• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Lamongan adalah salah satu sentra penghasil kedelai di Provinsi Jawa Timur. Pada Tabel 2 terlihat bahwa Provinsi Jawa Timur berada pada peringkat pertama sebagai penghasil kedelai di Indonesia. Beberapa kabupaten yang menyuplai kedelai di Provinsi Jawa Timur adalah Kabupaten Banyuwangi, Bojonegoro, Pasuruan, Lamongan, Sampang dan Jember. Walaupun Kabupaten Lamongan bukan sebagai produsen utama kedelai, namun kabupaten ini sudah sejak lama menghasilkan kedelai dibandingkan dengan kabupaten lainnya sehingga dianggap bahwa Kabupaten Lamongan bisa menggambarkan kondisi usahatani kedelai di Jawa Timur.

Gambar 6. Produksi kedelai Kabupaten Lamongan 2008-2013

Sumber: (BKPM) Indonesia Investment Coordinating Board [tersedia dari: http://regionalinvestment.bkpm.go.id]

Pada Gambar 5 terlihat bahwa produksi kedelai di Kabupaten Lamongan

mengalami peningkatan hingga tahun 2010. Peningkatan rata-rata mencapai 7.6 ribu ton. Namun pada tahun 2011 menurun sebesar 847 ribu ton dan 2012

produksi kedelai kembali mengalami penurunan sebesar 3.1 ribu ton. Penurunan disebabkan pengalihfungsi lahan kedelai menjadi lahan tanaman lainnya seperti kacang hijau atau kangkung. Peningkatan produksi kembali terjadi pada tahun 2013 sebesar 4.5 ribu ton yang disebabkan adanya penggunaan benih varietas baru yang diperkenalkan oleh penyuluh pertanian seperti misalnya varietas surya biji 3.

Kabupaten Lamongan memiliki luas wilayah kurang lebih 1.8 ribu km² setara 181 ribu hektar atau + 3.78 persen dari luas wilayah Propinsi Jawa Timur dengan panjang garis pantai sepanjang 47 km. Kabupaten Lamongan secara geografis terletak pada 6º 51’ 54” sampai dengan 7º 23’ 6” Lintang Selatan dan diantara garis bujur timur 112° 4’ 41” sampai 112° 33’ 12” bujur timur. Adapun batas wilayah administratif Kabupaten Lamongan adalah :

 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Jawa  Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kab. Gresik

 Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kab. Jombang dan Kab. Mojokerto  Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kab. Bojonegoro dan Kab. Tuban.

0 10000 20000 30000 40000 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Produksi kedelai Kabupaten Lamongan Produksi (ton/tahun) Tahun

Kabupaten Lamongan terdiri dari 27 kecamatan yang 3 diantaranya adalah kecamatan yang terpilih sebagai lokasi penelitian yaitu Kecamatan Tikung, Kecamatan Kembangbahu dan Kecamatan Mantup. Kecamatan Tikung terletak di sebelah selatan dari ibukota Kabupaten Lamongan dengan jarak ±7 km kearah Kabupaten Mojokerto. Luas wilayah Kecamatan Tikung adalah ±5.3 ribu hektar. Kecamatan Tikung terdiri dari 13 desa yang 3 diantaranya adalah lokasi penelitian yaitu Desa Soko, Desa Balongwangi dan Desa Tambakrigadung. Wilayah Kecamatan Tikung termasuk daerah dataran dan merupakan tanah pertanian tadah hujan.

Kecamatan Kembangbahu terletak ±15 km dari Ibukota Kabupaten Lamongan atau 14 km dari arah kota Lamongan. Luas wilayah Kecamatan Kembangbahu 6.3 ribu hektar. Kecamatan ini terdiri dari 18 desa yang salah satu diantaranya merupakan lokasi penelitian yaitu Desa Puter.

Kecamatan Mantup terletak ±20 km sebelah selatan Kota Kabupaten Lamongan, yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Gersik. Memiliki luas wilayah dataran tinggi 9.3 ribu hektar. Kecamatan ini terdiri dari 15 desa yang 3 diantaranya lokasi penelitian yaitu Desa Kedongsoko, Desa Sumberdadi, Desa Rumpuk.

