• Tidak ada hasil yang ditemukan

penting dalam menganalisis perekonomian suatu negara. Inflasi yang tinggi sangat penting diperhatikan mengingat dampaknya bagi perekonomian yang dapat menimbulkan ketidakstabilan, pertumbuhan ekonomi yang lambat, dan pengangguran yang meningkat. Oleh karena itu perlu adanya pengendalian kestabilan inflasi.

Penelitian mengenai pemodelan inflasi telah dilakukan oleh Handayani (2010) namun hanya melibatkan satu peubah yaitu perubahan jumlah uang beredar. Menurut penelitian Sasana (2004), inflasi dapat dipengaruhi oleh peubah lain. Pada penelitian ini akan dikaji hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat suku bunga BI, nilai tukar rupiah terhadap USD, dan perubahan jumlah uang beredar.

Pemodelan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemodelan fungsi transfer input ganda. Model fungsi transfer input ganda merupakan suatu model yang mengkombinasikan pendekatan deret waktu dengan pendekatan kasual. Model ini menggambarkan perkiraan nilai yang akan datang dari suatu data deret output berdasarkan satu atau beberapa deret input.

Tujuan

Menerapkan model fungsi transfer input ganda pada pemodelan hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat suku bunga BI, nilai tukar rupiah terhadap USD, dan perubahan jumlah uang beredar sehingga menghasilkan model peramalan yang baik.

TINJAUAN PUSTAKA Inflasi

Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus-menerus (Putong 2003). Akibat dari inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara riil tingkat pendapatannya menurun. Menurut Putong (2003) terdapat tiga teori utama yang menerangkan mengenai inflasi yaitu sebagai berikut:

1. Teori Kuantitas

Berdasarkan teori ini persentase kenaikan harga hanya sebanding dengan kenaikan jumlah uang beredar atau sirkulasi uang, tetapi tidak terhadap jumlah produksi nasional.

2. Teori Keynes

Teori ini mengatakan bahwa inflasi terjadi karena mesyarakat hidup di luar batas kemampuan ekonominya.

3. Teori Strukturalis atau Teori Inflasi Jangka Panjang

Teori ini menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi. Terdapat kenyataan lain bahwa kenaikan harga-harga secara terus menerus yang menyebabkan inflasi dapat juga disebabkan oleh naiknya nilai tukar mata uang luar negeri secara signifikan terhadap mata uang dalam negeri.

Model Deret Waktu Stasioner Model deret waktu satu peubah (yt) yang stasioner dapat dituliskan sebagai berikut:

= + + +… (1)

dengan adalah ingar putih (white noise) yaitu barisan peubah acak saling bebas yang memiliki sebaran identik dengan ( ) = 0, ( ) = , dan ∑ < ∞. Model umum deret waktu tersebut mencakup model-model yang lebih khusus, yaitu proses rataan bergerak (Moving Average), proses regresi diri (Autoregressive), serta proses gabungan keduanya (Autoregressive Moving Average) (Cryer 2008). Data deret waktu dikatakan stasioner jika perilaku data tersebut berfluktuasi di sekitar nilai tengah dengan ragam yang relatif konstan pada periode waktu tertentu. Plot data dan perilaku fungsi korelasi diri (Autocorelation Function/ACF) dapat digunakan sebagai dasar penentuan kestasioneran data deret waktu. Selain itu secara formal uji yang dapat digunakan untuk menguji kestasioneran sebuah data deret waktu ialah uji akar unit. Salah satu uji akar unit yang biasa digunakan adalah uji Dickey-Fuller.

Pada uji Dickey-Fuller, γ pada persamaan berikut:

∆ = + (2)

dengan = −1 dan b adalah parameter regresi diri diuji menggunakan hipotesis: H0 : = 0 ( tidak stasioner)

H1 : < 0 ( stasioner)

Uji signifikasi untuk statistik di atas menggunakan uji , karena berdistribusi . Statistik ujinya adalah:

=

PENDAHULUAN Latar Belakang

Inflasi merupakan salah satu indikator penting dalam menganalisis perekonomian suatu negara. Inflasi yang tinggi sangat penting diperhatikan mengingat dampaknya bagi perekonomian yang dapat menimbulkan ketidakstabilan, pertumbuhan ekonomi yang lambat, dan pengangguran yang meningkat. Oleh karena itu perlu adanya pengendalian kestabilan inflasi.

Penelitian mengenai pemodelan inflasi telah dilakukan oleh Handayani (2010) namun hanya melibatkan satu peubah yaitu perubahan jumlah uang beredar. Menurut penelitian Sasana (2004), inflasi dapat dipengaruhi oleh peubah lain. Pada penelitian ini akan dikaji hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat suku bunga BI, nilai tukar rupiah terhadap USD, dan perubahan jumlah uang beredar.

