• Tidak ada hasil yang ditemukan

7 PENGARUH BIAYA TRANSAKSI TERHADAP PEMBENTUKAN MODAL USAHATANI KEDELA

Pembahasan pada Bab 7 ini akan membahas tujuan penelitian yang ketiga yaitu menganalisis pembentukan modal usahatani kedelai dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sistematika pembahasan akan dimulai dengan pembahasan struktur aset usahatani kedelai kemudian akan membahas faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan modal usahatani kedelai. Pengaruh biaya transaksi terhadap pembentukan modal usahatani kedelai dilihat melalui hasil pendugaan parameter pada persamaan simultan keuntungan usahatani dan pembentukan modal usahatani kedelai.

Struktur Aset Usahatani Kedelai

Struktur aset adalah jumlah keseluruhan aset atau harta yang dimiliki oleh petani kedelai pada usahatani kedelainya. Struktur aset yang dibahas pada penelitian ini struktur aset tetap pada tahun 2014. Jenis aset yang digunakan dalam usahatani kedelai adalah lahan, bangunan sebagai tempat penyimpanan hasil panen, pupuk, pestisida, serta peralatan, kendaraan yang digunakan selama melaksanakan kegiatan usahatani kedelai, peralatan usahatani kedelai dan jumlah tanaman kedelai itu sendiri.

Jenis lahan yang digunakan pada usahatani kedelai adalah lahan kering. Sesuai dengan kondisi iklim yang cocok untuk usahatani kedelai yaitu iklim kering. Berdasarkan Tabel 27 terlihat bahwa jumlah aset untuk luas lahan usahatani kedelai sebesar 92.08 persen. Persentase ini merupakan persentase dengan proporsi tertinggi diantara jenis aset lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa lahan merupakan aset yang paling penting dalam usahatani kedelai. Sebagaimana diketahui bahwa produksi usahatani ditentukan oleh luas lahan dan produktivitas usahatani.

Bangunan yang digunakan petani responden adalah bangunan sebagai tempat untuk menyimpan hasil panen, pupuk, pestisida serta peralatan usahatani yang digunakan dalam usahatani kedelai. Bangunan ini terkadang terletak di dekat lahan usahatani ataupun terletak di pekarangan rumah petani responden. Bangunan ini sangat sederhana yaitu terdiri dari beberapa kayu/papan yang disusun sehingga menyerupai sebuah panggung kecil yang memiliki atap. Hampir semua petani responden memiliki bangunan ini terkecuali untuk petani yang memiliki hasil panen yang tidak banyak. Petani tersebut akan menyimpan hasil panen di rumah tempat tinggalnya. Selain dari jenis bangunan dari kayu/papan ini, terdapat 2 orang petani responden yang memiliki bangunan permanen untuk hasil panen kedelainya. Petani ini termasuk petani yang memiliki lahan yang luas sehingga hasil panen kedelainya lebih banyak daripada petani lainnya. Bangunan yang dimiliki ini berupa gudang yang terletak di pekarangan belakang dari rumah petani. Gudang ini berbentuk persegi dan memang hanya diperuntukkan untuk menyimpan hasil panen baik itu berupa gabah, jagung ataupun kedelai. Petani biasanya menyimpan hasil panen digudang jika pelaksanaan panen dilakukan hingga menjelang petang sehingga petani tidak sempat lagi untuk menjual kepada

pedagang. Selain itu petani juga menyimpan hasil panen seperti gabah untuk persediaan kebutuhan rumahtangga. Berdasarkan Tabel 28, bangunan memiliki persentase sebesar 1.29 persen. Persentase ini merupakan persentase tertinggi keempat setelah lahan, kendaraan, serta tanaman.

