• Tidak ada hasil yang ditemukan

detak cabang si rapuh beluh isangkan bade, sayang berempas tanyor ku bumi si meri nge berpoloken, uten

bergerak museger beluh ku tuyuh musara rense, sayang

gintes si meri-meri gere mutenelen, uten

gempa muguncang kayu perdu uyete rengang, sayang retep jantan si kaul genyur jadi pempungen, uten donya munaos lagu .atu taring pengalang, sayang bujur batang ari perdu deru eluh kin sapunen, uten manuk cico kecici rugi tempat bertanang; sayang peberguk kuning ni lao cico ate ilelalenen, uten

bedebuk uah si lungi nenggeri nge mate batang, sayang kerukuk cume gere cico lemboko sange jejuntenen, uten

(Gobal,

1971

: hal.

20)

Terjemahan :

(detak cabang rapuh jatuh tertiup badai, sayang terhempasjatuh ke bumi rubuh berserakan berderak sekali runtuh rubuh terhenyak, sayang yang busuk terkesima tanpa sasaran

gempa mengguncang akar perdu merenggang, sayang putus urat yang besar rubuh yang /usuh

dunia membuat bala hanya batu yang menyangga, sayang porak poranda uratnya menderu air mata

burung cici kecico tiada tempat bertandang, sayang tennenung senja menguning resah ditelan

rontok buah yang ranum batang merkisah mengering, sayang burung kerukuk menganga selibu tempat berjuntai)

Sali Gobal adalah salah seorang Ceh yang dalam puisi-puisinya begitu banyak mendekati satwa-satwa dan alam tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitamya. Puisi-puisi lain yang menyenandungkan tentang alam itu terdengar dalam puisi-puisi manuk 'burung', kurik 'ayam', kukur 'balam', kacang ranting 'kacang panjang', tau 'tebu', sange 'pimping', lompong 'belalang', koro 'kerbau' dan lain-lain. Satwa-satwa dan tumbuh-tumbuhan itu bicara kepadanya, ia bicara kepadanya. Satwa-satwa dan tumbuh-tumbuhan itu adalah per­ sonifikasi dari manusia dan dirinya sendiri. Puisi-puisi itu dapat di­ lihat di antara puisi-puisi dalam kumpulan karangan didong-nya seperti Balada Sali Gobal

( 1971 )

, Kemara (

1971 )

, Manuk

( 1971 ),

1 21

Ulen Bin tang ( 1971 ), Tanoh Takingen ( 1971 ), Ran to 1971

)

. 1

7)

Seperti te1ah disinggung di atas, sebagai hasil catatan pada pertunjukan kesenian didong di Taman Ismail Marzuki, sebenarnya seribu satu macam masalah telah digarap oleh para seniman didong. Di antara bermacam-macam masalah itu, ada ·pula yang membagi perhatiannya ke dunia di luar tanah air Indonesia. Dalam puisi dari group Kabinet Mude yang diciptakan dan mulai dikumandangkan tahun 1962 suatu puisi berjudul "Apollo 11." Dalam puisi yang telah tercipta lebih dari dua puluh tahun yang lalu, penyair Kabinet Mude telah mencoba membuat perbandingan antara beberapa negara maju dengan Indonesia. Mereka mengungkapkan tentang kemajuan industri Jepang. Hasil-hasil industri Jepang itu mulai dari barang pecah belah sampai kepada kendaraan bermotor beroda empat telah dipakai oleh anggota masyarakat Gayo masa kini. Setelah dari pada itu mereka melihat radio Philip dari Belanda, kain wol yang terkenal dari lnggeris, Amerika dengan penerbangan angkasanya dengan Apolo 11, Ru.sia dengan Luna 17-nya. Apakah Indonesia harus berkecil hati dengan kemajuan yang telah dicapai oleh negara-negara maju itu ? Menurut mereka. tidak. Indonesia juga punya kelebihan tersendiri. Indonesia mempunyai kekayaan alam yang tak bertara. Bukan itu saja yang menjadi kebanggaan seniman ini. Ada kebanggan lain, tidak lain dari kekuatan ABRI, yang sanggup mengusir penjajah, yang mampu merebut Irian Barat. Hal lain yang perlu diandalkan dan dibina adalah persatuan bangsa. Menurut mereka dalam puisi mereka itu, persatuan adalah modal yang mempunyai nilai tertinggi yang tiada bandingannya (Puisi "Apollo 1 1" secara lengkap, lihat pada lampiran).

Patut kiranya dicatat di sini bagaimana perhatian dan kecintaan anggauta masyarakat yang ada di luar Gayo terhadap kesenian didong. Mereka yang telah berdomisili di Jakarta bukan sekedar mengundang para seniman didong ke Jakarta, untuk dihormati dan dinikmati kebolehannya. Mereka juga aktif dan mencipta puisi­ puisi didong, dengan hasilnya yang cukup berbobot.

1 7). Semua puisi-puisi dalam kumpulan ini dikumpulkan dan diterbitkan oleh L.K. Ara dalam wujud stensilan tanpa terjemahan a tau komcntar a pap pun.

Berikut ini dapat kita nikmati hasil ciptaan seorang bekas seni­ man didong yang berkedudukan di Jakarta, yang dulunya Ceh dari group Amruna di Aceh Tengah. Puisinya berjudul Rasa kin Rasa, ciptaan Abu Kasim alias Aman Diwa bersama Aman Pipin. Dalam puisi ini Abu Kasim cs mengungkapkan kerinduannya terhadap Gayo dengan keindahan alamnya, terhadap para seniman didong yang telah membaktikan dirinya terhadap kesenian ini, terutama kepada para seniman tuanya, seperti To'et, Muhammad Basir Lakkiki, Ecek Bahim, Sali Gobal Kemara, Abd. Rauf, Ecek Umang, Dewantara, Taruna Jaya dan lain-lainnya.

Dalam puisi ini Abu Kasim dan Aman Pipin secara cermat telah mengungkap, seolah untuk mengingatkan, bahwa di Gayo telah terjadi perubahan-perubahan yang sangat besar. Ia melihat rumah­ rumah tradisional dengan segala isinya telah punah. Adat Gayo dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya di masa lalu telah tergeser jauh, kalau tidak dikatakan telah terkikis habis. Tek-nologi dan unsur kebudayaan luar sedang melanda masyarakat dan kebudayaan Gayo masa kini. Semua ini telah mencemaskan bekas Ceh Amruna yang masih aktif mencipta ini. Kecemasan ini ditujukan kepada alamat para Ceh yang ada di Gayo sekarang khususnya dan kepada masyarakat Gayo umumnya.

Rasa kin Rasa Gayo iwo upuh ules mulintes wan kekire·

senta muninget atingku uwes ara mukies wani dede

Wan nomingku mejem ko teles ari nipingku mejen aku gintes lagu si mulenes

wo bayakku wo asal perasan ni tubuh ninget kin ules upuh ne rerewe

sana de maknae, tangke biak sudere

Art ranto leo suntuk mubayang Semer Kilang kampung Ltnge

Wan atlnggku mera dt muguncang