tingkat tertinggi dalam suatu hierarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini merupakan tingkat afektif tertinggi karena sikap batin peserta didik telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk waktu yang cukup lama, sehingga membentuk karakteristik “pola hidup”; tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan.

3) Ranah Psikomotor (Nahiyah al-harakah)

Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan

Dokumen terkait