• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Diabetes Melitus

Menurut ADA (American Diabetes Association) (2010), diabetes melitus adalah salah satu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (Perkeni, 2011). Berdasarkan penyebabnya, diabetes melitus dikategorikan menjadi 4 tipe :

Tabel 2.2. Tipe Diabetes Melitus dan Penyebabnya Tipe Penyebab

Tipe 1 Umumnya disebabkan defisiensi insulin oleh karena destruksi sel beta pankreas

• Autoimun

• Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi, mulai dari yang dominan resistenasi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resisitensi insulin

Tipe lain • Kerusakan atau kelainan fungsi kelenjar pankreas • Obat-obatan atau zat kimia

• Infeksi

• Sebab imunologi yang lain

• Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM Diabetes

Gestasional

Diabetes yang mulai pada saat kehamilan

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, 2011

Kasus yang banyak terjadi adalah diabetes melitus tipe 2. Penyakit ini banyak terjadi pada orang dewasa , tetapi pada saat ini ada beberapa kasus yang muncul pada usia anak-anak. Makin meningkatnya angka kejadian penyakit ini selain di pengaruhi faktor keturunan, ada juga beberapa faktor lain yang sangat berperan seperti perilaku tidak sehat, yaitu : diet yang tidak seimbang seperti

kurang serat, banyak konsumsi goreng-gorengan , aktivitas fisik yang kurang, kebiasaan merokok, berat badan yang berlebih (obesitas), hipertensi, hiperkolesterolemia dan konsumsi alkohol (Depkes RI, Riskesda 2007)

Berkaitan dengan berbagai faktor resiko diatas, Riskesdas (2007) telah mencatat beberapa angka-angka prevalensi faktor resiko diabetes melitus sebagai berikut :

1. Prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk berumur >15 tahun sebesar 10,3% dan obesitas sentral sebesar 18,8%

2. Prevalensi nasional hipertensi berdasarkan pengukuran pada penduduk berusia > 18 tahun sebesar 29,8%

3. Prevalensi nasional merokok setiap hari pada penduduk usia > 10 tahun sebesar 23,7% dan 85,4% perokok telah merokok di dalam rumah ketika bersama anggota keluarga.

4. Prevalensi nasional kurang makan buah dan sayur pada penduduk > 10 tahun sebesar 93,6%

5. Prevalensi nasional kurang aktifitas fisik pada penduduk usia > 10 tahun sebesar 48,2%

6. Prevalensi peminum alkohol pada 12 bulan terakhir sebesar 4,6% .

Dalam perjalanannya, diabetes melitus tipe 2 biasanya terjadi secara bertahap dan perlahan, sehingga sering kali tidak terasa oleh penderita. Gejala ringan mungkin dapat dirasakan selama bertahun-tahun atau bahkan tidak ada gejala sama sekali sehingga penderita tidak menyadari bahwa dia telah menderita

diabetes melitus. Gejala klasik diabetes melitus yang sering terjadi adalah sering merasa haus, selalu lapar walaupun sudah makan, sering kencing, berat badan menurun tanpa sebab yang jelas serta cepat merasa lelah. Gejala lain yang sering dikeluhkan pasien adalah badan lemah, kesemutan, gatal-gatal, penglihatan kabur, gigi goyang, luka yang lama sembuh dan disfungsi ereksi. (Perkeni, 2011 dan Soegondo & Sukardji, 2008)

Diagnosa dari penyakit diabetes melitus itu sendiri dapat ditegakkan melalui hasil pengukuran glukosa darah serta gejala-gejala penyakit diabetes melitus. Berdasarkan konsensus pengendalian dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2011, ada 3 cara menegakkan diagnosa penyakit diabetes melitus yaitu : 1. Jika ditemukan gejala klasik dan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200

mg/dl.

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl disertai keluhan gejala klasik.

3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥ 200

mg/dl. TTGO yang dilakukan sesuai dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan kedalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapat glukosa plasma setelah makan antara 140-199 mg/dl.

didapat antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam sebesar > 140 mg/dl (Perkeni dan Soegondo et all, 2011).