Penguasaan lahan di Kabupaten Lamongan dibagi menjadi tiga kategori yaitu kategori lahan sempit ≤0.5 hektar, lahan menengah 0.5 – 1 hektar dan lahan luas >1 hektar. Jumlah penguasaan lahan untuk masing-masing petani responden terdapat pada Tabel 8. Pada tabel terlihat bahwa penguasaan untuk lahan sempit lebih dominan dikuasai oleh petani responden yaitu sebesar 42.50 persen. Sedangkan untuk kategori lahan luas hanya dikuasai oleh petani responden sebesar 20 persen.

Tabel 8. Sebaran responden berdasarkan luas lahan usahatani di Kabupaten Lamongan 2014/2015

Luas lahan (ha) Jumlah (orang) Persentase (%)

≤0.5 51 42.50

0.5 - 1 45 37.50

> 1 24 20.00

Total 120 100.00

Keseluruhan lahan yang dikuasai oleh petani responden adalah berstatus lahan milik. Dengan kata lain bahwa tidak ada petani responden yang tidak memiliki lahan. Hampir keseluruhan lahan adalah lahan yang diwariskan secara turun temurun. Walaupun begitu, kondisi luas lahan yang diwariskan tidak lagi sama sewaktu diwariskan melainkan luas lahannya terus berkurang. Hal ini disebabkan banyaknya lahan yang mulai dijual untuk memenuhi keperluan rumahtangga yang tidak bisa dipenuhi oleh penghasilan rumahtangga. Hal ini terlihat pada Tabel 8 bahwa persentase lahan sempit memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 42.50 persen. Mulai berkurangnya penguasaan lahan oleh petani menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat produktivitas komoditi yang dibudidayakan petani.

Keseluruhan lahan yang dikuasai oleh petani hampir sebagian besar ditanami oleh tanaman utama yaitu padi. Sedangkan penggunaan lahan untuk budidaya kedelai tidak terlalu besar. Tabel 9 menunjukkan bahwa penguasaan

lahan kedelai tertinggi berada pada kategori lahan sempit yang berarti bahwa tidak keseluruhan luas lahan petani responden digunakan untuk membudidayakan kedelai melainkan hanya untuk persil (bagian) tertentu.

Tabel 9. Sebaran responden berdasarkan pengusaan lahan kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015

Luas lahan kedelai (ha) Jumlah (orang) Persentase (%)

< 0.5 71 59.17

0.5 - 1 38 31.67

> 1 11 9.17

Total 120 100.00

Harga kedelai yang cenderung stabil sedangkan harga input yang terus meningkat membuat minat petani cenderung menurun dalam membudidayakan kedelai. Beberapa petani mulai mencari komoditi lain yang bisa menggantikan kedelai yang tentunya memiliki harga jual yang lebih tinggi daripada kedelai, misalnya kangkung ataupun kacang hijau. Oleh sebab itu penggunaan lahan untuk budidaya kedelai semakin berkurang.

Deskripsi Petani dan Usahatani Kedelai

Secara rata-rata, petani kedelai di Kabupaten Lamongan masih tergolong pada kelompok umur produktif yaitu berada pada kisaran umur 48 tahun seperti terlihat pada Tabel 10 bahwa secara dominan petani dengan umur 41-50 tahun adalah jumlah yang terbanyak. Namun disamping itu juga terdapat petani dengan umur yang masih tergolong muda yang berada pada kisaran umur 20-30 tahun sebesar 4.17 persen. Petani dengan kisaran umur ini adalah petani muda yang meneruskan usahatani milik orangtuanya. Sedangkan adapula petani yang termasuk sangat tua yaitu berada pada umur lebih dari 70 tahun. Petani ini adalah petani yang memiliki keinginan yang sangat besar untuk terus melakukan usahatani demi menjaga kelangsungan hidup keluarganya.

