• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. ANALISIS DAN SINTESIS

VII.3 Detail Desain

VII.3.1 Sirkulasi

Sirkulasi yang dirancang pada taman terdiri atas sirkulasi primer/utama dan sekunder. Sirkulasi primer diperuntukkan sebagai jalur pejalan kaki. Sedangkan sirkulasi sekunder ialah jalur yang diperuntukan sebagai jalur sepeda dan pejalan kaki (multi mode). Bentuk sirkulasi diturunkan dari konsep desain. Sirkulasi yang dirancang pada tapak ini diperuntukan untuk memberi kenyamanan dan memberi pengalaman / kesan lebih pengguna pada tapak, sehingga pengguna merasa lebih nyaman dan tidak bosan. Jenis pavment yang digunakan pada tapak dapat dilihat pada gambar 49.

Gambar 48. Contoh Jenis Pavement (Sumber : Google.com)

VII.3.1.1 Sirkulasi Primer/Utama

Sirkulasi ini dibuat untuk mengakomodasi pejalan kaki semaksimal mungkin pada tapak. Jalur pejalan kaki taman berada di dalam tapak dengan lebar lebih kurang 3 meter untuk jalur pejalan kaki saja. Oleh karena itu diharapkan pada jalur pejalan kaki dapat mengakomodasi tiga orang pejalan kaki secara bersama dengan perhitungan tiap satu orang membutuhkan lebar pedestrian sebesar 80 cm. Pada pagi dan sore hari jalur ini juga dapat dimanfaatkan sebagai jogging track namun tetap dapat dilalui pejalan kaki, dengan perhitungan orang lari membutuhkan lebar dari pedestrian sebesar 90 cm tiap satu orang. Sehigga jalur ini dapat mengakomodasi masing-masing dua orang lari dan pejalan kaki secara bersamaan. Setiap jalur sirkulasi ini dihubungkan oleh node atau plaza kecil yang berfungsi sebagai tempat transisi pejalan kaki maupun orang yang berolahraga lari untuk beristirahat sejenak. Penggunaan tempat duduk atau bangku dalam jalur ini juga diperlukan sebagai tempat istirahat bagi pengguna / pengunjung.

Perkerasan yang digunakan untuk jalur sirkulasi ini berupa concrete pavement dengan warna cool gray dengan motif organik dari lengkungan riak air.. Sedangkan pada entrance dibuat pavement yang berbeda karena sebagai penanda sekaligus pembeda area tapak dan luar tapak dan jenis pavement yang digunakan ialah jenis concrete-block warna kuning pale.

VII.3.1.2 Sirkulasi Sekunder

Sirkulasi multi-mode ini merupakan perpaduan sirkulasi untuk pejalan kaki dan sepeda. Karena dua sirkulasi ini digabung maka perlu diperhatikan penanda atau batas agar tetap menjaga kenyamanan dan keamanan pengguna. Ukuran sirkulasi ini sesuai dengan acuan standar ialah 3 meter (Harris & Dines, 1998), namun untuk mengingat kebutuhan ruang sirkulasi pada tapak yang besar maka pada perancangan ini dibuat menjadi 4 m. Ini berdasarkan perhitungan lebar yang dibutuhkan untuk satu sepeda adalah 1,5 m dan lebar untuk dua orang pejalan kaki minimal 1,5 m dengan demikian jalur ini pada taman jalur sirkulasi multi-mode ini dapat digunakan maksimal empat orang pejalan kaki dan dua sepeda berdampingan secara bersamaan.

Untuk pavement yang digunakan pada sirkulasi ini sengaja dibuat berbeda dari sirkulasi pejalan kaki, baik bahan maupun warna. Pada sirkulasi ini digunakan bahan concrete dengan permukaan agak kasar untuk mencegah slip pada ban sepeda. Sedangkan untuk warna digunakan warna cerah yaitu kuning pale untuk memberikan kontras dan pembeda. Sebagai pembatas antara jalur sirkulasi dengan area lain digunakan sekumpulan semak sebagai buffer. Selain itu pada sirkulasi ini perlu juga dilengkapi marker atau tanda masing-masing jalur sirkulasi, baik sepeda maupun orang/pejalan kaki. Gambar 50 ialah gambar refrensi untuk penanda pada jalur sepeda

Gambar 49. Image Bike Marker (Sumber : Google.com dan Shutterstock.com )

