• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diagram alir model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku

Kelembagaan (institution) sebagai aturan main (rule of game) dan organisasi, berperan penting dalam mengatur penggunaan/alokasi sumberdaya secara efisien, merata dan berkelanjutan. Sebagai hasil dari pembagian pekerjaan dan spesialisasi pada sistem ekonomi maju sering mengarah kepada keadaan dimana orang-orang menjadi hampir tidak mampu lagi berdiri sendiri dalam arti mereka tidak dapat menghasilkan barang barang dan jasa yang dibutuhkan untuk kehidupan (konsumsinya) sehingga pemenuhan kebutuhannya diperoleh dari orang/pihak lainnya yang bespesialisasi melalui suatu pertukaran yang dalam ekonomi disebut transaksi ekonomi. Agar transaksi ekonomi dapat berlangsung perlu adanya koordinasi antar berbagai pihak dalam sistem ekonomi yang sekaligus juga mencakup aturan representasi dari pihak-pihak yang berkoordinasi tersebut. Pada dasarnya ada dua bentuk koordinasi utama yaitu koordinasi untuk keperluan; (1) transaksi melalui sistem pasar, dimana harga-harga menjadi panduan dalam mengkoordinasikan alokasi sumberdaya-sumberdaya tersebut jadi harga-harga berperan sebagai pemberi isyarat dan sebagai pembawa informasi yang mengatur koordinasi alokasi sumberdaya kepada pembeli dan penjual, (2) transaksi tersebut dilakukan dalam sistem organisasi-organisasi yang berhirarki di luar sistem pasar dimana wewenang kekuasaan berperan sebagai koordinator dalam mengatur alokasi sumberdaya tersebut.

Analisis perkiraan kinerja sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin

Untuk mendapatkan model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin, perlu adanya analisis tingkat efisiensi kinerja dari setiap alternatif model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku, baik dari sudut pandang organisasi maupun dari sudut pandang aturan kerjasama. Dalam kajian ini analisis efisiensi kinerja masing-masing model sistem kelembagaan dilakukan dengan wawancara mendalam dengan beberapa pakar. Metode analisis yang digunakan adalah Data Envelopment Analysis (DEA) untuk mendapatkan sistem

kelembagaan yang paling efisien dengan variabel input dan output diperoleh dari penilaian dan pendapat pakar. Variabel input yang digunakan dalam analisis ini adalah a) Tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu, b) Biaya pengurusan sertifikasi mutu, c) Lamanya proses pengurusan mutu, d) Kemudahan pengurusan sertifikasi mutu, e) Efisiensi proses pengadaan bahan baku, f) Nilai tambah produk, g) Harga produk, dan h) Daya saing produk. Variabel outputnya adalah Tingkat kepercayaan konsumen terhadap mutu produk gelatin.

Analisis perkiraan kinerja sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dilakukan dengan membandingkan tingkat efisiensi sistem berdasarkan variabel input dan output ditinjau dari sisi organisasi dan dari sisi aturan kerjasama. Hasil perbandingan efisiensi kinerja sistem kelembagaaan dengan menggunakan DEA ditinjau dari sisi aturan kerjasama dalam sistem diperoleh bahwa kinerja model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu sebagai model yang berlaku saat ini mempunyai nilai efisiensi kinerja 97,26%, sedangkan model kontrak pengadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya dan Model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu, masing masing mempunyai tingkat efisiensi 100%. Rincian dari hasil analisis efisiensi kinerja sistem kelembagaan ditinjau dari sisi aturan kerjasama disajikan pada Tabel 23.

Tabel 23 Nilai perkiraan efisiensi alternatif sistem kelembagaan jaminan mutu ditinjau dari sisi aturan.