Tabel 10. Sebaran responden berdasarkan karakteristik umur di Kabupaten Lamongan 2014/2015

Umur petani (tahun) Jumlah (orang) Persentase(%)

20-30 5 4.17 31-40 20 16.67 41-50 45 37.50 51-60 37 30.83 61-70 12 10.00 >70 1 0.83 Total 120 100.00

Selain karakteristik umur petani kedelai, terdapat pula karakteristik pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal (Tabel 11). Petani yang tidak sempat menamatkan pendidikan formal yaitu sebesar 24.17 persen sedangkan 75.83 persen lainnya telah menamatkan pendidikan formal baik SD, SLTP, SLTA dan ada yang menamatkan hingga Sarjana. Persentase tertinggi sebesar 40.83 persen yaitu tamat SD. Petani responden di Kabupaten Lamongan rata-rata memiliki pendidikan hingga Sekolah Dasar. Hal ini disebabkan selain dari minimnya dana juga karena terbatasnya akses menuju sekolah lanjutan. Letak sekolah lanjutan hampir semuanya berada di dekat perkotaan. Bangunan sekolah yang berada hingga pelosok desa hanyalah Sekolah Dasar.

Tabel 11 juga menyajikan informasi tentang pendidikan non formal petani responden. Petani yang tidak pernah mengikuti pendidikan non formal sebesar 72.50 persen, nilai ini lebih besar daripada petani yang pernah mengikuti yaitu sebesar 27.50 persen. Pendidikan non fomal yang dimaksudkan antara lain berupa pelatihan tanam padi hibrida, kedelai, jagung, kapas, penyuluhan hama penyakit dan pestisida, pemeliharaan ternak, hingga pelatihan agribisnis. Kegiatan atau pendidikan non formal ini biasanya diselenggarakan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Lamongan, Unit Pelaksana Teknis (UPT) masing-masing kecamatan ataupun oleh Kelompok Tani masing-masing. Pelatihan penanaman padi hibrida, kedelai ataupun jagung biasanya dilakukan sebelum musim tanam baru. Sedangkan penyuluhan hama penyakit dan penyuluhan penggunaan pestisida dilakukan pada saat pertengahan musim tanam saat banyaknya keluhan petani mengenai hama dan penyakit. Pelatihan penanaman kapas juga diberikan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Lamongan mengingat banyaknya pohon kapas yang tidak terawat dengan baik. Selain itu terdapat pula pelatihan agribisnis yang biasanya diselenggarakan selama 2-3 hari di kantor Dinas Pertanian Kabupaten Lamongan. Hal ini dilakukan untuk memberikan pendidikan kepada petani mengenai pentingnya menerapkan konsep agribisnis agar keuntungan petani bisa menjadi lebih besar.

Tabel 11. Sebaran responden berdasarkan karakteristik pendidikan formal dan non formal di Kabupaten Lamongan 2014/2015

Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Formal :

Tidak tamat SD/sederajat 29 24.17

Tamat SD/sederajat 49 40.83 Tamat SLTP 18 15.00 Tamat SLTA 22 18.33 Diploma/Sarjana muda 0.00 Sarjana 2 1.67 Non formal : Pernah 33 27.50 Tidak pernah 87 72.50 Total 120 100.00

Pelaksanaan penyuluhan atau pelatihan untuk petani hampr rutin dilakukan oleh Dinas Pertanian, UPT ataupun Kelompok Tani. Namun terkadang penyuluh mengeluhkan kurangnya partisipasi petani dalam mengikuti kegiatan tersebut. Salah satu alasan petani tidak mengikuti kegiatan tersebut adalah karena kegiatan tersebut dilakukan pada siang hari yang juga bertepatan saat petani masih berada di lahan. Beberapa petani bahkan mengatakan bahwa informasi yang disampaikan oleh penyuluh sudah diketahui lebih dulu oleh petani karena petani yang memiliki lebih banyak pengalaman dalam berusahatani dibandingkan dengan penyuluh. Tabel 12. Sebaran responden berdasarkan karakteristik pengalaman usahatani di

Kabupaten Lamongan 2014/2015

Pengalaman usahatani (tahun) Jumlah (orang) Persentase(%)

