BAB IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Determinasi Tanaman
c. Pembuatan simplisia daun teh d. Pembuatan serbuk daun teh
e. Pembuatan ekstrak etanolik daun teh
f. Identifikasi kafein secara kualitatif dengan KLT
g. Identifikasi kafein secara kuantitatif dengan KLT-densitometri
B. Definisi Operasional
1. Daun teh yang digunakan diambil pada pucuk daun nomor 1-4, berasal dari Kecamatan Selo, Boyolali, dan tidak mengalami proses fermentasi atau disebut juga teh hijau.
2. Ekstrak etanolik daun teh adalah ekstrak yang dibuat dari daun tanaman teh, yang dihasilkan melalui proses maserasi dengan etanol 70% selama 6 jam, dan
dikentalkan menggunakan Vaccum Rotary Evaporator yang dilanjutkan dengan oven hingga diperoleh ekstrak kental yang tidak dapat dituang.
3. Identifikasi kandungan kafein dalam ekstrak etanolik daun teh dilakukan secara kualitatif dengan metode KLT dan dilanjutkan secara kuantitatif menggunakan metode KLT-densitometri.
C. Alat dan Bahan 1. Alat penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven (Memmert), timbangan analitik (Mettler Toledo, Model AB-204), UV Cabinet, penangas air, alat-alat gelas (Pyrex), shaker (Innova 2100), Vaccum Rotary Evaporator (Janke & Kunkel Kika-Labortechnik, RV 05-ST), TLC Densitometry scanner (Camag TLC Scanner 3, seri no.160602).
2. Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun teh dari Kecamatan Selo, Boyolali. Bahan kimia yang digunakan meliputi etil asetat p.a (Merck), metanol p.a (Merck), plat fase diam silika gel GF254p.a (Merck). Bahan lainnya berupa kafein standar (Brataco), etanol 70% teknis, aquades, kertas saring, kloroform teknis, asam sulfat 1N, ammonia 6N, Na sulfat anhidrat.
D. Tata Cara Penelitian 1. Pengumpulan bahan
23
teh di Kecamatan Selo, Boyolali, Jawa Tengah dan diambil pada bulan Juni 2009. 2. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman dilakukan dengan menggunakan acuan/pustaka Flora of Java (Backer dan Bakhuizen Van Den Brink, 1963) untuk memastikan kebenaran tanaman teh yang digunakan.
3. Pembuatan simplisia daun teh
Daun teh dibersihkan dari pengotor-pengotor seperti tanah, batang, semut, serta pengotor lainnya kemudian dicuci dengan air keran yang mengalir. Pencucian dilakukan sampai air bilasan tidak keruh lagi. Daun teh dikeringkan menggunakan oven pada suhu 45°C selama 2 hari. Pengeringan dihentikan sampai daun mudah dipatahkan. Daun teh yang telah kering dibersihkan lagi dari pengotor-pengotor yang masih tersisa.
4. Pembuatan serbuk daun teh
Daun yang telah kering diserbuk menggunakan blender sehingga dihasilkan serbuk kering daun teh. Serbuk daun kemudian diayak menggunakan pengayak dengan nomor mesh 12/50 (inchi).
5. Pembuatan ekstrak etanolik daun teh
Ekstrak dibuat dengan cara maserasi menggunakan etanol 70%. Lima belas gram serbuk kering daun teh dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, ditambah 15 ml etanol 70%, direndam selama 6 jam sambil berkali-kali diaduk, kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan dan proses diulangi 2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap vakum yang dilanjutkan dengan oven pada suhu 45° C selama 2
hari hingga diperoleh ekstrak kental yang tidak dapat dituang. 6. Identifikasi kafein secara kualitatif dengan KLT
a. Pembuatan larutan standar kafein
Sebanyak 0,01 g kafein dilarutkan dalam 10 ml kloroform-metanol (60:40). b. Pembuatan larutan sampel
Sebanyak 1 g ekstrak etanolik daun teh, ditambah 5 ml asam sulfat 1N, dipanaskan sampai mendidih selama 5 menit. Disaring dalam keadaan panas, didinginkan, kemudian dialkaliskan dengan 5 ml ammonia 6N dalam corong pisah dan diekstraksi dengan 5 ml kloroform. Larutan kloroform dipisahkan dan sisa-sisa air dihilangkan dengan sedikit Na-sulfat anhidrat, selanjutnya sari kloroform dipekatkan sampai 0,1 ml. Residu ditambah 1 ml kloroform-metanol (60:40).
c. Kromatografi lapis tipis
Larutan standar dan sampel ditotolkan sebanyak 5 µl, kemudian keduanya dielusi bersama-sama dengan fase gerak etil asetat:metanol:air (100:13,5:10) v
/v dalam 1 plat fase diam silika gel GF254p.a dengan deteksi UV 254 nm. 7. Identifikasi kafein secara kuantitatif dengan KLT-densitometri
a. Pembuatan larutan stok kafein
Timbang seksama 0,25 gram kafein, dilarutkan dalam kloroform-metanol (60:40) sampai volumenya tepat 25,0 ml.
