• Tidak ada hasil yang ditemukan

(The Effect of border crops in chillipepper plantation to abundance of predacious insect)

Abstrak

Pengendalian serangga vektor B. tabaci merupakan strategi penting untuk menekan penyakit daun keriting kuning cabai. Pengendalian dengan pemanfaatan tanaman pembatas pinggir disamping efektif terhadap B. tabaci, juga dapat mendorong konservasi musuh alami seperti predator. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh tanaman pembatas pinggir di pertanaman cabai merah terhadap kelimpahan predator penting B. tabaci. Perlakuan pada pertanaman cabai merah di dilapangan terdiri atas empat jenis pembatas pinggir yaitu: Kain sifon, tanaman jagung, tanaman orok-orok dan tanpa pembatas pinggir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan tanaman pinggir di pertanaman cabai merah berpengaruh nyata meningkatkan kelimpahan serangga predator penting B. tabaci. Kelimpahan predator tertinggi terdapat pada pertanaman cabai dengan perlakuan jagung sebagai pembatas pinggir yaitu sebesar 48 ekor/15 tanama dan yang terendah pada petak perlakuan dengan kain sifon sebagai pembatas pinggir yaitu sebesar 18.67 ekor/15 tanaman. Hasil identifikasi ditemukan 9 spesies predator yang berpotensi sebagai musuh alami B. tabaci, yaitu Menochilus sexmaculatus, Coccinella transversalis, Verania lineata,

Harmonia sp., Verania discolor, Curinus coeruleus, Coelophora sp. (Coleoptera: Coccinellidae), Paederus fuscipes (Coleoptera: Stapilinidae), dan Condylostylus

sp. (Diptera: Dolychopodidae). Predator yang dominan dibandingkan yang lain adalah M. sexmaculatus , C. transversalis dan V. lineata.

Kata kunci: Tanaman pembatas pinggir, Predator, B. tabaci, Cabai merah

Abstract

Controlling insect vector B. tabaci is important to suppress pepper yellow leaf curl disease. Field research was conducted in Yogyakarta (Minggir Subdistrict, Sleman District) in June 2011 to January 2012. The objectives of the research were to study the effect of border crops (maize, crotalaria) in chillipepper crop to abundance of predator species. The study were examined by four kinds of borders i.e. chiffon fabric, maize, crotalaria (Fabaceae) and no border. The results showed that border crop especially maize could enhance the abundance of important predators of B. tabaci. The highest abundance of predators was on chili pepper plantation with maize border (48 individu/15plant) and the lowest abundance of predators was on chili pepper plantation with chiffon fabric border (18.67 individu/1plant). Nine predator spescies of B. tabaci were identified i.e.

Menochilus sexmaculatus, Coccinella transversalis, Verania lineata, Harmonia

sp., Verania discolor, Curinus coeruleus, Coelophora sp. (Coleoptera:

47

sp. (Diptera: Dolychopodidae). The most commonly found predator species were

M. sexmaculatus, C. transversalis and V. lineata.

Key words: Border crop, B. tabaci, chillipepper, predator.

Pendahuluan

Pengendalian hama sesungguhnya telah menjadi bagian dari kegiatan budidaya tanaman itu sendiri sejak manusia mengusahakan pertanian. Usaha tersebut terus berkembang hingga sekarang, tetapi masalah hama justru berkembang semakin rumit dan sulit dikendalikan. Hal ini terjadi karena dalam usaha pengendalian hama tersebut semata-mata hanya ditujukan untuk memusnahkan organisme pengganggu tanaman, tanpa memperhatikan kaidah- kaidah ekologik seperti keseimbangan dan kestabilan ekosistem. Oleh karena itu cara pengendalian hama semacam ini harus segera ditinggalkan dan beralih ke konsep pengelolaan hama yang berwawasan ekologi.