≤10 12 10.00 11-20 23 19.17 20-30 32 26.67 30-40 31 25.83 40-50 19 15.83 >50 3 2.50 Total 120 100.00

Rata-rata pengalaman usahatani (tahun) 29.64

Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa rata-rata pengalaman usahatani petani responden berkisar 29 tahun dengan persentase tertinggi sebesar 26.67 persen pada umur 20-30 tahun. Dengan pengalaman usahatani yang sudah cukup lama, maka sulit bagi penyuluh untuk menyakinkan petani agar bersedia mengikuti pelatihan ataupun penyuluhan yang diselenggarakan. Diperlukan cara berkomunikasi yang lebih menarik agar petani bersedia untuk berpartisipasi, namun hal ini juga dirasakan cukup sulit karena jumlah penyuluh yang masih sangat minim sehingga jangkauan penyuluh untuk sampai kepada masing-masing petani msaih sangat sulit.

Sebesar 50.83 persen petani responden membudidayakan kedelai sebagai tanaman sampingan. Sedangkan 49.17 persen lainnya membudidayakan kedelai sebagai tanaman utama. Petani responden yang membudidayakan kedelai sebagai tanaman sampingan umumnya adalah petani yang memiliki kategori lahan menengah dan luas, sebaliknya petani responden yang membudidayakan kedelai sebagai tanaman utama adalah petani dengan kategori lahan sempit. Hal ini berarti bahwa petani dengan kategori lahan menengah dan luas lebih mengutamakan untuk menanam tanaman lain selain kedelai pada beberapa luas lahan yang dimilikinya misalnya untuk menanam padi, tebu dan tanaman lainnya. Sedangkan petani dengan kategori lahan sempit terus melakukan pergiliran tanam antara padi, jagung dan kedelai sehingga kedelai merupakan tanaman utama selain padi dan jagung. Petani dengan kategori lahan sempit ini juga sebagian besar merupakan petani yang sudah melakukan usahatani kedelai selama bertahun-tahun atau turun temurun. Sehingga sulit bagi petani ini untuk mengganti ketanaman lainnya karena lahan yang petani ini miliki memang hanya cocok untuk ditanami kedelai.

Tabel 13. Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan lain di Kabupaten Lamongan 2014/2015

Jenis Pekerjaan Lain Jumlah (orang) Persentase (%)

Berdagang 22 18.33

Kebutuhan rumah tangga 8 36.36

warung kopi 2 9.09 rongsokan 4 18.18 kerupuk 2 9.09 buah-buahan 4 18.18 Tahu 1 4.55 bawang merah 1 4.55 Berternak 52 43.33 ternak sapi 43 82.69 ternak kambing 9 17.31 Lainnya 13 10.83 buruh tani 8 61.54 penyewaan tenda 3 23.08 kuli bangunan 1 7.69 kepala dusun 1 7.69

Jumlah petani dengan pekerjaan lain 87 72.50

Pada Tabel 13 terlihat jenis pekerjaan lain yang dimiliki oleh petani responden seperti berdagang, beternak dan lainnya. Petani responden yang memiliki pekerjaan lain sebesar 72.50 persen dari total petani responden yang diambil. Beternak adalah jenis pekerjaan yang paling banyak digeluti yaitu sebesar 43.33 persen. Hal ini disebabkan ternak seperti sapi dan kambing mudah dipelihara dan mudah juga untuk dijual. Jika ada keperluan mendadak seperti hajatan atau keperluan sekolah untuk anak, maka menjual ternak adalah hal yang paling mudah dilakukan untuk mendapatkan uang. Jumlah ternak yang dimiliki oleh petani responden rata-rata untuk sapi sebanyak 2-3 ekor sedangkan untuk kambing sebanyak 4-5 ekor.