VII.3.2. Board walk/Dek

Jalur ini dikembangkan untuk memfasilitasi aktivitas pengunjung yang akan melintas/menyusur sungai. Board walk ini berfungsi sebagai dek atau titian layaknya terdapat pada rumah tepi sungai di Banjarmasin dan menggunakan bahan lokal yang tahan air (awet) yakni kayu galam, sehingga dapat memunculkan karakteristik lokal Kota Banjarmasin. Board walk ini juga dilengkapi dengan rail yang berfungsi sebagai pegangan tangan dan juga keamanan pengunjung. Gambar 51 ialah gambar refrensi untuk boardwalk dan gambar 52, 53 dan 54 ialah gambar detail material boardwalk, jalur multimode dan pathway.

VII.3.3 Fasilitas Taman VII.3.3.1 Amphiteater

Amphiteater merupakan area terbuka yang biasanya digunakan untuk olahraga, konser, pertunjukan teater dan sebagainya. Pada taman ini amphiteater dimaksudkan sebagai area untuk melihat pemandangan ke sungai dan juga melihat suatu pertunjukan yang biasa diselenggarakan di Sungai Martapura pada acara-acara tertentu, seperti jukung festival dan permainan olahraga perahu motor/jetski. Selain itu amphiteater ini juga dapat dijadikan sebagai pusat interaksi masyarakat Kota Banjarmasin.

Amphiteater pada taman dirancang berbatasan langsung dengan sungai, hal ini dimaksudkan agar pengguna lebih dapat dekat dengan sungai. Bentuk dari amphiteater ini mengikuti bentukan pola yang telah diturunkan dari konsep desain yang ada. untuk memberikan efek shade dan naunngan pada amphiteater ini dikembangkan shelter dengan bentuk menyesuaikan pola dari amphiteater tersebut. Shelter ini menggunakan bahan utama kain Canvas PVC putih dan rangkanya berupa tiang cetak dari baja. Selain berupa pekerasan yang digunakan sebagai tempat duduk-duduk pengguna, struktur amphiteater ini juga berfungsi sebagai dinding penahan dari erosi tanah.

VII.3.3.2 Bollard

Elemen ini digunakan untuk menghindari kendaraan bermotor masuk ke taman. Bollard diletakkan pada welcome area dan tiap pintu masuk taman. Welcome area taman ini terletak pada bagian tengah taman sedangkan untuk pintu masuk, terdapat 4 akses masuk dan keluar yang masing-masing berbatasan langsung dengan Jalan Piere Tendean.

Bollard yang digunakan memiliki tinggi 75 cm dengan diameter 10 cm dan diletakkan dengan jarak 60 cm satu sama lain. Pada sirkulasi multi mode, bollard tetap perlu digunakan agar tidak ada penyalahgunaan jalur yang sering terjadi motor masuk ke dalam jalur sirkulasi.

VII.3.3.3 Railing dan Dermaga

Railing merupakan pagar pembatas yang dikembangkan sebagai pegangan tangan pada area boardwalk dan juga diperuntukan sebagai pembatas antara taman dan sungai sehingga pengguna merasa lebih aman. Penggunaan railing ini diletakkan disepanjang jalur sirkulasi yang berbatasan langsung dengan tepian sungai. Railing yang digunakan pada jalur sirkulasi yang melintas sungai dan dek dermaga menggunakan material kayu agar menyatu dengan board walk.

Dermaga dibuat sebagai area penerimaan bagi pengguna yang memilih moda transportasi sungai menuju ke dalam taman. Bentuk dermaga ini ialah lingkaran penuh dengan menggunakan material papan kayu galam. Ukuran luas tergantung dengan kebutuhan pada tapak dengan perhitungan setiap satu orang membutuhkan kebutuhan ruang sebesar 20 m2.

VII.3.3.4 Rak Sepeda

Parkir untuk sepeda dibuat di dalam taman yang berbentuk rak sepeda sederhana yang berada didekat main entrance dan side entrance terutama di node pertemuan antara jalur pejalan kaki dan multi mode. Rak sepeda ini masing-masing lokasi parkir sepeda dapat mengakomodasi sekitar 12-15 unit sepeda. Tempat parkir ini dibuat untuk dapat mengakomodasi pengguna yang membawa sepeda maupun yang ingin menggunakan sepedanya ke dalam tapak maupun ingin hanya berjalan di tapak. Gambar refrensi rak sepeda dapat dilihat pada gambar 55.