Alternatif Model Sistem Kelembagaan Nilai Efisiensi Kinerja (%) 1. Model kontrak pangadaan bahan baku

dengan patokan harga sesuai mutunya 100,00 2. Model kemitraan penyediaan bahan

baku dengan konsep pembagian keuntungan dan manajemen mutu

100,00

3. Model jual beli bahan baku secara

bebas sesuai mutu (kondisi awal) 97,26

Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa ditinjau dari sisi aturan kerjasama, kinerja sistem kelembagaan yang berlaku saat ini masih belum efisien jika dibandingkan dengan model kontrak pengadaan bahan baku berdasarkan mutu dan model kemitraan penyediaan bahan baku dengan konsep pembagian

keuntungan dan manajemen mutu. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian mendalam terhadap variabel input dan output sistem untuk mengetahui pengaruh dari setiap variabel terhadap efisiensi kinerja sistem kelembagaan jaminan mutu agar mendapatkan solusi yang tepat dalam meningkatkan efisiensi kinerja sistem dengan pendekatan perubahan input dan output.

Kajian terhadap variabel input dan output sistem dilakukan dengan membandingkan model yang berkinerja paling efisien (nilai 100%) dengan model yang berkinerja kurang efisien (kurang dari 100%). Oleh karena itu dibandingkan model sistem kelembagaan jaminan mutu berdasarkan aturan yaitu model kontrak pengadaan bahan baku berdasarkan harga sesuai mutunya dengan model jual-beli bahan baku secara bebas sesuai mutu (kondisi awal). Hasil perbandingan kedua model tersebut dapat dilihat pada Gambar 37.

Gambar 37 Perbandingan input dan output kinerja model aturan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin.

Berdasarkan Gambar 37 di atas terlihat bahwa Model kontrak pangadaan bahan baku dengan patokan harga sesuai mutunya, mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu, sebagai model yang berlaku saat ini. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kinerjanya adalah harga produk, nilai tambah produk, dan efisiensi pengurusan sertifikasi mutu produk. Selain itu dengan model tersebut juga dapat menurunkan lamanya proses pengadaan bahan baku, biaya pengurusan sertifikasi mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu produk, sehingga diperoleh model sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku yang efisien.

Hasil tersebut di atas sesuai dengan hasil analisis menggunakan DEA untuk menguji tingkat efisiensi model sistem kelembagaan yang akan diimplementasikan. Beberapa variabel input yang dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi kinerja model kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin dapat diperlihatkan dalam Gambar 38.

Gambar 38 Nilai penurunan variabel input pada model kontrak pengadaan bahan baku dibandingkan dengan model jual beli bahan baku gelatin

Dari Gambar 38 di atas terlihat bahwa semua variabel input dapat diturunkan jika menggunakan kontrak pengadaan bahan baku dengan Patokan harga sesuai mutunya jika digunakan sebagai aturan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin dibandingkan dengan sistem yang berlaku saat ini. Beberapa variabel input yang cukup menonjol penurunannya adalah variabel biaya pengurusan sertifikasi mutu, lama pengurusan sertifikasi mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu, dengan nilai masing-masing sebesar 23%, 21% dan 20%. Walaupun dengan model kontrak pengadaan bahan baku masih terdapat kelemahan yaitu turunnya daya saing produk sebesat 17% dibandingkan dengan model dasar (model jual beli sesuai mutu) karena tidak terjadinya tingkat persaingan pasar.

Hasil perbandingan efisiensi kinerja sistem kelembagaaan dengan menggunakan DEA ditinjau dari sisi organisasi, diperoleh bahwa penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu dan Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu mempunyai tingkat efisiensi kinerja 100%, sedangkan Model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total mempunyai tingkat efisiensi kinerja 91,29%. Di samping itu nilai efisiensi kinerja Model jual beli bahan baku secara bebas sesuai mutu sebagai model yang berlaku saat ini jika dibandingkan dengan model-model dalam organisasi sistem yang mempunyai nilai 88,27%. Rincian dari nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Nilai perkiraan efisiensi alternatif sistem kelembagaan jaminan mutu ditinjau dari sisi organisasi.

