Setyo Handryastuti Tujuan:
1. Mengetahui penyebab sefalgia pada anak.
2. Memahami cara mendiagnosis sefalgia secara praktis. 3. Memahami tata laksana sefalgia secara komprehensif.
Sefalgia atau nyeri kepala pada anak kerap kita temukan dalam praktek sehari-hari. Sebagian besar nyeri kepala tergolong nyeri kepala primer yaitu migren dan tension- type headache, atau keadaan akut yang ringan seperti infeksi virus.1 Meskipun
demikian, seorang dokter harus dapat menyingkirkan penyebab nyeri kepala yang lain terutama keadaan yang berat seperti perdarahan intrakranial atau tumor. Nyeri kepala meskipun ringan sering menimbulkan kecemasan orangtua yang berlebihan sehingga mereka meminta pemeriksaan penunjang yang sebenarnya tidak perlu dan membawa anaknya berobat dari satu dokter ke dokter yang lain. Nyeri kepala juga kerap menyebabkan anak tidak masuk sekolah berhari-hari dan membatasi aktifitas anak. Keterbatasan waktu dokter dalam membuat anamnesis yang baik juga merupakan kendala tersendiri, oleh karena hal tersebut maka penulis mencoba membahas sefalgia pada anak dari segi pendekatan diagnosis dan tatalaksana yang dapat diterapkan dalam praktek sehari-hari.
Epidemiologi
Sefalgia akut dan kronik sering ditemukan pada anak dan remaja. Prevalens sefalgia berkisar antara 37-51% pada anak usia 7 tahun dan meningkat menjadi 57-82% pada usia 15 tahun. Sefalgia yang sering dan berulang terjadi pada 2,5% anak usia 7 tahun dan 15% pada anak usia 15 tahun. Sebelum pubertas anak laki-laki lebih banyak mengalami sefalgia daripada perempuan, akan tetapi setelah pubertas sefalgia lebih sering dialami anak perempuan.2,3 Prevalens migren relatif
stabil, yaitu 3% pada usia 3-7 tahun, 4-11% pada usia 7-11 tahun dan 8-23% pada masa remaja. Rerata usia awitan migren pada anak laki-laki adalah 7,2 tahun dan anak perempuan 10,9 tahun. Anak laki-laki lebih banyak mengalami migren pada usia < 7 tahun, rasio gender sama pada usia 7-11 tahun, sedangkan pada usia 15 tahun anak perempuan lebih banyak menderita migren.3,4
Klasiikasi
The International Headache Society mengemukakan klasifikasi terbaru nyeri kepala (tabel 1)
Tabel 1. The Internaional Classiicaion of Headache Disorders3 Primary Headache
Disorders
Migraine
Tension type headache Cluster headache
Other primary headache disorders Secondary Headache
Disorders
Headache atributed to head or neck trauma
Headache atributed to cranial or cervical vascular disorder Headache atributed to nonvascular intracranial disorders Headache atributed to substance or withdrawal from substances
Headache atributed to infecion
Headache atributed to disorders of homeostasis
Headache atributed to disorders of the cranium, neck, eyes, ears, nose, sinuses, teeth or other facial or cranial structures. Headache atributed to psychiatric disorders
Cranial neuralgias, central and primary facial pain
Cranial neuralgia and central causes of facial pain
Other headache, cranial neuralgia, central or primary facial pain.
Migren, tension type headache, sefalgia yang berkaitan dengan infeksi, kelainan kranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus dan gigi merupakan penyebab yang sering ditemukan dalam praktek.
