• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan kinerja dokter keluarga dalam sistem kapitasi merupakan studi analisis terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja dokter keluarga dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan sistem pembayaran kapitasi. Hendrartini (2010), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa determinan kinerja dokter primer dalam kapitasi terdiri dari persentase pendapatan kapitasi, pengetahuan dokter tentang kapitasi, sikap terhadap pembayaran kapitasi, kepuasan dokter dan norma subyektif. Sikap menjadi variabel yang paling berpengaruh yang menjembatani pengetahuan dan kepuasan dokter terhadap sistem kapitasi.

Berdasarkan hasil survei awal yang tealah dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa kinerja dokter keluarga masih kurang optimal di wilayah

Kota Banda Aceh juga berhubungan dengan belum meratanya jumlah dokter keluarga yang tersebar di Wilayah Kota Banda Aceh. Menyebabkan berkurangnya aksesibilitas masyarakat dalam menjangkau sarana pelayanan kesehatan, selain dari pada itu sering terjadi penumpukan jumlah pasien dan mengakibatkan lamanya waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan serta berdampak pada kualitas layanan yang di berikan.

Menurut Hendrartini (2010) yang mengutip Herzberg Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu faktor ketidakpuasan (dissastifiers) atau Hygiene factors (faktor untuk memelihara) dan faktor pemuas (satisfiers) atau motivator. Faktor hygiene meliputi : gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Faktor satisfier meliputi : pekerjaan yang menantang, karakteristik pekrjaan yang sesuai dengan kebutuhan, kesempatan berprestasi, penghargaan dan promosi.

2.6.1. Determinan Pengetahuan Dokter Keluarga

Menurut Notoadmodjo (2003), Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang (overt behavior). Perilaku yang baik akan bertahan lama, jika didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif. Sebelum seseorang berperilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu :

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. Apabila dikaitkan dengan penelitian, maka objek yang dimaksud dalam hal ini adalah sistem kapitasi;

2. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus;

3. Evaluation, melakukan evaluasi terhadap baik buruknya stimulus terhadap dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi;

4. Trial, subjek telah mulai mencoba perilaku baru; dan

5. Adoption, subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan dokter keluarga tentang sistem kapitasi merupakan tingkat pemahaman dokter tentang sistem pembayaran kapitasi mulai dari arti, mekanisme pelaksanaan, serta tujuan dan manfaat dari dilaksanakannya sistem pembayaran kapitasi tersebut baik bagi pasien maupun bagi provider. Pengetahuan yang benar tentang kapitasi akan berdampak pada sikap dokter dalam memberikan pelayanan kepada pasien pasien peserta BPJS yang merupakan objek sasaran penerima pelayanan dari sistem pembayaran kapitasi. Pengetahuan dokter tentang tugas dan perannya dalam sistem kapitasi akan sangat menentukan keberhasilan sistem kapitasi yang dilaksanakan.

Konsvedt (1997) menyatakan bahwa tingkat pemahaman dokter tentang fungsi asuransi dan aspek ekonomi khususnya tentang kapitasi, akan berpengaruh terhadap perilaku praktek dokter dalam managed care. HIAA (2000) menjelaskan hal lain yang ikut mempengaruhi kinerja dokter dalam pengendalian biaya adalah

pengetahuan dan pemahaman dokter terhadap sistem managed care yang akan mempengaruhi keberhasilan sistem pembayaran kapitasi.

2.6.2. Determinan Kepuasan Kinerja Dokter Keluarga

Kepuasan kinerja dokter keluarga terhadap sistem kapitasi merupakan kesesuaian antara cita-cita ideal akan pelayanan yang baik dengan kondisi nyata yang ada di lapangan yang dijumpai oleh dokter dalam sistem kapitasi yang sedang diterapkan oleh PBJS Kesehatan.

Kepuasan dokter terhadap pekerjaannya sangat penting, karena hal ini berpengaruh baik terhadap peningkatan retensi maupun peningkatan kinerja yang positif (Green dkk., 2009).