Alternatif Model Sistem Kelembagaan Nilai Efisiensi Kinerja (%) 3. Model jual beli bahan baku secara

bebas sesuai mutu (kondisi awal) 88,27 4. Model pemberdayaan semua elemen

pelaku agroindustri gelatin dalam manajemen mutu total

91,29

5. Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu

100,00

6. Penggunaan lembaga independen

Hasil analisis model lebih lanjut terhadap variabel input dan output dengan menggunakan DEA terhadap model berkinerja efisien dan model yang berkinerja kurang efisien ditinjau dari sisi organisasi disajikan pada Gambar 39.

Gambar 39 Perbandingan input dan output kinerja model organisasi sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku gelatin

Dari Gambar 39 di atas terlihat bahwa perbandingan variabel input dan output antara model jual beli bahan baku sesuai mutu sebagai model berkinerja kurang efisien dan model Adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk yang berkinerja efisien, menunjukkan bahwa adanya lembaga internal sistem jaminan mutu produk memberikan output yang lebih tinggi dan input yang lebih rendah dibandingkan dengan model yang berlaku saat ini. Beberapa variabel input tersebut adalah harga produk, daya saing produk, nilai tambah prosuk, efisiensi proses pengurusan mutu, lamanya proses pengurusan sertifikasi mutu, biaya pengurusan sertifikasi mutu dan tingkat keterlibatan setiap elemen dalam manajemen mutu.

Disamping itu berdasarkan analisis variabel input dan output terhadap kedua model ini juga diperoleh bahwa model adanya lembaga internal

agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu mempunyai tingkat efisiensi yang paling tinggi dibandingkan dengan model yang lain, sebagaimana terlihat pada Gambar 40.

Gambar 40 Perbandingan input dan output kinerja model penggunaan lembaga independen dengan kinerja model jual beli sesuai mutu

Peningkatan kinerja dapat dilihat dari penurunan nilai varibel input pada model adanya lembaga internal jaminan mutu dan sertifikasi mutu jika dibandingkan dengan model yang berlaku saat ini sebagaimana terlihat dalam Gambar 41. Dengan adanya penurunan variabel input tersebut, maka akan meningkatkan nilai efisiensi kinerja sistem secara keseluruhan.

Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa untuk mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroinsustri gelatin ditinjau dari sisi organisasi yang paling efisien adalah menggunakan model lembaga internal jaminan mutu dan sertifikasi mutu, untuk mendukung adanya lembaga independen jaminan mutu yang sudah ada saat ini misalnya LPPOM- MUI sebagai lembaga sertifikasi mutu halal, sedangkan dari sisi aturan kerjasama,

model yang paling tepat adalah kontrak pengadaan bahan baku dengan Patokan harga sesuai mutunnya.

Gambar 41 Nilai penurunan variabel input pada model adanya lembaga internal jaminan mutu dibandingkan dengan model jual beli bahan baku gelatin

Berdasarkan analisis efisiensi dengan menggunakan DEA terhadap ketiga model ini diperoleh bahwa model yang kurang efisien adalah model pemberdayaan semua elemen pelaku agroindustri gelatin dalam menajemen mutu total dengan nilai efisiensi 91,29%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penggunaan lembaga independen dalam proses jaminan mutu dan model adanya lembaga internal agroindustri sistem jaminan mutu produk dan sertifikasi mutu dapat digunakan sebagai model untuk mengimplementasikan sistem kelembagaan jaminan mutu pasokan bahan baku agroindustri gelatin ditinjau dari sisi organisasi.

Gambaran Analisis Finansial dalam Pengembangan Agroindustri Gelatin Beberapa hal yang diperhitungkan dalam analisis finansial pengembangan agroindustri gelatin adalah sumber dana dan struktur pembiayaan, jumlah biaya

investasi, harga dan prakiraan penerimaan, proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, analisa titik impas, Kriteria kelayakan investasi (NPV, IRR, Net B/C, PBP, ROI) dan analisa sensitivitas.

