• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.7. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

2.7.1. Sistem Kapitasi (Capitation System)

Menurut Hendrartini (2010), konsep dari sistem kapitasi adalah sebuah sistem pembayaran yang memberi imbalan jasa pada “Health Providers” (Pemberi Pelayanan Kesehatan/PPK) berdasar jumlah orang (kapita) yang menjadi tanggungan PPK yang bersangkutan untuk menjaga kesehatannya. Pembayaran ini diterima dimuka (prepaid) dalam jumlah yang tetap, tanpa

memperhitungkan jumlah kunjungan, tindakan, obat dan pelayanan medik lainnya yang diberikan. Besaran kapitasi umumnya diformulasikan sebagai PMPM (per member per month).

Pembayaran kapitasi merupakan suatu cara penekanan biaya dengan menempatkan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) pada posisi menanggung resiko, seluruhnya atau sebagian dengan cara menerima pemabayaran atas dasar jumlah jiwa yang ditanggung. Hal ini memacu para PPK untuk berorientasi pada pelayanan promotive dan preventive serta lebih memperhatikan pengendalian biaya kesehatan. Prinsip dalam kapitasi adalah PPK akan menekan jumlah kunjungan sehingga penghasilan akan sama dengan atau lebih besar dari penghasilan jika ia harus melayani dengn fee for sevice. (Thabrany, 2000). Terdapat beberapa model pembayaran kapitasi yaitu :

1. Model Individual/ Kapitasi Parsial

Model kapitasi ini merupakan model pembayaran yang digunakan oleh BPJS kepada FKTP di era JKN dimana BPJS membayarkan langsung dana kapitasi kepada pihak PPK. Kapitasi parsial mengandung resiko lebih banyak bagi pembayar untuk menanggung biaya rujukan dan obat. Akan tetapi, model ini akan memberikan peluang lebih besar kepada pembayar untuk mendapatkan informasi utilisasi yang lebih baik. Pembayar juga dapat melakukan pemantauan kinerja masing-masing PPK secara rinci.

2. Model Kombinasi IPA/Kapitasi parsial

Model pembayaran kapitasi ini merupakan kombinasi pembayaran kapitasi parsial melalui kontrak individual pada PPK dengan IPA (Independent Practice Association) yaitu pembayar melakukan kontrak kapitasi kepada asosiasi PPK untuk wilayah dimana jumlah anggota sangat menyebar. Asosiasi PPK kemudian membayar anggotanya dengan berbagai cara, misalnya dengan FFS, gaji, atau budget. Model kapitasi ini biasanya dilakukan oleh pembayar kepada PPK yang tidak memungkinkan dilakukan secara individual sementara peraturan mengharuskan sistem pembayaran kapitasi. 3. Kapitasi Parsial/Grup

Model pembayaran ini membagi 2 kelompok perawatan pada PPK yaitu Kelompok PPK rawat jalan dan Kelompok PPK rawat inap. Pembayar melakukan kontrak dengan pembayaran kapitasi kepada masing–masing kelompok. Kelompok PPK kemudian membayar anggota kelompoknya tidak harus dengan kapitasi tapi dapat menggunakan metode lain mis : FFS atau cara lain.

4. Kapitasi Penuh

Model pembayaran ini merupakan model yang paling aman bagi pembayar karena hanya melakukan kontrak pembayaran kapitasi kepada satu pihak yaitu grup PPK. Grup beranggotakan seluruh PPK di suatu wilayah, dimana grup nantinya akan melakukan pembayaran atas jasa pelayanan kepada anggota dengan metode FFS, penggajian atau cara lainnya.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia Nomor 59 Tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan, disebutkan bahwa standar Tarif Pelayanan

Kesehatan di praktik dokter, atau fasilitas kesehatan yang setara berkisar antara Rp.8.000-Rp.10.000 per orang tanggungan. Terdapat dua hal dasar yang

dibutuhkan dalam pelaksanaan dokter keluarga secara konsisten, yaitu mekanisme pelayanan kesehatan berjenjang dan sistem pembiayaan kesehatan berbasis asuransi. Sayangnya sistem pembiayaan yang ada, seperti yang diterapkan oleh BPJS Kesehatan belum ideal. Karena Menurut Thabrany (2014) sesuai dengan berbagai studi yang telah dilakukan oleh tim konsultan menghasilkan besaran kapitasi antara Rp.12.000-Rp.20.000 per orang tanggungan untuk dokter praktik/klinik swasta, tergantung dari wilayah. Tentu angka ini masih belum sesuai dibandingkan dengan yang telah dilaksanakan (Rp.8.000-Rp.10.000 per orang tanggungan). Tanpa pelaksanaan mekanisme pelayanan kesehatan berjenjang sangat sulit untuk mengedukasi masyarakat akan peran dan manfaat dokter keluarga. Tanpa pembiayaan kesehatan berbasis asuransi yang merata, juga akan tetap sangat sulit bagi masyarkat untuk mengakses pelayanan dokter keluarga.

