• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi dan Identifikasi Sampel Mentimun Terinfeksi ToLCNDV dan SLCCN

2 TINJAUAN PUSTAKA

A. Deteksi dan Identifikasi Sampel Mentimun Terinfeksi ToLCNDV dan SLCCN

Metode DIBA

Metode DIBA dilakukan menggunakan antibodi spesifik ToLCNDV dan SLCV (DSMZ) sesuai metode yang digunakan Anggraini dan Hidayat (2014). Sebanyak 0.1 g sampel digerus dalam tris buffer saline (TBS) dengan perbandingan 1:10 (b:v) [TBS: Tris-HCl 0.02 M dan NaCl 0.15 M, pH 7.5]. Sebanyak 2 µL suspensi tanaman diteteskan ke atas membran nitroselulosa. Setelah tetesan sampel kering, membran direndam didalam 10 mL larutan

blocking non-fat milk 2% dalam TBS yang mengandung Triton X-100 dengan konsentrasi akhir 2%. Membran diinkubasi pada suhu ruang sambil digoyang menggunakan EYELA multi shaker dengan kecepatan 50 rpm selama 1 jam. Membran selanjutnya dicuci 5 kali dengan dH2O, tiap pencucian berlangsung 5 menit sambil digoyang dengan kecepatan 100 rpm.

Membran nitroselulosa direndam dalam 2.5 mL TBS yang mengandung 1µL antibodi pertama ditambah non-fat milk dengan konsentrasi akhir 2%, dan diinkubasi selama semalam pada suhu 4˚C. Membran dicuci kembali dengan Tween 0.05% dalam TBS (TBST) sebanyak 5 kali sambil digoyang dengan kecepatan 100 rpm, masing-masing selama 5 menit.

Membran nitroselulosa direndam dalam 2.5 mL TBS yang mengandung 1µL antibodi kedua ditambah non-fat milk dengan konsentrasi akhir 2%, kemudian diinkubasi selama 2 jam sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm. Membran dicuci kembali dengan TBST sebanyak 5 kali sambil digoyang dengan kecepatan 100 rpm.

Membran selanjutnya direndam dalam 2.5 mL TBS yang mengandung 1 µL konjugat (antibodi ketiga) ditambah non-fat milk dengan konsentrasi akhir 2%, kemudian membran diinkubasi selama 2 jam sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm. Membran dicuci kembali dengan TBST sebanyak 5 kali.

Khusus untuk deteksi ToLCNDV, membran hanya direndam dalam satu antibodi yang telah berikatan dengan enzim alkalin fosfatase saja yang telah ditambah non fat milk dengan konsentrasi akhir 2%, kemudian membran diinkubasi selama 2 jam sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm. Membran dicuci kembali dengan TBST sebanyak 5 kali.

Tahap terakhir, membran direndam dalam 10 mL bufer AP (Tris-HCl 0.1 M, NaCl 0.1 M, MgCl2 5 mM, pH 9.5) yang mengandung 1 tablet nitro blue

tetrazolium (NBT) dan bromo chloro indolil phosphate (BCIP) untuk pewarnaan. Reaksi positif apabila terjadi perubahan warna putih menjadi ungu pada membran nitroselulosa yang telah ditetesi cairan tanaman dan reaksi dapat dihentikan dengan merendam membran dalam dH2O. Reaksi positif ditandai terbentuknya warna ungu pada membran nitroselulosa.

Insidensi penyakit yang disebabkan oleh Begomovirus dihitung dengan menggunakan rumus :

IP = jumlah tanaman yang terdeteksi positif x 100% jumlah tanaman yang dideteksi

Metode PCR

Ekstraksi DNA. DNA total diekstraksi dari tanaman mentimun menggunakan metode Doyle dan Doyle (1987). Sebanyak 0.1 g daun mentimun terinfeksi digerus dalam 500 μL bufer ekstraksi CTAB [10% Cetyl-trimethyl- ammonium bromida, 0.05 M EDTA, 0.1 M Tris HCl pH 8, 0.5 M NaCl, 1% β- mercaptoethanol per1 mL bufer], kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro 1.5 mL, dan diinkubasi dalam water bath dengan suhu 65 oC selama 30 menit. Sap tanaman dibolak-balik setiap 10 menit sekali untuk membantu proses lisis sel tanaman. Sap tanaman diambil dari water bath dan didiamkan selama 2 menit pada suhu ruang, kemudian ditambahkan 500 μL Chloroform: Isoamilalkohol (CI) (24:1). Campuran divorteks selama 5 menit kemudian disentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 12 000 rpm. Supernatan diambil secara hati-hati dan dipindahkan ke tabung mikro 2 mL yang baru. Supernatan ditambahkan sodium asetat (CH3COONa) 3 M sebanyak 1/10 volume supernatan dan Isopropanol sebanyak 2/3 volume total cairan untuk presipitasi DNA, kemudian dicampur dengan membolak-balik tabung secara perlahan. Setelah itu, supernatan diinkubasi pada suhu -80 oC selama 30 menit, kemudian disentrifugasi pada 12 000 rpm selama 10 menit untuk mengendapkan DNA. Setelah disentrifugasi, supernatan dibuang dan endapan dicuci dengan 500 μL etanol 70%, kemudian tabung disentrifugasi selama 5 menit pada 8 000 rpm, supernatan dibuang dan endapan dikeringkan. Setelah kering, endapan diresuspensi dalam 50 μL Tris- EDTA buffer (bufer TE) pH 8 [5 mL Tris HCl 10 mM, 0.5 mL EDTA 1 mM dan dilarutkan dalam 50 mL air destilata], dan disimpan pada suhu -20 oC.