Tabel 27. Struktur aset usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015

No Jenis aset Jumlah (Rp) Persentase (%)

1 Lahan usahatani 263 268 750 92.08 2 Bangunan 3 787 917 1.32 3 Kendaraan 10 970 275 3.83 4 Peralatan usahatani - Handsprayer 554 500 0.19 - Cangkul 179 208 0.06 - Sabit/kored 117 708 0.04 - Terpal 145 500 0.05 - Bakul/keranjang 7 725 0.01 5 Tanaman 6 876 006 2.40 Total 285 907 589 100.00

Dalam melakukan setiap kegiatan usahatani kedelai, petani responden menggunakan kendaraan baik berupa motor ataupun sepeda ontel. Persentase untuk aset kendaraan usahatani kedelai sebesar 3.83 persen. Persentase ini merupakan persentase dengan peringkat kedua setelah lahan usahatani yang berarti bahwa kendaraan merupakan aset penting dalam usahatani kedelai setelah lahan. Motor ataupun sepeda ontel digunakan petani untuk mengangkut hasil panen ataupun input seperti pupuk, pestisida dan peralatan usahatani. Beberapa petani yang masih menggunakan sepeda ontel adalah petani dengan hasil panen yang lebih sedikit dengan kategori lahan sempit. Petani merupakan petani yang sudah sangat lama berprofesi sebagai petani namun tidak juga mendapatkan kehidupan yang layak dari penghasilannya sebagai petani, sehingga pembentukan modal untuk petani kelompok ini juga sangat rendah.

Selain kendaraan, jenis aset yang juga digunakan pada usahatani kedelai adalah peralatan usahatani. Peralatan ini merupakan peralatan yang secara terus menerus digunakan selama proses budidaya kedelai dilaksanakan. Peralatan ini meliputi handsprayer yang digunakan untuk menyiram pupuk kimia dan pestisida cair atau pestisida padat yang dicairkan, cangkul yang digunakan untuk menggemburkan lahan sebelum tanam, sabit/kored untuk memangkas tanaman kedelai setelah panen, terpal serta bakul/keranjang untuk menyimpan hasil panen pada saat masih di lahan. Jumlah aset untuk peralatan usahatani kedelai tidak terlalu besar, sebab aset ini adalah aset yang paling cepat rusak sehingga tidak memiliki nilai lagi. Pergantian peralatan merupakan hal yang paling sering terjadi. Kebanyakan petani responden lebih memilih untuk membeli peralatan di toko-toko tani terdekat daripada membeli di toko tani yang terletak di pusat kota. Perbedaan peralatan yang dijual di toko-toko yang terletak di desa atau di kecamatan adalah peralatan yang tersedia tidak sepenuhnya baru melainkan peralatan yang telah diperbaharui kembali. Beberapa peralatan yang sudah mulai rusak dikumpulkan oleh pedagang kemudian dibuat kembali peralatan yang baru dari hasil kumpulan bagian-bagian peralatan yang masih bisa dipakai sehingga

harga jual untuk peralatan tersebut lebih murah daripada peralatan di toko tani yang berada di pusat kota. Hal ini yang membuat petani lebih prefer untuk membeli peralatan di toko-toko ini.

Aset dengan persentase terendah adalah tanaman kedelai itu sendiri. Persentase untuk tanaman kedelai yaitu sebesar 2.40 persen. Untuk tahun 2014 aset untuk tanaman kedelai terus bertambah. Hal ini karena adanya penggunaan benih baru yaitu varietas surya biji 3 yang memberikan hasil yang lebih memuaskan daripada vairetas wilis yang telah bertahun-tahun digunakan. Penggunaan benih baru ini membuat petani ingin menanam lebih banyak untuk meraih hasil yang lebih baik dari musim sebelumnya.

Pola Pembentukan Modal Usahatani Kedelai

Pembentukan modal adalah upaya penambahan aset baik secara kuantitatif ataupun secara kualitatif. Dalam usahatani, pembentukan modal disebut juga

privat capital formation. Pada penelitian ini yang akan dilihat adalah pola pembentukan modal pada aset tetap dalam periode waktu 3 tahun yaitu tahun 2012 hingga tahun 2014.