Dalam menentukan perkiraan biaya, beberapa asumsi sangat dibutuhkan. Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Umur ekonomi proyek ditetapkan selama 10 tahun.

b. Harga bahan baku kulit split ditetapkan Rp 4.000-Rp 5.000/kg, dan harga penjualan gelatin dalam bentuk bubuk ditetapkan bervariasi berdasarkan mutu dengan proyeksi penjualan dan harga disajikan pada Tabel 25.

Tabel 25 Harga penjualan gelatin berdasarkan mutu tahun 2009

No Jenis Gelatin

Proyeksi penjualan Harga (Rpx 1000) Kg % 1 Gelatin Bloom 125 13,500 10 45 2 Gelatin Bloom 150 20,250 15 55 3 Gelatin Bloom 200 33,750 25 70 4 Gelatin Bloom 250 67,500 50 85 Jumlah 135,000 100 255

c. Penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus dengan salvage value diasumsikan sama dengan nol

d. Kapasitas Produksi ditentukan sebagai berikut:

a. Kebutuhan bahan baku kulit sapi : 1.500 kg/hari atau 450 ton/tahun b. Lama Operasi : 300 hari/tahun

c. Produksi gelatin : 450 kg/hari atau 135 ton/tahun d. Suku bunga yang digunakan adalah 15 % per tahun dan Debt Equity Ratio

(DER) sebesar 60:40. Angsuran dibayar pada tahun ke-3 sampai tahun ke-10. e. Biaya investasi adalah biaya investasi tetap ditambah biaya modal kerja

selama tiga bulan pertama dan dikeluarkan seluruhnya pada tahun ke-0. f. Semua produk gelatin yang diproduksi terjual habis setiap tahun

g. Semua komponen harga tetap selama umur proyek.

h. Pajak penghasilan berdasarkan Undang-Undang Pajak nomor 17 tahun 2000 adalah sebagai berikut :

- Jika Rp.50.000.000,00<pendapatan<Rp.100.000.000,00, pajak sebesar (10% x Rp.50.000.000,00) T (15% x (pendapatan Rp..50.000.000,00)) - Jika pendapatan > Rp.100.000.000,00, maka pajak sebesar (10% x

Rp.50.000.000,00) + (15% x Rp.50.000.000,00) + (30% x (pendapatan – Rp. 100.000.000,00))

i. Kapasitas produksi pada tahun pertama sebesar 80% dari total kapasitas, tahun kedua sebesar 90 % dari total kapasitas dan tahun ketiga sampai tahun kesepuluh, pabrik berproduksi penuh

Sumber dana pembiayaan investasi perusahaan gelatin ini terdiri dari dua bagian yaitu dana pinjaman bank dan dari modal sendiri. Jenis pinjaman yang diberikan oleh bank adalah kredit investasi yang diberikan untuk mendirikan usaha baru. Nilai suku bunga untuk kredit investasi tersebut adalah 15% dengan porsi pendanaan atau Debt Equity Ratio (DER) adalah 60% dari pihak bank dan 40% dari pihak peminjam.

Jumlah kredit investasi yang diberikan oleh bank sebesar 60% dari total biaya investasi adalah sebesar Rp. 3.405.740.400,- sedangkan biaya investasi dari modal sendiri sebesar Rp. 2.270.494.000,-. Total biaya investasi agroindustri gelatin adalah Rp.5.676.234.000,-.

Pembayaran pinjaman terdiri dari pembayaran angsuran dan pembayaran bunga pinjaman. Pembayaran angsuran maupun bunga pinjaman dimulai dari tahun ketiga sampai dengan tahun ke 10. Rincian komponen investasi agroindustri gelatin disajikan pada Tabel 26.

Tabel 26 Gambaran komponen investasi agroindustri gelatin.