Pemodelan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemodelan fungsi transfer input ganda. Model fungsi transfer input ganda merupakan suatu model yang mengkombinasikan pendekatan deret waktu dengan pendekatan kasual. Model ini menggambarkan perkiraan nilai yang akan datang dari suatu data deret output berdasarkan satu atau beberapa deret input.

Tujuan

Menerapkan model fungsi transfer input ganda pada pemodelan hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat suku bunga BI, nilai tukar rupiah terhadap USD, dan perubahan jumlah uang beredar sehingga menghasilkan model peramalan yang baik.

TINJAUAN PUSTAKA Inflasi

Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus-menerus (Putong 2003). Akibat dari inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara riil tingkat pendapatannya menurun. Menurut Putong (2003) terdapat tiga teori utama yang menerangkan mengenai inflasi yaitu sebagai berikut:

1. Teori Kuantitas

Berdasarkan teori ini persentase kenaikan harga hanya sebanding dengan kenaikan jumlah uang beredar atau sirkulasi uang, tetapi tidak terhadap jumlah produksi nasional.

2. Teori Keynes

Teori ini mengatakan bahwa inflasi terjadi karena mesyarakat hidup di luar batas kemampuan ekonominya.

3. Teori Strukturalis atau Teori Inflasi Jangka Panjang

Teori ini menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi. Terdapat kenyataan lain bahwa kenaikan harga-harga secara terus menerus yang menyebabkan inflasi dapat juga disebabkan oleh naiknya nilai tukar mata uang luar negeri secara signifikan terhadap mata uang dalam negeri.

Model Deret Waktu Stasioner Model deret waktu satu peubah (yt) yang stasioner dapat dituliskan sebagai berikut:

= + + +… (1)

dengan adalah ingar putih (white noise) yaitu barisan peubah acak saling bebas yang memiliki sebaran identik dengan ( ) = 0, ( ) = , dan ∑ < ∞. Model umum deret waktu tersebut mencakup model-model yang lebih khusus, yaitu proses rataan bergerak (Moving Average), proses regresi diri (Autoregressive), serta proses gabungan keduanya (Autoregressive Moving Average) (Cryer 2008). Data deret waktu dikatakan stasioner jika perilaku data tersebut berfluktuasi di sekitar nilai tengah dengan ragam yang relatif konstan pada periode waktu tertentu. Plot data dan perilaku fungsi korelasi diri (Autocorelation Function/ACF) dapat digunakan sebagai dasar penentuan kestasioneran data deret waktu. Selain itu secara formal uji yang dapat digunakan untuk menguji kestasioneran sebuah data deret waktu ialah uji akar unit. Salah satu uji akar unit yang biasa digunakan adalah uji Dickey-Fuller.

Pada uji Dickey-Fuller, γ pada persamaan berikut:

∆ = + (2)

dengan = −1 dan b adalah parameter regresi diri diuji menggunakan hipotesis: H0 : = 0 ( tidak stasioner)

H1 : < 0 ( stasioner)

Uji signifikasi untuk statistik di atas menggunakan uji , karena berdistribusi . Statistik ujinya adalah:

=

2

Dickey dan Fuller telah menyusun tabel untuk uji ini. Kaidah keputusan yang digunakan adalah tolak H0 jika hitung lebih kecil dari nilai pada tabel Dickey Fullerdengan taraf α

tertentu (Enders 2004, Cryer 2008). Model ARIMA

Model ARIMA (Autoregressive Integrated

Moving Average) merupakan campuran antara

model regresi diri berordo-p (AR (p)) dan model rataan bergerak berordo-q (MA (q)) yang telah distasionerkan dengan melakukan pembedaan sebanyak d kali (Montgomery 1990). Model ARIMA diperkenalkan pertama kali oleh George Edward Pelham Box dan Gwilym Meirion Jenkins pada tahun 1970-an sehingga model ARIMA dikenal sebagai model Box-Jenkins. Model umum ARIMA (p,d,q) ialah:

( )∇ = ( ) (4)

dengan:

p = ordo regresi diri

q = ordo rataan bergerak

d = banyaknya pembedaan = parameter regresi diri = parameter rataan bergerak

= galat acak pada waktu ke-t yang _ diasumsikan menyebar normal bebas stokastik

∇ = operator pembedaan dengan derajat pembeda d ∇ = 1− ( ) = (1− − ⋯− ) ( ) = ( 1− − ⋯ − ) B = operator backshift ( ) = ( ) =

Model Fungsi Transfer

Tujuan pemodelan fungsi transfer adalah untuk menetapkan model sederhana yang menghubungkan Yt (deret output) dengan Xt

(deret input) dan N untuk mengetahui pada lag ke berapa peubah Xt mulai berpengaruh terhadap Yt serta dapat mengetahui perkiraan nilai pada data deret output jika data deret input berubah. (Makridakis 1983).