Tabel 28. Pembentukan modal usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015

No Jenis aset Jumlah (Rp) Persentase (%)

1 Lahan usahatani 3 412 500 40.43 2 Bangunan 622 059 7.37 3 Kendaraan 2 075 450 24.59 4 Peralatan usahatani - Handsprayer 127 917 1.51 - Cangkul 45 625 0.54 - Sabit/kored 33 625 0.39 - Terpal 6 347 0.07 - Bakul/keranjang 49 500 0.58 5 Tanaman 1 630 339 19.31 Total 8 438 803 100.00

Berdasarkan Tabel 28 diketahui bahwa pembentukan modal untuk lahan usahatani memiliki persentase yang paling tinggi yaitu sebesar 40.43 persen. Penambahan atau pemeliharaan lahan tidak secara intensif dilakukan oleh petani responden pada lokasi penelitian. Hanya ada beberapa petani responden yang melakukan penambahan lahan yang digunakan untuk usahatani kedelai. Petani ini termasuk petani dengan kategori lahan luas. Sedangkan untuk petani dengan kategori lahan sempit dan menengah cenderung tidak melakukan penambahan lahan untuk usahatani kedelai dalam periode waktu tiga tahun. Petani bahkan cenderung untuk menjual lahan karena kepentingan-kepentingan lain seperti urusan rumahtangga, keperluan hajatan ataupun biaya rumah sakit. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rachmina (2012) yang menemukan pembentukan modal tertinggi adalah lahan usahatani sebesar 57%. Penambahan lahan terjadi karena adanya inisiatif untuk melakukan investasi jangka panjang.

Selain itu Erden (2005) mengemukakan bahwa penambahan lahan juga bisa terjadi karena meningkatnya tabungan rumahtangga yang dimiliki. Peningkatan tabungan membuat petani lebih memilih untuk membeli lahan daripada membeli aset lainnya.

Penambahan luas lahan rata-rata yang terjadi di lokasi penelitian yaitu sebesar 0.02 hektar/tiga tahun. Penambahan luas lahan ini sebagian besar dilakukan oleh petani yang memiliki kategori lahan yang luas. Penambahan lahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan hasil panen kedelai dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Beberapa dari petani ini bahkan sudah memikirkan investasi jangka panjang. Dalam artian bahwa beberapa petani ini mulai memikirkan untuk mewariskan lahan kepada keturunannya. Untuk menjaga agar setiap keturunan tetap mendapatkan warisan, maka beberapa petani ini sedikit demi sedikit mengalokasikan keuntungan usahatani yang didapatkan serta tabungan yang dimiliki untuk menambah asetnya yaitu lahan usahatani. Pemilihan lahan sebagai jenis aset yang paling utama untuk ditambah adalah karena lahan memiliki nilai jual yang terus meningkat seiring dengan perkembangan atau pertumbuhan sebuah wilayah. Oleh sebab itu, beberapa petani tersebut lebih memilih untuk melakukan investasi pada lahan.

Lahan yang dibeli adalah lahan yang lokasinya dekat dengan lahan yang telah dimiliki sebelumnya. Hal ini untuk memudahkan petani dalam mengakses lahan dalam proses budidaya. Pembelian lahan juga terkadang tidak terbayarkan pada satu waktu namun bisa berlangsung untuk beberapa musim tanam. Ketika ada lahan yang akan dijual yang letaknya dekat atau bahkan berdampingan dengan lahan milik petani responden, maka petani responden akan langsung menghubungi pemilik lahan dan mulai melakukan tawar menawar harga. Setiap biaya yang dikeluarkan pada proses pencarian informasi, proses tawar menawar hingga pada saat pelunasan lahan dikategorikan kedalam biaya transaksi. Walaupun begitu, biaya transaksi yang dihasilkan tidak terlalu besar selain karena jumlah petani yang melakukan proses ini sedikit juga karena kegiatan negosiasi terkadang tidak terlalu lama. Hal ini karena biasanya petani yang menjual sudah dalam keadaan terdesak ekonomi sehingga proses tawar menawar berlangsung lama.

