• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.8 Diabetes

Diabetes adalah salah satu penyakit tidak menular yang menjadi prioritas ke empat penyakit yang diidentifikasi oleh WHO bersama dengan penyakit cardiovascular disease (CVD), yang mencakup serangan jantung, stroke, kanker dan penyakit pernapasan kronis. Diabetes melitus merupakan penyakit yang sering diderita oleh sebagian besar orang di dunia, bersifat kronis dan pembiayaannya mahal. Penyakit diabetes ini ditandai dengan hiperglikemia (tingginya kadar glukosa dalam darah), akibat kurangnya insulin yang dihasilkan dalam tubuh karena kerusakan pankreas (diabetes tipe 1) atau akibat resistensi insulin (diabetes tipe 2) (International Diabetes Federation, 2011).

Tabel 2.4 Diagnosis DM dari ACCP/ADA 2013 Gula darah terkontrol Prediabetes Diabetes Melitus (DM) GDP (Glukosa Darah Puasa) < 100 mg/dL 100 - 125 mg/dL 126mg/dL

Kadar glukosa 2 jam

setelah makan < 140 mg/dL 140 - 199 mg/dL 200mg/dL GDS (Glukosa Darah Sewaktu) 200mg/dL + gejala Hemoglobin A1c < 5.7 % 5,7-6,4% 6,5%

2.8.1 Penatalaksanaan Diabetes

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu (Azrifitria dan Silma Awalia, 2013):

a. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal.

b. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes. The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan diabetes.

Tabel 2.5 Penatalaksanaan Diabetes Parameter Glikemik

GDP 70-130 mg/dL

Kadar glukosa 2 jam setelah makan <180 mg/dL

Hemoglobin A1c < 7%

Parameter Non Glikemik

Tekanan Darah < 130/80 mmHg LDL < 100 mg/dL < 70 mg/dL (dengan penyakit kardiovaskular) HDL > 40 mg/dL (Pria) > 50 mg/dL (Wanita) Trigliserida < 150 mg/dL

Sumber: Farmakoterapi Diabetes, 2013

Terapi non farmakologi seperti pengaturan pola hidup sangat penting dilakukan kepada pasien diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2 untuk mengontrol konsentrasi glukosa darah agar tetap normal (Sweetman.S., 2009). Pengontrolan pola makan terutama dilakukan dengan menjaga asupan karbohidrat dan lemak (Wells Barbara G., 2009). Pengaturan pola makan ini pada intinya adalah dengan menerapkan pola konsumsi yang sehat dan kadungan gizi yang seimbang (Sweetman.S., 2009). Pola latihan fisik seperti aerobik juga sangat direkomendasikan. Latihan fisik ini diperlukan karena dapat meningkatkan metabolisme karbohidrat,

meningkatkan sensitivitas terhadap insulin dan meningkatkan fungsi kardiovaskular (Sweetman.S., 2009).

Bila dalam 3 bulan pemberian terapi non farmakologi tidak menunjukkan perubahan pada pasien diabetes melitus maka penambahan terapi farmakologi berupa pemberian obat antidiabetes oral bisa dilakukan. Terdapat dua golongan utama obat antidiabetes oral yang bisa diberikan yaitu kelas sulfonilurea dan kelas biguanid (Sweetman.S, 2009).

Umumnya pengobatan awal untuk penyakit diabetes ini adalah kombinasi dari perubahan gaya hidup lebih sehat dengan penggunaan obat metformin (Maric Andreja, 2010). Metformin ini menimbulkan efek hipoglikemia yang rendah namun mudah menyebabkan terjadinya laktat asidosis pada pasien yang mengalami kerusakan ginjal (Sweetman.S., 2009). Metformin menurunkan glukosa darah dengan cara menghambat produksi glukosa hepatik dan menurunkan resistensi terhadap insulin. Penggunaan metformin secara tunggal, mampu menurunkan HbA1c sampai 1,5% (Maric Andreja. 2010).