No Keterangan volume satuan Nilai

(Rpx1000)

Persentase (%)

1 Pengadaan tanah 1.000 M2 200.000 6

2 Pengadaan bangunan pabrik 297 M2 297.000 8 3 Pengadaan bangunan kantor 45 M2 67.500 2 4 Pengadaan bangunan infrastuktur 1 paket 99.825 3 5 Pengadaan alat dan mesin 1 paket 2.020.000 57 6 Pengadaan perlengkapan 1 paket 425.000 12

7 Biaya pra operasi 1 paket 100.000 3

8 Kontingensi (10%) 1 paket 320.933 9

Biaya investasi adalah penggunaan dana untuk menanam modal dalam proyek baru (Ichsan et al. 2003). Biaya investasi total terdiri dari biaya investasi tetap dan biaya modal kerja pada tahun pertama. Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), biaya investasi tetap adalah biaya untuk aktiva tetap yang terdiri dari aktiva tetap berwujud (tanah, bangunan, mesin dll.) dan aktiva tetap tidak berwujud (biaya pendahuluan, biaya sebelum dll). Komposisi investasi tetap disajikan pada Tabel 27.

Tabel 27 Struktur modal investasi agroindustri gelatin.

No Keterangan Nilai (Rpx1000)

1 Struktur dana investasi

- Modal Tetap 3.530.258

- Modal Operasional 2.145.977

Total Investasi 5.676.234

2 Proporsi modal investasi

- Dana Sendiri (40%) 2.270.494 - Dana pinjaman (60%) 3.405.740

3 Jangka waktu pinjaman 10 tahun

4 Bunga pinjaman 15%

5 Waktu mulai cicilan tahun ke tiga

Modal operasional adalah modal yang dibutuhkan agar perusahaan dapat beroperasi untuk pertama kali. Asumsi yang digunakan untuk pendirian agroindustri gelatin adalah selama tiga bulan biaya variabel masuk ke dalam biaya investasi. Modal kerja adalah gabungan dari biaya pabrik tidak langsung yang meliputi biaya untuk tenaga kerja tidak langsung, biaya pemeliharaan, dan biaya asuransi. Selain itu, modal kerja juga memperhitungkan biaya untuk bahan baku, biaya tenaga kerja langsung serta persediaan kas. Pada tahun pertama proyek dimana pabrik masih berproduksi dengan tingkat 80% dari kapasitas maksimalnya, biaya operasionalnya Rp. 6,58 milyar. Pada tahun kedua, seiring dengan peningkatan produksinya (90% dari kapasitas maksimal), biaya operasionalnya pun meningkat menjadi Rp. 6,9 milyar. Pada kapasitas produksi 100%, rata-rata biaya operasional pabrik adalah Rp.7,1 milyar. Besarnya biaya operasional pabrik secara lebih terperinci diperlihatkan pada Tabel 28.

Harga jual gelatin per kilogram bervariasi antara Rp 45.000,- sampai dengan Rp 85.000,- dengan variasi proyeksi penjualan yang bergantung mutu gelatin, makin bermutu gelatin hanganya makin tinggi. Gelatin bloom 250

menempati porsi terbesar dalam proyeksi penjualan yaitu sebesar 50%. Gelatin bloom 200, 150, dan 125 berturut turut proyeksi penjualannya adalah sebesar 25%, 15% dan 10%. Proyeksi penjualan sesuai dengan teknologi proses produksi yang menghasilkan perbedaan jumlah gelatin.

Tabel 28 Biaya operasional, jumlah produksi dan keuntungan (Rp)

No Komponen biaya Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 - 10 satuan

1 Biaya Operasional

- Biaya tetap 3.865.308 3.865.308 3.865.308 Rp x 1000 - Biaya variabel 2.972.939 3.242.681 3.512.422 Rp x 1000 Total biaya Operasional 6.838.248 7.107.989 7.377.730 Rp x 1000

2 Volume produksi gelatin 108.000 121.500 135.000 Kg Total pendapatan 7.857.000 8.839.125 9.821.250 Rp x 1000

4 Keuntungan sebelum pajak 1.018.752 1.731.136 2.443.520 Rp x 1000

Pada tahun pertama, perusahaan memproduksi sebanyak 80 % dari kapasitas total. Pada tahun kedua, perusahaan memproduksi 90%, sedangkan pada tahun ketiga sampai tahun kesepuluh, perusahaan memproduksi 100 % dari kapasitas total. Setiap tahun, perusahaan diasumsikan dapat menjual 100% dari gelatin yang diproduksi pada tahun itu.