Gambar 54. Image Rak Sepeda (Sumber : Google.com)

VII.3.3.5 Retaining Wall

Retaining wall pada taman tepian sungai sangat diperlukan sebagai penahan erosi tanah. Namun tidak hanya itu, dihararapkan juga dinding retaining

ini dapat menambah nilai keindahan taman. Oleh karena itu pada perancangan ini digunakan jenis retaining wall dari bahan batu bronjol atau gabion wall. Dinding retaining ini memiliki beberapa kelebihan seperti dapat mengurangi arus laju air sungai karena dengan material batu dinding memiliki permukaan yang lebih kasar serta memiliki celah sehingga memberi ruang bagi air dapat masuk ke dalam material tanah dan tersimpan di dalamnya. Air yang masuk ini kemudian menjadi sumber mineral bagi tanaman yang ditanam pada taman. Dengan begitu struktur tanah akan lebih tahan terhadap erosi. Selain itu, pada selang beberapa waktu penggunaan bronjong secara alami dapat merangsang pertumbuhan rumput liar seperti terlihat pada gambar 56.

Gambar 55. Contoh Penggunaan Bronjong atau Gabion Wall (Sumber : Google.com)

Penggunaan bronjong pada taman menggunakan ukuran rangka 0,9 – 1 m2 dengan variasi batu didalamnya berukuran 50 mm – 300 mm, ini merupakan ukuran cetakan yang ada pada pasaran. Untuk memperkuat kesan alami pada bronjong dapat juga dimodifikasi dengan menggunakan tanaman penutup tanah seperti rumput Vetiver (Vetiveria zizanoides). Rumput ini dipilih karena memiliki ketahanan pada kondisi kritis. Selain itu dengan penambahan elemen tanaman dapat memperlunak kesan kaku dari dinding.

Untuk menjaga keawatan dari retaining wall ini perlu dilakukan pemantauan secara rutin ini disebabkan rawannya pencurian material yang ada pada struktur ini baik dari kawat besi maupun batu. Oleh karena itu pengawasan sangat diperlukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

VII.3.3.6. Tempat Duduk

Tempat duduk dibutuhkan pengguna baik individu maupun kelompok yaitu sebagai tempat istirahat sementara, duduk-duduk melihat pemandangan, berkumpul, dan sebagainya. Ukuran tempat duduk dibuat agar memberikan kenyamanan kepada pengguna yaitu tinggi 40-45 cm, lebar 36-45 cm dan panjang dudukan 60 cm, ada sandaran belakang dan sandaran tangan (Harris dan Dines, 1998).

VII.3.3.7. Tempat Parkir

Parkir ini difungsikan untuk kendaraan bermotor yang direncanakan pada pada ruang penerimaan baik roda empat/mobil maupun roda dua/motor dengan besar 780 m2 untuk mobil dan 96 m2 untuk motor. Sehingga parkir ini hanya dapat mengakomodasi 32 mobil dan 60 motor dengan perhitungan kebutuhan ruang masing-masing untuk mobil sebesar 24 m2 dan motor sebesar 1,6 m2 . Detail tempat parkir dapat dilihat pada gambar

VII.3.4. Elemen Estetik

Sculpture atau landmark merupakan elemen estetik taman yang berfungsi sebagai identitas taman dan juga sebagai aksen atau point of interest pada taman yang dapat menambah nilai estetika taman. Sculpture yang digunakan pada taman ini ialah berupa artwork yang memiliki filosofi untuk menguatkan konsep dasar perancangan taman tepian sungai dan karakteristik lokal taman. Sculpture akan dikembangkan pada beberapa spot penting di taman antara lain, seperti pada area penerimaan terdapat artwork dari logam dengan bentuk hasil pengembangan dari tetesan air dan bentuk orang renang yang dikembangkan dari pola lingkaran diletakkan pada plasa dekat area foodcourt. Contoh jenis metal artwork dapat dilihat pada gambar 57.