Pengendalian hama dengan cara bercocok tanam seperti pemanfaatan tanaman pinggir dapat mendorong stabilitas ekosistem sehingga populasi hama dapat ditekan dan berada dalam kesetimbangannya (Settle et al. 1996). Jenis tanaman pinggir yang dipilih harus mempunyai fungsi ganda yaitu, disamping sebagai penghalang masuknya imago B. tabaci ke pertanaman cabai merah, juga sebagai tanaman refugia yang berfungsi untuk berlindung sementara dan penyedia tepung sari untuk makanan alternatif predator, jika mangsa utama populasinya rendah atau tidak ada di pertanaman cabai merah (Untung 2006). Teknik bercocok tanam seperti penanaman tanaman pinggir dapat mendorong konservasi musuh alami seperti predator. Naranjo (2001) menambahkan dalam hasil penelitiannya bahwa populasi predator dan parasitoid terutama yang generalis pada vegetasi yang beragam relatif stabil, dan bertahan lama, sebab makanan seperti tepung sari dan nektar tersedia lebih berkesinambungan, serta adanya tempat berlindung dan mikrohabitat yang sesuai. Dengan demikian, pengendalian hama dengan pemanfaatan tanaman pinggir dapat meningkatkan keragaman vegetasi dan pada gilirannya juga meningkatkan keanekaragaman musuh alami seperti predator.

Artropoda predator yang menyerang B. tabaci dan mendominasi ekosistem cabai merah adalah ordo Coleopetera, famili Coccinellidae (Setiawati 2005; Sudrajat 2009). Artropoda predator tersebut dapat digolongkan ke dalam penghuni

tajuk dan penghuni permukaan tanah. Petani dalam bercocok tanam cabai merah pada umumnya menggunakan mulsa plastik hitam perak, sehingga mengurangi keragaman vegetasi gulma dan pada gilirannya akan mengurangi kelimpahan jenis dan individu predator yang berada di permukaan tananh, oleh karena itu penelitian yang dilakukan dikonsentrasikan terhadap artropoda predator penghuni tajuk .

Sampai saat ini penelitian-penelitian mengenai pengendalian hama dengan pemanfaatan tanaman pinggir semata-mata hanya dititik beratkan dalam menekan populasi hama dan belum memperhatikan dampaknya terhadap musuh alami seperti predator. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pemanfaatan tanaman pinggir terhadap musuh alami seperti predator.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan tanaman pembatas pinggir pada pertanaman cabai merah terhadap kelimpahan predatornya penting B. tabaci.

Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2010 sampai dengan Januari 2011 di kebun petani di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Daerah tersebut di atas dipilih karena diketahui sebagai daerah endemik penyakit daun keriting kuning cabai. Percobaan dilakukan pada pertanaman cabai merah dengan perlakuan berbagai jenis tanaman pembatas pinggir. Perlakuan terdiri atas: 1) Pesemaian disungkup dan tanaman pembatas pinggir orok-orok (S+O), 2) Pesemaian disungkup dan tanaman pembatas pinggir jagung (S+J), 3) Pesemaian disungkup dan pembatas pinggir kain sifon ketinggian 2m (S+K) dan 4) Pesemaian disungkup dan tanpa pembatas pinggir (S+T) (Lampiran 1 c – f ).

Luas setiap petak perlakuan 33.2 m x 12.5 m dan jarak antar petak 2 m. Dalam setiap petak perlakuan lebar tanaman pinggir 1.5 m, jarak tanaman pinggir dengan tanaman cabai 1 m. Jumlah bedengan 18, jarak antar bedengan 60 cm, setiap bedengan terdapat 30 tanaman cabai dengan jarak tanam 50 cm x 60 cm, total tanaman cabai 540.

Pesemaianan cabai merah keriting varietas TM.999 dilaksanakan dengan menggunakan sungkup. Ukuran sungkup lebar 1.5 m, panjang 4m dan tinggi 1.5

49

m. Sungkup dilengkapi dengan 2 pintu masuk, dinding sungkup terbuat dari kain sifon, sedangkan atapnya menggunakan plastik transparan sehingga cahaya matahari masih tembus ke dalam sungkup (Lampiran 1a).