Jenis pekerjaan lain yang juga digeluti oleh petani responden adalah berdagang seperti berdagang kebutuhan rumah tangga, membuka warung kopi, berdagang rongsokan, kerupuk, buah-buahan, tahu bahkan bawang merah. Sebagian besar petani yang berdagang adalah berdagang kebutuhan rumah tangga yaitu sebesar 36.36 persen. Rata-rata penghasilan untuk jenis pekerjaan yaitu berdagang sebesar Rp16 777 273/tahun yang berarti bahwa penghasilan perbulan dari berdagang rata-rata sebesar Rp1 398 106.

Pada Tabel 13 juga terlihat jenis pekerjaan lainnya seperti buruh tani, penyewaan tenda/terop, kuli bangunan juga kepala dusun. Petani responden yang bekerja sebagai buruh tani adalah rata-rata buruh tani untuk tanaman bambu. Tanaman bambu adalah tanaman yang dipanen dalam waktu tahunan sehingga pekerjaan sebagai buruh tani tidak secara terus-menerus. Begitu juga dengan

petani yang bekerja sebagai kuli bangunan. Pekerjaan ini juga tidak terus-menerus tergantung dari adanya panggilan dari kuli bangunan lain yang membutuhkan tambahan pekerja.

Sistem Usahatani Kedelai

Budidaya kedelai di Kabupaten Lamongan bisa dilakukan pada setiap musim tanam yaitu musim hujan (MH) dan MH1, musim kemarau pertama (MK1) dan MK2 di sawah. Budidaya kedelai sangat baik dilakukan pada iklim kering sesuai dengan iklim yang ada di Kabupaten Lamongan. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman jagung. Penanaman kedelai di Kabupaten Lamongan sebagian besar dilakukan setelah panen padi sehingga butuh penanganan khusus untuk proses budidayanya. Mulai dari memangkas jerami sisa panen padi, lalu dibiarkan hingga 3 minggu kemudian baru ditanami benih kedelai. Tanaman kedelai di Kabupaten Lamongan akan dipanen pada umur 90-120 hari. Setelah panen maka petani responden akan kembali menanam tanaman lainnya misalnya jagung, kangkung atau kacang hijau. Tabel 14 menunjukkan bahwa pola tanam kedelai di lokasi penelitian didominasi sebesar 41.67 persen oleh pola tanam padi-kedelai-kangkung yang selanjutnya diikuti pola tanam padi-kedelai-jagung sebesar 32.50 persen. Kangkung menjadi tanaman yang digemari oleh petani responden sejak harga kangkung meningkat pada tahun 2006. Ketika kangkung baru mulai ditanam, ternyata terdapat kecocokan dengan lahan di lokasi penelitian. Biji kangkung yang sulit tumbuh di lahan daerah lain bisa tumbuh dengan baik di lokasi penelitian. Selain itu, budidaya kangkung sangat mudah dan tidak memerlukan banyak biaya. Oleh sebab itu petani responden tertarik untuk mengusahakan tanaman kangkung. Tabel 14. Sebaran pola tanam kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015

Pola tanam Jumlah (orang) Persentase (%)

Padi-Jagung-Kedelai 5 4.17 Padi-Kedelai-Jagung 39 32.50 Padi-Kedelai-Kangkung 50 41.67 Padi-Kedelai-Kacang hijau 5 4.17 Padi-Padi-Kedelai 21 17.50 Total 120 100.00

Penggunaan Input Usahatani Kedelai

Penggunaan input yang dibahas adalah penggunaan input usahatani dalam satu tahun. Usahatani kedelai hanya dibudidayakan sebanyak satu kali dalam setahun yaitu pada musim tanam kedua atau ketiga setelah padi. Jenis input yang digunakan dalam usahatani kedelai di lokasi penelitian adalah benih kedelai, benih tanaman tumpang sari seperti jagung, kacang hijau atau kacang sayur, pupuk kimia, pupuk organik, pestisida padat atau cair dan tenaga kerja baik tenaga kerja dalam keluarga ataupun tenaga kerja luar keluarga.

