• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pelayanan Konseling di Apotek Kota Medan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Gambaran Pelayanan Konseling di Apotek Kota Medan

Konseling adalah salah satu pelayanan klinik yang harus dilakukan oleh apoteker terutama di apotek. Pelayanan ini diselenggarakan untuk membantu penderita dalam memahami terapi yang diberikan, sehingga penderita patuh terhadap tiap tahapan terapi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh data yang menggambarkan persentase pelayanan konseling di apotek kota Medan. Data tersebut diperoleh dari apoteker yang bersedia melakukan konseling setelah peneliti meminta pelayanan konseling. Ada beberapa apoteker yang melakukan konseling tanpa peneliti melakukan intervensi, tetapi peneliti tidak memiliki data tersebut. Berikut grafik yang menggambarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan.

Gambar 5.1 Pe Dari grafik 5.1 te konseling dan 33,33% Angka tersebut cukup ba Adelina (2009). Pada pe memberikan pelayanan adanya perubahan pelay berfokus kepada obat m pasien.

Sebagian besar a meminta pelayanan kon melakukan pelayanan Menteri Kesehatan No 35 Apotek. Dalam peratura dengan kondisi tertentu pasien atau keluarga pa diabetes, dan hiperlipide akan memberikan kon Sementara itu pada saa meminta pelayanan kons masyarakat terhadap ek 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00%

5.1 Persentase pelayanan konseling di apotek kota Me terlihat bahwa 66,67% apoteker bersedia melakuk 33,33% apoteker tidak bersedia melakukan pelayana ukup baik jika dibandingkan dengan penelitian yang di penelitian tersebut hanya 38,23% apotek di kota

n konseling. Secara umum angka tersebut juga layanan kefarmasian di apotek kota Medan yang

t menjadi pelayanan yang komprehensif yang be

r apoteker sampel melakukan konseling hanya ke konseling. Melihat dari jenis penyakitnya seharus

n konseling tanpa harus diminta, sesuai denga No 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Ke turan tersebut dijelaskan bahwa pasien atau ke ntu perlu mendapat pelayanan konseling, salah sa

pasien dengan terapi jangka panjang seperti hipe pidemia. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa a konseling jika pasien tidak meminta pelayana saat penelitian, peneliti tidak menemukan pasi konseling. Hal ini bisa disebabkan karena kurangn p ekstistensi apoteker sebagai tenaga kesehatan 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% bersedia melakukan konseling tidak bersedia melakukan konseling 66.67% 33.33% Medan kukan pelayanan anan konseling. dilakukan oleh kota Medan yang uga menunjukkan g semula hanya g berpusat pada a ketika peneliti rusnya apoteker ngan Peraturan n Kefarmasian di keluarga pasien h satunya adalah hipertensi, asma, a apoteker tidak anan konseling. pasien lain yang gnya kesadaran an dan sumber

informasi obat, seperti yang dipaparkan oleh Arhayani (2007) yang menyatakan hanya 2,81% saja pengunjung apotek yang menjadikan apoteker sebagai sumber informasi obat.

Pada beberapa apotek, apoteker menyerahkan tugas pelayanan konseling kepada asisten apoteker ataustore manager.Pada peraturan pemerintah No 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian dijelaskan bahwa penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter harus dilaksanakan oleh apoteker. Oleh sebab itu pelayanan konseling yang dilakukan oleh petugas selain apoteker pada penelitian ini tidak tepat. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan klinik belum sepenuhnya dilakukan oleh apoteker. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Erlin Aurelia (2013) dimana yang biasa melayani pasien/pasien di Apotek adalah Asisten apoteker (48,12%), diikuti pegawai apotek (28,30%), baru kemudian Apoteker (13,21%).

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dijelaskan bahwa konseling dilakukan di ruang tertutup dan sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien. Namun pada pelaksanaannya hanya 26,67% apotek yang memiliki ruang khusus konseling dan tidak ada ruang konseling yang tertutup, memiliki lemari buku, leaflet, poster, dan alat bantu konseling. Dalam pelaksanaan konseling dibutuhkan ruang khusus, karena dapat meningkatkan penerimaan penderita terhadap informasi konseling, sehingga memungkinkan penderita patuh terhadap regimen obat, dan menimbulkan kepuasan penderita pada pelayanan ini (surya, 2003). Adelina (2009) menyatakan bahwa penyediaan ruangan informasi obat atau konseling di apotek Kota Medan hanya memiliki persentase sebesar 29,41% dan masih berada dibawah standar.

