BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Data
5. Deskripsi Variabel
Berdasarkan data perhitungan manajemen laba pada tabel 6, pada tahun 2010 dan 2011 sebagian besar nilai manajemen laba bernilai negatif. Pada tahun 2012 dan 2013 sebagian besar data manajemen laba bernilai positif. Manajemen laba negatif berarti perusahaan melakukan penurunan laba (minimization income) dan manajemen laba positif berarti perusahaan melakukan peningkatan laba (maximization income). Berikut ini histogram untuk melihat sebaran data manajemen laba.
Berdasarkan gambar 2, dari 276 perusahaan terdapat 132 perusahaan memiliki angka manajemen laba negatif dan sebanyak 144 perusahaan memiliki angka manajemen laba positif. Sumbu horizontal pada gambar 2 merupakan tingkat manajemen laba yang diproksikan dengan discretionary accruals. Sumbu vertikal menunjukan frekuensi jumlah perusahaan. Manajemen laba berskala rasio, semakin menjauhi 0 berarti tingkat manajemen laba semakin tinggi.
Manajemen laba dengan cara minimization income dan maximization income memiliki arah yang berbeda dalam mengukur tingkat manajemen laba. Gambar berikut ini akan mempermudah dalam memahami pengukuran tingkat manajemen laba.
Gambar 3. Pengukuran Manajemen Laba -(negatif) + (positif)
Minimization Income 0 Maximization Income Gambar 3 merupakan gambar garis bilangan yang akan mempermudah dalam memahami perbedaan arah dalam mengukur tingkat manajemen laba. Minimization income terletak pada sisi sebelah kiri (-) pada garis bilangan, maka semakin kecil angka manajemen laba tingkat manajemen laba semakin tinggi. Maximization income terletak di sisi sebelah kanan (+) pada garis bilangan, maka semakin besar angka manajemen laba tingkat manajemen laba semakin tinggi.
Manajemen laba diklasifikasikan menjadi 3. Pertama klasifikasi manajemen laba menjadi minimization income (kategori 0) dan maximization income (kategori 1). Kedua klasifikasi manajemen laba dengan minimization income untuk menentukan tingkat manajemen laba. Ketiga klasifikasi manajemen laba dengan maximization income untuk menentukan tingkat manajemen laba. Deskripsi data dan klasifikasi data minimization income dan maximization income akan dijelaskan dalam pembahasan berikut. 1) Minimization Income
Deksripsi data minimization income disajikan dalam tabel dan histogram. Berikut ini tabel yang menunnjukan nilai mean, minimum, dan maximum dari minimization income. Tabel 7. Nilai Mean, Minimum, Maximum Minimization Income Minimization Income Valid 132 Missing 0 Mean -0.23064 Minimum -0.54862 Maximum -0.00329
Sumber: data sekunder yang diolah, 2016
Berdasarkan tabel 7, sebanyak 132 perusahaan dari total 276 perusahaan memiliki nilai manajemen laba negatif. Minimization income dikatakan semakin tinggi apabila angka discretionary accruals semakin negatif menjauhi 0. Nilai terendah menjadi nilai tertinggi dalam minimization income.
Angka terendah perhitungan minimization income tersebut diperoleh dari perhitungan manajemen laba PT Prima Alloy Steel Universal Tbk pada pengamatan tahun 2011. PT Prima Alloy Steel Universal Tbk memiliki data manajemen laba tahun 2010 dan 2011 bernilai negatif, sedangkan tahun 2012 dan 2013 bernilai positif. Pada tahun 2010 tingkat manajemen laba PT Prima Alloy Steel Universal Tbk sebesar -0,54862, dan menurun ditahun 2011 menjadi -0,16619.
Nilai tertinggi manajemen laba dengan minimization income sebesar -0,00329. Nilai tersebut merupakan tingkat manajemen laba terendah dalam minimization income. Angka tersebut diperoleh dari perhitungan manajemen laba PT Gudang Garam Tbk pada tahun 2011. PT Gudang Garam Tbk memiliki data manajemen laba pada tahun 2010 dan 2011 bernilai negatif, sedangkan pada tahun 2012 dan 2013 bernilai positif. Pada tahun 2010 tingkat manajemen laba PT Gudang Garam Tbk sebesar -0,27822, sedangkan pada tahun 2011 sebesar -0,00329.
Sebagian besar manajemen laba dengan minimization income terjadi pada tahun sebelum IFRS, yaitu pada tahun 2010 dan 2011. Tidak semua perusahaan melakukan minimization income sebelum konvergensi IFRS. Beberapa perusahaan melakukan minimization income dengan pola yang
berbeda, antara lain PT Cahaya Kalbar Tbk yang hanya melakukan minimization income pada tahun 2011. PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk yang hanya melakukan minimization income pada tahun 2010. PT Pan Asia Indosyntec Tbk yang melakukan minimization income selama 3 tahun, yaitu pada tahun 2010, 2011, dan 2013.