Penanaman tanaman pinggir jagung dan orok-orok dilakukan 2 kali, sedangkan kain sifon di pasang sekali selama satu musim tanam cabai merah. Kain sifon dengan ketinggian 2 m dipasang seminggu sebelum tanam cabai merah. Untuk tanaman pinggir jagung dan orok-orok penanaman pertama masing- masing 5 dan 4 minggu sebelum tanam cabai merah, sedangkan penanaman ke dua hampir bersamaan yaitu 6 minggu setelah tanam cabai merah. Penanaman tanaman pinggir jagung dan orok-orok terdiri atas 6 baris mengelilingi tanaman cabai merah dan setiap kali tanam terdiri atas 3 baris. Jarak antar tanaman jagung 25 cm, sedang antar baris 25 cm yang ditanam secara sigsag. Tanaman orok-orok ditanam rapat tanpa jarak tanam sepanjang larikan (baris), sedangkan jarak antar baris 25 cm (Lampiran 1).

Bibit cabai merah yang ditanam berumur 28 hari setelah semai, dengan jarak tanam 50 cm x 60 cm. Penanaman cabai merah menggunakan mulsa plastik (permukaan bawah berwarna hitam dan permukaan atas berwarna perak). Pupuk dasar yang terdiri atas 40 ton/ha pupuk kandang dan pupuk buatan TSP 200kg/ha diberikan sebelum tanam; Urea : 200 kg/ha diberikan 3 kali pada umur 3, 6 dan 9 mst; ZA : 500 kg/ha diberikan 3 kali pada umur 3, 6 dan 9 mst; dan KCl : 200 kg/ha diberikan 3 kali pada umur 3, 6 dan 9 mst . Pemeliharaan tanaman seperti penyiraman dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman di lapangan, sehingga secara agronomis tanaman dapat tumbuh dengan baik. Penyiangan dilakukan dalam satu musim tanam empat kali atau menurut kebutuhan di lapangan. Pengendalian hama dan penyakit bukan sasaran apabila dianggap perlu digunakan pestisida, maka penggunaan pestisida tersebut diupayakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu tujuan percobaan, sehingga penarikan kesimpulan hasil percobaan tidak mengalami kesalahan.

Pengamatan dilakukan pada 15 tanaman contoh per petak perlakuan. Tanaman contoh ditentukan secara sistematis diagonal. Pengamatan dilakukan mulai umur tanaman cabai merah 4 sampai 14 mst, dengan interval 2 minggu. Pengambilan artropoda predator B. tabaci dilakukan dengan menggunakan mesin

pengisap (D-vac) (Kogan dan Pitre 1980; Whitcomb 1980; Andow 1991). Sebelum pengisapan dilakukan, tanaman contoh disungkup dengan kurungan yang terbuat dari plastik berkerangka bambu, dengan ukuran diameter 50cm bagian bawah dan 25cm bagian atas. Pengambilan artropoda predator B. tabaci

berlangsung antara pukul 07.00 sampai dengan 09.00.

Artropoda predator yang diperoleh dikoleksi dan diidentifikasi di laboratorium berdasarkan kunci identifikasi yang tersedia (Borror dan White 1970; Kalshoven 1981; Borror et al. 1989; Barrion dan Litsinger 1990).

Hasil dan Pembahasan

Dari hasil identifikasi pada percobaan pemanfaatan berbagai jenis tanaman pinggir di pertanaman cabai merah ditemukan 9 jenis predator yang berpotensi sebagai musuh alami B. tabaci (Gambar 4.1). Predator B. tabaci yang ditemukan terdiri atas 7 spesies dari famili Coccinellidae (Coleoptera), 1 spesies dari famili Staphilinidae (Coleoptera) dan 1spesies dari famili Dolichopodidae (Diptera) (Tabel 4.1). Penelitian eksplorasi musuh alami yang dilakukan oleh Sudrajat

(2009) di Jawa Barat, juga menemukan 8 jenis spesies predator B. tabaci yaitu

Menochilus sexmaculatus, Coccinella transversalis, Harmonia sp, Curinus

coeruleus., dan Delphastus sp (Coleoptera: Coccinellidae), Paederus fuscipes

(Coleoptera: Staphylinidae) dan Condylostylus sp. (Diptera: Dolichopodidae). Penelitian eksplorasi musuh alami di Jawa Barat, Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta Hidayat et al. (2009) juga menemukan Verania lineata (Coleoptera: Coccinellidae) selain 8 spesies predator yang sama.