Selama penelitian, peneliti mengalami kesulitan untuk menemui apoteker dikarenakan rendahnya kehadiran apoteker pada saat jam kerja. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Adelina (2009) bahwa 52,94% apoteker di Medan tidak hadir setiap hari di apotek. Rendahnya kehadiran apoteker di apotek menjadi sebab mengapa

masayarakat kurang m menunjukkan persentase

Gambar 5.2 Pe

Dari grafik di at pelayanan konseling ada yang tidak bersedia me bulan 1 kali. Hal terse apotek akan mempenga Sejalan dengan Kwando bahwa tingkat kehadiran signifikan positif terhad apoteker akan meningkat

Secara umum kons pasien dalam penggunaa keberhasilan dalam pr konseling dapat menurun ade (2011) juga menjel kadar glukosa darah pua Ade, mustofa,et al(2013 70% 0% 20% 40% 60% 80% 100% setia

menyadari eksistensi apoteker. Berikut adalah ase pelayanan konseling terhadap frekuensi kehadi

5.2 Persentase pelayanan konseling terhadap frekuens apoteker

atas terlihat bahwa 70% apoteker yang bersedi dalah apoteker yang hadir setiap hari, sedangkan

elakukan pelayanan konseling adalah apoteker rsebut menunjukkan bahwa frekuensi kehadiran

garuhi pelayanan kefarmasian di apotek yang ndo Rendy R (2014) dalam penelitiannya yang ran apoteker di apotek menunjukkan adanya hubu hadap pelayanan kefarmasian. Peningkatan tingka

katkan pelaksanaan kefarmasian.

konseling dapat meningkatkan pengetahuan dan aan obat sehingga berdampak pada kepatuhan pe proses penyembuhan penyakitnya. Pada pasie nurunkan tekanan darah pasien (Pratiwi Denia, 2011)

njelaskan bahwa ada pengaruh positif konseling ob puasa pasien Diabetes Melitus (DM). Sejalan deng 2013) menyatakan pemberian konseling kepada pas

70%

2.50%

27.50%

5%

95%

tiap hari 2 minggu 1 kali 1 bulan 1 kali

melakukan k tidak melaku konseling ah grafik yang diran apoteker. ensi kehadiran edia melakukan n 95% apoteker ker yang hadir 1 ran apoteker di g bersangkutan. ng menyatakan hubungan/korelasi ngkat kehadiran dan pemahaman n pengobatan dan asien hipertensi 2011). Ramadona g obat terhadap ngan Ramadona pasien DM dapat n konseling kukan

mengontrol gula darah pasien. hal tersebut dibuktikan secara klinis dengan meninjau penurunan AIC terhadap responden yang diberi konseling dibanding dengan responden yang tidak diberi responden. Alia Rahma (2015) konseling yang diberikan oleh apoteker mampu memberikan kemajuan hasil terapi berupa penurunan frekuensi serangan pada pasein asma.

Tidak terlaksananya pelayanan konseling di apotek bisa disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan apoteker dalam berkomunikasi. Blissit (1972) apoteker pemberi konseling harus mampu mengkomunikasikan informasi secara efektif baik verbal maupun tertulis pada penderita. Berikut ini adalah kompetensi yang harus dimiliki apoteker pemberi konseling : (1) kemampuan menyampaikan dan kemampuan dalam mengevaluasi penggunaan obat, menyimpulkan, serta memberi keputusan, (2) kemampuan mengkomunikasikan informasi farmakoterapi baik secara verbal ataupun tertulis dengan efektif, (3) kemampuan untuk memberi pendidikan pada professional esehatan lain mengenai inkompatibilitas, interaksi obat, reaksi obat merugikan, biofarmasetik, tujuan pemberian obat, dosis, (4) kemampuan menyumbangkan keputusan professional yang dapat meningkatkan efektivitas pelayanan farmasi klinik edukasi penderita dan professional kesehatan lain (Sarwono, 2011). Rini Sasanti Handayani (2006) juga menjelaskan bahwa pengetahuan apoteker di apotek mengenai obat untuk penyakit kronik terbatas hanya meliputi nama obat dan indikasinya saja sedangkan apoteker yang bekerja di rumah sakit lebih baik pengetahuannya dibidang farmakologi/farmakokinetik.

Dokumen terkait