Gambar 56. Contoh Metal Artwork (Sumber : Google.com dan Flikr.com )

Model artwork dengan bahan metal/logam ini telah banyak dibuat oleh pengrajin seni patung/sculpture, seperti karya Nyoman Nuarte yang telah banyak dipakai di Jakarta dan kota besar lainnya. Kemudian pada area selatan tapak dikembangkan sculpture dengan bahan light box, elemen ini sengaja dikembangkan untuk memberi sentuhan pecinan. Ide pengembangan sculpture ini terinspirasi dari bentukan dupa yang terdiri dari jejeran batang. Dupa ini sering digunakan masyarakat tionghoa dalam beribadah di dalam Klenteng, dimana pada bagian selatan tapak terdapat Klenteng. Selain sebagai aksen sculpture ini juga berfungsi sebagai lampu taman pada malam hari, sehingga dapat menjadi elemen arstistik yang menarik. Gambar detail material pada dermaga dan plasa dijelaskan pada gambar 58 sedangkan gambar 59, 60, 61, 62, 63, 64 dan 65 merupakan gambar detail untuk hardscape taman ini.

VII.3.5. Pencahayaan

Pencahayaan sangat dibutuhkan agar dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna pada malam hari. Pencahayaan pada taman juga harus dioptimalkan pada taman yang memiliki aktivitas pada malam hari. Selain untuk keindahan, penerangan pada malam hari juga berfungsi sebagai pencegah kemungkinan penyalahgunaan taman sebagai kegiatan vandalisme dan kejahatan. Pada taman tepian sungai ini digunakan tiga macam pencahayaan, yaitu street light, path light dan spotlight. Street light diletakan dibeberapa titik di area penerimaan, amphiteater dan plasa atau node pertemuan sirkulasi. Contoh tipe-tipe penyinaran menurut Harris dan Dines (1998) dijelaskan pada gambar 66.

Ketinggian lampu lebih kurang 10 meter dan berguna sebagai penerang utama. Sedangkan untuk beberapa spot juga diletakkan lampu taman dengan ketinggian 3 meter. Pada jalur sirkulasi taman juga dibutuhkan penerangan dan jenis lampu yang digunakan pada area ini adalah jenis path light dengan ketinggian 60 cm. lampu ini hanya menereangi jalur sirkulasi dengan tinggi atau jarak penyinaran tidak sampai menyilaukan pandangan, sehingga tetap memberikan kenyamanan pengguna pada malam hari. Sedangkan spotlight digunakan sebagai lampu sorot untuk elemen-elemen tertentu yang ingin ditonjolkan seperti sculpture dan pohon atau tanaman. Tipe penyinaran ini digunakan untuk menyinari sculpture yang berada di taman agar dapat memberikan penekanan aksen pada elemen-elemen tersebut di malam hari. Gambar 67 merupakan gambar rencana pencahayaan pada taman.

VII.3.6. Planting Plan

Secara umum vegetasi yang akan direncanakan pada tapak merupakan vegetasi yang dapat beradaptasi dengan lingkungan Kota Banjarmasin. Kemudian berdasarkan konsep tata hijau yang telah dikembangkan serta hasil analisis tapak, vegetasi yang digunakan pada perancangan taman ini dibagi menjadi dua yakni vegetasi untuk fungsi ekologis dan vegetasi untuk arsitektural, tentunya kedua aspek ini harus fungsional. Gambar 68 merupakan gambar planting plan pada perancangan taman tepian Sungai Martapura sedangkan untuk detail penanaman dapat dilihat pada gambar 69 dan 70.

VII.3.6.1. Vegetasi untuk Fungsi Ekologis

Vegetasi ini dioptimalkan sebagai penahan erosi tanah, ini dikarenakan letak taman yang berada pada tepian sungai rawan terjadi erosi. Vegetasi yang digunakan ialah vegetasi yang memiliki kemampuan menutupi permukaan tanah serta perakaran yang kuat seperti rumput paetan (Axonopus compressus), seruni rambat (Widelia biflora), akar wangi (Vetiveria zizanoides), rambai (Baccaurea motleyana), Palem merah (Cyrtostachis rendra) dan kelapa (Cocos nucifera). Sebagian besar tanaman ini merupakan tanaman lokal, selain berfungsi ekologis penggunaan tanaman lokal juga memperkuat karakter lokal dari taman.