Spesies predator yang dominan dibandingkan yang lain adalah M. sexmaculatus, C. transversalis dan Verania lineata (Coleoptera: Coccinellidae). Hal yang sama dilaporkan oleh Purnomo dan Sudiono (2009) bahwa populasi serangga predator M. sexmaculatus dan V. lineata cukup dominan dibandingkan serangga predator lainnya pada pola tanam tumpangsari cabai merah dengan jagung. Penelitian lain mengemukakan bahwa Coccinellidae merupakan musuh alami yang penting untuk memangsa B. tabaci (Gerling 1990). Berdasarkan hasil penelitian di laboratorium Setiawati et al. (2006) dan Sudrajat (2009) melaporkan bahwa jenis predator yang potensial dikembangkan untuk pengendalian B. tabaci

51

adalah serangga–serangga dari famili Coccinellidae seperti M. sexmaculatus, C. transversalis, Harmonia sp. dan C. coeruleus dengan daya pemangsaan rata-rata sekitar 65%. M. sexmaculatus C. transversalis Harmonia sp. Coelophora sp.

V. lineata V. discolor C. coeruleus

P. fuscipes Condylostylus sp.

Gambar 4.1 Jenis serangga predator B. tabaci yang ditemukan di pertanaman cabai merah dengan tanaman pinggir

Tabel 4.1 Jenis dan jumlah serangga predator B. tabaci/15 tanaman di pertanaman cabai merah dengan perlakuan berbagai jenis tanaman pinggir

Jenis serangga predator Jenis pembatas pinggir Ordo Famili Spesies Kain sifon Orok-

orok

Jagung Tanpa pinggir Coleoptera Coccinellidae M. sexmaculatus 6.17 7.50 11.5 8.33

C. transversalis 5.83 7.50 11.17 7.66 V. lineate 2.00 5.20 7.83 5.83 V. discolor 0.17 0.17 1.17 0.67 Harmonia sp. 0.00 0.17 1.33 0.67 Coelophora sp. 0.00 0.00 1.17 0.17 C. coeruleus 1.17 2.67 6.00 3.00 Staphylinidae P. fuscipes 2.83 3.16 5.50 3.33 Diptera Dolichopodidae Condylostylus sp 0.50 1.00 2.33 1.83 Rerata Jumlah individu (ekor/15 tanaman)* 18.67a 26.50b 48.00d 31.66c Proporsi jumlah individu (%) 15 21 39 25

Jumlah jenis 7 8 9 8

* Angka rerata yang diikuti oleh huruh yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan

Kelimpahan serangga predator tertinggi terdapat pada pertanaman cabai dengan perlakuan tanaman jagung sebagai pinggir (Tabel 4.1). Hal tersebut terjadi karena dibandingkan tanaman orok-orok, tanaman jagung lebih banyak menghasilkan tepung sari serta banyak ditemukan mangsa alternatif seperti kutudaun. Menurut Naranjo (2001) mangsa alternatif tersebut merupakan sumber pakan (mangsa) yang tersedia dalam waktu lama bagi predator yang pada umumnya bersifat generalis. Penelitian lain mengemukakan bahwa dengan tersedia nektar dan tepung sari serta mikrohabitat yang sesuai menyebabkan predator dapat mempertahankan kemampuan reproduksinya dan meningkatkan lama hidup (Andow 1991; Perfecto & Sediles 1992; Norris dan Kogan 2005).