Proyeksi laba rugi berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Proyeksi laba rugi dihitung dengan cara mengurangi penerimaan dengan pengeluaran (biaya tetap dan biaya variabel) kemudian dikurangi dengan pembayaran bunga sehingga dihasilkan laba sebelum pajak. Laba sebelum pajak dikurangi dengan pajak yang dihitung dengan mengalikan ketentuan pajak sesuai Undang Undang Nomor 17 tahun 2000 dengan laba sebelum pajak tersebut. Perhitungan proyeksi laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 8 (k).

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aliran kas dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu aliran kas permulaan (initial cash flow), aliran kas operasional (operational cash flow) dan alirar. kas terminal (terminal cash flow). Aliran kas permulaan adalah aliran kas yang berhubungan dengan pengeluaran investasi. Aliran kas operasional dapat dihitung dengan mengurangi laba setelah pajak dan penyusutan dengan angsuran pinjaman. Aliran kas terminal terdiri dari nilai sisa investasi ditambah dengan pengembalian modal kerja.

Aliran kas dihitung dengan mengurangi aliran kas masuk dengan aliran kas keluar setiap tahunnya. Aliran kas masuk terdiri dari modal sendiri dan pinjaman (initial cash flow), laba bersih, depresiasi, nilai barang tidak terjual (operational cash flow), nilai sisa dan pengembalian modal kerja (terminal cash flow). Aliran kas keluar terdiri dari investasi tetap, modal kerja (initial cash flow) dan angsuran pinjaman (operational cash flow). Kas bersih didapatkan dengan mengurangi kas masuk dengan kas keluar setiap tahunnya. Proyeksi arus kas dapat dilihat pada Lampiran 8 (j).

Analisis Kelayakan Pengembangan Agroindustri Gelatin

Dalam analisis kelayakan pengembangan agroindustri gelatin, beberapa hal yang dilakukan adalah analisis aspek pasar dan pemasaran, analisis aspek teknis dan teknologis, analisis aspek finansial dan ekonomi.

Analisis aspek pasar dan pemasaran

Kajian aspek pasar dan pemasaran meliputi pengukuran potensi pasar, pendefinisian struktur pasar, pengukuran pangsa pasar dan perumusan strategi bauran pemasaran. Dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran gelatin, perusahaan perlu membedakan antara produk bisnis/industri dengan produk konsumsi. Gelatin termasuk produk bisnis/industri yang diperjualbelikan pada pasar bisnis.

Produksi gelatin di Indonesia masih relatif kecil karena hanya diproduksi oleh industri kecil yang jumlahnya sangat terbatas. Selama ini pemenuhan kebutuhan gelatin di Indonesia diimpor dari berbagai negara diantaranya Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Brazil, Korea, Cina dan Jepang dengan total impor gelatin sebanyak 3.764.856 kg dengan nilai US$ 15.292.243.-pada tahun 2008. Disisi lain produksi gelatin di Indonesia masih sangat terbatas. sehingga pemenuhan kebutuhan gelatin dalam negeri merupakan pasar potensial dari agroindustri gelatin.

