• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

C. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah sejumlah gangguan metabolisme yang ditandai oleh hiperglikemia; dihubungkan dengan keabnormalan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dan menghasilkan komplikasi meliputi gangguan mikrovaskuler, makrovaskuler, dan neuropati (DiPiro dkk, 2005). Komplikasi mikrovaskuler meliputi retinopati, neuropati, dan nefropati. Komplikasi makrovaskuler meliputi panyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit pembuluh darah perifer. Diabetes mellitus dihasilkan dari kurangnya sekresi insulin, kurangnya sensitivitas insulin atau keduanya (Wells, 2003).

Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa ke dalam sel terhambat serta metabolismenya diganggu. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes mellitus semua proses tersebut terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila hebat hingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang nyata berbahaya adalah glikosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik osmotik, sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya berbagai elektrolit. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada penderita diabetes yang tidak diobati (Handoko dan Suharto, 1995).

12

2. Penyebab

Diabetes mellitus sebagian disebabkan karena faktor genetik (herediter) dan sebagian lagi karena faktor dari luar misalnya obesitas, kehamilan, akromegali, dan obat-obatan seperti kortikosteroid, pil kontrasepsi, dan diuretika. Penyakit ini bersifat menahun dan penderitanya dari segala lapisan umur (Martin, Mayes, dan Rodwell, 1983).

3. Gejala

Gejala diabetes mellitus yaitu hiperglikemia yang sering diikuti glukosuria, ekskresi air kemih dalam jumlah yang banyak (poliuria), rasa lapar (polifagia), haus terus menerus (polidipsia), turunnya berat badan, ketonuria dan asidosis. Gejala selanjutnya akibat diabetes mellitus dalam waktu yang lama adalah degenerasi dinding pembuluh darah dan pengaruhnya terhadap berbagai organ tubuh terutama kemungkinan terjadinya kebutaan (Wirahadikusumah, 1985). Hiperglikemia relatif tidak berbahaya kecuali bila sampai darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang berbahaya dari diabetes mellitus adalah bila terjadi glukosuria karena glukosa bersifat diuresis osmotik maka diuresis akan meningkat yang disertai hilangnya berbagai elektrolit. Adanya dehidrasi akan mengakibatkan badan berusaha mengatasinya dengan banyak minum. Tubuh akan kehilangan energi, akibatnya tubuh akan membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energi yang disertai dengan pembentukan zat-zat perombakan antara lain aseton, asam hidroksibutirat, dan diasetat yang membuat darah menjadi asam. Akibatnya terjadi ketoasidosis yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bisa berakhir pada koma diabetik dan kematian, selain itu nafas penderita juga berbau aseton (Tjay dan Rahardja, 2002).

4. Klasifikasi

Pada akhir tahun 1997 American Diabetes Assosiation (ADA) mempublikasikan suatu klasifikasi dan kriteria diagnosis yang baru, yang pada saat ini secara luas digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Klasifikasi yang baru ini membagi diabetes mellitus atas empat kelompok yaitu diabetes mellitus tipe-1, diabetes mellitus tipe-2, diabetes mellitus bentuk khusus, dan diabetes mellitus gestasional. Pembagian ini berdasarkan etiologi diabetes mellitus (Adam, 2000).

a. Diabetes mellitus tipe-1 atau tergantung insulin

Dikenal dua bentuk yaitu otoimun dan idiopatik, di mana ditemukan kerusakan sel β dan mengakibatkan terjadinya defisiensi insulin yang absolut. Pada bentuk otoimun dapat ditemukan beberapa petanda imun (Immune Markers) yang menunjukkan pengerusakan sel β pankreas untuk mendeteksi kerusakan sel β. Sebagian kecil penderita diabetes mellitus tipe-1 penyebabnya tidak jelas (idiopatik), pada mereka ini jelas ditemukan insulinopeni tanpa petanda imun, dan mudah sekali mengalami ketoasidosis (Adam, 2000).

b. Diabetes mellitus tipe-2 atau tidak tergantung insulin

Bentuk ini bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin defisiensi insulin relatif, sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Diabetes mellitus tipe-2 merupakan jenis diabetes mellitus yang paling sering