Amplifikasi DNA. Hasil ekstraksi berupa DNA total diperbanyak melalui proses PCR dengan menggunakan primer universal pAV494/pAC1048 (Wyatt dan Brown 1996) yang mengamplifikasi sebagian gen protein selubung

14

Begomovirus, dengan ukuran produk PCR berukuran ± 550 pb. Amplifikasi DNA menggunakan automated thermal cycler dengan diawali tahapan denaturasi awal pada 94 °C selama 5 menit. Tahapan selanjutnya yaitu sebanyak 35 siklus yang terdiri atas denaturasi pada 94 °C selama 1 menit, annealing 51 °C selama 1 menit 30 detik, sintesis pada 72 °C selama 1 menit 30 detik, kemudian ditambahkan 10 menit pada 72 °C untuk tahap sintesis akhir (Wyatt dan Brown 1996).

Visualisasi Hasil PCR. Visualisasi produk PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa 1.5% dalam 0.5x tris-borate EDTA (TBE). Elektroforesis dilakukan selama 50 menit dengan tegangan 50 volt. Setelah itu, gel direndam dalam Ethidium bromide selama 15 menit, divisualisasi dengan UV transluminator, dan didokumentasikan dengan kamera digital.

Perunutan DNA. Sampel hasil PCR dikirim ke First Base, Malaysia untuk perunutan sekuen nukleotida. Hasil sekuen dianalisis untuk mengetahui tingkat homologi atau kesejajaran dengan sekuen gen protein selubung dari virus yang sama yang telah dideposit pada GenBank dengan Program Basic Local Alignment Tool (BLAST). Data sekuen nukleotida kemudian dianalisis melalui ClustalW multiple alignment dengan software Bioedit V7.05. Matriks identitas nukleotida dan asam amino diperoleh menggunakan perangkatBioEdit (Hall 1999). Analisis selanjutnya yaitu analisis filogenetika menggunakan peranti lunak Molecular Evolutionary Genetics Analysis (MEGA 6) (Tamura et al. 2013).

B. Desain Primer Diferensial ToLCNDV dan SLCCNV

Primer diferensial yang dapat membedakan SLCCNV dan ToLCNDV dalam satu reaksi PCR diperlukan untuk mendeteksi adanya infeksi ganda secara cepat. Primer diferensial dilakukan secara in silico menggunakan metode semi- manual OligoCalc: Oligonucleotide Properties Calculator (http://www.basic.northwestern.edu/biotools/oligocalc.html). Primer diferensial dibuat dengan menyejajarkan beberapa isolat Begomovirus dengan genom lengkap (whole genome) DNA-A yang diambil dari GenBank.

Gambar 3 Posisi primer diferensial ToLCNDV (a) dan SLCCNV (b) pada daerah

common region (CR) DNA-A. AC1: gen Replication (Rep), AC2: gen

Transcriptional Activator Protein (TrAP), AC3: gen Replication enhancer protein (REn), AC4: protein yang belum diketahui fungsinya, AV1: gen Coat Protein (CP), AV2: gen Movement Protein (MP).

nt 2629

ToLCNDV SLCCNV

nt 2561

Sebanyak lima sekuen nukleotida isolat ToLCNDV dan lima sekuen nukleotida isolat SLCCNV disejajarkan menggunakan program BioEdit. Sekuen nukleotida Pepper yellow leaf curl Indonesia virus (PYLCIV) dan Tomato leaf curl Kanchanaburi virus (TYLCKV) dipilih sebagai pembanding diluar grup dan disejajarkan dengan isolat ToLCNDV dan SLCCNV. Daerah yang memiliki sekuen yang sama diantara spesiesnya, namun berbeda dengan spesies lainnya (conserved region) dipilih sebagai lokasi primer forward (T-2F dan S-2F), dan daerah yang memiliki sekuen yang sama antara ToLCNDV dan SLCCNV dipilih sebagai lokasi primer reverse (TS-2R). Sekuen terpilih kemudian dianalisis kesesuaian karakteristik menggunakan program Oligonucleotide Properties Calculator (Tabel 1).

Karakteristik primer diferensial yang dibuat berdasarkan Chuang et al.