Benih kedelai yang digunakan sebagian besar petani responden adalah benih kedelai varietas wilis. Sedangkan sebagian lainnya beralih menggunakan varietas surya biji 3. Penggunaan varietas wilis sudah bertahun-tahun diterapkan, hingga pada tahun 2013 bermunculan berbagai jenis varietas lainnya termasuk varietas surya biji 3. Varietas baru ini kemudian dibandingkan dengan varietas wilis yang sudah lama digunakan petani di lokasi penelitian. Harga kedua jenis varietas ini hampir sama namun yang membedakan adalah produk kedelai yang dihasilkan. Untuk varietas wilis, kedelai yang dihasilkan lebih kecil daripada varietas surya biji 3. Selain itu tingkat kegagalan panen lebih tinggi pada varietas wilis dibandingkan dengan varietas surya biji 3. Namun keunggulan dari varietas wilis adalah lebih cepat masa tanam dalam artian panen lebih cepat jika dibandingkan dengan varietas surya biji 3. Keunggulan inilah yang menjadi salah satu alasan petani masih lebih memilih varietas wilis. Selain itu juga ternyata masih banyak petani responden yang belum mengenal varietas surya biji 3 karena masih baru digunakan dan masih dalam tahap pengembangan.

Tabel 15. Sebaran penggunaan input per hektar per musim untuk usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015

Input Satuan Jumlah

1. Benih: 1.1 Kedelai kg 37.00 1.2 Tumpangsari kg 1.23 2. Pupuk: 2.1 Urea kg 65.54 2.2 NPK kg 83.58 2.3 TSP kg 4.33 2.4 Kandang kg 28.17 3. Pestisida: 3.1 Pestisida padat gr 32.58 3.2 Pestisida cair a. Prevaton liter 0.17 b. Grentonik liter 0.25 c. Olidor liter 0.21 d. Dasban liter 0.01 e. Dupon liter 0.00 f. Canon liter 0.10 g. Busman liter 0.05 h. Pastok liter 0.01 4.Tenaga kerja 4.1 Pria HOK 67.95 4.2 Wanita HOK 30.84

Pupuk kimia yang digunakan dalam usahatani kedelai adalah pupuk urea, TSP dan phonska. Keseluruhan pupuk didapatkan di toko tani ataupun di kelompok tani. Kelompok tani menyediakan pupuk yang bersubsidi sehingga petani lebih mudah dan mendapatkan pupuk yang lebih murah daripada di toko

tani. Namun permasalahannya adalah pupuk bersubsidi sangat sering mengalami keterlambatan dalam hal penyediaannya. Pupuk bersubsidi terkadang tersedia pada saat musim tanam telah selesai, sehingga petani responden tetap harus membeli pupuk di toko tani dengan harga yang lebih mahal. Ketika pupuk bersubsidi jatah petani telah siap di kelompok tani, maka petani tidak akan ragu untuk menjual pupuk tersebut untuk menutupi biaya yang telah dikeluarkan untuk membeli pupuk non-subsidi yang didapatkan di toko tani sebelumnya.

Selain pupuk kimia, petani responden juga menggunakan pupuk organik. Sebesar 16.67 persen petani responden menggunakan pupuk organik yaitu pupuk kandang. Pupuk ini didapatkan dari kotoran ternak dari ternak sapi ataupun kambing yang dimiliki oleh beberapa petani responden. Penggunaan pupuk organik dinilai sangat baik untuk kesuburan dan keberlanjutan produktivitas lahan usahatani.

Pestisida yang digunakan dalam budidaya kedelai adalah berupa pestisida padat dan cair. Jenis pestisida padat yang digunakan seperti larvin. Sedangkan penggunaan pestisida cair seperti prevaton, grentonik, olidor, dasban, dupon, canon, busman dan pastok.

Pada Tabel 15 terlihat bahwa untuk penggunaan input tenaga kerja dalam keluarga lebih besar dibandingkan input tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan hampir keseluruhan anggota keluarga petani responden ikut bekerja di lahan sehingga penggunaan tenaga kerja dalam keluarga lebih besar. Selisih dari rata-rata input tenaga kerja yang digunakan hanya sebesar 4 orang yang berarti bahwa penggunaan input tenaga kerja luar keluarga juga cukup besar. Hal ini mengingat kebutuhan atau permintaan terhadap tenaga kerja luar keluarga sangat besar pada saat musim panen tiba. Penggunaan tenaga kerja untuk kategori lahan yang luas juga banyak karena petani responden di lokasi penelitian tetap menggunakan tenaga manusia lebih banyak daripada memanfaatkan peralatan yang lebih canggih misalnya mesin panen kedelai.