Dosis awal metformin 500 mg adalah dua atau tiga kali per hari atau 850 mg satu atau dua kali perhari setelah makan (Sweetman.S., 2009). Metformin digunakan saat sedang makan untuk mengurangi efek samping yang berhubungan dengan pencernaan (McEvoy, 2002). Metformin ini mampu mengalami interaksi bila digabungkan dengan obat lain, contohnya simetidin. Penggunaan simetidin dan metformin secara bersamaan bisa menyebabkan penurunan ekskresi metformin oleh ginjal sehingga bisa menyebabkan lactic acidosis. Maka bila kedua obat ini harus di gunakan dalam waktu yang sama atau berdekatan maka turunkan dosis metformin untuk mencegah interaksi tersebut (Baxter Karen, 2008).

2.8.2 Peran Apoteker dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Kontribusi apoteker ini pada intinya adalah penatalaksanaan penyakit, berarti mencakup terapi obat dan non-obat (Depkes RI, 2005):

Apoteker dapat mengidentifikasi pasien-pasien yang tidak menyadari kalau mereka menderita diabetes. Identifikasi mentargetkan pasien-pasien dengan resiko tinggi, termasuk pasien obesitas, pasien > 40 tahun, pasien dengan tekanan darah tinggi atau dislipidemia, pasien dengan sejarah keluarga diabetes, dan pasien yang mempunyai sejarah gestasional diabetes atau melahirkan anak dengan berat badan > 4,5 kg.

b. Merujuk pasien

Salah satu peran apoteker yang tidak kalah penting adalah merujuk pasien kepada tim perawatan diabetes lainnya seperti bagian gizi, poliklinik mata, pediatris, gigi dan lainnya bila diperlukan. Depresi juga sering dijumpai pada pasien diabetes, sehingga dapat dirujuk ke bagian penyakit jiwa bila diperlukan.

c. Memantau Penatalaksanaan diabetes

Pemantauan terhadap kondisi penderita dapat dilakukan apoteker pada saat pertemuan konsultasi rutin atau pada saat penderita menebus obat, atau dengan melakukan hubungan telepon. Pemantauan kondisi penderita sangat diperlukan untuk menyesuaikan jenis dan dosis terapi. Apoteker harus mendorong penderita untuk melaporkan keluhan ataupun gangguan kesehatan yang dirasakannya sesegera mungkin. Apoteker juga harus memantau tingkat kenormalan:

1. Tekanan darah (target < 130/80 mm Hg) 2. LDL kolesterol (target < 100 mg/dl)

3. Penggunaan aspirin untuk pasien DM dengan hipertensi dan resiko jantung

4. Pemeriksaan mata, kaki, gigi (1x/tahun) 5. Vaksinasi influenza dan pneumokokal

Penjelasan diberikan kepada pasien mengenai target dan diharapkan pasien mengerti mengapa monitoring memegang peranan penting dalam terapi pencegahan komplikasi yang bisa memperburuk penyakit.

d. Menjaga dan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap jadwal terapi Ada 6 langkah yang dapat dilakukan:

1) Libatkan pasien, ciptakan suasana dimana pasien menjadi peduli dan bersedia untuk membantu menangani masalah yang berhubungan dengan obat.

2) Spesifik, dapatkan rincian spesifik bila pasien mendiskusikan masalah obatnya.

3) Identifikasi hambatan utama yang mempengaruhi kepatuhan pasien dalam minum obatnya.

4) Simpulkan masalah pasien.

5) Memecahkan masalah dengan memberi saran pada pasien seperti berikut :

a) Meminum obat sesuai dengan yang diresepkan

b) Untuk mendapatkan hasil optimal, jadwal meminum obat harus dipatuhi

c) Bila anda masalah dengan efek samping yang dialami, kekhawatiran biaya obat sehingga mengharapkan obat alternatif lain yang lebih murah maka harus dibicarakan pada dokter.

d) Bila regimen obat terlalu susah, menjadi beban, atau membingungkan tanyakan ke dokter atau Apoteker.

e) Jumlah obat yang anda minum bukanlah pertanda betapa sehat atau tidak sehatnya anda. Lebih baik anda diskusi dengan Dokter atau Apoteker tentang target pengobatan seharusnya (misalnya target kadar gula, tekanan darah, kadar kolesetrol dsb).

f) Bila anda merasa depresi atau tertekan dengan ruwetnya penanganan diabetes anda, bicarakan dengan dokter atau apoteker. 6) Akhiri pertemuan, tanyakan langkah apa yang akan dilakukan pasien

setelah diskusi dengan apoteker.