14

ditemukan, diperkirakan sekitar 90% dari semua penderita diabetes mellitus di Indonesia. Sebagian besar diabetes tipe-2 diderita oleh orang gemuk (di negara barat sekitar 85%, di Indonesia 60%), disertai dengan resistensi insulin, dan tidak membutuhkan insulin untuk pengobatan. Sekitar 50% penderita sering tidak terdiagnosis karena hipoglikemi meningkat secara perlahan-lahan sehingga tidak memberikan keluhan (Adam, 2000).

c. Diabetes mellitus bentuk khusus

Klasifikasi baru dari diabetes mellitus non tipe-1 dan non tipe-2 yaitu: 1) Defek genetik fungsi sel beta

a) Chromosom 20, HNF-4alpha (formerly MODY1) b) Chromosom 7, glucokinase (formerly MODY2)

c) Dan lain-lain 2) Defek genetik insulin

a) Leprechaunism

b) Sindrom Rabson-Mendelhall

c) Dan lain-lain 3) Lipoatrophic diabetes

a) Penyakit eksokrin pankreas b) Pancreatitis

c) Dan lain-lain 4) Endokrinopati

a) Acromegaly

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b) Pheochomocytoma

c) Dan lain-lain

5) Karena obat atau zat kimia a) Glukokortikoid b) Diuretik Thiazid c) Dan lain-lain 6) Infeksi a) Congential rubella b) Cytomegalovirus c) Dan lain-lain

7) Sebab imunologi yang jarang a) Sindrom “Stiff-man”

b) Antibodi reseptor anti-insulin

8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes a) Down's syndrome

b) Turner's syndrome

( Reasner dan DeFronzo, 2006; Rushakoff dan Goldfine, 2006) d. Diabetes mellitus gestasional

Diabetes mellitus gestasional diartikan sebagai intoleransi glukosa yang ditemukan pada saat hamil dan diperkirakan insidens sebesar 1-3 %. Pada umumnya mulai ditemukan pada kehamilan trimester kedua atau ketiga, pada saat itu terjadi keadaan resistensi insulin (Adam, 2000).

16

5. Cara dan kriteria diagnosis

a. Berdasarkan glukosa plasma vena sewaktu

Dengan keluhan klinis yang jelas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu sudah dapat menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Keluhan-keluhan klinis tersebut misalnya haus dan banyak kencing, berat badan menurun, glukosuria, bahkan kesadaran menurun sampai koma. Seseorang dikatakan masuk kriteria diabetes mellitus apabila kadar glukosa darah sewaktu 200 mg% (plasma vena).

b. Berdasarkan glukosa plasma vena puasa

Glukosa plasma dalam keadaan puasa dibagi atas tiga nilai, yaitu < 110 mg/dl, antara > 110 mg/dl sampai < 126 mg/dl, dan ≥ 126 mg/dl. Kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, ≥ 126 mg/dl adalah diabetes mellitus, sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Sehingga pada mereka dengan kadar glukosa plasma vena setelah puasa sedikitnya 10 jam > 126 mg/dl sudah cukup untuk membuat diagnosis diabetes mellitus.

c. Dengan menggunakan tes toleransi glukosa oral

Apabila pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu kadar glukosa plasma tidak normal, yaitu antara 140-200 mg/dl, maka harus dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral untuk meyakinkan apakah diabetes mellitus atau bukan. Sesuai dengan kesepakatan WHO maka tes toleransi glukosa oral harus dilakukan dengan memberi beban glukosa oral sebanyak 75 g setelah berpuasa minimal 10 jam. Penilaiannya adalah sebagai berikut, toleransi glukosa normal apabila < 140 mg/dl, toleransi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl , dan diabetes mellitus jika > 200mg/dl.

(Adam, 2000)

6. Terapi diabetes mellitus

Terapi terbaru bagi penatalaksanaan diabetes mellitus dibagi menjadi terapi primer dan terapi sekunder, yang masing-masing mencakup hal-hal berikut:

a. Terapi primer

Terapi primer terdiri atas diet diabetes mellitus, latihan fisik/olah raga, dan penyuluhan kesehatan.

b. Terapi sekunder

Terapi sekunder terdiri obat antidiabetika dan cangkok pankreas.

(Lanywati, 2006)

Dokumen terkait