Migren sebagai penyebab sefalgia terbanyak dibagi berdasarkan patofisiologi. (tabel 2)
Tabel 2. Klasiikasi migren3
Migraine without aura
Migraine with aura Typical aura with migraine headache Typical aura with nonmigraine headache Typical aura without headache
Familial hemiplegic migraine Sporadic hemiplegic migraine Basilar type migraine
Childhood periodic syndromes that are commonly precursors of migraine
Cyclical vomiing Abdominal migraine
Benign paroxysmal verigo of childhood Reinal migraine
Complicaions of migraine Chronic migraine Status migraine
Persistent aura without infarcion Migrainous infarcion
Klasifikasi lain yang masih dianut dan sangat bermanfaat secara klinis adalah klasifikasi dari Rothner, yang membagi sefalgia berdasarkan waktu yaitu akut, akut-berulang, kronik-progresif, kronik non progresif dan campuran (lihat tabel 3)
Tabel 3. Klasiikasi berdasarkan klinis 3 Acute generalized Acute localized Acute
recurrent
Chronic progressive
Chronic nonprogressive
Demam Sinusiis Migren Tumor Kontraksi otot
Infeksi sistemik Oiis Migren kompleks Pseudotumor (Benign intracranial hypertension) Conversion Infeksi SSP Abnormalitas okular Varian migren
Abses otak Malingering
Toksin:CO2, imah Penyakit gigi Cluster headache
Hematoma subdural
Ater concussion
Pasca kejang Trauma Hemikrania
paroksismal
Hidrosefalus Depresi
Imbalans elektrolit
Neuralgia oksipital Pasca kejang Perdarahan Anxietas
Hipertensi Disfungsi sendi temporomandi- bular Tic douloureux Hipertensi Reaksi penyesuaian
Hipoglikemia Eksersional Vaskuliis Hemikrania koninyu Pasca pungsi lumbal Trauma Emboli Trombosis Perdarahan Penyakit kolagen Eksersional
Sefalgia akut berulang dan kronik non progresif sebagian besar berkaitan dengan sefalgia primer, meskipun penyebab sekunder juga patut dipikirkan. Sefalgia kronik progresif merupakan tipe yang harus diwaspadai dan paling mencemaskan orangtua serta sebagian besar memerlukan pemeriksaan pencitraan. Sefalgia akut, tunggal, sebagian besar ringan, disebabkan infeksi virus. 1 Jika dilihat dari pola serangan, klasifikasi di atas dapat digambarkan
Gambar 1. Pola serangan sefalgia
Pendekatan diagnosis
Evaluasi menyeluruh diperlukan untuk membuat diagnosis yang tepat dan tata laksana awal. Evaluasi termasuk anamnesis (termasuk observasi orangtua dan guru, relasi antara anak-pengasuh, relasi antar anggota keluarga, riwayat penyakit anak dan orangtua) serta pemeriksaan fisik umum dan neurologis.6
Anamnesis
Anamnesis berperan penting dalam menegakkan diagnosis, diperlukan waktu yang cukup dan kesabaran untuk menggali anamnesis yang baik. Pertanyaan- pertanyaan yang penting untuk diajukan adalah6,7: (1) deskripsi sefalgia, berapa
macam tipe sefalgia yang dirasakan, (2) kapan dan bagaimana mulai ada keluhan, (3) apakah sefalgia memburuk, membaik atau tidak berubah, (4) frekuensi dan durasi sefalgia (5) apakah sefalgia timbul pada waktu atau saat-saat tertentu, (6) apakah sefalgia berhubungan dengan makanan, situasi atau obat-obat tertentu, (7) apakah terdapat gejala yang mendahului keluhan, (8) lokasi dan kualitas sefalgia, (9) gejala yang menyertai keluhan, apakah gejala tersebut berlangsung terus diantara serangan. Gejala ini dapat berupa mual, muntah, kelumpuhan, gangguan penglihatan, pendengaran, dan lainnya, (10) apa yang pasien kerjakan ketika sefalgia, (11) keadaan yang membuat keluhan memburuk atau membaik, (12) adakah penyakit lain yang diderita pasien, (13) obat-obat untuk penyakit lain yang dikonsumsi secara teratur atau hanya bila perlu.