VII.3.6.2. Vegetasi untuk Fungsi Arsitektural

Vegetasi berfungsi arsitektural digunakan sebagai pendukung ruang rekreasi pada taman serta untuk memaksimalkan aktivitas pengguna. Vegetasi ini terdiri atas pohon, semak dan groundcover. Untuk pohon, tanaman yang digunakan berfungsi sebagai penaung dan pengarah. Tanaman yang digunakan antara lain, Palem Pinang (Areca catechu), Palem Sadeng (Livistonia rotundifolia), Bunga Kupu-Kupu (Bauhinia purpurea) dan Dadap Merah (Erythrina cristagali). Sementara itu untuk semak, tanaman yang digunakan yang memiliki warna bunga dan daun yang mencolok seperti warna merah dan kuning, seperti Soka (Ixora sp.), Batavia (Jatropha panduriforia), Palem Merah (Cyrtosthacis rendra), Bunga Merak (Caesalpinia pulchirema), Bunga Kanna (Canna sp.), Pisang Hias (Heliconia sp.) serta Talas-talasan (Colocasia ordorata).

Kemudian untuk ground cover tanaman yang digunakan seperti Bakung (Crinum asiaticum) dan Pandan (Pandanus amaryllifolius). Karakteristik penggunaan tanaman pada taman dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 10. Daftar Karakteristik Tanaman yang digunakan pada Taman

No Nama Tanaman Fungsi Images

Penaung Penahan

Erosi Estetika Pembatas Identitas

Pereduksi polusi 1 Areca catechu (Pinang)

• •

2 Arundinaria pumila (Bambu Jepang)

• •

3 Axonopus compressus (Rumput Paetan)

4 Barringtonia asiatica (Keben)

• • •

5 Baccaurea motleyana (Pohon Rambai)

• •

6 Bauhinia purpurea (Bunga Kupu-kupu)

• •

7 Canna sp. (Bunga Kana)

• • •

8 Carex morowii (Kucai)

• •

9 Casuarina equistofollia (Cemara laut)

• •

10 Cocos nucifera (Pohon Kelapa)

• • •

11 Colocasia ordorata (Talas-talasan)

• •

12 Costus sp. (Pacing)

• •

13 Crinum sp. (Bakung)

• •

14 Cyrtostachis rendra (Palem merah)

• • • •

15 Ficus lyrata (Biola

cantik)

• •

16 Heliconia sp (Pisang hias)

• • •

17 Gluta ringhas (Jingah)

• •

18 Livistonia rotundifolia (Palem Sadeng)

• •

19 Ophiopogon sp (Kucai mini)

20 Pandanus amaryllifolius (Pandan)

• •

21 Pterocarpus indicus (Angsana)

22 Rhapis excelsa (Palem wregu)

• • •

23 Roystonia regia (Palem Raja)

• •

24 Terminalia catappa (Pohon Ketapang)

• •

25 Veitchia merilii (Palem putri)

26 Vetiveria zizanoides (Akar wangi)

27 Widelia biflora (Seruni rambat)

• •

VIII. PENUTUP

VIII.1. Simpulan

Taman tepian Sungai Martapura Kota Banjarmasin menitikberatkan kepada sungai sebagai pusat perhatian dan titik pandang dari tapak. Perancangan Taman Tepian Sungai Martapura ini didasarkan dalam sebuah konsep dasar yaitu memunculkan kembali karakteristik lokal Kota Banjarmasin yang alami yaitu dengan penggunaan pola alami/organik dan pemilihan material tanaman sebagai identitas taman dan kehidupan masyarakat dengan semboyan kayuh baimbai (mengayuh bersama-sama) sebagai aktivitas pengguna yang ingin dimunculkan pada taman yaitu interaksi. Pada konsep dasar unsur modern tetap dimasukkan sebagai representasi Kota Banjarmasin yang merupakan Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan. Unsur modern yang dimaksud yaitu pada penggunaan elemen taman seperti shelter, artwork, mound dan amphiteater.

Konsep desain dalam penelitian ini mengambil bentukan dari ripple water/riak air. Konsep ini diambil karena wilayah Banjarmasin yang sebagian besar dilalui sungai-sungai dan juga secara sosial masyarakat kota banjarmasin memiliki hubungan yang sangat erat dengan air (sungai) dalam kehidupan mereka. Untuk mengatasi kondisi iklim mikro yang panas taman membutuhkan penambahan vegetasi penaung maupun shelter sebagai pereduksi radiasi sinar matahari. Penambahan fasilitas pada taman juga perlu dilakukan untuk dapat mengakomodasi aktvitas rekreasi pada taman. Taman tepian sungai ini dirancang pada luas 24.340 m2, dimana di dalamnya terdapat ruang-ruang yang mengakomodasi aktivitas rekreasi aktif dan pasif. Pembagian ruang tersebut meliputi ruang penerimaan, rekreasi aktif, rekreasi pasif dan penyangga.