Sebaran data minimization income tidak luas, hal tersebut dibuktikan dari selisih nilai tertinggi dan terendah minimization income tidak terlalu tinggi. Berikut ini histogram untuk melihat sebaran data minimization income.
Gambar 4. Histogram Minimization Income
Berdasarkan gambar 4, sebaran angka manajemen laba terletak di antara 0 hingga -0,6. Sumbu horizontal
menunjukkan tingkat manajemen laba yang diproksikan dengan discretionary accruals. Sumbu vertikal menunnjukan frekuensi jumlah perusahaan. Berdasarkan gambar 4, data minimization income tidak terdistribusi normal, karena terdapat beberapa data yang nilainya kecil yang terletak diantara -0,6 hinga -0,5. Berdasarkan gambar 4, minimization income diklasifikasikan dengan kategori sebagai berikut.
-0,15 ≥ X < 0 dikategorikan sangat rendah -0,30 ≥ X < -0,15 dikategorikan rendah -0,45 ≥ X < -0,30 dikategorikan tinggi X < -0,45 dikategorikan sangat tinggi
Berikut ini adalah tabel klasifikasi minimization income . Tabel 8. Klasifikasi Minimization Income
Minimization Income Frequency Percent Sangat Rendah 39 29.5 Rendah 47 35.6 Tinggi 42 31.8 Sangat Tinggi 4 3.0 Total 132 100
Sumber: data sekunder yang diolah, 2016
Berdasarkan tabel 8, perusahaan yang memiliki kategori minimization income sangat rendah yaitu sebanyak 39 perusahaan atau sebesar 29,5% dari total 132 perusahaan. Perusahaan yang memiliki kategori minimization income rendah yaitu sebanyak 47 perusahaan atau sebesar 35,6% dari
total 132 perusahaan. Perusahaan yang memiliki kategori minimization income tinggi yaitu sebanyak 42 perusahaan atau sebesar 31,8% dari total 132 perusahaan. Perusahaan yang memiliki kategori minimization income sangat tinggi yaitu sebanyak 4 perusahaan atau sebesar 3% dari total 132 perusahaan. Berdasarkan tabel 8, kategori minimization income terbanyak terdapat pada kategori rendah, sedangkan kategori minimization income paling sedikit terdapat pada kategori sangat tinggi.
2) Maximization Income
Deskripsi data maximization income disajikan dalam tabel dan histogram. Berikut ini tabel yang menunnjukan nilai mean, minimum, dan maximum dari maximization income. Tabel 9. Nilai Mean, Minimum, dan Maximum Maximization Income Maximization Income Valid 144 Missing 0 Mean 0.416145152 Minimum 0.024289031 Maximum 1.868867583
Sumber: data sekunder yang diolah, 2016
Berdasarkan tabel 9, terdapat 144 maximization income bernilai positif. Berbeda dengan minimization income, dalam maximization income semakin positif menjauhi 0 berarti tingkat manajemen laba dikatakan semakin tinggi. Nilai terendah
tingkat manajemen laba dengan maximization income sebesar 0,02429. Angka tersebut diperoleh dari perhitungan manajemen laba PT Bentoel International Investama Tbk pada tahun 2013. Maximization income pada PT Bentoel International Investama Tbk terjadi pada tahun 2012 dan 2013, dan terjadi penurunan pada tahun 2013.
Nilai tertinggi tingkat manajemen laba dengan maximization income sebesar 1,86887. Angka tersebut diperoleh dari perhitungan data manajemen laba PT Berlina Tbk pada tahun 2012. Seperti PT Bentoel International Investama Tbk, PT Berlina Tbk juga mengalami penurunan tingkat manajemen laba pada tahun 2013. Secara berturut-turut pada tahun 2012 dan 2013 tingkat maximization income PT Berlina sebesar 1,86887 dan 0,17457. Sebagian besar manajemen laba dengan maximization income terjadi pada tahun 2012 dan 2013 atau tahun sesudah konvergensi IFRS. Berdasarkan data hasil perhitungan manajemen laba pada tabel 6 halaman 62, maximization income terjadi pada tahun 2012 dan sebagian besar mengalami penurunan di tahun 2013. Tahun 2012 adalah tahun awal penerapan IFRS di Indonesia, jadi ada kemungkinan bahwa pada tahun awal penerapan IFRS tingkat manajemen laba mengalami peningkatan. Cara
manajemen laba berubah dari minimization income menjadi maximization income.