b. Pembuatan larutan intermediet kafein
Larutan intermediet dibuat dengan mengambil 2,0; 4,0; 6,0; 8,0; dan 10,0 ml dari larutan stok kemudian diencerkan dengan kloroform:metanol (60:40)
25
sampai volumenya tepat 10,0 ml sehingga diperoleh seri konsentrasi larutan baku 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 % b/v.
c. Pembuatan larutan sampel
Timbang seksama 1 g ekstrak etanolik daun teh, ditambah 5,0 ml asam sulfat 1N, dipanaskan sampai mendidih selama 5 menit. Disaring dalam keadaan panas, didinginkan, kemudian dialkaliskan dengan 5,0 ml ammonia 6N dalam corong pisah dan diekstraksi dengan 5,0 ml kloroform. Larutan kloroform dipisahkan dan sisa-sisa air dihilangkan dengan sedikit Na-sulfat anhidrat, selanjutnya sari kloroform dipekatkan sampai 0,1 ml. Residu ditambah 1 ml kloroform-metanol (60:40).
d. Kromatografi lapis tipis
Seri larutan baku dan larutan sampel ditotolkan sebanyak 5 µl. Keduanya dielusi bersama-sama dengan fase gerak etil asetat:metanol:air (100:13,5:10) v
/v dalam 1 plat fase diam silika gel GF254.
e. Penentuan panjang gelombang maksimum standar dan sampel
Seri larutan baku dengan konsentrasi 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 % b/v serta larutan sampel diukur serapan maksimumnya pada panjang gelombang 200 – 380 nm. Panjang gelombang maksimum standar dan sampel diperoleh pada saat terjadi puncak kurva.
f. Pembuatan kurva baku
Kromatogram seri larutan baku yang telah dibuat, yaitu 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 % b/v, diukur AUC nya pada panjang gelombang standar kemudian dibuat kurva hubungan antara AUC dengan konsentrasi sehingga diperoleh
persamaan regresi linier.
g. Penetapan kadar kafein dalam sampel
Kromatogram sampel diukur AUC nya pada panjang gelombang standar dan ditetapkan kadarnya menggunakan persamaan regresi linier yang diperoleh yaitu y = b x + a, dimana y adalah AUC, b adalah slope, a adalah koefisien regresi, dan x adalah konsentrasi xat yang ditotolkan.
E. Analisis Hasil
Analisis hasil dilakukan secara deskriptif, yaitu dengan memaparkan hasil identifikasi kualitatif dengan cara membandingkan nilai Rf dan warna kromatogram antara standar dan sampel serta hasil identifikasi kuantitatif berupa AUC yang dihitung menggunakan persamaan regresi linier sehingga dihasilkan kadar kandungan kafein dalam ekstrak etanolik daun teh dalam satuan % b/b.
27 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengumpulan Bahan
Daun tanaman teh segar diperoleh dari Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yang berada di antara gunung Merapi dan Merbabu dengan ketinggian 1.300-1.500 m dpl dengan curah hujan 3.222 mm per tahun. Menurut Setyamidjaja (2000), penanaman teh pada daerah dataran tinggi terletak pada ketinggian lebih dari 1.200 m dpl (suhu mencapai 18°-19°C) dengan curah hujan 2.000-2.500 mm.
Semakin tinggi daerah penanaman teh maka suhu udara menjadi semakin rendah. Hal ini diperlukan bagi tanaman teh karena tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada suhu udara yang sejuk. Menurut Setyamidjaja (2000), suhu udara yang baik bagi tanaman teh berkisar antara 13°-25°C. Selain itu, daerah ini memiliki curah hujan yang tinggi yang sesuai untuk penanaman teh. Tanaman teh tidak tahan terhadap kekeringan sehingga memerlukan daerah penanaman dengan curah hujan yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun.
Pemetikan dilakukan pada bulan Juni 2009, yaitu pada musim kemarau, karena apabila dilakukan pada musim hujan kadar kandungan kimianya tidak optimal, jumlah daun yang diperoleh juga lebih sedikit karena saat pengambilan terganggu oleh hujan. Pemetikan daun teh dilakukan menggunakan tangan pada pagi hari karena pada pagi hari sinar matahari dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk melakukan fotosíntesis sehingga diharapkan kandungan kimia dalam teh dapat
dihasilkan dengan optimal. Daun teh yang dipetik adalah pucuk daun nomor 1-4 dihitung dari pucuk ranting.
B. Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman berguna untuk memastikan apakah tanaman yang digunakan sesuai dengan yang dimaksud dalam penelitian. Determinasi dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan menggunakan kunci determinasi yang terdapat dalam buku Flora of Java (Backer dan R.C. Bakhuizen Van Den Brink Jr, 1963). Berdasarkan hasil determinasi, tanaman yang digunakan benar-benar tanaman teh dengan nama ilmiah Camellia sinensis L. (Lampiran 1.).