Didalam perjalanannya penyakit ini menimbulkan komplikasi pada beberapa organ seperti: otak, jantung, ginjal, mata dan pembuluh darah kaki sehingga menimbulkan penyakit stroke, penyempitan pembuluh darah jantung, gagal ginjal, retinophaty dan penyakit kaki diabetes. Penderita diabetes melitus memiliki resiko untuk menderita penyakit jantung koroner dan stroke 2 kali lebih besar , 5 kali lebih mudah menderita menderita ulkus/ganggren di kaki, 7 kali lebih mudah menderita gagal ginjal dan 25 kali lebih mudah mengalam kebutaan akibat kerusakan retina dari pada yang bukan pasien diabetes melitus (Soegondo et all, 2011).

Penyakit diabetes melitus seperti halnya penyakit lain memilki tindakan pencegahan, yang terdiri dari :

1. Usaha pencegahan primer : yaitu mencegah agar tidak timbul penyakit

2. Usaha pencegahan sekunder : mencegah timbulnya penyulit walau sudah menderita diabetes melitus

3. Usaha pencegahan tersier : mencegah timbulnya kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi penyulit (stroke dan gejala sisa, kebutaan, gagal ginjal kronik dan amputasi tungkai bawah)

Untuk mencegah timbulnya kecacatan pada penderita diabetes melitus, diperlukan tindakan untuk mendeteksi dini penyulit diabetes melitus itu sendiri,

agar dapat dikelola dengan baik disamping mengendalikan kadar gula darahnya. Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit diabetes melitus adalah : 1. Mata : pemeriksaan fundus mata secara berkala setiap 6-12 bulan

2. Paru : pemeriksaan foto dada setiap 1-2 tahun atau jika ada keluhan batuk kronik.

3. Jantung : pemeriksaan EKG berkala setiap tahun atau jika ada keluhan nyeri dada

4. Ginjal : pemeriksaan urin berkala

5. Kaki : pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara merawat kaki untuk mencegah timbulnya kaki diabetes (Soegondo et all, 2011).

2.5.1. Kaki Diabetes

Setiap penderita diabetes melitus dapat mengalami permasalahan pada kaki yang berbeda satu sama lain. Kaki diabetes adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes melitus yang tidak terkendali. Kelainan kaki diabetes ini dapat disebabkan karena adanya gangguan pembuluh darah kaki, persyarafan dan adanya infeksi (Soegondo et all, 2011).

Gangguan pembuluh darah kaki disebabkan berkurangnya sirkulasi darah ke kaki berkurang, sehingga menimbulkan gejala : sakit pada kaki jika berdiri atau beraktifitas, kaki teras dingin jika diraba, nyeri pada saat istirahat malam hari terutama pada saat tidur, luka di kaki yang sukar sembuh dan perubahan warna

Gangguan persyarafan (neuropati) pada kaki menimbulkan gangguan penghantaran syaraf sensorik, motorik dan otonomik dari kaki ke otak yang ditandai dengan adanya rasa baal pada kaki, kurang berasa pada ujung kaki, otot kaki mengecil, kelainan bentuk kaki, gangguan keseimbangan, dan perubahan pada kulit kaki yang menjadi kering dan pecah-pecah (Soegondo et all, 2011dan Heitzman, 2010).

Infeksi pada kaki penderita diabetes melitus dikarenakan tidak optimalnya kerja leukosit oleh karena kadar gula darah yang meningkat. Kaki yang mengalami ganggren yang luas dan sulit untuk diatasi memerlukan tindakan amputasi. Masalah yang umum pada kaki diabetes berupa kapalan, mata ikan, cantengan, kutil dan radang ibu jari kaki (Soegondo et all, 2011).

2.5.2. Perawatan Kaki

Perawatan kaki sebagai sebagian upaya pencegahan primer pada pengelolaan kaki diabetes untuk mencegah terjadinya luka. Perawatan kaki yang teratur dapat menurunkan penyakit serius pada kaki penderita diabetes melitus sekitar 50-60%. Tahap pertama untuk meminimalkan resiko amputasi kaki adalah mencegah luka menjadi ganggren atau infeksi yang lebih parah (Heitzman, 2010). Pasien diabetes melitus perlu memeriksa kakinya setiap hari, terutama setelah mandi, dan sebelum memakai sepatu. Pemeriksaan dilakukan dengan teknik meraba dan melihat. Yang diraba adalah temperatur kaki, normalnya kaki teraba hangat dan tidak teraba pembengkakan pada kaki. Sedangkan yang dilihat adalah seluruh bagian kaki meliputi bagian atas atau punggung kaki, sisi kaki,

sela-sela jari dan telapak kaki. Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara langsung atau dengan bantuan cermin. Hal yang diperiksa adalah apakah ada kulit kaki yang melepuh, luka, dan tanda-tanda infeksi seperti bengkak, kemerahan, hangat, nyeri, bau dan keluar cairan atau darah dari kaki.(Soegondo et all, 2011 dan Heitzman, 2010).