Derajat persaingan struktur pasar gelatin perlu dikaji untuk menentukan pangsa pasar gelatin yang dapat diraih oleh perusahaan baru dan untuk melihat sejauh mana perusahaan baru berpeluang untuk bertahan dan berkembang diantara

perusahaan pesaing yang telah lebih dahulu stabil. Namun struktur pasar gelatin dalam negeri mempunyai keunggulan dari sisi georafis, harga dan status kehalalan produk dibandingkan perusahaan-perusahaan penghasil gelatin dari luar negeri. Menurut Kotler (2002), persaingan murni terjadi dimana banyak pesaing menawarkan produk dan jasa yang sama. Berdasarkan data GME (Gelatin Manufacturers Association of Europe) Organization, produksi gelatin dunia pada tahun 2001 sebesar 269.400 ton, tahun 2005 sebesar 306.800 ton dan tahun 2006 sebesar 315.000 ton. Produksi gelatin dunia pada tahun 2001 menyebar diantara sekitar 12 perusahaan besar dan ratusan perusahaan kecil. Daftar nama-nama perusahaan beserta kapasitas produksinya dapat dilihat pada Tabel 5.

Perusahaan gelatin yang dikaji ini memposisikan diri sebagai perusahaan pengikut pasar. Perusahaan akan bersaing dengan perusahaan yang berada pada urutan bawah atau dapat menjadi pemimpin pasar diantara perusahaan-perusahaan kecil selain 12 perusahaan besar tersebut. Menurut Kotler (2002), perusahaan kecil umumnya menghindari persaingan melawan pasar besar dengan mengincar pasar kecil yang kurang atau tidak menarik bagi perusahaan besar.

Berdasarkan data diatas, perusahaan yang menempati urutan paling bawah berdasar kapasitas produksinya adalah Norland dengan kapasitas produksi sebesar 500 ton per tahun atau sebesar 0,18 % dari seluruh konsumsi gelatin dunia tahun 2001. Produksi gelatin di Eropa disajikan pada Tabel 29.

Tabel 29 Produksi gelatin di Eropa tahun 2006 Nama Negara Produksi Ton/tahun Persentase(%)

Belgium 20,500 16.89 France 26,700 21.99 Germany 30,000 24.71 Italy 7,900 6.51 Spain 9,600 7.91 Sweden 11,500 9.47 The Netherlands 5,400 4.45 United Kingdom 5,500 4.53 Poland 300 0.25 Slovakia 2,400 1.98 Total 121,400 100.00

Sumber : GME Organization (2006)

Data di atas memperlihatkan negara dengan kapasitas produksi terkecil adalah polandia dengan produksi 300 ton pertahun atau sekitar 0,10% dari produksi gelatin dunia tahun 2006 sebesar 315.000 ton per tahun. Oleh karena itu kapasitas produksi agroindustri gelatin yang akan dikaji adalah 300 ton per tahun atau 11% kebutuhan inport gelatin Indonesia tahun 2006.

Pangsa pasar atau sales potensial adalah proporsi sebagian dari keseluruhan pasar potensial yang diharapkan dapat diraih oleh proyek yang bersangkutan (Husnan dan Suwarsono, 2000). Menurut Fellows et.al. (1996), untuk kondisi persaingan dengan jumlah pesaing banyak dan ukuran pesaing yang cukup besar dan jenis produk yang dibuat sama maka kisaran persentase pangsa pasar yang dapat diraih antara 0-2,5 % dan untuk kondisi jumlah pesaing tidak ada sampai sebesar 100 %. Oleh karena itu, pangsa pasar dunia yang dapat diraih perusahaan sebesar 2,5 % dari konsumsi gelatin dunia atau sebesar 7.875 ton per tahun.

Pasar potensial gelatin Indonesia berdasarkan hasil prakiraan adalah sebesar 2.375.276 kilogram setiap tahunnya. Pasar potensial gelatin Indonesia tersebut jika dibandingkan dengan konsumsi gelatin dunia (315.000 ton) hanya sebesar 0,75%, sedangkan berdasar kajian struktur pasar di atas, perusahaan dapat berproduksi sekitar kapasitas 0,10% dari konsumsi gelatin dunia atau sebesar 0,095% dari pangsa pasar gelatin dunia atau 11,05% dari pasar potensial gelatin di

Dokumen terkait