Menurut Thabrany (2014), tergantung dari besaran kapitasinya (setara pemberian dosis tepat dalam terapi), pembayaran kapitasi dapat mendorong reaksi positif maupun reaksi negatif. Reaksi positif akan terjadi jika besaran kapitasi layak dan adil dengan telaah utilisasi dilakukan secara terbuka. Reaksi negatif

mudah terjadi jika besaran kapitasi teralalu rendah. Secara umum, reaksi dokter/ fasilitas kesehatan yang dibayar secara kapitasi adalah:

Positif:

1. Memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi, dengan menegakkan diagnosis yang tepat dan terapi yang tepat. Peserta yang sakit akan cepat sembuh dan senang memilih dokter tersebut sebagai dokter primernya.

2. Memberikan nasihat dan layanan promotif-preventif untuk mencegah insiden sakit akut maupun kronik. Jika peserta menderita penyakit kronis, yang obatnya ditanggung atau dibayar terpisah-diluar kapitasi, maka sang dokter akan berupaya agar komplikasi penyakit kronik tidak terjadi.

3. Jika kapitasi dibayar dengan penuh atau total, teramasuk rawat inap, maka terjadi efek terbaik dimana layanan yang pas, sesuai dosis, akan terjadi. Hanya saja efek ini bisa terjadi jika besaran kapitasi memadai dan kontrak kapitasi dilakukan dalam volume besar, di atas 100.000 orang per tahun. Di Indonesia hal ini belum berjalan.

Negatif:

1. Pada bayaran kapitasi terpisah-pisah antara rawat jalan primer dan rujukan tanpa diimbangi dengan insentif yang memadai akan terjadi angka rujukan yang tinggi. Selain itu, dokter bisa mengorbankan kualitas layanan dengan memendekkan waktu konsultasi dan atau memberikan obat termurah yang kurang efektif.

2. Mendorong pasien untuk tidak sering konsultasi dengan berbagai cara. Meskipun pada jangka panjang hal ini akan merugikan dokter itu sendiri, pada

tahap awal ini dapat terjadi pada pada pembayaran kapitasi yang kurang layak besarnya, seperti yang terjadi pada besaran kapitasi JKN tahun 2014.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi sistem kapitasi dalam mekanisme pembayaran kepada dokter/provider membawa dampak dalam perilaku dokter terhadap pasien, seperti yang terlihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2.1. Kekuatan dan Kelemahan Pembayaran Kapitasi

Kekuatan Kelemahan

Secara administrasi mudah. Dokter cenderung memilih orang-orang yang tidak mempunyai risiko sakit parah atau memilih pasien yang tidak kompleks.

Penanganan medis tidak dipengaruhi oleh keuntungan ekonomi.

Dokter mungkin menjadi kurang melayani pasiennya, dalam bentuk cenderung tidak ramah, tergesa-gesa, dan perilaku yang tidak baik. Keadaan ini diperparah apabila dokter mempunyai tanggungan yang terlalu banyak.

Memudahkan penyusunan anggaran belanja untuk pelayanan kesehatan.

Catatan mengenai prakteknya cenderung menjadi tidak baik.

Dokter tergerak untuk meminimalkan biaya penanganan medik. Keadaan ini dapat menjadi bertentangan dengan etika kedokteran apabila dokter diberi anggaran berdasarkan jumlah orang yang ada di bawah tanggungannya.

Jika tujuan untuk mengurangi anggaran berjalan keterlaluan, maka pasien akan menjadi telantar.

Sumber: Martiningsih, 2008 (Pengaruh Metode Pembayaran Kepada Dokter Keluarga Terhadap Efisiensi Biaya Dan Kualitas Pelayanan)

Pembayaran dengan sistem kapitasi akan merangsang provider untuk melakukan efisiensi biaya. Hal ini menyebabkan provider untuk melakukan inovasi-inovasi antara lain mengurangi penggunaan teknologi, penggunaan perawatan alternatif dengan biaya lebih rendah, dan mengutamakan pencegahan

kesehatan. Pembayaran sistem kapitasi juga dapat mendorong provider untuk memilih klien yang mempunyai risiko rendah dalam rangka mengurangi biaya-biaya pelayanan kesehatan populasi yang terdaftar pada mereka. Provider juga dapat membatasi kwantitas dan kualitas mutu pelayanan yang diberikan (Barnum dkk, 1995).

Dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan jaminan kesehatan, BPJS Kesehatan selain mengembangkan sistem pelayanan kesehatan juga mengembangkan sistem kendali mutu pelayanan dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan melalui pola pembayaran kapitasi kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.

Komitmen pelayanan adalah komitmen Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama untuk meningkatkan mutu pelayanan melalui pencapaian indikator pelayanan kesehatan perseorangan yang disepakati. Kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan merupakan penyesuaian besaran tarif kapitasi berdasarkan hasil penilaian pencapaian indikator pelayanan kesehatan perseorangan yang disepakati berupa komitmen pelayanan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dalam rangka peningkatan mutu pelayanan (Peraturan BPJS Kesehatan, 2015).

Dokumen terkait