(2013) yaitu (1) perbedaan antara panjang primer forward dengan primer reverse

tidak melebihi 3 nukleotida, (2) proporsi GC dalam satu primer umumnya berkisar 40-60%, (3) basa pada ujung 3‟ dan ujung 5‟ sebaiknya G dan C dibandingkan A dan T supaya lebih stabil, (4) Tm (melting temperature) pada sepasang primer berada pada kisaran 50 °C dan 62 °C, serta perbedaan Tm antara kedua primer forward dan reverse tidak melebihi 5 °C, (5) sekuen primer forward dan reverse dipilih agar tidak saling menempel (primer-dimers) pada saat evaluasi PCR, dan (6) menghindari terbentuknya hairpin pada primer forward maupun primer

reverse, (7) bersifat spesifik, menempel hanya pada daerah target dari virus yang telah ditentukan (Chuang et al. 2013).

Evaluasi dan Optimasi Primer Diferensial ToLCNDV dan SLCCNV

DNA total diekstraksi dari daun mentimun terinfeksi Begomovirus

menggunakan metode Doyle dan Doyle (1987). Hasil ekstraksi berupa DNA total diamplifikasi dengan PCR menggunakan pasangan primer diferensial yang akan dievaluasi. Optimasi kondisi PCR dilakukan dalam dua tahap, yaitu optimasi primer secara tunggal (unipleks) dan ganda (dupleks). Komponen yang digunakan untuk 1 kali reaksi PCR yaitu 9.25 μL dH2O, 12.5 μL GoTaq Green Master Mix 2x (Thermo Scientific USA), 0.25 μL MgCl2 25 mM, 1 μL primer forward 10 µM, 1 μl primer reverse 10 µM, dan 1 μL DNA. Templat DNA yang digunakan untuk pengujian primer diferensial ToLCNDV dan SLCCNV adalah isolat TT dan isolat Ta asal Tabanan, Bali sebagai kontrol positif SLCCNV, dan isolat Pe asal Bogor dan isolat Ka asal Klungkung, Bali yang merupakan koleksi Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, IPB.

16

Tabel 1 Primer diferensial yang digunakan dalam penelitian ini

Primera Runutan DNA (5’-3’)

Posisi pada genom Begomovirus Produk PCR (pb) T-2F GGCATCTATTCTGAAACGACGTGG 2561-2585 600 TS-2R CTTGGGTTTTCTGTTCATCGGCC 428-405 S-2F CTATGGTATATTGGGGTATGGGGTC 2629-2654 550 TS-2R CTTGGGTTTTCTGTTCATCGGCC 428-405 a

T-2F, primer forward yang menempel secara spesifik pada CR ToLCNDV; TS-2R, primer reverse yang mampu menempel pada daerah common region ToLCNDV dan SLCCNV; S-2F, primer forward yang menempel secara spesifik pada common region SLCCNV.

Kondisi PCR dioptimasi berdasarkan suhu annealing 57 °C ± 5 °C (52 °C sampai 61 °C), konsentrasi primer (0.1 µM, 0.2 µM, 0.4 µM, 0.6 µM, 0.8 µM, dan 1.0 µM), sensitifitas primer dalam mendeteksi DNA virus yaitu konsentrasi DNA templat yang diukur dengan pengenceran berseri secara kuantitatif menggunakan Nanodrop (1 ng, 10 ng, 50 ng, 100 ng, 500 ng, dan 1000 ng), dan pengenceran berseri(100, 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5).

Optimasi dupleks PCR dilakukan dengan menggunakan kombinasi primer T-2F, S-2F, dan TS-2R (Tabel 2). Apabila pita DNA yang terbentuk terlalu tipis atau terlalu tebal, konsentrasi primer diturunkan atau ditambahkan untuk mendapatkan pita DNA yang jelas.

Amplifikasi DNA menggunakan automated thermal cycler dengan diawali tahapan denaturasi awal pada 94 °C selama 5 menit. Tahapan selanjutnya yaitu sebanyak 35 siklus yang terdiri atas denaturasi pada 94 °C selama 1 menit, suhu

annealing yang dioptimasi selama 1 menit, elongasi pada 72 °C selama 1 menit, kemudian ditambahkan 10 menit pada 72 °C untuk tahap sintesis akhir.

Tabel 2 Kombinasi konsentrasi primer untuk optimasi PCR dupleks. Primer Kombinasi konsentrasi primer (µM)

A B C D E F

T-2F 0.8 1.0 0.6 0.5 0.4 0.2

S-2F 0.2 1.0 0.4 0.5 0.6 0.8

TS-2R 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0

Visualisasi produk PCR unipleks dilakukan dengan elektroforesis menggunakan 1% agarosa dalam 0.5x tris-borate EDTA (TBE). Elektroforesis dilakukan pada tegangan 50 volt selama 50 menit. Sedangkan untuk visualisasi hasil amplifikasi PCR dupleks menggunakan 2% agarosa dalam 0.5x TBE dan pada tegangan 25 volt selama 3 jam untuk memastikan pita DNA ToLCNDV dan SLCCNV terpisah. Gel direndam dalam Ethidium bromide selama 15 menit, divisualisasi dengan UV transluminator, dan didokumentasikan dengan kamera digital.

Dokumen terkait