Kepuasan kerja mempunyai hubungan yang sangat signifikan dengan sistem insentif, baik insentif ekstrinsik maupun instrinsik (Robbins, 1991; Gibson dkk., 1992). Hal tersebut ditunjang oleh hasil kajian yang menyimpulkan bahwa: (1) kepuasan kerja tercapai bila imbalan yang diterima sesuai atau dirasakan layak, (2) perasaan kepuasan seseorang dipengaruhi oleh perbandingan antara imbalan yang diperoleh dengan apa yang diperoleh orang lain, (3) kepuasan kerja dipengaruhi oleh kepuasan terhadap insentif instrinsik. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepuasan kerja tidak semata-mata dimotivasi oleh insentif berupa uang. Ada pemenuhan kebutuhan lain yang lebih mendukung motivasi yang merupakan faktor kepuasan kerja, bahkan pada beberapa tingkat atau golongan tertentu, imbalan instriksik lebih memacu prestasi kerja seseorang.

Green dkk (2009) menyatakan bahwa kepuasan dokter terhadap pekerjaannya sangat penting, karena hal ini berpengaruh baik terhadap peningkatan retensi maupun peningkatan kinerja yang positif. Hal itu menunjukkan bahwa kepuasan kerja dokter akan menentukan tercapai atau tidaknya tujuan yang diharapkan dalam sistem kapitasi. Dalam penelitian tersebut juag dijelaskan beberapa kajian yaitu:

1. Kepuasan kerja tercapai bila imbalan yang diterima sesuai atau dirasakan layak;

2. Perasaan kepuasan seseorang dipengaruhi oleh perbandingan antara imbalan diperoleh dengan apa yang diperoleh orang lain; dan

3. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh kepuasan terhadap insentif intrinsik dan ekstrinsik.

Kepuasan dokter dalam pemberian pelayanan kesehatan bagi pasien kapitasi, ditekankan pada hubungan dokter dan pasien, kebebasan untuk merujuk ke spesialis, kualitas pelayanan, kebebasan dalam menentukan pengobatan pasien. Dua dimensi utama yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja dokter dalam pembayaran kapitasi adalah kepuasan dalam hal otonomi profesi dan kualitas pelayanan kesehatan. Pembatasan terhadap otonomi profesi ini akan berdampak negatif terhadap kepuasan dokter (Hendrartini, 2010).

2.6.3. Determinan Pendapatan Kapitasi Dokter Keluarga

Keberhasilan pembayaran kapitasi dalam meningkatkan kinerja dokter dipengaruhi oleh rasio pendapatan kapitasi yang diterima oleh dokter. Menurut Carter dan Lankford (2000), mengemukakan bahwa rasio pendapatan kapitasi yang relatif kecil (kurang dari 15% dari total pendapatan) justru akan mendorong produktifitas lebih tinggi. Jika prosentase pendapatan kapitasi dibanding pendapatan total semakin besar, maka fokus dari kompensasi akan bergeser secara proposional dari produksi ke faktor lain, seperti manajemen utilisasi, kepuasan pasien dan kenerja kelompok.

Rerata prosentase pendapatan kapitasi dibanding pendapatan di luar kapitasi merupakan salah satu variabel yang digunakan Sturm (2002) dalam melihat efek pemberian insentif dalam manage cara terhadap kepuasan dokter. Menurut Boland yang dikutip dalam Hendrartini (2010), mengklasifikasi rasio pendapatan kapitasi menjadi 3, yaitu:

a. Rasio kapitasi rendah (0-15% dari pendapatan total), dalam kondisi seperti ini dokter akan cenderung berorientasi pada pasien umum yang membayar fee for service.

b. Rasio kapitasi menengah (16-35% dari total pendapatan), pada kondisi ini dokter akan berusaha mengefisiensikan pelayanan dengan harapan mendapat bonus berbasis kinerja, sebagaimana tercantum dalam kontrak kapitasi.

c. Rasio kapitasi tinggi (lebih dari 35%), dalam kondisi seperti ini dokter menganggap pembayaran kapitasi sebagai gaji/ pendapatan utama, sehingga

mempunyai dorongan ekonomi yang lebih kecil untuk memaksimalisasi pendapatan. Utilization management sangat diperlukan pada model ini untuk menjaga mutu layanan. Prosentase pendapatan kapitasi yang semakain besar akan membuat dokter memahami risiko yang mereka hadapi dalam menerima pembayaran kapitasi.

Dokumen terkait