Penjualan lahan yang dilakukan oleh sebagian besar petani yang memiliki lahan dengan kategori menengah dan sempit dikarenakan adanya kebutuhan mendesak seperti acara hajatan keluarga misalnya menikahkan anak. Beberapa bulan sebelum hajatan dilangsungkan, petani responden sudah memberitahukan kepada kerabat petani lainnya mengenai penjualan lahan miliknya. Informasi kemudian terus tersebar hingga petani responden mendapatkan pembeli yang berminat pada lahannya. Lama waktu yang biasanya dibutuhkan dimulai dari menemukan pembeli hingga petani responden menerima uang adalah kurang lebih 2 bulan. Penjualan lahan usahatani untuk kepentingan keluarga juga terdapat dalam penelitian Branstrom et al. (2008). Pada penelitian ini ditemukan bahwa penggunaan lahan intensif pada usahatani hanya sebesar 1.5 hektar sedangkan jika masih ada lahan tersisa maka lahan tersebut selalu berpotensi untuk dijual.

Lahan yang dijual sebagian besar tidak lebih dari 0.2 hingga 0.3 hektar. Hal ini karena petani masih tetap ingin melakukan kegiatan bertani walau dengan lahan yang sempit. Oleh sebab itu sebagian besar pembeli lahan petani juga terkadang merupakan kerabat dari petani responden. Pembelian lahan dalam skala

yang kecil memang diperuntukkan untuk perluasan dan penambahan aset lahan untuk petani pembeli. Lain halnya ketika ada petani yang menjual lahan dalam skala yang luas misalnya hingga mencapai 1 hektar lebih. Petani akan mencari pengusaha atau pedagang besar sebagai pembeli. Namun hal ini masih sangat jarang terjadi karena petani tidak memiliki alternatif pekerjaan lain yang bisa menopang kebutuhan rumahtangga dalam jangka panjang. Pekerjaan lainnya hanya merupakan pekerjaan sampingan yang tidak menghasilkan pendapatan yang besar. Selain itu, petani juga tidak memiliki keterampilan lainnya selain dari melakukan kegiatan usahatani yang sudah dilakukan sejak bertahun-tahun. Kondisi usahatani yang terus dijalankan ini juga masih bisa tercermin dari lokasi penelitian yang masih dipenuhi dengan areal persawahan yang sangat luas.

Pembentukan modal pada aset tetap dengan persentase tertinggi kedua adalah kendaraan yaitu sebesar 24.59 persen. Di lokasi penelitian, setiap petani responden memiliki kendaraan yang digunakan untuk kegiatan usahatani kedelai baik berupa motor ataupun sepeda ontel. Sebanyak 24 petani responden atau sekitar 20 persen petani responden di lokasi penelitian melakukan pembelian sepeda motor rata-rata sebanyak 1 unit motor. Ketika petani responden memiliki keuntungan yang berlebih, maka petani responden akan lebih prefer untuk membeli kendaraan. Penambahan kendaraan ini termasuk kendaraan baru ataupun kendaraan bekas. Beberapa dari petani dengan kategori lahan menengah dan sempit lebih memilih untuk membeli motor bekas namun masih layak pakai karena harga beli yang lebih rendah. Kebutuhan akan kendaraan menjadi hal yang penting untuk memudahkan akses atau mobilitas petani dalam melakukan kegiatan usahatani kedelai. Beberapa petani dibantu oleh tenaga kerja yang berasal dari keluarganya sendiri. Penambahan anggota keluarga yang juga terlibat dalam usahatani membuat beberapa petani responden memiliki tanggungjawab untuk menyediakan kendaraan untuk memudahkan dalam melakukan usahatani kedelai.