Perkembangan kelimpahan predator di pertanaman cabai merah baik yang menggunakan tanaman pinggir maupun yang tanpa pembatas pinggir, secara umum tampak bahwa predator ditemukan sejak awal pertumbuhan tanaman cabai (4 mst), pada saat populasi B. tabaci masih rendah (Gambar 4.2). Hal ini menunjukkan bahwa predator tersebut mempunyai kemampuan menginvasi dan mengolonisasi suatu agroekosistem secara cepat. Perkembangan kelimpahan

53

predator sejak 4 mst meningkat terus seiring dengan bertambahnya umur tanaman dan kelimpahan predator mencapai maksimum pada umur tanaman cabai sekitar 8-10 mst, setelah itu populasi imago turun kembali seiring dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 4.2). Fenomena ini diduga berkaitan dengan meningkatnya laju kolonisasi sebagai fungsi dari berkembangnya ruang habitat yang berupa tajuk tanaman (Cullin dan Rust 1980). Bertambahnya umur tanaman diikuti oleh perubahan ukuran dan bentuk tajuk tanaman yang menyediakan lebih banyak relung yang dapat ditempati oleh predator (Shepard dan Herzog 1985). Dalam kaitan ini tidak hanya fisik tajuk yang bertambah, tapi pada saat yang bersamaan sumber daya makanan yang berupa mangsa juga bertambah sehingga mampu mendukung populasi predator yang lebih banyak (Gambar 4.2). Perkembangan kelimpahan predator seiring dengan perkembangan populasi nimfa

B. tabaci, walaupun dari hasil analisis korelasi antara kelimpahan predator dengan populasi nimfa B. tabaci memperoleh nilai korelasi yang rendah (r = -1597) (Gambar 4.3). Hal tersebut berarti perkembangan kelimpahan predator tidak dipengaruhi secara langsung oleh perkembangan populasi nimfa B. tabaci. Hal ini terjadi karena disamping populasi nimfa B. tabaci yang ditemukan di pertanaman cabai merah tergolong rendah yaitu kurang dari 3 nimfa/daun, juga ada kaitannya dengan sifat predator yang pada umumnya generalis sehingga tidak terlalu bergantung pada mangsa utamanya (hama tertentu saja), karena dapat memanfaatkan berbagai mangsa alternatif yang ada pada saat itu (Settle et al. 1996). Musuh alami yang demikian memiliki potensi untuk mengekang peningkatan populasi hama sejak dini (Wiedenmann dan Smith 1997).

Gambar 4.2 Kelimpahan predator/15 tanaman (A) dan jumlah nimfa B.

tabaci/daun (B) di pertanaman cabai merah dengan berbagai

pembatas pinggir

Gambar 4.3 Regresi populasi B. tabaci dengan kelimpahan predatornya di pertanaman cabai merah.

55

Simpulan

Pemanfaatan tanaman pembatas pinggir di pertanaman cabai merah berpengaruh nyata terhadap kelimpahan predator penting B. tabaci. Pemanfaatan pembatas pinggir tanaman jagung di lahan pertanaman cabai merah dapat meningkatkan kelimpahan serangga predator. Kelimpahan predator tertinggi ditemukan di pertanaman cabai dengan perlakuan jagung sebagai pembatas pinggir yaitu sebesar 48 ekor/15 tanama dan yang terendah pada petak perlakuan dengan kain sifon sebagai pembatas pinggir yaitu sebesar 18.67 ekor/15 tanaman, sedangkan pada petak perlakuan tanpa pembatas pinggir sebesar 31.66 ekor/15 tanaman. Predator ditemukan sejak awal pertumbuhan tanaman cabai (4 mst), pada saat populasi B. tabaci masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa predator tersebut mempunyai kemampuan menginvasi dan mengolonisasi suatu agroekosistem secara cepat. Hasil identifikasi ditemukan 9 spesies predator yang berpotensi sebagai musuh alami B. tabaci, yaitu M. sexmaculatus, C. transversalis, V. lineata, Harmonia sp., V. discolor, C. coeruleus,Coelophora sp. (Coleoptera: Coccinellidae), P. fuscipes (Coleoptera: Stapilinidae), dan

Condylostylus sp. (Diptera: Dolychopodidae). Predator yang paling dominan

adalah M. sexmaculatus , C. transversalis dan V. lineata.

Daftar Pustaka

Andow DA. 1991. Vegetational diversity dan arthropod population response.Annu.Rev.Entomol. 36: 561 – 586.

Barrion AT, Litsinger JA. 1990. Taxonomy of rice insect pests and their arthropod parasites and predators. Departement of Entomology, International Rice Research Institute. Manila. 580 p.

