• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diagnosis dalam Praktek Sehari-Har

Dalam dokumen Buku PKB IDAI Jaya X (Halaman 86-90)

Setyo Handryastuti Tujuan:

1. Mengetahui penyebab sefalgia pada anak.

2. Memahami cara mendiagnosis sefalgia secara praktis. 3. Memahami tata laksana sefalgia secara komprehensif.

Sefalgia atau nyeri kepala pada anak kerap kita temukan dalam praktek sehari-hari. Sebagian besar nyeri kepala tergolong nyeri kepala primer yaitu migren dan tension- type headache, atau keadaan akut yang ringan seperti infeksi virus.1 Meskipun

demikian, seorang dokter harus dapat menyingkirkan penyebab nyeri kepala yang lain terutama keadaan yang berat seperti perdarahan intrakranial atau tumor. Nyeri kepala meskipun ringan sering menimbulkan kecemasan orangtua yang berlebihan sehingga mereka meminta pemeriksaan penunjang yang sebenarnya tidak perlu dan membawa anaknya berobat dari satu dokter ke dokter yang lain. Nyeri kepala juga kerap menyebabkan anak tidak masuk sekolah berhari-hari dan membatasi aktifitas anak. Keterbatasan waktu dokter dalam membuat anamnesis yang baik juga merupakan kendala tersendiri, oleh karena hal tersebut maka penulis mencoba membahas sefalgia pada anak dari segi pendekatan diagnosis dan tatalaksana yang dapat diterapkan dalam praktek sehari-hari.

Epidemiologi

Sefalgia akut dan kronik sering ditemukan pada anak dan remaja. Prevalens sefalgia berkisar antara 37-51% pada anak usia 7 tahun dan meningkat menjadi 57-82% pada usia 15 tahun. Sefalgia yang sering dan berulang terjadi pada 2,5% anak usia 7 tahun dan 15% pada anak usia 15 tahun. Sebelum pubertas anak laki-laki lebih banyak mengalami sefalgia daripada perempuan, akan tetapi setelah pubertas sefalgia lebih sering dialami anak perempuan.2,3 Prevalens migren relatif

stabil, yaitu 3% pada usia 3-7 tahun, 4-11% pada usia 7-11 tahun dan 8-23% pada masa remaja. Rerata usia awitan migren pada anak laki-laki adalah 7,2 tahun dan anak perempuan 10,9 tahun. Anak laki-laki lebih banyak mengalami migren pada usia < 7 tahun, rasio gender sama pada usia 7-11 tahun, sedangkan pada usia 15 tahun anak perempuan lebih banyak menderita migren.3,4

Klasiikasi

The International Headache Society mengemukakan klasifikasi terbaru nyeri kepala (tabel 1)

Tabel 1. The Internaional Classiicaion of Headache Disorders3 Primary Headache

Disorders

Migraine

Tension type headache Cluster headache

Other primary headache disorders Secondary Headache

Disorders

Headache atributed to head or neck trauma

Headache atributed to cranial or cervical vascular disorder Headache atributed to nonvascular intracranial disorders Headache atributed to substance or withdrawal from substances

Headache atributed to infecion

Headache atributed to disorders of homeostasis

Headache atributed to disorders of the cranium, neck, eyes, ears, nose, sinuses, teeth or other facial or cranial structures. Headache atributed to psychiatric disorders

Cranial neuralgias, central and primary facial pain

Cranial neuralgia and central causes of facial pain

Other headache, cranial neuralgia, central or primary facial pain.

Migren, tension type headache, sefalgia yang berkaitan dengan infeksi, kelainan kranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus dan gigi merupakan penyebab yang sering ditemukan dalam praktek.