Pasar Input dan Output Usahatani Kedelai

Pasar input usahatani kedelai meliputi pasar benih, pupuk kimia, pestisida, tenaga kerja dan peralatan usahatani. Pelaku pasar input benih, pupuk, pestisida dan peralatan usahatani terdiri dari toko tani dan kelompok tani. Jumlah toko tani rata-rata sekitar 5 toko untuk setiap kecamatan. Harga input ditentukan oleh masing-masing toko tani berdasarkan harga pasar. Masing-masing harga untuk input usahatani kedelai tersaji pada Tabel 16.

Toko tani menyediakan benih, pupuk kimia, pestisida dan peralatan usahatani. Peralatan usahatani yang dijual adalah peralatan usahatani pada umumnya seperti handsprayer, selang air, cangkul, sabit/kored, terpal dan keranjang. Untuk peralatan berat seperti hand tractor ataau mesin semprot didapatkan di toko-toko tani yang lebih besar yang terdapat di Kota Mantup ataupun di kabupaten lainnya. Sedangkan kelompok tani menyediakan pupuk kimia dan biasanya juga menyediakan pestisida padat ataupun cair.

Tenaga kerja untuk usahatani kedelai terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga didapatkan petani responden melalui informasi dari beberapa pihak. Tenaga kerja luar keluarga adalah buruh tani yang berasal dari dalam kabupaten ataupun dari luar kabupaten. Permintaan buruh tani dari luar kabupaten akan sangat tinggi pada saat

musim panen. Untuk mempertahankan tenaga kerja luar keluarga yang telah didapatkan maka ada beberapa petani responden yang mengeluarkan biaya keakraban. Biaya ini seperti biaya kumpul-kumpul dengan buruh tani di warung- warung kopi. Hal ini dilakukan agar buruh tani tidak beralih ke petani lainnya saat musim panen kedelai tiba.

Pemberian upah untuk pria dan wanita dibedakan atas jam kerja masing- masing. Jam kerja tenaga kerja pria lebih lama daripada jam kerja tenaga kerja wanita. Jam kerja tenaga kerja pria adalah pukul 07.00 – 17.00 sedangkan untuk tenaga kerja wanita adalah pukul 07.00 – 13.00. komponen upah meliputi uang tunai dan pemberian makanan, minuman dan rokok (khusus untuk tenaga kerja pria). Pemberian upah dilakukan oleh petani responden setelah pekerjaan tenaga kerja selesai, namun juga biasanya ada tenaga kerja yang lebih dulu meminta upahnya karena ada keperluan tertentu.

Tabel 16. Sebaran harga input untuk usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015

Input Satuan Harga

1. Benih: 1.1 Kedelai Rp/kg 7 033.33 1.2 Tumpangsari Rp/kg 2 375.00 2. Pupuk: Rp/kg 2.1 Urea Rp/kg 1 474.17 2.2 NPK Rp/kg 2 795.83 2.3 TSP Rp/kg 172.50 2.4 Kandang Rp/kg 66.67 3. Pestisida: 3.1 Pestisida padat Rp/gr 29.38 3.2 Pestisida cair a. Prevaton Rp/liter 61 875.00 b. Grentonik Rp/liter 8 000.00 c. Olidor Rp/liter 5 145.83 d. Dasban Rp/liter 7 333.33 e. Dupon Rp/liter 8 466.67 f. Canon Rp/liter 18 000.00 g. Busman Rp/liter 14 625.00 h. Pastok Rp/liter 2 000.00

4. Upah tenaga kerja

4.1 Pria Rp/HOK 66 913.00

4.2 Wanita Rp/HOK 59 444.00

Sistematika penjualan output yaitu produk kedelai adalah setelah panen

Dokumen terkait