Borror DJ, White RE. 1970. A field guide to the insect of America North of Mexico. Houghton Mifflin Company. Boston.

Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1989. An introduction to the study of insects. 6ed. Saunders College Publishing. 875 pp.

Cullin CD, Rust RW. 1980. Comparison of the ground surface and foliage dwelling spider communities in a soybean habitat. Environ. Entomol. 9(5): 577 – 582.

Gerling D. 1990. Natural enemies of whitelies; predator and parasitoids. In Whiteflies; Their Bionomics, Pest Status and Management, ed Dgarling, pp 147 – 185. Andover; Intercept Ltd.

Hidayat P, Setiawati W, Murtiningsih RRR, Udiarto BK. 2009. Strategi pemanfaatan musuh alami dalam pengendalian Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) sebagai vektor virus kuning pada pertanaman cabai merah. Laporan Penelitian KKP3T. Intitut Pertanian Bogor. Bogor. Kalshoven LGE. 1981. Pests of Crops in Indonesia. Revisi oleh P.A. van der

Laan. PT Ichtiar Baroe- van Hoeve. Jakarta. 701 pp.

Kogan M, Pitre HN. 1980. General sampling methods for above-ground populations of soybean arthropods. In Kogan M, DC Herzog (ed.) Sampling method in soybean entomology. Springer-Verlag. NewYork. 587p.

Naranjo SE. 2001. Conservation and evaluation of natural enemies in IPM System for Bemisia tabaci.Crop Protection. 20: 835 – 852.

Norris FF and Kogan M. 2005. Ecology of interaction between weeds and arthrophods. Ann. Rev. Entomol. 50: 479 – 503.

Perfecto I, Sediles A. 1992. Vegetational diversity, ants (Hymenoptera: Formicidae), and herbivorous pest in a neotropical agroecosystem. Environ. Entomol. 21(1):61– 67.

Purnomo, Sudiono. 2009. Populasi kutukebul (B. tabaci Genn.) pada berbagai pola tanam cabai (Capsicum annuum L.). Jurnal Pertanian Terapan. 9(2): 86 – 89.

Setiawati, W. 2005. Pengelolaan Terpadu pada Tanaman Cabai Merah dalam Upaya Mengatasi Penyakit Virus Kuning. Makalah disampaikan pada Pertemuan Apresiasi Penerapan Penganggulangan Virus Cabai, Yogyakarta, 14–15 April 2005.

Setiawati W, Udiarto BK. 2006 Daya Pemangsaan Predator Menochilus

sexmaculatus (Coleoptera: Coccinellidae) terhadap Bemisia tabaci

(Homoptera: Aleyrodidae). Laporan Hasil Penelitian T.A. 2006. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Lembang-Jawa Barat.

Settle WH, Ariawan H, Astuti ET, Cahyana W, Hakim AL, Hindayana D, LestariAS, Pajarningsih, Sartanto. 1996. Managing Tropical Rice Pests Through Conservation of Generalist National Enemies and Alternative Prey. Ecology. The Ecological Society of America. 77 (7): 1957 – 1988.

Shepard M, Herzog DC. 1985. Soybean: Status and current limits to biological control in the Southeastern U.S. in Hoy MA and DC Herzog (ed). Biological control in agricultural IPM system. Academic press. Inc. Orlando. 589p.

57

Sudrajat. 2009. Eksplorasi Musuh Alami Kutukebul (Bemisia tabaci) di Jawa Barat (Pangalengan, Ciwidey, Lembang dan Kerawang) pada Tanaman Sayuran. Laporan Sementara Hasil Penelitian untuk Disertasi S-3. Universitas Padjadjaran.

Untung K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Whitcomb WH. 1980. The use of predators in insect control. In Pimental D (ed.) CRC Handbook of pest management in agriculture vol. II. CRC Press Inc. Boca Raton, Florida.

Wiedenmann RN, Smith JW. 1997. Attributes of natural enemies in ephemeral crop habitat. Biol. Contr. 10: 16 – 22.

PENGENDALIAN Bemisia tabaci (GENNADIUS)