Tidak semua perusahaan dalam populasi sasaran mengalami penurunan maximization income pada tahun 2012 ke tahun 2013. Beberapa perusahaan mengalami peningkatan tingkat manajemen laba, antaralain PT Alumindo Light Metal Industry Tbk, PT Argo Pantes Tbk, PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk, PT Multi Bintang Indonesia Tbk, PT Nippres Tbk, PT Schering Plough Indonesia Tbk, dan PT Sekawan Inti pratama Tbk. Sebaran data manajemen laba dengan maximization income tidak luas, karena selisih nilai tertinggi dan terendah yang tidak terlalu besar. Berikut akan disajikan gambaran data secara visual dalam bentuk histogram.
Berdasarkan gambar 5, sebaran angka manajemen laba minimization income terletak di antara 0 hingga 2,0. Sumbu horizontal meunnjukan tingkat manajemen laba yang diproksikan dengan discretionary accruals. Sumbu vertikal menunnjukkan frekuensi jumlah perusahaan. Berdasarkan gambar 5, data maximization income tidak terdistribusi normal karena terdapat 1 data yang bernilai sangat besar yang selisihnya sangat banyak dengan data yang lain. Gambar histogram 5 menjadi dasar untuk mengklasifikasikan angka maximization income sesuai dengan interval yang disajikan dalam histogram. Kategori pengklasifikasian menjadi seperti berikut ini.
0 ≥ X ≤ 0,25 dikategorikan sangat rendah 0,25 > X ≤ 0,50 dikategorikan rendah 0,50 > X ≤ 0,75 dikategorikan tinggi X > 0,75 dikategorikan sangat tinggi
Berikut ini adalah tabel klasifikasi maximization income. Tabel 10. Klasifikasi Maximization Income
Maximization Income Frequency Percent Sangat Rendah 26 18.1 Rendah 64 44.4 Tinggi 51 35.4 Sangat Tinggi 3 2.1 Total 144 100
Berdasarkan tabel 10, perusahaan yang memiliki kategori minimization income sangat rendah yaitu sebanyak 26 perusahaan atau sebanyak 18,1% dari total 144 perusahaan. Perusahaan yang memiliki kategori minimization income rendah yaitu sebanyak 64 perusahaan atau sebanyak 44,4% dari total 144 perusahaan. Perusahaan yang memiliki kategori minimization income tinggi yaitu sebanyak 51 perusahaan atau sebanyak 35,4% dari total 144 perusahaan. Perusahaan yang memiliki kategori minimization income sangat tinggi yaitu sebanyak 3 perusahaan dari total 144 perusahaan. Berdasarkan tabel 10, Kategori maximization income terbanyak terdapat pada kategori rendah, sedangkan kategori maximization income paling sedikit terdapat pada kategori sangat tinggi.
b. Asimetri Informasi
Deskripsi data asimetri informasi disajikan dalam tabel dan histogram. Berikut ini tabel yang menunjukkan nilai mean, minimum, dan maximum asimetri informasi.
Tabel 11. Nilai Mean, Minimum, dan Maximum Asimetri Informasi Asimetri Informasi Valid 276 Missing 0 Mean 70.01086 Minimum 3.921569 Maximum 196.0661
Berdasarkan tabel 11, dari 276 perusahaan nilai terendah tingkat asimetri informasi sebesar 3,9216. Nilai terendah tersebut didapat dari perhitungan nilai ask dan bid dari saham PT Kertas Basuki Rahmat Indonesia Tbk pada tahun 2013. Terjadi penurunan tingkat asimetri informasi pada PT Kertas Basuki Rahmat Indonesia Tbk, secara berturut-turut dari tahun 2010 hingga 2012 nilai asimetri informasi sebesar 149,367, 63,946, dan 34,711. Tingkat asimetri informasi yang menurun menandakan bahwa kualitas informasi yang diukur dari harga ask dan bid saham semakin baik. Selain PT Kertas Basuki Rahmat Indonesia Tbk beberapa perusahaan yang juga mengalami penurunan tingkat asimetri informasi di antaranya PT Asahimas Flat Glass Tbk, PT Indospring Tbk, dan PT Mustika Ratu Tbk.
Nilai tertinggi tingkat asimetri informasi didapat dari perhitungan nilai ask dan bid dari saham PT Multi Bintang Indonesia Tbk, yaitu sebesar 196,066 pada tahun 2013. Berbeda dengan PT Kertas Basuki Rahmat Indonesia Tbk yang mengalami penurunan tingkat asimetri informasi, PT Multi Bintang Indonesia Tbk memiliki nilai asimetri informasi yang tidak stabil meningkat maupun menurun setiap tahun. Secara berturut-turut dari tahun 2010 hingga 2012 tingkat asimetri informasi PT Multi Bintang Indonesia Tbk sebesar 58,99, 38,71, dan 69,336. Tidak hanya penurunan beberapa perusahaan pada populasi sasaran mengalami peningkatan asimetri informasi, antaralain PT Prima Alloy Steel Universal Tbk dan PT Voksel Elektrik Tbk.