Ruang penerimaan memiliki proporsi luas sebesar 2054 m2 atau sekitar 8 % dari luas keseluruhan taman, ruang rekreasi aktif memiliki proporsi luas sebesar 2557 m2 atau sekitar 10 % , sedangkan ruang rekreasi pasif memiliki proporsi luas sebesar 9304 m2 atau sekitar 38 % dan ruang penyangga memiliki proporsi luas sisanya yakni sebesar 10.425 m2 atau 44 % dari luas taman.

VIII.2. Saran

Adapun saran terkait perancangan taman tepian sungai yaitu :

1. Mengoptimalkan pemanfaatan ruang terbuka di tepian sungai khususnya Sungai Martapura untuk memperbanyak ketersediaan ruang terbuka hijau, sehingga dapat dijadikan sebagai tempat rekreasi alam terbuka bagi masyarakat kota

2. Pemeritah Kota Banjarmasin serta masyarakat bersama-sama harus lebih memperhatikan dan menjaga daerah sempadan sungai sebagai daerah terbuka (open space) sehingga kelestarian kawasan dapat tetap terjaga

3. Pengembangan tepian sungai harus diikuti dengan pengembangan kawasan sekitarnya secara terintegrasi sehingga dapat menghasilkan kualitas lanskap tepian sungai yang baik

4. Pengelolaan fasilitas dan utilitas dalam pengembangan kawasan tepian sungai ini harus dilakukan dengan baik

www.banjarmasinkota.go.id. (6 Februari 2010)

[Anonim]. 2010. Kajian Waterfront. [terhubung berkala]. www.wikipedia.com. (6 Februari 2010).

[Anonim]. 2010. Waterfront. [terhubung berkala]. www.wikipedia.com. (6 Februari 2010).

[Anonim]. 2010. Waterfront. [terhubung berkala]. http//:puslit2.petra.ac.id. (8 Februari 2010).

Booth, N. K. 1983. Basic Elements of Landscape Architectural Design. Ohio State University. New York.

Eckbo, Garret. 1964. Urban Landscape Design. McGraw-Hill, Inc. United States of America.

Gold, S.M. 1980. Recreation Planning and Design. Mc Graw-Hill Book Co., Inc. New York.

Grey, G.W. and F.J, Deneke. 1986. Urban Forestry. New York : John Wiley and Sons Inc.

Hakim, Rustam. 2006. Rancangan Visual Lansekap Jalan. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Harris, C. W. And Dines, N. T. 1988. Time-Saver Standards for Landscape Architecture, Mc.Graw Hill Inc. New York.

Ingels, Jack E. 2003. Landscaping Principle and Practices. New York : State University of New York.

Laurie, M. 1986. Pengantar kepada Arsitektur Pertamanan (Terjemahan). Intermata, Bandung.

Malanson, George P. 1950. Riparian Landscape. Cambrige University Press. Cambrige

Munandar, A. 2010. Elemen Perancangan Kawasan Tepi Air. www.managementfile.com. (19 Februari 2010).

Nugroho, S. 2000. Waterfront Cities. URL. www.kompas.com/waterfront.htm. (16 Juni 2011)

Philip CJ. 1932. Urban Soil in Landscape Design. USA: John Wiley & Sons, Inc. Prastyawan, Eka Candra. 2009. Perancangan Taman Kota Tepi Sungai

Martapura. (Skripsi). Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. IPB

Reid, G. W. 1993. From Concept to Form. Van Nostrand Reinhold. New York. Simonds, J. O. dan Barry W. S. 1983. Landscape Architecture. McGraw-Hill

Companies, Inc. New York.

Simonds, J. O. dan Barry W. S. 2006. Landscape Architecture fourth edition: A Manual of Environment Planning and Design. McGraw-Hill Book Com. New York.

Torre, L. A. 1989. Waterfront Development. Van Nostrad Reinhold. New York. www.managementfile.com. (19 Februari 2010).

Wrenn, D. M. 1983. Urban Waterfront Development. Urban Land Institute. Washington DC. www.managementfile.com. (19 Februari 2010).

Lampiran 1

Dokumen terkait