Mencegah dan mengatasi komplikasi diabetes adalah salah satu hal penting dalam pengelolaan diabetes. Informasi mengenai komplikasi yang mungkin muncul menyertai diabetes sangat penting disampaikan kepada penderita dan keluarganya agar dapat melakukan antisipasi seperlunya.

f. Menjawab pertanyaan penderita dan keluarga mengenai DM

Biasanya pertanyaan berkisar tentang penyebab penyakit dan gejala-gejala yang harus diwaspadai, pemeriksaan diagnostik yang harus dilakukan, hal-hal apa yang harus dihindari untuk mencegah atau memperlambat perkembangan penyakit, tentang terapi obat dan efek samping obat, tentang komplikasi dan pencegahannya, sampai pada perawatan kaki, kulit, mulut dan gigi dan lain sebagainya.

g. Memberikan Pendidikan dan Konseling

Tujuan pendidikan kepada pasien adalah untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam pengobatannya. Penelitian menunjukkan bahwa pasien yang tidak pernah mendapat pendidikan mengenai diabetes, resiko untuk komplikasi major meningkat 4 kali lipat. Materi inti untuk pendidikan yang komprehensif yang dapat diberikan kepada pasien diabetes (Sumber: National Standard for diabetes self-management education, Diabetes Care 2005) terdiri dari definisi diabetes, proses penyakit, dan pilihan pengobatan, terapi nutrisi, aktivitas fisik, penggunaan obat, memonitor kadar gula sendiri, mencegah, mendeteksi, dan mengobati komplikasi-komplikasi akut dan kronis, target untuk mencapai hidup sehat, menyesuaikan sendiri perawatan dalam kehidupan sehari-hari (problem solving) serta penyesuaian psikososial dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan kepada pasien dapat diberikan dalam 3 tahap:

a. Tahap I : Segera dilaksanakan setelah pasien di diagnosa dengan DM sehingga dapat membantu mengatasi kebingungan, syok, terkejut dan lain sebagainya. Apoteker berusaha membantu pasien memahami dan menerima diagnosis.

b. Tahap II : Memberikan informasi yang lebih dalam, dengan berfokus pada masalah yang telah teridentifikasi sewaktu menilai pasien (misalnya peripheral neuropathy) dan hal-hal lain yang mungkin dapat diantisipasi (misalnya mengatasi reaksi hipoglikemi). Kegunaan dan cara minum obat yang benar harus dijelaskan.

c. Tahap III : Memberikan pendidikan berkelanjutan untuk menekankan konsep, meningkatkan dan menjaga motivasi, dan berupaya agar pasien dapat mengurus dirinya dan peduli terhadap kesehatannya. Secara umum, tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan atau konseling kepada penderita diabetes dan keluarganya antara lain:

a. Agar penderita DM memiliki harapan hidup lebih lama dengan kualitas hidup yang optimal. Kualitas hidup sudah merupakan keniscayaan. Seseorang yang dapat bertahan hidup tetapi dengan kualitas hidup yang rendah, akan menggangggu kebahagiaan dan ketenangan keluarga.

b. Untuk membantu penderita DM agar dapat merawat dirinya sendiri, sehingga komplikasi yang mungkin timbul dapat diminimalkan, selain itu juga agar jumlah hari sakit dapat ditekan.

c. Agar penderita DM dapat berfungsi dan berperan optimal dalam masyarakat.

d. Agar penderita DM dapat lebih produktif dan bermanfaat.

e. Untuk menekan biaya perawatan, baik yang dikeluarkan secara pribadi, keluarga ataupun negara.

Segala informasi yang dianggap perlu untuk meningkatkan kepatuhan dan kerjasama penderita dan keluarganya terhadap program penatalaksanaan diabetes dapat disampaikan dalam konseling. Namun dalam penyampaiannya harus mempertimbangkan kondisi penderita, baik kondisi pengetahuan, kondisi fisik, maupun kondisi psikologisnya (Depkes RI, 2005).

Dokumen terkait