Perhitungan nilai asimetri informasi terendah diperoleh dari perhitungan nilai ask sebesar Rp52,-, dan bid sebesar Rp50,-. Perhitungan nilai asimetri informasi tertinggi diperoleh dari perhitungan nilai ask sebesar Rp74.000,-, dan bid sebesar Rp735,-. Berdasarkan perhitungan nilai ask dan bid, nilai tertinggi diperoleh karena antara nilai ask dan bid memiliki selisih yang sangat banyak. Nilai terendah diperoleh karena antara nilai ask dan bid memiliki selisih yang tidak terlalu tinggi.
Sebaran data asimetri informasi sangat luas, hal tersebut dapat dibuktikan dari selisih nilai yang sangat tinggi antara nilai asimetri informasi teringgi dan terendah. Berikut ini histogram sebaran data asimetri informasi.
Berdasarkan gambar 6, sebaran angka asimetri informasi berada di antara 0 sampai 200. Sumbu horizontal menunjukkan tingkat asimetri informasi yang diproksikan dengan spread. Sumbu vertikal menunjukkan frekuensi jumlah perusahaan. Berdasarkan gambar 6, data simetri informasi tidak terdistribusi normal, karena terdapat beberapa data yang memiliki selisih nilai yang tinggi pada kisaran angka 150 hingga 200. Gambar histogram 6 juga menjadi dasar untuk mengklasifikasikan nilai asimetri informasi menjadi 4 kategori, dengan kriteria sebagai berikut.
0 ≥ X ≤ 50 dikategorikan sangat rendah 50 > X ≤ 100 dikategorikan rendah
100 > X ≤ 150 dikategorikan tinggi
X > 150 dikategorikan sangat tinggi
Berikut adalah tabel klasifikasi asimetri informasi. Tabel 12. Klasifikasi Asimetri Informasi
Asimetri Informasi Frequency Percent Sangat Rendah 84 30.4 Rendah 146 52.9 Tinggi 38 13.8 Sangat Tinggi 8 2.9 Total 276 100
Sumber: data sekunder yang diolah , 2016
Berdasarkan tabel 12, perusahaan yang memiliki kategori asimetri informasi sangat rendah yaitu sebanyak 84 perusahaan atau sebanyak 30,4% dari total 276 perusahaan. Perushaan yang memiliki
kategori asimetri informasi rendah yaitu sebanyak 146 perusahaan atau sebanyak 52,9% dari total 276 perusahaan. Perusahaan yang memiliki kategori asimetri informasi tinggi, yaitu sebanyak 38 perusahaan atau sebanyak 13,8% dari total 276 perusahaan. Perusahaan yang memiliki kategori asimetri informasi sangat tinggi yaitu sebanyak 8 perusahaan atau sebanyak 2,9% dari total 276 perusahaan. Berdasarkan tabel 16, kategori asimetri informasi terbanyak terdapat pada kategori rendah, sedangkan kategori paling sedikit terdapat pada kategori sangat tinggi. c. Konvergensi International Financial Reporting Standards
Data konvergensi IFRS dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy, dengan 2 kategori 0 dan 1. Kategori 0 berarti perusahaan belum melakukan konvergensi IFRS, sedangkan kategori 1 berarti perusahaan sudah melakukan konvergensi IFRS. Frekuensi jumlah perusahaan yang sudah melakukan konvergensi IFRS dan yang belum melakukan konvergensi IFRS disajikan dalam tabel 13 berikut. Tabel 13. Frekuensi Konvergensi IFRS
Konvergensi IFRS
Frequency Percent
Belum IFRS 138 50
Sudah IFRS 138 50
Total 276 100
Sumber: data sekunder yang diolah, 2016
Berdasarkan tabel 13, dari total 276 perusahaan terdapat 138 perusahaan atau sebesar 50% dari total 276 perusahaan belum melakukan konvergensi IFRS. Perusahaan yang sudah melakukan konvergensi IFRS, yaitu sebanyak 138 perusahaan atau sebesar 50%
dari total 276 perusahaan. Data konvergensi IFRS hanya menggunakan perbedaan tahun dalam menentukan sudah atau belum konvergensi IFRS. Tahun 2010 dan 2011 untuk perusahaan yang belum melakukan konvergensi IFRS, sedangkan untuk perusahaan yang sudah melakukan konvergensi IFRS pada tahun 2012 dan 2013. Proporsi data konvergensi IFRS antara sudah dan belum konvergensi IFRS sama, yaitu sebesar 50%-50%.
6. Pengklasifikasian Data