Menurut Soegondo et all & Somroo et all (2011) dan Heitzman (2010), perawatan kaki sehari-hari meliputi :

1. Membersihkan kaki setiap hari pada waktu mandi dengan air bersih dan sabun mandi, kemudian keringkan kaki dengan lembut, termasuk sela jari kaki terutama sela jari kaki ketiga- keempat dan keempat-kelima. Mencuci kaki dapat dilakukan dengan air hangat-hangat kuku, bukan air panas.

2. Memeriksa sela-sela jari kaki, apakah ada luka atau kulit yang pecah.

3. Memberi pelembab atau lotion pada daerah kaki yang kering agar tidak retak, tetapi tidak pada sela-sela jari kaki oleh karena daerah ini sangat lembab dan dikhawatirkan akan menimbulkan jamur.

4. Menggunting kuku kali dengan lurus mengikuti bentuk jari kaki, tidak terlalu pendek dan tidak terlalu dalam, kemudian kuku kaki dikikir agar tidak terlalu tajam. Kuku dikikir dua hari sekali, jika tidak mampu melakukannya sendiri, dapat meminta tolong pada orang lain.

5. Memakai alas kali sepatu atau sandal untuk melindungi kaki dari taruma yang dapat menimbulkan luka baik di dalam dan di luar rumah. Hindari penggunaan

sandal jepit karena dapat menyebabkan lecet di sela jari kaki pertama dan kedua.

6. Memakai sepatu dan sandal yang baik, sesuai ukuran kaki, ruang dalam sepatu longgar dan enak dipakai dengan ujung sepatu yang lebar sehingga jari kaki tidak terjepit.

7. Sepatu perempuan dengan hak tinggi tidak lebih dari 2 inchi ( 5cm) 8. Memakai kaos kaki yang terbuat dari bahan katun.

9. Memeriksa sepatu sebelum dipakai, apakah ada kerikil atau benda tajam seperti duri di sepatu.

10.Lepaskan sepatu setiap 4-6 jam serta gerak-gerakkan pergelangan dan jari kaki agar sirkulasi darah tetap baik. Jika memakai sepatu baru, sebaiknya sepatu dilepas setiap 2 jam.

11.Melakukan latihan jalan dan senam kaki.

12.Bila ada luka kecil, obati luka dan tutup luka dengan pembalut yang bersih. 13.Segera ke dokter jika kaki mengalami luka.

2.5.3. Senam Kaki Diabetes

Penderita diabetes melitus yang mengalami gangguan sirkulasi darah dan neuropati dianjurkan untuk melakukan latihan jasmani atau senam kaki sesuai dengan kondisi tubuhnya. Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil di kaki serta mencegah terjadinya kelainan bentuk di kaki. Selain itu senam kaki juga dapat meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha dan mengatasi keterbatasan pergerakan sendi (Soegondo, 2008).

2.5.4. Hal yang tidak Boleh Dilakukan Penderita DM (Soegondo et all dan Somroo et all (2011) dan Heitzman (2010) :

1. Merendam kaki terlalu lama.

2. Menggunakan botol panas atau peralatan listrik untuk memanaskan kaki. 3. Merendam kaki dengan air panas jika terasa dingin.

4. Berjalan tanpa alas kaki.

5. Menggunakan pisau atau silet untuk mengurangi kapalan.

6. Merokok.

7. Memakai sepatu dengan ujung yang sempit atau kaos kaki yang sempit. 8. Memakai sepatu hak tinggi lebih dari 5 cm.

9. Menyilangkan kaki terlalu lama.

10.Memakai obat tanpa anjuran dokter untuk menghilangkan mata ikan. 11.Membiarkan luka di kaki walupun hanya luka kecil.

Dokumen terkait