Selain membeli kendaraan, pada tahun 2013 terdapat 11 orang petani responden atau sebesar 9.16 persen melakukan penjualan kendaraan. Penjualan kendaraan ini akan dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu saja misalnya untuk mendapatkan dana tambahan guna membiayai kebutuhan, untuk membeli kebutuhan sekolah anak ataupun untuk membayar hutang yang sudah cukup besar. Sebgian besar petani akan bertahan untuk tidak menjual kendaraannya walaupun kendaraan yang dimiliki adalah kendaraan bekas. Hal ini karena kendaraan sangat dibutuhkan dalam setiap kegiatan usahatani yang ditekuni oleh petani responden.

Tanaman kedelai juga merupakan aset tetap yang mengalami penambahan jumlah. Pada lokasi penelitian, tanaman kedelai mengalami penambahan sebesar 17.91 persen pada tahun 2014. Peningkatan aset tanaman kedelai terjadi karena adanya penggunaan benih kedelai varietas baru yaitu varietas surya biji 3. Berbeda dengan penelitian Drajat (2011) dan Firdaus (2007) yang menemukan penambahan aset untuk tanaman kedelai karena terjadinya peningkatan harga kedelai. Peningkatan harga kedelai membuat petani memiliki minat yang lebih tinggi menanam kedelai daripada komoditas sebelumnya yaitu kacang hijau. Pada lokasi penelitian, varietas surya biji 3 dinilai lebih baik daripada varietas sebelumnya yaitu varietas wilis, walaupun varietas wilis lebih cepat dalam masa panennya namun petani responden tetap ingin mencoba varietas surya biji 3 yang menghasilkan biji kedelai lebih besar dan bisa dijual lebih mahal daripada varietas

wilis. Sebelum adanya varietas baru ini yaitu pada tahun 2012 hingga tahun 2013, aset untuk tanaman kedelai terus berkurang. Biji yang dihasilkan dari varietas wilis mulai banyak yang kopong (tidak berisi) sehingga membuat petani responden kehilangan keuntungan yang cukup tinggi. Oleh sebab itu beberapa responden memilih untuk mengalihkan sebagian lahan kedelai untuk mengolah komoditi lainnya seperti kangkung atau kacang hijau.

Jenis aset lainnya yang juga mengalami penambahan ataupun pemeliharaan adalah bangunan. Bangunan yang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan hasil panen, tempat menyimpan pupuk dan pestisida serta tempat untuk menyimpan berbagai peralatan usahatani juga mengalami penambahan ataupun pemeliharaan. Bangunan ini ada yang terdapat di dekat lahan usahatani kedelai namun juga ada yang terletak di pekarangan rumah petani. Untuk bangunan yang berada di dekat lahan, juga berfungsi sebagai tempat untuk beristirahat saat berada di lahan. Bangunan tersebut terbuat dari kayu/papan. Pemeliharaan untuk bangunan yang terbuat dari kayu/papan sering terjadi mengingat kondisi kayu yang digunakan untuk bangunan tersebut mudah rapuh sehingga perlu pemeliharaan yang lebih rutin. Penambahan atau penggantian kayu merupakan kegiatan penambahan aset pada bangunan. Selain bangunan kayu/papan yang terdapat di dekat lahan usahatani, juga ada dua petani responden yang sudah memiliki bangunan permanen yang berada di dekat rumahnya. Petani ini adalah petani yang memiliki lahan dengan kategori luas. Untuk pemeliharaan bangunan yang sudah permanen biasanya dalam bentuk perbaikan atap bangunan. Dalam periode 3 tahun yang ditetapkan pada penelitian ini, perbaikan untuk bangunan yang permanen hanya pernah dilakukan satu kali sedangkan perbaikan untuk bangunan kayu/papan yang berada di dekat lahan sudah dilakukan 5 hingga 7 kali pergantian kayu/papan.