Migren sebagai penyebab sefalgia terbanyak dibagi berdasarkan patofisiologi. (tabel 2)

Tabel 2. Klasiikasi migren3

Migraine without aura

Migraine with aura Typical aura with migraine headache Typical aura with nonmigraine headache Typical aura without headache

Familial hemiplegic migraine Sporadic hemiplegic migraine Basilar type migraine

Childhood periodic syndromes that are commonly precursors of migraine

Cyclical vomiing Abdominal migraine

Benign paroxysmal verigo of childhood Reinal migraine

Complicaions of migraine Chronic migraine Status migraine

Persistent aura without infarcion Migrainous infarcion

Klasifikasi lain yang masih dianut dan sangat bermanfaat secara klinis adalah klasifikasi dari Rothner, yang membagi sefalgia berdasarkan waktu yaitu akut, akut-berulang, kronik-progresif, kronik non progresif dan campuran (lihat tabel 3)

Tabel 3. Klasiikasi berdasarkan klinis 3 Acute generalized Acute localized Acute

recurrent

Chronic progressive

Chronic nonprogressive

Demam Sinusiis Migren Tumor Kontraksi otot

Infeksi sistemik Oiis Migren kompleks Pseudotumor (Benign intracranial hypertension) Conversion Infeksi SSP Abnormalitas okular Varian migren

Abses otak Malingering

Toksin:CO2, imah Penyakit gigi Cluster headache

Hematoma subdural

Ater concussion

Pasca kejang Trauma Hemikrania

paroksismal

Hidrosefalus Depresi

Imbalans elektrolit

Neuralgia oksipital Pasca kejang Perdarahan Anxietas

Hipertensi Disfungsi sendi temporomandi- bular Tic douloureux Hipertensi Reaksi penyesuaian

Hipoglikemia Eksersional Vaskuliis Hemikrania koninyu Pasca pungsi lumbal Trauma Emboli Trombosis Perdarahan Penyakit kolagen Eksersional

Sefalgia akut berulang dan kronik non progresif sebagian besar berkaitan dengan sefalgia primer, meskipun penyebab sekunder juga patut dipikirkan. Sefalgia kronik progresif merupakan tipe yang harus diwaspadai dan paling mencemaskan orangtua serta sebagian besar memerlukan pemeriksaan pencitraan. Sefalgia akut, tunggal, sebagian besar ringan, disebabkan infeksi virus. 1 Jika dilihat dari pola serangan, klasifikasi di atas dapat digambarkan

Gambar 1. Pola serangan sefalgia

Pendekatan diagnosis

Evaluasi menyeluruh diperlukan untuk membuat diagnosis yang tepat dan tata laksana awal. Evaluasi termasuk anamnesis (termasuk observasi orangtua dan guru, relasi antara anak-pengasuh, relasi antar anggota keluarga, riwayat penyakit anak dan orangtua) serta pemeriksaan fisik umum dan neurologis.6

Anamnesis

Anamnesis berperan penting dalam menegakkan diagnosis, diperlukan waktu yang cukup dan kesabaran untuk menggali anamnesis yang baik. Pertanyaan- pertanyaan yang penting untuk diajukan adalah6,7: (1) deskripsi sefalgia, berapa

macam tipe sefalgia yang dirasakan, (2) kapan dan bagaimana mulai ada keluhan, (3) apakah sefalgia memburuk, membaik atau tidak berubah, (4) frekuensi dan durasi sefalgia (5) apakah sefalgia timbul pada waktu atau saat-saat tertentu, (6) apakah sefalgia berhubungan dengan makanan, situasi atau obat-obat tertentu, (7) apakah terdapat gejala yang mendahului keluhan, (8) lokasi dan kualitas sefalgia, (9) gejala yang menyertai keluhan, apakah gejala tersebut berlangsung terus diantara serangan. Gejala ini dapat berupa mual, muntah, kelumpuhan, gangguan penglihatan, pendengaran, dan lainnya, (10) apa yang pasien kerjakan ketika sefalgia, (11) keadaan yang membuat keluhan memburuk atau membaik, (12) adakah penyakit lain yang diderita pasien, (13) obat-obat untuk penyakit lain yang dikonsumsi secara teratur atau hanya bila perlu.

Dalam dokumen Buku PKB IDAI Jaya X (Halaman 86-90)