Model fungsi transfer secara umum adalah sebagai berikut (Wei 2006):

= ( ) + (5)

dengan zt adalah nilai output (nilai Yt yang telah stasioner), wt adalah nilai input (nilai Xt

yang telah stasioner), nt adalah gangguan

acak, dan ( ) = ( )

( ) merupakan fungsi transfer wt.

Model umum model fungsi transfer juga dapat ditulis sebagai berikut:

= ( ) ( ) + (6) atau = ( ) ( ) + ( ) ( ) (7) dengan:

r = derajat fungsi ( ) yang mengidikasikan berapa lama deret output berhubungan dengan nilai terdahulu dari deret output itu sendiri.

b = keterlambatan pengaruh deret input yang ditunjukkan dalam

s = derajat fungsi ( ) yang menunjukkan seberapa lama deret output dipengaruhi deret inputnya. ( )≠0

( ) ≠0

( ) = − − ⋯ −

( ) = 1− − ⋯ −

= keterlambatan efek

= nilai Y pada waktu ke-t yang telah stasioner

= nilai X pada waktu ke-t yang telah stasioner

= gangguan acak pada waktu ke-t Untuk deret input dan deret output tertentu dalam data mentah terdapat lima tahap pembentukan model fungsi transfer, yaitu: 1. Identifikasi Model Fungsi Transfer

a. Uji Kestasioneran Deret Input dan Deret Output

Deret input dan deret output dilihat kestasionerannya, apabila data tidak stasioner maka deret input dan deret output harus ditransformasikan dengan tepat (untuk mengatasi ragam yang tidak stasioner) atau dibedakan (untuk mengatasi nilai tengah yang tidak stasioner) untuk menyederhanakan model fungsi transfer. Data yang telah sesuai kemudian disebut wt dan zt

(Makridakis 1983). b. PemutihanDeret Input

Pemutihan merupakan proses transformasi deret yang berkorelasi menuju perilaku white noise yang tidak berkorelasi (Makridakis 1983). Tujuannya untuk mendapatkan model yang sesuai untuk deret input (wt) sehingga diperoleh deret input yang sudah white noise.

Proses pemutihan ini menggunakan model ARIMA untuk deret input. Oleh karena itu sebelum proses pemutihan dibangun terlebih dahulu model ARIMA deret inputnya. Jika diasumsikan bahwa deret input wt

mengikuti proses ARIMA, maka pemutihan deret input dapat didefinisikan sebagai berikut:

( ) = ( ) (8)

Deret input wt dapat diubah ke dalam bentuk αt menjadi:

= ( )

( ) , ( ) ≠0 (9) dengan ( ) adalah operator regresi diri dengan ordo p, ( ) adalah operator rataan bergerak dengan ordo

q, dan adalah deret white noise pada waktu ke-t dengan rataan 0 dan ragam , serta antara dan tidak berkorelasi.

c. PemutihanDeret Output

Bila pada pemutihan deret input dihasilkan suatu deret yang white

noise, maka pada pemutihan deret

output ini belum tentu dihasilkan deret yang white noise. Hal ini dikarenakan deret output dimodelkan secara paksa dengan menggunakan model deret inputnya. Pemutihan pada deret output ini dilakukan dengan cara yang sama sebagaimana pemutihan deret input yaitu:

= ( )

( ) , ( )≠0 (10) 2. Pembentukan Model Awal

a. Perhitungan Fungsi Korelasi Silang

(Cross-Correlation Function/CCF)

Fungsi korelasi silang digunakan untuk mengukur kekuatan dan arah hubungan di antara dua peubah acak. Fungsi kovarian silang antara dan (atau dalam bentuk yang telah diputihkan, dan ) dapat didefinisikan sebagai berikut:

( ) = [ ( − ) ] [ ( − ) ]

(11) dengan = 0, ± 1, ± 2, …

Fungsi korelasi silangnya (CCF) dirumuskan:

( ) = ( ) (12)

dengan dan adalah simpangan baku dan (Wei 2006).

b. Penetapan r, b, dan s untuk Model Fungsi Transfer

Setelah memperoleh hasil dari nilai korelasi silang maka dapat ditentukan nilai r, b, dan s sebagai dugaan awal. Berikut ini adalah beberapa aturan yang dapat digunakan untuk menduga nilai r, b, dan s dari suatu fungsi transfer:

 Nilai b adalah lag dimana korelasi silang berbeda nyata dengan nol pertama kali

 Nilai s adalah banyaknya lag

korelasi silang yang berbeda nyata dengan nol setelah lag ke b

 Nilai r adalah banyaknya lag

korelasi diri output yang berbeda nyata dengan nol setelah lag ke-1 c. Identifikasi Model ARIMA untuk

Deret Sisaan ( , )

Model ARIMA deret sisaan dilakukan dengan melakukan pendugaan dengan model deret waktu satu peubah yaitu:

( ) = ( ) (13)

Dengan diperolehnya model ARIMA untuk deret sisaan maka diperoleh model sementara dari fungsi transfer. Setelah mengidentifikasi model fungsi transfer dalam persamaan, pada tahap selanjutnya akan dihitung dugaan dari parameter model fungsi transfer. 3. Pendugaan Parameter Model Fungsi

Transfer

Metode pendugaan yang cukup sederhana dengan dugaan yang lebih baik yaitu dengan iterasi menggunakan algoritma Conditional Least Squares

Estimation. Hipotesis yang diuji:

H0 : Parameter = 0 H1 : Parameter ≠0 Statistik ujinya adalah:

=

( ) (14)

Tolak H0 jika > ,( ) dengan n adalah banyaknya data, np adalah banyaknya parameter yang diduga, dan diff

adalah pembedaan.

4. Uji Diagnostik Model Fungsi Transfer Pada tahap ini dilakukan pengujian pada model awal yang telah terbentuk memenuhi asumsi atau tidak. Tahap-tahap dalam uji diagnostik model adalah:

4

a. Pemeriksaan auotokorelasi untuk sisaan model

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah pemodelan deret sisaan telah sesuai atau tidak. Indikator yang menunjukkan bahwa model yang dipilih telah sesuai adalah ACF sisaan dan PACF sisaan model fungsi transfer tidak menunjukkan pola tertentu. Selain itu juga bisa digunakan statistik uji Box-Pierce.

b. Pemeriksaan korelasi silang antara sisaan model dengan deret input yang telah diputihkan

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah deret sisaan dan deret input yang telah diputihkan saling bebas. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menghitung korelasi silang antara sisaan deret sisaan (at) dan deret input yang telah diputihkan ( ). Model yang sesuai adalah model yang korelasi silang antara at dan tidak menunjukkan pola tertentu dan terletak antara 2(n-k)-1/2. Selain itu bias juga digunakan statistik uji Box-Pierce. 5. Penggunaan Model Fungsi Transfer untuk

Peramalan

Setelah model fungsi transfer terbaik dihasilkan, selanjutnya dilakukan peramalan.

Model Fungsi Transfer Input Ganda Pada model fungsi transfer input ganda terdapat beberapa peubah input dengan bentuk modelnya adalah (Wei 2006):

= ∑ ( ) + (15) atau = ∑ ( ) ( ) + ( ) ( ) (16) dimana ( ) = ( ) ( ) adalah fungsi transfer untuk deret input ke-j, j = 1, 2, …, k. Menurut Olason dan Watt (1986), apabila terdapat korelasi antara peubah input maka membangun model fungsi transfer dapat menggunakan simultaneous reestimation

parameter yang akan menghasilkan model yang dapat diterima.

Kriteria Pemilihan Model

Akaike’s Information Criterion (AIC) dan

Bayesian Information Criterion (SBC) atau

disebut juga Bayesian Information Criterion

(BIC) adalah kriteria untuk memilih model yang dapat dihitung menurut:

( ) = ln + 2 (17)

( ) = ln + ln (18) dimana adalah penduga maksimum likelihood untuk (ragam sisaan model), M

adalah banyaknya parameter pada model dan

n adalah banyaknya pengamatan efektif yang sebanding dengan banyaknya sisaan yang dapat dihitung dari suatu deret. Model terbaik adalah model dengan nilai AIC dan SBC terkecil (Wei 2006).

Setelah melakukan peramalan, ketepatan peramalan dapat dicari dengan menghitung

Mean Absolute Percentage Error (MAPE).

Nilai MAPE dapat dihitung dengan:

= ∑ (19)

atau dengan mencari nilai Mean Absolute

Deviation (MAD) dengan rumus sebagai

berikut:

= | | (20)

dengan yt adalah pengamatan pada waktu ke-t dan adalah ramalan pada waktu ke-t. Semakin kecil nilai MAPE dan MAD menunjukkan data peramalan semakin mendekati nilai aktual (Montgomery 1990).

METODOLOGI

Dokumen terkait