Jenis aset lainnya yang mengalami penambahan sangat kecil adalah peralatan usahatani kedelai seperti handsprayer, cangkul, sabit/kored, terpal dan keranjang. Semua petani responden memiliki peralatan ini dengan jumlah yang beragam. Kepemilikan peralatan usahatani yang lebih banyak dimiliki oleh petani dengan kategori lahan luas. Hal ini disebabkan tenaga kerja atau buruh yang dipekerjakan terkadang tidak memiliki peralatan sehingga petani yang harus menyediakan peralatan tersebut. Biasanya buruh hanya mempunyai sabit/kored yang digunakan pada saat musim panen. Penambahan aset untuk peralatan yaitu berupa pembelian peralatan yang masih baru ataupun yang sudah bekas. Di toko- toko peralatan usahatani yang terdapat di beberapa desa ataupun kecamatan telah banyak yang menjual peralatan usahatani yang sudah bekas namun masih layak digunakan. Dengan harga yang lebih rendah, beberapa petani responden ada yang memilih untuk membeli peralatan usahatani yang sudah bekas. Pembelian peralatan yang sangat sering dilakukan adalah hal yang membuat petani terkadang memilih untuk membeli peralatan usahatani yang sudah bekas. Hal yang sama juga ditunjukkan dalam penelitian Matugul et al. (2006) yang mengatakan bahwa petani dengan skala usaha kecil akan lebih sering membeli paralatan bekas daripada peralatan yang masih baru. Hal ini karena harga untuk peralatan bekas lebih murah dan tetap bisa digunakan untuk jangka waktu yang lama.

Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Pembentukan Modal Usahatani Kedelai Sebelum membahas mengenai pengaruh biaya transaksi terhadap pembentukan modal usahatani kedelai, perlu ditunjukkan deskripsi statistika dari variabel-variabel yang dianalisis dalam persamaan simultan antara keuntungan usahatani dan pembentukan modal.

Tabel 29. Deskripsi statistika variabel-variabel persamaan simultan keuntungan dan pembentukan modal pada usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015

Variabel Rata-Rata Standar Deviasi Maximum Minimum

Keuntungan usahatani 3646012.804 10181171.64 43268695.65 -15778000

Harga output 6683.333333 206.3420239 6800 6200

Upah tenaga kerja 5828368.863 4296217.356 23854666.67 0

Harga pupuk 1734.313725 47.71013558 1800 1700 Harga benih 7033.333333 231.3036977 8000 6000 Luas lahan 0.763208333 0.672388754 6 0.1 Biaya transaksi 144120.862 121947.7594 1339046.181 33000 Pembentukan modal 6690083.333 10098420.56 49036000 0 Kredit 396833.3333 463370.885 4500000 0 Tabungan 864616.6667 1259734.18 7320000 0 Pendidikan formal 6.891666667 3.377622438 16 0 Pengalaman usahatani 29.64166667 12.59571478 59 3 Pengeluaran RT 5934760.704 3809014.199 24460000 991666.6667 Pendidikan non formal* 0.316666667 0.467126624 1 0

*pendidikan non formal = dummy (1= mengikuti pelatihan; 0= tidak mengikuti pelatihan)

Pada Tabel 29 terdapat 14 variabel yang digunakan dalam model persamaan keuntungan dan pembentukan modal usahatani kedelai. Terdapat 2 variabel endogen (keuntungan usahatani dan pembentukan modal usahatani) dan 12 variabel eksogen (harga output, upah tenaga kerja, harga pupuk, harga benih, luas lahan, biaya transaksi, kredit, tabungan, pendidikan formal, pengalaman usahatani, pengeluaran rumahtangga dan pendidikan non formal).

Deskripsi statistika diperlukan untuk melihat variasi nilai rata-rata, standar deviasi, nilai tertinggi dan nilai terendah untuk masing-masing variabel. Pada Tabel 29 menunjukkan adanya variasi nilai yang besar pada beberapa variabel apabila dilihat dari nilai standar deviasiterhadap nilai rata-rata. Hal ini berhubungan dengan adanya perbedaan luas lahan yang dimiliki oleh petani, sehingga berpengaruh kepada nilai variabel lain seperti keuntungan usahatani, biaya input usahatani, pengeluaran rumah tangga serta tabungan yang dimiliki oleh petani responden.

Hasil dari pendugaan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan modal usahatani kedelai di lokasi penelitian terdapat pada Tabel 30. Diketahui bahwa faktor yang berpengaruh signifikan pada taraf 10 persen terhadap pembentukan modal adalah variabel pengeluaran rumahtangga, luas

lahan, pengalaman usahatani dan keuntungan usahatani. Sedangkan faktor yang berpengaruh tidak signifikan adalah variabel tabungan, pendidikan formal dan biaya transaksi.

Tabel 30. Hasil pendugaan parameter persamaan pembentukan modal pada usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015

Variabel Parameter

Dugaan

Standar

Error Nilai t Pr > |t| Elastisitas Konstanta -250943.00 5015505.00 -0.05 0.96 Pengeluaran RT -0.47 0.29 -1.61 0,10 -0.46 Luas lahan 7332617.00 2453607.00 2.99 0.00 0.55 Tabungan 0.70 0.87 0.80 0.42 0.14 Pendidikan formal -198123.00 325879.90 -0.61 0.54 -0.25 Pengalaman usahatani 162507.70 86173.12 1.89 0.06 0.69 Keuntungan usahatani 0.22 0.17 1.32 0.03 0.18 Biaya Transaksi -4.23 2.80 -1.51 0.13 0.02

Variabel pengeluaran rumahtangga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pembentukan modal usahatani. Hal ini sejalan dengan penelitian Rachmina (2012) yang juga menemukan dampak negatif dari pengeluaran rumahtangga terhadap pembentukan modal usahatani sayuran di Jawa Barat. Semakin tinggi pengeluaran rumahtangga, maka alokasi dana untuk investasi aset atau pembentukan modal akan semakin berkurang. Pengeluaran rumahtangga yang dimaksud pada penelitian yaitu pengeluaran untuk pembelian kebutuhan sehari-hari berupa sandang dan pangan, juga untuk keperluan peralatan sekolah anak, dan juga terkadang untuk membayar hutang.

Pola pembentukan modal yang terjadi di lokasi penelitian adalah penerimaan rumahtangga yang diperoleh dialokasikan untuk pengeluaran rumahtangga (non usahatani) dan untuk kebutuhan usahatani. Alokasi dana untuk kebutuhan usahatani ditujukan untuk biaya usahatani dan investasi aset. Investasi aset akan meningkat seiring dengan keuntungan usahatani. Hal ini sesuai dengan hasil pendugaan bahwa keuntungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembentukan modal usahatani. Semakin meningkat keuntungan usahatani yang diperoleh maka pembentukan modal atau investasi aset juga akan semakin meningkat.

Jika terdapat sisa pada saat kebutuhan rumahtangga dan kebutuhan usahatani telah terpenuhi, maka sisa yang ada disebut dengan surplus. Surplus dapat berupa tabungan rumahtangga. Tabungan ditujukan untuk menyimpan dana yang siap digunakan untuk kegiatan hajatan, keperluan mendadak dan keperluan rumahtangga lainnya. Pada lokasi penelitian, petani responden tidak menggunakan tabungan untuk melakukan investasi aset atau pembentukan modal. Oleh sebab itu pada pendugaan hasil diperoleh hubungan yang tidak signifikan antara tabungan dan pembentukan modal karena tabungan tidak diperuntukkan untuk investasi aset. Hal ini bertentangan dengan penelitian Rachmina (2012) dan Erden (2005) yang mendapatkan hasil pendugaan bahwa tabungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembentukan modal. Semakin banyak surplus atau semakin tinggi nilai tabungan maka pembentukan modal juga akan semakin tinggi.

Variabel pendidikan formal juga tidak berpengaruh signifikan terhadap pembentukan modal usahatani. Hal ini tidak sesuai dengan Jorgenson dan Landau

Dokumen terkait